INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK

(1)

(2)

ABSTRAK

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK

Oleh

HENDRA PRATAMA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses interaksi sosial yang bersifat menggabungkan (Associative Processes) dan proses interaksi sosial yang bersifat menceraikan (Dissociative Processes) pada masyarakat Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik dengan masyarakat Desa Agom. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Teknik analisa data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data serta penarikan simpulan dan verifikasi. Dari hasil penelitiam menunjukan bahwa interaksi masyarakat Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik cenderung bersifat menggabungkan, antara lain : kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dalam kehidupan pasca konflik pada masyarakat Desa Balinuraga juga terdapat bentuk interaksi yang bersifat menceraikan antara kedua belah pihak yang merupakan suatu hambatan untuk dapat menerapkan proses interaksi yang baik seperti, persaingan dan kontraversi. Pasca konflik telah merubah kehidupan masyarakat Desa Balinuraga menuju kehidupan bermasyarakat yang lebih baik, terutama dalam kehidupan berkelompok, keagamaan dan kebudayaan.


(3)

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA

BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA

AGOM PASCA KONFLIK

(Skripsi)

Oleh

HENDRA PRATAMA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA

BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA

AGOM PASCA KONFLIK

Oleh

HENDRA PRATAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hendra Pratama dilahirkan pada tanggal 22 Januari 1991, di Kotagajah Lampung Tengah. Merupakan putra pertama dari pasangan Bapak Ahmad Basori dan seorang Ibu yang bernama Siti Khodijah.

Pendidikan Formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah TK di Taman Kanak-kanak Aisyiah Kotagajah yang diselesaikan pada tahun 1996, selanjutnya melanjutkan Sekolah Dasar di SD Negri 03 Kotagajah yang diselesaikan pada tahun 2003, kemudian melanjutkan sekolah ke SLTP Negri 01 Punggur (smester 1) dan pindah ke SMP Negri 02 Kotagajah yang diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negri 01 Seputih Raman, dan dapat diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi dan diterima di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN), dan mengambil jurusan Sosiologi.


(11)

MOTTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu adalah untuk dirinya sendiri

(QS Al-Ankabut [29] : 6 )

Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam

(Ir. Soekarno)

Semua orang tidak perlu menjadi pemalu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya


(12)

Persembahan

Dengan mengucap Syukur kepada Allah SWT dan dengan segala ketulusan

serta kerendahan hati, kupersembahkan karya kecil ini sebagai ungkapan

setiaku kepada :

Ayahanda Ahmad Basori dan Ibunda Siti Khodijah

yang sangat aku cintai dan sayangi, terimakasih atas doa, nasihat,

pengorbanan, dan kasih sayang yang tiada henti demi keberhasilanku

Saudara-saudara ku dan keluarga besar

Terima kasih atas doa, nasihat serta motivasinya, karena kalian aku

bisa bersemangat belajar dan bercanda ria

Para Pendidik ku

Atas bimbingan dan ajarannya hingga aku dapat melihat

dunia dengan ilmu dan mempunyai keberanian untuk

menjalani hidup

Sahabat-sahabat ku

Menemaniku saat suka dan duka, memberikan canda dan tawa,

pengalaman serta menjadikan hari-hari yang ku laluilebih berwarna

dengan kebersamaan


(13)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya di setiap perjalanan hidup dalam setiap menempuh pendidikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Interaksi Sosial Masyarakat Desa Balinuraga Dengan Masyarakat Desa Agom Pasca Konflik” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik di Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan kepada penulis. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi.

3. Bapak Drs. Ikram, M.Si., selaku pembimbing utama, terimakasih atas segala bimbingan, motivasi dan kepercayaan diri yang bapak berikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(14)

4. Bapak Dr. Hartoyo M.Si., selaku Pembimbing Akademik, terimakasih banyak atas segala saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa dan selama proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Dr. Erna Rochana M.Si., selaku penguji utama terimakasih banyak atas saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa serta selama proses penyelesaian skripsi ini.

6. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen Sosiaologi yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi yang sangan besar kepada penulis, Ibu Erna, Ibu Anita, Ibu Vivit, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Yuni, Pak Ikram, Pak Gede, Pak Sus, Pak Gede, Pak Fahmi, Pak Bintang, Bung Pay. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang penulis peroleh setiap harinya selama kuliah.

7. Kepada seluruh keluarga besarku yang tiada henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan, ayah ibu (terimakasih atas segala doa dan kasih sayangmu yang selalu menjadi kekuatan bagiku) Mbah Uti dan Mbah Kakung (terimakasih atas segala doa serta semangat yang selalu engkau berikan sehingga aku bisa menjadi seorang sarjana, begitu besar jasamu dalam kehidupanku) Uyek Oom (terimakasih banyak atas motivasi dan bantuannya, entah bagaimana aku harus membalasnya) Mama (terimakasih banyak atas segala doa dan semangat yang selalu engkau berikan kepadaku) Bude, Pakde, Oom Lelek (terimakasih banyak karna engkau selalu memberikan doa dan semangat dalam kehidupanku).

8. Kepada seluruh adik-adiku, Bobi, Wisnu, Noval, Bayu, Andi, Cimoy, Ihwan, Nisa, Niken, Villa, Badrus, Abu, Zikri dan seluruh keponakanku.


(15)

Terimakasih banyak atas doa kalian, karna kalian adalah sebagian dari semangatku.

9. Terimakasih banyak kepada Farikha Lailia karna selalu memberikanku semangat dalam mencapai gelar sarjana dan selalu setia menemani langkahku.

10.Sosiologi 2010, Arif Munandar (pinter, tampan, mudah bergaul, ya walaupun sering gagal sih...) Bayu Mars Dorayidi (jago main musik, bahasa Inggris ok, tapi gampang tepar) Fahrurozi Syaputra (pandai bernyanyi dan mengaji, temen gw yang paling alim, dia adalah sarjana Sosiologi jomblo yang pertama kali lulus). Kalian adalah sahabat terhebatku, tiga tahun kita tak terpisahkan. Susah senang selalu kita jalani dan kita lewati bersama, makan satu piring, tidur satu ranjang adalah kebiasaan yang takkan pernah kita lewatkan. Terimakasih banyak untuk segala doa dan kerjasama semasa kuliah.

11.Terimakasih banyak kepada Mas Syamsul, Mas Rudi, Mbak Eni, Andri dan seluruh karyawan yang bekerja di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Wijaya Kesuma Kotagajah, karena berkat kalian aku dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada seluruh warga Desa Balinuraga, Pak Wayan Gambar, Pak Made Santre, terimakasih banyak karna telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

13.Seluruh pihak yang berperan besar dalam perjalanan penulis mencapai semua ini, penulis ucapkan terimakasih.


(16)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mohon maaf dan semoga skripsi ini dapat diterima di masyarakat. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk seluruh pihak. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Amin.

Wassalamu’al

aikum Wr. Wb.

