KAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN CERPEN SAMIN KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA

KAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN CERPEN SAMIN KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA SKRIPSI

oleh: YUNITA NURUL KHOMSAH

K1207042

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

KAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN CERPEN SAMIN KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA

oleh: YUNITA NURUL KHOMSAH K1207042

Skripsi

Ditulis d an diajukan untu k memenuhi syarat mendap atkan gelar Sarjana Pendid ikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dip ertahankan di had apan Tim Pengu ji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pend idikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan P embimbing

Pembimb ing I Pemb imbing II

Drs. Slamet Mulyo no, M . Pd . Drs. Yant Mujiyanto , M. Pd. NIP 19620728 199003 1 002

NIP 19540520 198503 1 002

Skripsi ini telah d irevisi sesuai dengan arahan dari Tim Penguji Skrip si Faku ltas Keguru an dan Ilmu Pendid ikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendap atkan gelar Sarjana Pendidikan.

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di had apan Tim Penguji Skrip si Fakultas Keguru an dan Ilmu Pendid ikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendap atkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

: Kamis

Tanggal

: 5 Januari 2012

ABSTRAK Yunita Nurul Khomsah. K1207042. KAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN

CERPEN SAMIN KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA. Skrip si, Surakarta: Fakultas Kegu ruan d an Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas M aret, Novemb er 2011.

Tujuan p enelitian ini ad alah untuk: (1) mengidentifikasi d an menganalisis indeks, ikon, dan simbol untu k menemukan makna semiotik pada kumpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma; (2) mendeskripsikan latar belakang penulis (Kusprihyanto Namma) menggu nakan u nsur semio tik (ind eks, ikon, dan simb ol) dalam menyampaikan ide cerita; (3) mendeskrip sikan kebermaknaan penggunaan unsu r semiotik tersebut dalam mend ukung keestetikan kumpulan cerpen Samin.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mengkaji fenomena yang terjadi pad a sub jek penelitian dalam bentuk kata-kata denga n memanfaatkan berb agai metode ilmiah. Sumber data dalam penelitian ini berupa dokumen, yaitu ku mpulan cerpen Samin dan informan, yang terdiri dari p enulis dan b eberap a pembaca kumpulan cerpen Samin. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara analisis do kumen dan wawancara. Validitas data menggunakan triangu lasi metode dan triangulasi sumber.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan d apat disimp ulkan bahwa kumpulan cerpen Samin merupakan bentuk kritik penulis terhadap pemerinta han Orde Baru yang d ipimp in o leh Presid en Soeharto. Beberapa judul cerpen seperti Biru , Kembang Tebu, Ja wa , Samin, Bed il, dan Dom mengisahkan tentang keburukan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Beb erapa judul cerp en yang lain seperti Mu n, Pundhen , Patrem, d an Tuyul memang tidak mengkhususkan pada masa Orde Baru , namun memiliki kesatuan ide dengan cerpen lainnya, yaitu kritik terhadap sistem p emerintahan atau politik. Penulis, yaitu Ku sprih yanto Namma menggunakan sistem semiotik (simbol, indeks, dan ikon) dalam menuangkan ide ceritanya karena ia tidak berani menyampaikan kritikn ya secara terang-terangan. M eskipu n demikian, penggunaan sistem semio tik (simbol, indeks, dan ikon) d alam kumpulan cerpen Samin dap at menambah keestetikan karya.

MOTTO

Apa yang ad a di b elakang kita dan apa yang ada d i depan kita merupakan hal kecil dibandingkan dengan apa yang ada di dalam kita.

Oliver Wendell Holmes

Orang yang bercita-cita tinggi adalah orang yang menganggap teguran keras baginya lebih lembut darip ad a sanjungan merdu seorang penjilat

yang berlebih-lebihan.

Thales

Manusia tid ak dirancang untuk gagal, tetapi manu sialah yang gagal untuk

merancang.

William J. Siegel

Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menu nggu , namu n hanya

did apatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya.

Abraham Lincoln

Kita tid ak pernah belajar menjadi berani dan sabar kalau d i dunia ini hanya

ada keb ahagiaan.

Hellen Keller

Lebih b aik bertempur d an kalah d aripada tid ak pernah b ertempur sama

sekali.

