a. Berburu
Berburu adalah mata pencaharian yang dilakukan oleh kaum pria. Aktivitas ini biasanya melibatkan 2-3 orang saja. Hewan yang diburu bermacam-
macam, seperti contoh babi hutan, namun, mereka juga menangkap hewan-hewan lain yang mereka jumpai selama mereka berburu seperti ular, burung, tikus, kadal,
dan lain-lain Koentjaraningrat, 1998: 48. Selain berburu, mencari ikan juga merupakan mata pencaharian yang telah ada sejak awal keberadaan manusia di
bumi. Manusia purba yang kebetulan hidup dekat rawa-rawa, sungai, danau, atau laut, telah memanfaatkan sumber alam itu untuk memenuhi kebutuhan mereka.
b. Perikanan
Para nelayan yang mencari ikan di laut biasanya hanya mampu berlayar menyusuri pantai, dan teluk merupakan tempat pencarian ikan yang sangat
digemari. Memang lebih dari 50 dari semua jenis ikan hidup sekitar 10-30 km dari pantai, dalam kawanan-kawanan yang terdiri dari beribu-ribu ekor. Pada
musim-musim tertentu ada yang bahkan mencari perairan yang tenang, seperti teluk, untuk bertelur. Selain jenis-jenis ikan yang hidup dalam kawanan, ada pula
yang hidup sendiri-sendiri Koentjaraningrat, 1998: 49. Dibandingkan dengan berburu, mata pencaharian menangkap ikan lebih
banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Selain alat-alat yang digunakan misalnya, kail, tombak, jala, dan perangkap, para nelayan juga
menggunakan perahu yang dikemudikan dengan ketrampilan khusus sebab dilengkapi dengan berbagai jenis peralatan navigasi dan pengamanan. Mereka
dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang cirri-ciri dan cara hidup berbagai jenis ikan, mengenai cuaca, dan mengenai bintang-bintang Koentjaraningrat,
1998: 50.
c. Bercocoktanam
Mata pencaharian
bercocoktanam dalam
sejarah perkembangan
kebudayaan manusia muncul setelah berburu. Sejak manusia ada di muka bumi sekitar 2 juta tahun lalu, manusia hidup dari berburu. Baru sekitar 10.000 tahun
yang lalu manusia bercocoktanam. Mengenai tempat manusia pertama kali bercocoktanam tak dapat ditentukan dengan pasti, karena hal itu sukar dibuktikan.
Akan tetapi kepandaian itu agaknya tidak terjadi sekonyong-konyong, namun berangsur-angsur, di berbagai tempat di dunia. Ada kemungkinan upaya tersebut
mula-mula diawali dengan mempertahankan tumbuh-tumbuhan tertentu terhadap serangan hewan atau terhadap tanaman lain yang merusaknya Koentjaraningrat,
1998: 52-53. Di Indonesia, sistem berladang masih banyak sekali diterapkan oleh
penduduk, seperti halnya di Negara-negara Asia Tenggara pada umumnya. Bercocoktanam di ladang adalah cara bercocoktanam yang terutama dilakukan
dilingkungan hutan-hutan rimba di daerah tropis, dan daerah sabana di daerah tropis, maupun sub-tropis. Di Pulau Jawa berladang memang hampir tidak
dilakukan lagi, tetapi di banyak daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya, berladang merupakan
kegiatan bercocoktanam yang umum Koentjaraningrat, 1998: 56-57.
4. Organisasi Sosial