Bandar Lampung Mei 2014

Penulis,


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 9

C. Tujuan Penelitian ……… 9

D. Manfaat Penelitian ………..….... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perubahan Sosial……….………... 11

1. Konsep Perubahan Sosial ………... 11

2. Karakteristik Perubahan Sosial ………..…….. 13


(18)

4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial………...…. 16

B. Tinjauan Tentang Pola Interaksi Sosial………..…... 17

1. Konsep Pola Interaksi Sosial………... 17

2. Proses Interaksi Sosial………..…. 19

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial………...…….…. 20

C. Tinjauan Tentang Konflik ... 25

1. Konsep Konflik………... 25

2. Faktor Pemicu Konflik……… ……. 25

3. Pengelolaan Konflik……….…. 27

4. Penyelasaian Konflik……….….... 28

D. Kerangka Pikir……….... 30

E. Skema Kerangka Pikir………….……….…..……... 32

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian………..……… 33

B. Fokus Penelitian……… 34

C. Lokasi Penelitian………..………. 34

D. Penentuan Informan ………. 35

E. Teknik Pengumpulan Data………….………... 35


(19)

IV . GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umun Desa Bali Nuraga……….………. 43

1. Sejarah... 43

2. Tabel susunan Pemerintahan Desa Balinuraga tahun 196.. 44

3. Administratif Pemerintahan... 45

4. Struktur Mata Pencaharian... 50

5. Keadaan Alam dan Sumber Daya lainya... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Informan……...……....………...….. 52

B. Interaksi Masyarakat Balinuraga Pasca Terjadinya Konflik... 54

1. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial………...…. 55

2. Proses Asosiatif (associative proceses)…………...………. 57

3. Proses Disosiatif (dissociative processes)………….….…. 64

C. In-Group………... 75

D. Out-Group………....….… 76

VI. PENUTUP A. Simpulan……….…………....…. 77

B. Saran……….…...……...…. 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1 . Susunan Pemerintahan………... 44

Tabel 4.2. Luas Wilayah Desa Balinuraga………... 45

Tabel 4.3 . Dusun dan jumlah RT………...…….. ... 47

Tabel 4.4. Nama-nama Kepala Desa ………... 48

Tabel 4.5. Jumlah Pendidikan……….……….……... 50

Tabel 1.6. Jenis Pekerjaan………….………....……… ... 50

Tabel 5.1 Informan………...…….... 52

Tabel 5.2 Interaksi Asosiatif………....………... 67


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Kerangka pikir………... 32 2. Peta Balinuraga……….. ... 46


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Panduan Wawancara………


(23)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidupnya membutuhkan manusia lain di sekelilingnya, atau dengan kata lain bahwa dalam kehidupnya manusia tidak terlepas dengan manusia lainnya, sehingga hubungan antar manusia tersebut merupakan kebutuhan yang objektif. Analisa mengenai manusia sebagai makhluk sosial telah banyak dilakukan, yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politicoon; man is a social animal) (Soekanto, 1990:74).

Soekanto (1990:75) menyatakan bahwa di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya. Johnson mengatakan di dalam masyarakat, interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber


(24)

2

sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain (Johnson, dalam Soekanto 1990:214).

Masyarakat secara universal dipandang sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Dalam pandangan Durkheim, masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya, katanya kita harus mencari pengertian tentang kehidupan sosial di dalam sifat hakikat masyarakat itu sendiri (Wirutomo, 2003:5-6). Menurut Linton masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Linton, dalam Rusdianta 2009:8).

Aguste Comte menyatakan bahwa masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu- individu tetapi masyarakat merupakan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan-hubungan sosial di antara mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Jadi pada dasarnya dalam setiap kehidupan masyarakat terdapat hubungan sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok atau dalam konteks sosiologi disebut interaksi sosial. (Comte, dalam Rusdianta 2009:9).

Hubungan sosial yang dilakukan oleh individu maupun kelompok dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu kebutuhan yang penting. Hal ini


(25)

3

disebabkan oleh adanya kesadaran dari setiap individu maupun kelompok akan kehadirannya diantara individu maupun kelompok lainnya. Artinya, ketika diantara mereka ada perasaan untuk saling berbuat, saling mengakui, dan saling mengenal (mutual action dan mutual recognition). Hubungan sosial atau Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya berbagai aktivitas sosial dalam kehidupan masyarakat. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan dengan kelompok manusia (Rusdianta, 2009:25).

Kimball Young dalam Soekanto (1990:67) mengemukakan bahwa interaksi adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tidak mungkin akan ada kehidupan bersama. Dalam interaksi sosial terkandung makna tentang kontak secara timbal balik atau inter-stimulasi dan respon antara individu dan kelompok.

Kimbal Young (dalam Soekanto,1990:88) mengemukakan bahwa, interaksi sosial dapat berlangsung antara:

1) orang perorang dengan kelompok atau kelompok dengan orang perorang (there may be to group or group to person relation);

2) kelompok dengan kelompok (there is group to group interaction); 3) orang perorangan (there is person to person interaction). Dalam

melakukan interaksi tersebut diharapkan terjadi penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya.

Soekanto (1990:67), mengemukakan bahwa bertemunya orang perorang secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorang atau kelompok-kelompok manusia saling bekerjasama, berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama.


(26)

4

Sebagaimana yang dijelaskan di atas maka proses interaksi sosial yang terjadi dalam setiap kehidupan masyarakat biasanya didasarkan pada dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan rohaniah, kontak sosial juga dapat bersifat positif dan negatif. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerjasama, sedangkan kontak sosial yang bersifat negatif mengarah pada pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial. Selanjutnya, komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lainnya, tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi proses interaksi sosial. Dalam komunikasi sering muncul pelbagai macam penafsiran terhadap makna suatu tingkah laku orang lain akibat perbedaan konteks sosialnya (Rusdianta, 2009:26).

Perbedaan konteks sosial sering tejadi di antara individu maupun kelompok dalam setiap kehidupan masyarakat manapun, hal ini merupkan bagian dari proses sosial yang dialami dan seringkali terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat, dengan adanya hal tersebut pada setiap masyarakat dan kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan, perubahan mana yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok (Soerjono Soekanto, 2002:301).

Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan


(27)

5

mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan (Soerjono Soekanto, 2002:317).

Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau.Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan-perubahan yang berlangsung dengan cepat (Soerjono Soekanto, 2009:261).

Menurut Soerjono Soekanto (2009:275) faktor yang menyebabkan perubahan sosial diantaranya adalah

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk 2. Penemuan-penemuan baru

3. Pertentangan (conflict) masyarakat 4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh individu maupun kelompok maka tidak jarang terjadi pergeseran nilai-nilai sosial dalam proses interaksi tersebut, pergeseran nilai-nilai sosial ini disebabkan


(28)

6

oleh adanya berbagai kepentingan individu maupun kelompok yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan konflik diantara mereka (Robert H. Laurer, 1993:278 ).

Bangsa Indonesia seperti bangsa-bangsa lain yang ada di dunia pasti selalu mengalami proses perubahan sosial, baik perubahan sosial tersebut skalanya kecil maupun besar, cepat atau lambat semuanya pasti akan mengalaminya, Dari berbagai proses perubahan tersebut kita dapat melihat diberbagai daerah banyak terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang sering berujung pada ketimpangan- ketimpangan sosial dan akhirnya dapat menimbulkan konflik, baik konflik vertikal maupun konflik horisontal1

Negara yang masyarakatnya multikultural dan memiliki populasi penduduk yang banyak tentu tidak terhindar dari apa yang disebut dengan konflik, baik itu konflik internal maupun eksternal, dalam teori konflik juga diasumsikan bahwa setiap masyarakat pasti mengalami pertikaian dan konflik, setiap masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi dan perubahan, dimana ketika suatu masyarakat yang mengalami konflik yang mengakibatkan perpecahan antar satu kelompok dengan yang lainnya, maka tahap selanjutnya adalah terjadinya perubahan sosial yang lebih baik dari sebelumnya.

Konflik sederhananya dapat diartikan sebagai sebuah moment perpecahan yang pada dasarnya terjadi pertentangan dalam berbagai bentuk, baik ide,

1

A rul Dja a , dala jur al pe elitia interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal


(29)

7

kepentingan dan lain-lain akan membawa suatu dampak perubahan yang pada akhirnya dapat dinilai oleh setiap individu di dalam masyarakat itu sendiri terhadap hal negatif dan positifnya (Robert H. Laurer, 1993:280). Dalam ruang sosial interaksi yang terjadi antara individu maupun kelompok biasanya memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan setiap individu maupun kelompok tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat ada yang bersifat negatif maupun bersifat positif (Robert. H Laurer, 1993:281).

Terkait dengan hal tersebut, di Indonesia tentu saja telah banyak mengalami konflik di sejumlah daerah yang banyak menciptakan perubahan sosial setelah terjadinya konflik, baik itu konflik agama, suku, ras seperti konflik yang terjadi di Lampung antara masyarakat Desa Balinuraga dengan masyarakat Desa Agom.