Arthur Hugh Clough

PERSEMBAHAN

Penelitian ini penulis persembahkan kepada :

1. Allah Swt. atas nafas dan kekuatan yang selalu d ilimpahkan-Nya.

2. Orangtuaku tercinta yang senantiasa memberi dukungan moral maupun material.

3. Kakak-kakakku sayang yang selalu menguatkan aku.

4. Almarhumah Bud he Is untu k kasihmu yang tak dapat lagi tersentuh.

5. Keluarga

Peronku

yang telah mengajarkanku banyak ha l.

6. Keluarga Fahima, teman sekaligu s saudara perempu anku .

7. Teman-teman Bastind 2007

8. Semua pihak yang tak mampu diseb utkan satu persatu,

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas limpahan nikmat-Nya p eneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Semiotik Ku mpulan Cerpen Samin Karya Kusprihyanto Namma”. Skripsi ini tid ak akan terwujud tanp a bantu an d an dorongan dari berbagai p ihak. Oleh karena itu , dengan segala kerendaha n hati peneliti men yampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M .Pd. selaku dekan Fakultas Keguru an dan Ilmu Pend idikan yang telah memberikan izin p enelitian.

2. Dr. Mu hammad Rohmadi, M .Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan S eni yang telah men yetujui permohonan penyu sunan skrip si.

3. Dr. Andayani, M .Pd. selaku ketu a program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memb erikan izin untuk penulisan skripsi ini.

4. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. selaku pembimbing I yang telah memberikan p engarahan, bimb ingan, dan bantuan dalam setiap b agian skripsi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd. selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan bantuan dalam setiap bagian skripsi sehingga peneliti dapat menye lesaikan skripsi ini.;

6. Dan semua pihak yang turu t membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharap kan kritik dan saran yang membangun d ari semua pihak. Semoga skrip si ini bermanfaat bagi p erkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, November 2011

Peneliti

2. Makna Semiotik Kumpulan Cerpen Samin Berdasarkan Identifikasi dan Analisis Ikon, Indeks, dan Simbo l… …… … 94

a. M akna Semiotik Cerpen Biru…… …… …… ……… ...

b. M akna Semiotik Cerpen Mun…… …… …… ……… ...

c. M akna Semiotik Cerpen Kembang Tebu…… …... …... 98

d. M akna Semiotik Cerpen Pundhen…… …… ……… …. 100

e. M akna Semiotik Cerpen Samin…… …… …… ……… . 102

f. M akna Semiotik Cerpen Jawa…… …… …… …… ….. 105

g. M akna Semiotik Cerpen Bedil…… …… …… ……… .. 107

h. M akna Semiotik Cerpen Patrem.................................. 108

i. M akna Semiotik Cerpen Dom…… …… …… ……… 109

j. M akna Semiotik Cerpen Tuyul…… …… …… ………

3. Latar Belaka ng Penulis M enggunakan S istem Semiotik (Ikon, Indeks, dan Simbol) d alam Penyajian Cerita… ……… 112

4. Kebermaknaan Penggunaan Unsur Semiotik (Ikon, Indeks, dan Simbol) untuk M endukung Keestetikan Karya ……… …. 114

BAB V: SIMPULAN, IM PLIKASI, DAN SARAN… …… ……… …… . 122

A. Simpulan… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ………

B. Imp likasi… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ………

C. Saran… …… …… …… …… ……… …… …… …… … ……… ….

DAFTAR PUSTAKA…… …… …… …… …… ……… …… …… …… .. 125

DAFTAR GAMBAR

Gambar no. Halaman

Gambar 1. Segitiga Relasi Triad Odgen dan Richards……… …... 17 Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir… …… ……… …… …… …. 33

DAFTAR TABEL

Tabel no. Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan… …… …… ……… …… …… …… …… 34 Tabel 2. Deskripsi Data…… …… ……… …… … …… …… ……… 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran no. Halaman

Lampiran 1 . Gambaran tentang Kumpulan Cerpen Samin…… …… 130 Lampiran 2 . Pedoman Wawancara d engan Pengarang…… …… …… 132 Lampiran 3 . Pedoman Wawancara d engan Pembaca……… …… … 133 Lampiran 4 . Pedoman Wawancara d engan Ahli Sastra……… …… . 134 Lampiran 5 . Laporan Hasil Wawancara d engan Pengarang…… …… 135 Lampiran 6 . Laporan Hasil Wawancara d engan Pembaca……… ….. 140 Lampiran 7 . Laporan Hasil Wawancara d engan Ahli Sastra…… ….. 145 Lamp iran 8. Keputusan Dekan Fa kultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan …… …… …… …… ……… …… …… …… .. 147