Bentrok warga antarkampung masyarakat Balinuraga dengan warga Lampung di Desa Balinuraga/Sidoreno, Kecamatan Waypanji, Sabtu-Minggu (28-29/10), mengakibatkan sedikitnya sembilan warga tewas, beberapa lainnya terluka, belasan rumah warga Desa ini dibakar dan dirusak massa. Akibatnya pula, ribuan warga itu harus diungsikan ke tempat yang aman di Bandar Lampung, Selasa ini. Beberapa kali sebelumnya, bentrokan antarwarga berbeda asal-usul itu terjadi di Lampung Selatan, serta di beberapa tempat lainnya di Provinsi Lampung, umumnya dengan faktor pemicu masalah yang sebenarnya dinilai sepele. Bentrokan warga Desa Balinuraga/Sidoreno, Waypanji, dengan warga dari beberapa Desa di Kalianda, Lampung Selatan


(30)

8

itu, diduga dipicu informasi adanya kasus pelecehan seksual terhadap dua gadis warga Desa Agom, Kalianda, saat bersepeda motor melewati Desa itu yang dilakukan beberapa pemuda di sana. Namun belakangan dinyatakan bahwa para pemuda itu justru bermaksud menolong kedua gadis yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari sepeda motornya, kemudian justru tersebar informasi bahwa mereka melakukan pelecehan terhadap kedua gadis itu. Kabar itulah yang memicu warga Desa Agom dan beberapa Desa sekitarnya menjadi marah, sehingga mendatangi dan menyerang warga Desa Balinuraga/Sidoreno, Waypanji, sehingga terjadi bentrokan berdarah.2

Menurut pendapat Soerjono Soekanto diatas, faktor-faktor penyebab perubahan sosial salah satunya disebabkan karena adanya pertentangan (conflict) masyarakat. Pertentangan atau konflik yang terjadi antara Desa Balinuraga dan Agom sangat relevan dengan teori yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto.

Menurut peneliti sangat penting dilakukannya penelitian terkait perubahan sosial pada interaksi masyarakat pasca terjadinya konflik, sebab interaksi sosial pada masyarakat yang berkonflik secara otomatis akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat mengarah pada perubahan yang positif (asosiatif) maupun negatif (disosiatif). Pengetahuantentang perubahan dari hasil penelitian inidapat menjadi acuan

2Ir H Anshori Djausal 2012, dalam buku “ Merajut Jurnalisme Damai di Lampung” Aliansi


(31)

9

bagi pemerintah setempat untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu juga penelitian ini dilakukan agar penanganan masyarakat pada pasca konflik dapat dilakukan secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan tersebut dimaksudkan agar masyarakat dapat kembali pada kondisi semula atau lebih baik secara sosial, budaya, atau bahkan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan, kebanyakan penanganan masyarakat pasca konflik hanya dilakukan pada saat pemberitaan sedang hangat (hot issues), sedangkan ketika pemberitaan mulai mereda, bantuan yang diberikan juga mereda sejalan dengan pemberitaan yang ada.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan tersebut, maka masalah

penelitian ini adalah “Bagaimanakah cara masyarakat Balinuraga menerapkan proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes)dan proses sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes) agar tidak terjadi konflik dikemudian hari terhadap masyarakat Desa Agom?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui interaksi seperti apa yang terjadi di Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik, apakah bersifat menggabungkan (associative processes) atau proses sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes).


(32)

10

2. Untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat Balinuraga serta akulturasi budaya seperti apa yang terjadi pascakonflik antara antara kedua belah pihak.

D. Manfaat Penelitian Teoritis dan Praktis.

1. Aspek Teoritis, yaitu dapat memberikan sumbangan berupa khasanah pengetahuan bagi topik perubahan sosial

2. Aspek Praktis, yaitu memberikan masukan pemikiran bagi para mahasiswa dan membantu pihak pemerintah untuk merumuskan kebijakan-kebijakan terkait dengan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah pasca terjadinya konflik.


(33)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perubahan Sosial 1. Konsep Perubahan Sosial

Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Pandangan serupa dikemukakan oleh Wilbert Moore yang memandang perubahan sosial sebagai perubahan struktur sosial, pola perilaku dan interakasi sosial. Sedangkan Menurut Mac Iver, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (Robert H. Laurer, 1993:289).

Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan- perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern (Soerjono Soekanto, 2009:259).


(34)

12

Definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli sosiologi: Soerjono Soekanto (2009:262-263).

a. Kingsley Davis

mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2009:262)

b. MacIver

mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)

hubungan sosial” (Soerjono Soekanto, 2009:263) c. JL.Gillin dan JP.Gillin

mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”(Soerjono Soekanto, 2009:263) d. Selo Soemardjan.

Rumusannya adalah “segala perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam


(35)

13

Dari definisi di atas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi pola interaksi sosial di dalam suatu yang dapat bersifat membangun karakter manusia menuju proses yang lebih baik atau malah sebaliknya.

2. Karakteristik Perubahan Sosial

Perubahan Sosial memiliki beberapa karakteristik yaitu:

a. Pengaruh besar unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.

b. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

c. Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.

d. Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan- perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

e. Modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

f. Segala bentuk perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.


(36)

14

3. Bentuk-bentuk Perubahan

a. Perubahan lambat dan perubahan cepat

Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, rentetan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan pertumbuhan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:269).

Soerjono Soekanto (2009:271) Sementara itu perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Secara Sosiologis agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain:

1) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. 2) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap

mampu memimpin masyarakat tersebut.

3) Pemimpin diharapkan dapat menampung keiginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.

4) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.

5) Harus ada momentum yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan.


(37)

15

b. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat.Perubahan mode pakaian, misalnya, tidak akan membawa pengaruh apa- apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yaitu membawa pengaruh besar pada masyarakat(Soerjono Soekanto, 2009:272).

c. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-chage) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change).

Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan didalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agen of chage yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga- lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki atau berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat


(38)

16

dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:272-273).

4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Soerjono Soekanto (2009:275-282) Secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu: Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan Perubahan yang berasal dari luar masyarakat. Secara jelas akan dipaparkan di bawah ini:

a. Perubahan yang Berasal dari Masyarakat. i. Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Perubahan jumlah penduduk merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat, terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara pada daerah lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan penduduk tadi.

ii. Penemuan-penemuan baru

Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan baikberupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan menyebarkemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima sertamenimbulkan perubahan sosial.


(39)

17

b. Perubahan yang Berasal dari Luar Masyarakat.

i. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.

Menurut Soerjono Soekanto sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik yang kadang-kadang disebabkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya, penebangan hutan secara liar oleh segolongan anggota masyarakat memungkinkan untuk terjadinya tanah longsor, banjir dan lain sebagainya.

ii. Peperangan

Peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat dahsyat karena peralatan perang sangat canggih.

iii. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu pengaruh dapat berlangsung melalui komunikasi satu arah yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa.

B. Tinjauan Tentang Pola Interaksi Sosial 1. Konsep Pola Interaksi Sosial

Para ahli sosiologi mengklasifikasikan bentuk dan pola interaksi sosial menjadi dua, yaitu proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan (dissociative processes). Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan bagi terwujudnya nilai-nilai yang disebut kebajikan-kebajikan sosial seperti keadilan sosial,


(40)

18

cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilai-nilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negatif . Gillin dan Gillin dalam (Soerjono Soekanto, 2002:71).

Interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain(Robert H. Laurer, 1993:37)

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam kelompok sosial. Pergaulan hidup tersebut baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, maupun pertikaian. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan yang dinamis (Soekanto, 2009:58).


(41)

19

2. Proses Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pelbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai berlaku, sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang ditiru adalah tindakan yang menyimpang. Faktor sugesti terjadi apabila seseorang memberikan pandangan atau suatu sikap yang kemudian diterima pihak lain (Soekanto,2002:69),

Dalam melihat interaksi sosial menurut Simmel (dalam Lawang, 1986:256), tidak dapat dilepaskan dari konsep bentuk dan isi. Isi mengacu kepada bagaimana interaksi itu dimaknakan. Bentuk dan isi sama-sama dinamis sehingga memberi jiwa kepada proses sosial. Jika dalam interaksi sosial, isi dan bentuk dipisah atau isi tidak ada hubungan dengan apa yang sedang dilakukan maka bentuk yang dihasilkan adalah sosialibilitas. Jika bentuk, dan isi tidak terpisah, bentuk merupakan alat untuk mencapai tujuan yang bersifat praktis, bentuk berubah menjadi tujuan diri sendiri. Bersatunya individu dengan membentuk kelompok terjadi jika ada tujuan yang akan dicapai bersama, tetapi tujuan yang akan dicapai tersebut tidak membentuk corak interaksi.


(42)

20

Dalam menanggapi interaksi sosial, selain Simmel dapat pula dikemukakan di sini pendapat dari Robert K. Merton (dalam Soekanto, 2009:71) yang menjelaskan bahwa interaksi sosial itu terbentuk karena adanya kesamaan tujuan dan makna dari interaksi tersebut. Dikemukakan bahwa tujuan dan makna adalah inti (core) dari interaksi sosial, yang memberikan bobot pada interaksi yang dikembangkan. Semakin banyak kesamaan tujuan dan makna yang dikembangkan, makin besar bobot interaksi yang dikembangkan, ada beberapa pilihan yang dimungkinkan untuk individu bertindak dalam kontek interaksi bila interaksi yang dilakukan tidak berkembang. Di mulai dari toleransi yang paling rendah yaitu melakukan perbaikan pada diri sendiri, merupakan sesuatu yang arif yang dikembangkan manusia.

Upaya lain yang dilakukan setelah kegagalan adalah adanya kecenderungan manusia untuk mengambil langkah tidak memperbesar pertentangan dengan cara menarik diri dari jaringan interaksi. Tindakan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat dasar untuk menghindarkan diri dari resiko benturan dengan orang lain yang sekaligus menonjolkan eksistensi diri. Sedangkan tindakan menentang atau memberontak secara terbuka adalah pilihan terakhir dari pilihan yang tidak dapat dihindarkan (Robert H. Laurer,1993:39).

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat dapat berupa kerja sama (cooperation) persaingan (competition) dan bahkan juga berbentuk


(43)

21

pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin penyelesaian tersebut hanya dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi dan ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya suatu keadaan dapat di anggap sebagai bentuk ke empat dari interaksi sosial (Soekanto, 2009:64)

a. Proses Asosiatif (associative proceses)

Soekanto (2009:65-88) bentuk interaksi sosial asosiatif adalah proses interaksi sosial yang mengarah pada kerja sama dan persatuan. Proses asosiatif dibagi menjadi empat kategori, yaitu kooperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

1. Kerja Sama (Cooperation)

Cooperation, yaitu kerja sama antarwarga negara untuk menjalankan aktivitas bersama. Tujuan kegiatan kooperasi adalah memajukan masyarakat. Cooperation dalam masyarakat dapat berupa kerja bakti, dalam politik dilakukan dengan istilah koalisi. Koalisi adalah kerja sama dua atau lebih partai politik dan membentuk satu fraksi (kekuatan politik) baru. Dalam bidang ekonomi ada istilah merger, yaitu bergabungnya dua atau lebih perusahaan menjadi satu.

2. Akomodasi (accommodation)

Proses akomodasi adalah proses yang terjadi dalam masyarakat sekitar kita untuk berusaha menjalankan norma yang berlaku.


(44)

22

Norma adalah aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dalam bentuk tidak tertulis. Norma biasanya dibuat menurut kesepakatan lingkungan tertentu. Setelah norma dijalankan oleh masyarakat, harapannya norma tersebut akan dipahami oleh masyarakat. Tujuannya agar tidak terjadi pertikaian atau konflik akibat salah paham dengan norma tersebut atau pelaksanaannya yang terpaksa. Dalam akomodasi terdapat istilah koersi, kompromi, mediasi, konsiliasi, dan adjudikasi.

Koersi adalah akomodasi yang dipaksakan. Kompromi adalah menyelesaikan konflik dengan jalan tengah dan tidak merugikan pihak yang berkonflik. Mediasi adalah penyelesaian masalah dengan menghadirkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan. Konsiliasi adalah menyelesaikan permasalahan dengan dialog. Adjudikasi adalah menyelesaikan masalah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Proses akomodasi mempunyai manfaat yang dapat kita ambil, yaitu meredakan konflik dan mengusahakan persatuan. Meredakan Konflik, Usaha meredakan konflik dalam masyarakat sangat diutamakan agar kerukunan tetap terjalin. Meskipun demikian, bukan berarti konflik itu salah. Konflik dibutuhkan untuk mengoreksi ide atau kebijakan. Konflik menjadi negatif apabila pelaku konflik tidak menggunakan akal sehat dan cenderung menggunakan kekuatan massa.


(45)

23

3. Asimilasi

Proses asimilasi adalah proses interaksi dua kelompok masyarakat yang keduanya melebur menghilangkan perbedaan untuk melakukan persatuan. Proses ini sering terjadi karena dua pihak merasa ingin berkembang bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada. Syarat terjadinya asimilasi adalah bila ada perbedaan ciri khas di antara dua kelompok. Proses asimilasi dapat dibantu dengan adanya perkawinan antarkelompok toleransi, sikap terbuka, dan sedikit persamaan unsur kebudayaan. Berikut tersaji tabel yang berisikan tentang faktor pendorong dan penghambat adanya asimilasi.

4. Akulturasi

Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi karena pertemuan dua kebudayaan secara berkesinambungan. Pertemuan ini akan menghasilkan ciri tertentu dan masih meninggalkan ciri asli tiap kelompok budaya.

b. Proses Disosiatif (dissociative processes)

Merupakan proses interaksi yang dijalankan dalam bentuk persaingan, kontroversi, dan pertentangan. Proses disosiatif terjadi karena pertentangan yang disebabkan perbedaan-perbedaan. Jika kita menganggap kebiasaan lain salah, yang akan terjadi adalah saling menjelekkan kemudian menimbulkan konflik. Konflik inilah akar dari


(46)

24

perpecahan yang sangat merugikan kita dan orang lain sebagai kelompok sosial. Oposisi Bentuk interaksi sosial ini terjadi pada manusia yang selalu mencoba menyalahkan hal atau kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Seseorang yang melakukan oposisi disebut dengan oposan. Seorang oposan akan selalu menyerang pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan jalan pikiran dan idenya tanpa memiliki alasan pasti. Akibat yang ditimbulkan adalah perpecahan dalam skala besar. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, akan menimbulkan permusuhan yang meluas.

1. Persaingan (competition)

Bentuk interaksi sosial kompeisi tujuannya adalah usaha untuk mencapai prestasi dengan cara mempertahankan mutu dan kualitas kerja serta sarana agar masyarakat terus berkembang. Setelah memahami tujuan kompetisi, kita akan membahas bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk persaingan dalam masyarakat meliputi, sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, dan teknologi.

2. Kontraversi (contravention)

Kontraversi pada hakekatnya adalah proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontraversi terutama ditandai dengan ketidakpastian mengenai diri seseorang atau mengenai rencana dan perasaan tidak suka yang di


(47)

25

sembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap keperibadian seseorang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa pola-pola tindakan dalam berinteraksi pada suatu masyarakat dibentuk oleh sistem nilai budaya yang tercermin dalam karakteristik kelompok masyarakat dan persepsi atau sikap yang hidup dalam masyarakat tersebut.

C. Tinjauan Tentang Konflik 1. KonsepKonflik

Menurut Johnson (Soekanto 2002) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. (Simon Fisher, 2000:95) konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara orang-orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang-orang-orang yang berteman (Simon Fisher, 2000:95).