Lampiran 9 . Permohonan Izin Menyu sun Skripsi… …… ……… …... 148 Lampiran 1 0. Permohonan Izin Research…… … ……… …… …… ….. 149 Lampiran 9. Kumpulan Cerpen Samin …… ……… …… …… …… .... 150

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semakin hari du nia sastra semakin digemari dan digeluti o leh sebagian masyarakat Indonesia. Banyak bermunculan karya sastra dari b erbagai pengarang dengan karakter dan gaya penceritaan masing-masing pengarang. Dunia sastra menjadi suatu pilihan yang menarik, karena selain dapat mengungkapkan perasaan dan imajinasi, pengarang juga dapat memperoleh keuntungan yang lumayan jika karya sastranya dap at terjual d i pasaran. Namun pada kenyataannya, sep erti yang diungkapkan oleh Andre Hard jana (1991: 2), sekarang ini tidak banyak penikmat sastra yang melakukan suatu bentu k apresiasi mendalam terhadap karya sastra yang dibacanya. Keban yakan dari mereka hanya sekadar membaca untuk mencari hiburan saja. Hal ini d ibuktikan dengan tidak ban yak kritikus-kritikus sastra di Indonesia. Padahal kritik sastra b erguna untu k membangun kemajuan sastra ke depannya, b aik untuk pengarang send iri maupun untuk pihak-pihak terkait.

Dunia sastra mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra. Istilah pro sa seb enarn ya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia d apat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis d alam bentu k puisi atau d rama. Pro sa dalam pengertian kesastraan ju ga disebut fiksi, teks naratif atau wacana naratif dalam pendekatan struktural dan semiotik. Istilah fiksi berarti cerita rekaan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pad a kebenaran sejarah (Ab rams dalam Bu rhan Nurgiyanto ro, 1995: 2). Istilah fiksi sering dipergunakan dalam p ertentangannya dengan realitas, sesuatu yang b enar

ad a dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun d ap at d ibuktikan dengan data empiris. Salah satu karya fiksi yang marak dijumpai adalah cerpen.

Sebagai sebuah karya imajiner, cerpen menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanu siaan, hidup dan kehid up an. Pengarang menghayati berbagai p ermasalahan terseb ut dengan penu h kesungguhan yan g kemudian diungkapkannya kemb ali melalui sarana fiksi se suai d enga n Sebagai sebuah karya imajiner, cerpen menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanu siaan, hidup dan kehid up an. Pengarang menghayati berbagai p ermasalahan terseb ut dengan penu h kesungguhan yan g kemudian diungkapkannya kemb ali melalui sarana fiksi se suai d enga n

Cerpen sebagai seb uah kisah fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Cerpen merupakan hasil d ialog, kontemp lasi, dan reaksi pengarang terhad ap lingkungan dan kehid up an. Walau b erupa kha yalan, tak benar jika cerpen dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan p erenungan secara intens, perenungan terhad ap hakikat hidup dan kehidupan, perenunga n yang dilakuka n dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Oleh karena itu , cerpen merupakan sebuah cerita yang di d alamnya terkandung unsu r hib uran selain memiliki tuju an estetik. Betapa pun saratnya pengalaman dan p ermasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah cerpen haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merup akan bangu nan struktur yang ko heren, dan tetap mempunyai tujuan estetik. Dunia fiksi dalam cerpen jauh lebih banyak mengandung berbagai kemungkinan daripad a yang ada di du nia nyata. Pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyia sati berbagai masala h kehidupan yang dialami dan menjadi b erbagai kemungkinan kebenaran yang b ersifat hakiki dan universal dalam cerpennya.

Keterkaitan antara cerpen sebagai karya sastra d an kehid upan manu sia yang demikian erat memb erikan p etunjuk bahwa karya sastra diciptakan bu kan tanpa tujuan. Artinya karya sastra bu kan merupakan sesu atu yang kosong tanp a makna (Ratna Dewi Kumalasari, 2002: 3). Pada dasarnya, setiap kisah dalam cerita pendek pasti memiliki suatu pesan tersendiri yang ingin disamp aikan kepada pembaca, baik pesan mo ral maupun pendidikan yang diharapkan dap at Keterkaitan antara cerpen sebagai karya sastra d an kehid upan manu sia yang demikian erat memb erikan p etunjuk bahwa karya sastra diciptakan bu kan tanpa tujuan. Artinya karya sastra bu kan merupakan sesu atu yang kosong tanp a makna (Ratna Dewi Kumalasari, 2002: 3). Pada dasarnya, setiap kisah dalam cerita pendek pasti memiliki suatu pesan tersendiri yang ingin disamp aikan kepada pembaca, baik pesan mo ral maupun pendidikan yang diharapkan dap at