2. Faktor Pemicu Konflik

Pemicu Konflik adalah peristiwa, kejadian atau tindakan yang dapat menyulut sumberpotensi konflik menjadi konflik yang nyata. Tanpa adanya sumber potensi konflik, padaumumnya peristiwa yang terjadi di suatu lokasi mudah diselesaikan dengan cepat dan tanpamenimbulkan dampak yang meluas. Sebaliknya di lokasi yang memang sudah ada endapanpotensi konflik, peristiwa kecil dapat dengan cepat meluas dan melibatkan konflik


(48)

26

masalyang sangat sulit untuk diatasi. Dengan demikian pemicu konflik pada dasarnya dapat berupaperistiwa gangguan keamanan yang biasa atau bahkan sangat sederhana, namun akibat dariadanya kaitan dengan potensi yang mengendap tersebut, maka peristiwa kecil justru seringdimanfaatkan oleh provokator untuk menyulut konflik yang besar (Simon Fisher, 2000 : 97).

Daerah-daerah pasca-konflik umumnya masih dalam kondisi perdamaian yang masih rentan (peace vulnerabilities) sehingga konflik mudah kembali muncul ke permukaan. Tantangan dihadapi terutama bersumber dari masih adanya kesenjangan perdamaian (peace gaps), yaitu kesenjangan antara tujuan perdamaian ideal diharapkan dan realisasi perdamaian nyata dicapai di masyarakat. Untuk memastikan pembangunan perdamaian berlangsung secara berkelanjutan, dengan itu maka penting untuk dilakukan upaya-upaya mengatasi dan mengisi kesenjangan perdamaian (fullfiling the peace gaps) ini, baik pada level kebijakan maupun dalam praktik pembangunan perdamaian ditingkat komunitas (Simon Fisher, 2000 : 99).

Kesenjangan perdamaian bisa terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Bisa bersumber dari masalah-masalah lemahnya pencapaian perdamaian (peace making) atau kesepakatan damai (peace accord/ aggrement) dicapai. Bisa juga bersumber dari lemahnya kelembagaan dan implementasi pembangunan perdamaian berlangsung di masyarakat. Bisa juga bersumber dari beratnya dampak atau beban masalah dihadapi akibat konflik di masa lalu (Simon Fisher, 2000 : 101).


(49)

27

3. Pengelolaan Konflik

Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Amrul Djana, 2013) menyatakan beberapa pengelolaan konflik atau bisa disebut manajemen konflik, yaitu :

1. Destruktif Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.

2. Konstruktif Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah.

Setiap konflik yang ada dalam kehidupan apabila dapat dikelola dengan baik, maka akan sangat bermanfaat dalam hal memajukan kreativitas dan inovasi, meskipun konflik memiliki sisi konstruktif dan sisi destruktif.


(50)

28

4. Penyelasaian Konflik

Prijosaksono dan Sembel (Amrul Djana, 2013) mengemukakan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang-kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik yaitu :

1. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)

Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)

Kuadran kedua ini memastikan bahwa ada pihak yang memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya menggunakan kekuasaan atau pengaruh untuk mencapai Spiritual kemenangan. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehinggaterjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara


(51)

29

kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.

3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)

Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kalah-menang ini berarti ada pihak berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak.

4. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)

Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Cara ini sebenarnya hanya bisa dilakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting.


(52)

30

D. Kerangka Pikir

Lampung merupakan suatu daerah yang banyak dihuni masyarakat dengan bermacam-macam budaya didalamnya, keanekaragaman budaya dalam suatu masyarakat pasti muncul perbedaan-perbedaan yang beranekaragam dan menimbulkan berbagai macam karakter masyarakat. Perbedaan karakter sikap dan perilaku dapat menyebabkan tidak sejalannya proses interaksi yang terjadi.Banyaknya perbedaan dalam suatu interaksi masyarakat bisa timbul suatu pertentangan dan terjadi konflik dalam suatu masyarakat

tersebut.Konflik bisa timbul dari berbagai macam hal, dari hal yang “sepele”

hingga hal yang membuat orang lain merasa tidak tenang dengan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Konflik tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, karena selama masih ada masyarakat pasti akan ada konflik di dalam nya, baik konflik yang tidak terlihat (laten) hingga konflik yang terlihat menimbulkan kekerasan (manifest).

Dengan terjadinya konflik dalam masyarakat pasti akan berdampak pada perubahan sosial didalamnya, perubahan itu bisa berdampak positif dan juga bisa berdampak negatif. Dampak tersebut dapat di amati salah satunya pada pola interaksi didalam masyarakat tersebut, pola interaksi sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi dua yaitu proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan dan proses sosial yang menceraikan (dissociativeprocesses). Proses sosial yang bersifat menggabungkan merupakan salah satu cara untuk menciptakan tatanan masyarakat yang memiliki tatanan nilai-nilai kebaikan didalamnya seperti keadilan sosial, kerukunan dan solidaritas yang tinggi serta bersifat positif.


(53)

31

Sedangkan proses sosial yang bersifat menceraikan lebih mengarah ke hal yang negativ seperti permusuhan, kebencian kesombongan, pertentangan yang akan menimbulkan suatu perpecahan.

Berdasarkan pemaparan di atas peneliti ingin mengetahui proses sosial seperti apa yang terjadi di Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik antar Desa tersebut. Apakah menuju proses sosial yangbersifat menggabungkan (associative processes) ataukah malah terjadi proses sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes).


(54)

32

E. Skema Kerangka Pikir

Gambar 2.1Bagan Kerangka Pikir. 2013

Pertentangan (Conflik) Dalam Masyakat Balinuraga

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat

Proses Sosial Bersifat Menggabungkan (associative processes)

Proses Sosial Bersifat Menceraikan (dissociative processes)


(55)

33

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, peneliti menggunakan tipe ini sebab penelitian yang dilakukan hanya dapat dipahami secara konseptual, pemahaman tersebut mengacu kepada teknik pengumpulan data, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, partisipasi total ke dalam aktivitas mereka yang diselidiki, kerja lapangan dan seterusnya yang memungkinkan peneliti mendapatkan informasi tangan pertama mengenai masalah sosial empiris yang kemudian dicari solusi untuk menangani permasalahan dalam suatu masyarakat dengan teori dan cara yang tepat.

Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mendekati data, sehingga konseptual dan kategoris dari data itu sendiri dan bukan dari teknik-teknik yang dikonsepsikan sebelumnya, tersusun secara kaku dan dikuantifikasi secara tinggi yang memasukkannya saja dunia sosial empiris ke dalam definisi operasional yang telah disusun peneliti.

Pendekatan kualitatif bersifat menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dalam susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas masalah yang diteliti. Pendekatan kualitatif lebih bersifat empiris dan mampu


(56)

34

menelaah informasi lebih mendalam guna mengetahui hasil penelitian serta mengkaji gejala-gejala sosial dan kemanusiaan untuk memahaminya, dengan cara membangun suatu gambaran yang utuh dan holistic yang kompleks, dimana gejala-gejala yang tercakup dalam kajian itu saling terkait satu dengan yang lainnya dan fungsional sebagai suatu sistem.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Hal ini guna membatasi pada bidang penelitian, tanpa adanya fokus penelitian, maka penelitian akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh di lapangan agar peneliti lebih fokus dalam mendapatkan data. Oleh sebab itu, fokus penelitian memiliki peranan yang sangat krusial untuk memandu serta mengarahkan jalannya proses penelitian, peneliti memfokuskan penelitian ini pada aspek perubahan sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan perubahan sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes) pada masyarakat Desa Balinuraga.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Balinuraga, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi ini dipilih karena Desa tersebut merupakan lokasi yang tepat untuk mengetahui perubahan interaksi pada masyarakat tersebut setelah konflik,sehingga keterkaitan dengan penelitian ini sangat erat serta ketersediaan data yang mudah didapat.