Menurut W ellek dan Warren (1990: 15), bahasa sastra bersifat banya k tafsir, berarti ganda dan sangat konotatif. Karya sastra pada dasarnya meliputi dua wila yah makna (deno tatif d an konotatif) tentu saja usaha merebu t makna tidak hanya akan berhenti pad a apa yang tersu rat, melainkan ju ga mencari apa yang tersirat di dalamnya. Untuk mengidentifikasi atau menginterpretasi apa yang tersurat pada karya sastra, pembaca akan dihadapkan pada sejumlah kemungkinan pengenalan makna yang cu kup mewakili untu k menaklukkan simbol atau lambang dan seperangkat tanda-tanda lain yang tersirat di dalam karya sastra. Sugihastu ti (2002: 3) men yatakan bahwa arti seb uah karya sastra ditentukan oleh maksud si pengarang. Kualifikasi karya sastra biasanya bertambah apab ila arti seb uah karya sastra tergantung pada maksud pengarang, sebatas di dalam teks tersebut terdapat aturan-aturan bahasa yang dap at diu raikan agar mempunyai arti. Seperti halnya yang diungkap kan oleh Riffatere (dalam A. Teeuw, 1984 : 99) bahwa susunan bahasa menentukan segala sistem semiotik. Oleh karena itu, sastra seb agai salah satu sistem semiotik yang di d alamnya d apat ditemukan simbol dari bentuk-bentuk abstrak bahasa itu.

Berdasarkan pemap aran d i atas, peneliti bermaksud melaku kan kajian terhadap cerp en sebagai suatu karya fiksi, yang d ikhusu skan pada pengkajian kumpulan cerpen. Peneliti melakukan kajian terhadap kumpu lan cerp en karena cerpen memiliki leb ih banyak kemu ngkinan dalam mengemukakan p eristiwa secara implisit d ari sekadar apa yang diceritakan.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan kajian semiotik d ari sebuah kumpulan cerpen, yaitu kumpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma. Peneliti memilih kumpulan cerpen tersebut untuk dijadikan bahan kajia n karena

kumpulan cerp en ini memiliki keunikan dengan kisahnya yang bersifat tradisional dan feno menal. Kumpulan cerpen Samin mengangkat p eristiwa-peristiwa yang sed erhana namu n menarik, karena sarat d engan keluguan-keluguan masyarakat desa. Seperti diu ngkapkan oleh Yant Mujiyanto (Pawon edisi 12, 2007 : 12) bahwa Antolo gi Samin yang berisi 10 cerpen adalah b uku yang sungguh-sunggu h menerjemahkan karakteristik wong ndesa, dengan idio m-id iom dan b ahasa ndesa, persoalan dan cara pikir khas ndesa. M emb aca cerpen-cerpen dalam bu ku ini serasa kita diajak ke pedalaman desa-desa di Jawa, bukan han ya dalam latar tempat dan suasananya, melainkan ju ga ruhnya, spirit, aspirasi, obsesi, perasaan, kebahagiaan, dan kebersahajaannya. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ibnu Megananda (Pawon edisi satu tahun, 2008: 28 ) yang menyataka n bahwa kumpulan cerp en Samin dicetak sederhana, tapi isin ya tidak sederhana. Walaupun

ad a sepulu h cerpen dengan cerita biasa, tap i cukup sumringah. Sumringah maksudnya cerita tidak disajikan hanya dengan kalimat kegetiran, namun d engan logika yang kadang me ngajak pembaca tersenyum.

Berdasarkan pengamatan terbatas d ari peneliti, cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen Samin memiliki ikatan satu sama lain. Beberapa judul cerpen dalam kumpu lan cerp en ini memiliki kesatuan ide yang mengacu pada keadaan politik suatu masa. Pada setiap kisahnya mengandu ng makna yang tersirat yan g seju jurnya ingin pengarang, yaitu Ku sprih yanto Namma sampaikan kep ada pembaca. Hal demikian senada dengan yang diungkapkan Yant Mu jiyanto (Pawon edisi 1 2 2007: 13) b ahwa di sela-sela kesederhanaan pengucap an dan materi cerita, cerp en-cerpen dalam buku ini menyimpan misteri yang dib iarka n pengarangnya tetap sebagai misteri.