(57)

35

D. Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah mereka yang bertempat tinggal di Desa Balinuraga dan mengetahui secara jelas keadaan interaksi masyarakat, baik sebelum konflik terjadi dan juga mengetahui keadaan setelah konflik, informan dipilih sesuai dengan kepentingan permasalahan dan tujuan penelitian untuk menggali ataupun mengumpulkan sebanyak mungkin data serta informasi dari berbagai sumber sebagai dasar penulisan. Informan dalam penelitian ini etnis Bali yang bertempat tinggal di Desa Balinuraga, tokoh adat atau tokoh masyarakat, pemuda dan sejumlah informasi untuk memperkuat data-data penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Goetz dan Le Compte, 1984 dalam (Soetopo, 2006). Sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beragam jenis, bisa berupa manusia, peristiwa dan tempat atau lokasi, benda, serta dokumen atau arsip. Beragam sumber data tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai dengan sumber datanya guna mendapatkan data yang diperlukan untuk bisa menjawab permasalahannya. Berbagai strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua jenis cara, yaitu metode yang bersifat interaktif dan noninteraktif.

Penelitian ini dilaksanakan semaksimal mungkin, pada pelaksanaan penelitian ini ada beberapa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, alat pengumpul data yang satu dengan yang lainnya berfungsi saling


(58)

36

melengkapi mengenai data yang dibutuhkan secara jelas, teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi berperan (Participant Observation)

Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis dan disengaja untuk melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan atau kondisi yang sebenarnya.

Observasi partisipastif dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan, yaitu; pertama, agar tidak terjadi kesenjangan antara peneliti dengan informan, kedua; dengan observasi partisipatif akan terjalin hubungan yang erat (rappot) sehingga terjadi pola hubungan komunikasi yang dekat dengan informan dan lebih terbuka dalam mengungkapkan permasalahan, ketiga; dapat memperoleh informasi yang lebih dalam dan terperinci.

2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau informan, untuk mengumpulkan informasi dari sumber data diperlukan wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing). Teknik wawancara ini merupakan teknik yang paling


(59)

37

banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama pada penelitian lapangan.

Menurut (Soetopo, 2006) tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk bisa menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampu, dan memperoyeksikan hal-hal itu yang dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang.

Wawancara di dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur sebagai teknik wawancara mendalam, karena peneliti merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya dan ingin menggali informasinya secara mendalam dan lengkap dari narasumbernya. Dengan demikian wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalam informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh, lengkap dan mendalam.

Wawancara mendalam digunakan guna mendapatkan informasi yang sifatnya sangat pribadi yang menuntut interviewer mampu untuk


(60)

38

melakukan pemeriksaan dalam mendapatkan informasi. Wawancara mendalam akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti akan terarah, tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap dijaga agar kesan dialogis dan informal nampak. Wawancara mendalam dilakukan beberapa kali kepada setiap informan dengan maksud agar didapatkan gambaran yang lengkap mengenai permasalahan penelitian. Dalam hal ini, wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui perubahan pola interaksi masyarakat balinuraga pasca terjadinya konflik.

3. Studi Kepustakaan

Studi keputakaan, yaitu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari bahan-bahan tertulis yang mencakup buku-buku, dokumen-dokumen yang dianggap penting yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang diteliti, teknik kepustakaan merupakan suatu cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya, koran-koran, majalah-majalah, naskah-naskah, catatan-catatan, dan sebagainya.


(61)

39

F. Teknik Analisa Data

Dalam proses analisis kualitatif, terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Tiga komponen uatama analisis tersebut adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan serta verifikasinya (Miles dan Huberman, 1984 dalam Soetopo, 2006). Tiga komponen tersebut berarti harus ada, dan selalu terlibat dalam proses analisis, saling berkaitan, serta menentukan arahan isi dan simpulan, baik yang bersifat sementara maupun simpulan akhir sebagai hasil analisis akhir. Tiga komponen analisis tersebut selalu dikomparasikan secara teliti bagi pemantapan pemahaman dan juga kelengkapannya.

Analisa data yang digunakan peneliti adalah sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman (dalam Soetopo, 2006) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisa yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (fieldnote) (Soetopo, 2006).

Miles dan Huberman mengemukakan reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang mucul dari catatan-catatan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian dan bahkan prosesnya mampu dinyatakan sudah diawali sebelum


(62)

40

pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Artinya adalah reduksi data sudah berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan, melakukan pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian yang menekankan pada fokus tertentu mengenai kerangka kerja konseptual dan bahkan juga saat menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan karena teknik pengumpulan data bergantung pada jenis data yang akan digali. Jenis ini juga sudah terarah dan ditentukakn oleh beragam pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah penelitian.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka bisa dinyatakan bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisa yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa, sehingga narasi sajian data dan simpulan-simpulan dari unit-unit permasalahan yang telah dikaji dalam penelitian dapat dilaksanakan.

2. Sajian data

Sajian data disusun berdasarkan pokok-pokok yang ada dalam reduksi data dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasan yang merupakan rakitan kalimat dan bahasan peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sitematis, sehingga mampu dibaca dan mudah untuk bisa dipahami. Sajian data itu sendiri menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Cresswell, 2010).


(63)

41

Sajian data merupakan narasi mengenai beragam hal yang terjadi atau ditemkan di lapangan sehingga memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan atas pemahamannya tersebut. Sajian data juga disusun berdasarkan pokok-pokok yang teradapat dalam reduksi data dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasan peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah untuk dipahami. Sajian data ini unit-unitnya mesti menu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan penelitiann, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci dan mendalam untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada.

Selain tersaji dalam bentuk narasi kalimat, sajian data ini juga mampu meliputi berbagai matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel pendukung. Semuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur agar mudah dilihat dan mampu lebih dimengerti dalam bentuknya yang lebih kompak. Kedalaman dan kemantapan hasil analisa begitu ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Peneliti sudah harus memahami apa arti dan berbagai hal yang ditemui dari awal pengumpulan data dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang


(64)

42

mungkin, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi. Peneliti yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis. Simpulan dibiarkan tetap di situ dan, yang awalnya bisa kurang jelas, kemudian secara berkelanjutan semakin meningkat secara eksplisit dan juga memiliki landasan data yang semakin kuat. Simpulan akhir tidak akan terjadi sampai waktu proses pengumpulan data sudah berakhir. Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar mampu dipertanggungjawabkan. Karenanya, perlu dilakukan verifikasi yang merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan. Verifikasi bisa berupa kegiatan yang dilaksanakan dengan lebih mengembangkan ketelitiandan dapat juga dilaksanakan dengan usaha yang lebih luas, yaitu melaksanakan replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya data harus diuji validitasnya agar simpulan pengertian menjadi lebih kokoh dan mampu dipercaya serta dipertanggungjawabkan.


(65)

43

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

A. Gambaran Umun Desa Bali Nuraga 1. Sejarah

Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan tujuan daerah transmigrasi pada tahun 1963 dan pada saat itu juga Desa tersebut diberi nama Balinuraga dibawah wilayah Kecamatan Kalianda kemudianpada tahun 1963 sampai dengan tahun 1965 wilayah ini belum memiliki struktur pemerintahan Desa, segala proses administrasi yang ada masih ditangani oleh jawatan transmigrasi yaitu Mangku Siman,ia merupakan seseorang yang dipercaya sebagai ketua rombongan seluruhnya pada saat transmigrasi berlangsung. Pada tahun 1965 barulah terbentuk pemerintahan sementara di Desa Balinuraga,kemudian pada tanggal 27 september 1967 terjadi transmigrasi yang menempatkan empat rombongan, empat rombongan tersebut yaitu :

1. Sido Rahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 kk 2. Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 kk

3. Pandearge diketuai oleh Made Cedah yang berjumlah 175 kk 4. Rengas diketuai oleh Oyok yang berjumlah 40 kk


(66)

44

Tabel 4.1. Susunan Pemerintahan Awal Desa Balinuraga Tahun 1967

No Nama Jabatan

1 Aji Regeg Kepala Desa 2 Sudiartana Kamitua 3 Sudiartana Bayan

4 Pankedas Bayan

5 Made

Gedah Bayan

6 Oyok Bayan

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga tahun 2013

Desa Balinuraga memiliki Visi “ kebersamaandalam membangun demi masa depan Desa Balinuraga yang lebih Maju” rumusan dari visi tersebut

merupakan suatu ungkapan dari suatu niat yang luhur untuk memperbaiki dalam penyelenggaraan pemerintahan yang pelaksanaanya pembangunan di Desa Balinuraga baik secara individu maupun kelembagaan sehingga lima tahun kedepan Desa Balinuraga mengalami kemajuan dan perubahan yang lebih baik serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari segi ekonomi dengan dilandasi semangat kebersamaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan di Desa Balinuraga baik sarana dan prasarana maupun pembangunan kualitas manusianya sangat pesat, hal tersebut dikarenakan kegigihan manusianya dalam bekerja di kehidupan sehari-hari dan mampu berinteraksi membangun kebersamaan, keamanan serta persatuan yang kuat antar masyarakat bali demi kemajuan Desa Balinuraga.


(67)

45

Selain visi, Desa Balinuraga memiliki misi yaitu :

1. Bersama masyarakat memperkuat kelembagaan Desa yang ada

2. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan yang partisipatif.

3. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa Balinuragayang aman, tentram dan damai.

4. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Memproduktifkan lembaga-lembaga yang kompeten dibidang pertanian. 6. Membangun sarana infrastruktur untuk meningkatkan hasil pertanian. 7. Pembinaan dan pelatihan-pelatihan kepada pelaku-pelaku pertanian. 8. Mencari trobosan baru guna memperoleh hasil yang lebih baik.

2. Administratif Pemerintahan

Secara administratif pemerintahan, Desa Balinuraga merupakan bagian Wilayah Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, Desa Balinuraga Memiliki luas wilayah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Luas Wilayah Desa Balinuraga

No Nama Tempat Luas

1 Pemukiman dan perumahan 102 Ha

2 Pertanian persawahan 477 Ha


(68)

46

No Nama Tempat Luas

4 Hutan …Ha

5 Perkantoran 1/3 Ha

6 Sekolah 2 Ha

7 Jalan Poros 4 Km

8 Jalan Desa Jalan gang 15 Km

9 Lapangan Sepak Bola 1 Ha

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga tahun 2013

Gambar 4.1 Peta Desa Balinuraga


(69)

47

Desa Balinuraga memiliki batas desa yaitu :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Trimomukti Kecamatan Candi Puro

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidoreno Kecamatan Way Panji c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Way Gelam Kecamatan Candi

Puro

d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Palas

Desa Balinuraga memiliki tujuh dusun dan enam belas rukun tetangga, yaitu:

Tabel. 4.3Dusun dan Jumlah RT

No Nama Dusun Jumlah

1 Dusun 1 Sido

Rahayu

3 RT

2 Dusun II Suka

Mulya

1 RT

3 Dusun III Banjar Sari

1 RT

4 Dusun IV Sukanadi 2 RT

5 Dusun V Pandearge 6 RT

6 Dusun VI Jatirukun 1 RT 7 Dusun VII Sumber

Sari

2 RT


(70)

48

Jarak desa dari pusat pemerintahan antara lain :

a. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan 5 Km b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 18 Km

Pada pertengahan tahun 1973 diadakan pemilihan kepala desa untuk yang pertama kalinya, pada saat itu calon kepala desa yang terpilih adalah Wayan Getem dan menjabat sebagai kepala desa sampai dengan tahun 1981. Selanjutnya pada tahun 1981 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa Balinuraga dan pada pemilihan tersebut terpilih Nyoman Harun sebagai kepala desa selama dua periode.

Berikut nama-nama Kepala Desa Balinuraga

Tabel 4.4Nama-nama Kepala Desa Balinuraga

No

Nama Kepala Desa

Periode

1 Mangku Siman 1963-1965

2 Aji Regeg 1965-1973

3 Wayan Getem 1973-1981

4 Nyoman Harun 1981-1998

5 Made Kelas 1998-2006

6 Wayan Rawuh 2006-2007

7 Ketut Wardana 2007-20013

8 Made Santre 2013-

Sekarang


(71)

49

3. Sarana dan Prasarana

Desa Balinuraga memilimki sejumlah sarana dan prasarana yang mendukung berjalannya proses pembangunan, sarana yang ada yakni sarana pemerintahan, sarana pendidikan, sarana peribadatan dan sarana kesehatan. Sarana pemerintahan yaitu kantor kepala desa yang berjumlah satu unit dengan peralatan dan perlengkapan kantor. Desa Balinuraga memiliki tiga unit taman kanak-kanak atau (TK) atau PAUD yang terletak di Dusun Sido Rahayu, Dusun Pandearge dan Dusun Sumber Sari.

Desa Balinuraga Juga memiliki tiga unit sekolah dasar yang masing-masing terletak di Dusun Sido Rahayu, Dusun Banjar Sari dan Dusun Pandearge. Desa Balinuraga memiliki satu unit sekolah lanjutan tingkat pertama yang terletak di Dusun Sido Rahayu dan Desa Balinuraga memiliki satu unit taman pendidikan Al-Qur’an yang terletak di Desa Sumbersari.

Tempat peribadatan yang ada di Desa Balinuraga berjumlah dua puluh unit yang terdiri dari dua unit masjid, delapan belas pura hal ini disebabkan oleh mayoritas masyarakat Balinuraga adalah suku Bali dan memeluk agama Hindu, masyarakat yang memeluk agama Islam berjumlah lima ratus tiga puluh lima orang, sedangkan masyarakat yang memeluk agama hindu berjumlah dua ribu tiga ratus tujuh puluh lima orang.

Berikut adalah data tingkat pendidikan masyarakat Desa Balinuraga yang diperoleh dari monografi desa tahun 2013 yang menunjukan jumlah pendidikan yang di tempuh serta data yang belum menempuh pendidikan.


(72)

50

Tabel 4.5 Jumlah Pendidikan Masyarakat Balinuraga No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang

1 SD/MI 1000

2 SLTP/MTs 500

3 SLTA/MA 500

4 S1/Diploma 53

5 Putus Sekolah 100

6 Buta Huruf 59

7 Belum Sekolah 476

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga Tahun 2013

4. Struktur Mata Pencaharian

Mayoritas penduduk Desa Balinuraga berprofesi sebagai petani, petani tersebut terbagi-bagi dalam bidang masing-masing seperti petani padi dan petani pekebun, dan ada sebagian yang belum bekerja. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 JenisPekerjaan dan Jumlah Pekerja

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang

1 Petani 1200

2 Pedagang 200

3 PNS 54

4 Tukang 25

5 Guru 40


(1)

budaya.Tidak hanya itu, setelah konflik yang terjadi di Balinuraga warga Bali mengadakan kesepakatan dengan masyarakat lingkungan tersebut jika tidak keberatan dengan keinginan sendiri supaya rumah dan fasilitas umum diberi lambang Siger yang bertujuan mengangkat budaya Lampung dan lebih menghargai seni budaya yang ada di lampung ini.

4. Warga Balinuraga lebih mengintrospeksi diri mereka kususnya para pemuda, mereka lebih sadar dan lebih terbuka tentang kesalahan yang perlu diperbaiki agar tidak kembali terjadi konflik dikemudian hari, lebih meningkatkat rasa menghargai, toleransi, tidak “ugal-ugalan”dan meningkatkan persatuan sebagai mana yang terkandung dalam Satwamasi ( dia adalah saya dan saya adalah dia ) yang kuat terhadap sesama umat Sudarma.

5. Berdasarkan hasil penelitian ini, interaksi sosial pasca konflik di Desa Balinuraga cenderung menuju pada proses yang bersifat menggabungkan (Associative Processes). Hal tersebut dapat diamati dengan lebih banyaknya proses yang terjadi dan bersifat menggabungkan daripada proses yang bersifat menceraikan (Dissociative Processes).


(2)

79

2. Proses Sosial Yang bersifat Disosiatif Diantaranya

1. Sebelum konflik terjadi warga Balinuraga dalam melaksanakan Melasti menuju pantai Merak Belatung biasanya melalui jalan yang melewati Kampung Agom, Melasti adalah ibadah mensucikan diri sebelum hari raya nyepi dan di lakukan di laut. tetapi setelah konflik terjadi mereka tidak lagi melakukan Melasti di pantai Merak Belatung, karena jalan utama terdekat adalah di Desa Agom dan sekarang untuk melakukan Melasti para umat hindu seBalinuraga melakunya di pura Ulun Sui yang berada di Desa Balinuraga tersebut.

2. Para pemuda Balinuraga labih membatasi diri untuk tidak bergaul keluar Desa karena mereka takut terjadi sesuatu jika ada sedikit masalah pasti mereka bisa menjadi kambing hitam dari keburukan yang terjadi, maka dari itu mereka tidak keluar Desa jika memang tidak terlalu penting dan tidak mencari hiburan diluar Desa Balinuraga kususnya mencari hiburan di Desa Agom.

3. Beberapa orang tua masih trauma dengan kejadian yang telah terjadi, mereka belum bisa melupakan kejadian yang sangat menyedihkan dan yang telah menghilangkan harta benda serta sanak keluarga mereka, semua berharap perdamaian selalu terjaga dan tidak ada lagi kerusuhan antara suku dan merambah pada konflik Agama, mereka berpendapat ini adalah konflik Agama. Hal tersebut diungkapkan karena konflik yang terjadi menyebabkan banyaknya tempat peribadahan umat hindu yang dirusak dan dihancurkan.


(3)

B. Saran

1. Memberikan pendidikan agama dan pendidikan formal yang jauh lebih tinggi dari yang saat ini ada, supaya mereka lebih bersifat Asosiatif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Lebih meningkatkan kolaborasi dibidang budaya, seni, dan pariwisata. Karena dengan adanya kolaborasi tersebut, hal-hal yang dapat menyulut api konflik dapat teredam dan bisa diselesaikan dengan tindakan yang lebih rasional tanpa haru menunjukan siapa yang paling kuat dan paling berkuasa.

3. Relokasi tempat tinggal. Ada baiknya jika beberapa masyarakat Balinuraga dan masyarakat agom dicampur dalam satu Desa dan saling bertetangga agar ikatan persaudaraan lebih erat dan akan mengurangi tenggang rasa, perbedaan strata dan kecemburuan sosial terhadap umat beragama dan bermasyarakat.

4. Menghilangkan rasa takut terhadap pergaulan diluar dan menghilangkan rasa dendam dan kebencian ( ikhlas ) antara kedua belah pihak yaitu warga Balinuraga dan Warga Agom, serta meningkatkan kerjasama di bidang perdagangan dan pertanian. Jika kedua belah pihat tidak bisa saling mengintropeksi diri dan lebih mengutamakan kepentingan dan kemauan pribadi, maka tinggal menunggu saja konflik ini akan segera terjadi kembali.

5. Kearifan lokal adalah sarana utama untuk menyelesaikan suatu perkara, dimana kearifan lokal yang ada adalah salah satu fasilitas yang dimiliki semua adat yang ada di negara kita, kususnya di Lampung. Jika


(4)

81

permasalah timbul, adabaiknya diselesaikan menggunakan kearifan lokal tersebut dan lebih menjunjung tinggi kearian lokal sebagai warisan budaya.

6. Pemerintah juga harus lebih cepat tanggap dalam mengatasi daerah rawan konflik dan lebih cepat dalam membatu menangani korban konflik yang ada di Lampung ini, terutama dalam bantuan yang di berikan kepada orang-orang yang terkena musibah.

7. Ada baiknya jika salah satu Mahasiswa melakukan penelitian di Desa Balinuraga guna menemukan penemuan baru sebagai resolusi konflik yang ada di Lampung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Primanda,Aditya. 2013. Skripsi Peran Kepala Desa Agom Dan Bali Nuraga Dalam Resolusi Konflik Antar Suku Di Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Universitas Lampung

Djana,Amrul. 2013. Jurnal Penelitian Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal (Studi Kasus Pada Komunitas Islam-Kristen di Kecamtan Tobelo Utara Kabupaten Halmahera Utara)

Cresswell, Jhon W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Garna, Judistira K. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial, Bandung: Program Pascasarjana Unpad, 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Program Pascasarjana Unpad

Ir H Anshori Djausal,Agus Setyawan, BartovenVivit Nurdin, Budisantoso Budiman. 2012. Merajut Jurnalisme Damai di Lampung,Aji Bandar Lampung, Bandar Lampung

Martodirdjo, Haryo. S. 2000. Hubungan Antar Etnik, Lembang Bandung: Sespim Polri

Nasikun, 1991. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali

Robert H. Laurer. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, PT Rineka Cipta, Jakarta


(6)

Rusdianta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Graha Ilmu.Jakarta

Simon Fisher. 2000. Mengelola Konflik Keterampilan & Strategi Untuk Bertindak, SMK Grafika Desa Putra, Jakarta

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soetopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta. Universitas Sebelas Maret

Suparlan, Parsudi. 1989. Interaksi Antar Etnik di Beberapa Propinsi di Indonesia, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

Undang-Undang Dasar. 2012. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012. Tiga Serangkai. Jakarta

Wirutomo Paulus. 2003. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Rajawali Pers. Jakarta


Dokumen yang terkait

Penentuan Kandungan Bijih Emas Dari Batuan Penambangan Masyarakat Desa Beuteung-Aceh Dengan Metode Sianidasi Dan Pemurnian Secara Elektrolisis

5 52 52

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

KONFLIK SOSIAL ANTAR MASYARAKAT PASCA PEMILIHAN KEPALA DESA (Studi di Desa Pogalan Kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek)

1 16 2

KONFLIK ANTARA WARGA DENGAN TNI ALDI DESA ALASTLOGO(Studi Tentang Fungsi Konflik Bagi Masyarakat Pasca Tragedi PenembakanWarga Desa Alastlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan)

0 3 2

KOMPARASI RESPON MASYARAKAT TERHADAP PERJANJIAN PERDAMAIAN PASCA KONFLIK KOMUNAL (STUDI PADA MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN DESA AGOM KAB. LAMPUNG SELATAN) (COMPARASI COMMUNITY RESPONSE TO POST CONFLICT PEACE AGREEMENT COMMUNAL (STUDIES ON RURAL COMMUN

1 27 80

LEADERSHIP STYLE SOUTHERN REGENT LAMPUNG RYCKO MENOZA SZP IN CONFLICT RESOLUTIONBALINURAGA VILLAGE AND AGOM Dw GAYA KEPEMIMPINAN BUPATI LAMPUNG SELATAN RYCKO MENOZA SZP DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DESA BALINURAGA DAN DESA AGOM

2 25 89

RESOLUSI KONFLIK BERBASIS GOOD GOVERNANCE STUDI KASUS KONFLIK DESA AGOM DAN DESA BALINURAGA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

7 54 98

PENGARUH KONDISI SOSIAL MASYARAKAT PASCA KONFLIK TERHADAP PSIKOLOGIS REMAJA

2 22 89

KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT DESA Konflik Sosial Dalam Masyarakat Desa (Studi Kasus di Dukuh Pulutan Desa Pulutatr Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali).

0 6 12

INTERAKSI SOSIAL TO BALO DENGAN MASYARAKAT DI DESA BULO-BULO KECAMATAN PUJANANTING KABUPATEN BARRU

0 1 96