Berdasarkan data lapangan hasil wawancara dengan b eberapa mahasiswa pembaca ku mpulan cerpen Samin, peneliti menyimpulkan bahwa b eberapa pembaca mengalami sedikit kesulitan dalam memahami makna atau maksu d seb enarn ya ya ng ingin disampaikan oleh pengarang dalam kisahnya. Pembaca mengalami kesulitan menelaah pern yataan-pernyataan yang d igunakan pengarang dalam menuangkan ide ceritanya dengan bentuk-bentuk simbol yang b ersifat

ab strak. Hasil identifikasi peneliti pada kumpu lan cerp en Samin, pengarang yaitu

Kusprihyanto Namma menggunakan sistem simbol dalam penceritaann ya, sehingga maksud seb enarnya yang ingin disampaikan pengarang tidak sesederhana sep erti yang tersurat. Ada pesan tersend iri yang ingin disampaikan pengarang melalu i cerpen-cerpennya yang tid ak diu ngkapkan secara gamblang, melainkan menggunakan simbo l-simbol tertentu .

Untuk itulah, p eneliti melakukan penelitian kajia n sem iotik kumpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma. Penelitian ini menekankan pada pemaknaan karya itu dengan mengidentifikasi iko n, indeks, dan simbol dalam kumpulan cerpen itu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat d itentukan ru musan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah identifikasi dan analisis ikon, indeks, dan simbol untuk menemukan makna semio tik pad a kumpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma?

2. Apakah latar belakang pengara ng (Ku sprihyanto Namma) menggu nakan unsu r semiotik (iko n, indeks, dan simbo l) tersebut d alam menyamp aikan ide ceritanya?

3. Bagaimanakah kebermaknaan penggunaan unsur semiotik tersebu t dalam mendukung keestetikan kumpu lan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan p enelitian yang ingin dicap ai peneliti adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis iko n, indeks, dan simbol untu k menemukan makna semio tik p ad a kumpu lan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma.

2. Mendeskripsikan latar belakang pengarang (Kusprihyanto Namma) menggunakan u nsu r semiotik (ikon, indeks, dan simb ol) dalam menyampaikan ide cerita.

3. Mendeskripsikan kebermaknaan penggunaan u nsur semiotik terseb ut dalam mendu kung keestetikan kumpu lan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil p enelitian ini diharapkan dap at memperkaya khazanah pengetahuan kesastraan khususnya mengenai kajian sem io tik dalam kumpulan cerpen Samin karya Kusp rihyanto Namma.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat d igunakan untuk referensi mata pelajaran b ahasa dan sastra Ind onesia kaitannya d engan analisis cerpen.

b. Bagi peserta didik, penelitian dapat menjadi acu an dalam menganalisis sastra khususnya kaitannya dengan makna, sehingga membantu menambah p engetahu an peserta didik dalam mengapresiasi sastra.

c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai makna dalam ku mpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma, sehingga dap at diambil nilai po sitif untu k diap likasikan dalam kehid up an.

d. Bagi peneliti, penelitian ini d apat memberikan pengalaman lebih dan dap at menggali kemampuan p eneliti dalam bahasa d an sastra Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kajian Semiotik

a. Sejarah Semiotik

Ni Wa yan Sartini (www.journal.u nair.ac.id, 17 Maret 2011) menerangkan bahwa ilmu semio tik bermula dari ilmu linguistik dengan toko hnya Ferd inand de Saussure (1857 - 1913). Saussure tidak hanya dikenal seb agai Bapak Lingu istik tetapi juga banyak dirujuk sebagai tokoh semiotik dalam buku nya Cou rse in Genera l Linguistics (1916). Selain itu ada toko h yang penting dalam semiotik yaitu Charles Sanders Peirce (1839 - 1914) seorang filsu f Amerika dan Charles Williams Morris (1901 - 1979) yang mengembangkan behaviouris semiotics. Tokoh semiotik yang mengembangkan teori-teo ri semiotik modern adalah Ro land Barthes (1915 - 1980), Algirdas Greimas (1917 - 1992), Yuri Lotman (1922 - 1993), Christian Metz (193 - 1993), Umberco Eco (1932), dan Ju lia Kristeva (1941). Linguis selain Sau ssure yang bekerja dengan semio tics framework adalah Louis Hjlem slev (1899 - 1966) d an Roman Jakobson (1896 - 1982).

Strukturalisme adalah sebu ah metode yang telah diacu oleh banyak ahli semiotik yang did asarkan pad a mod el linguistik struktural Sau ssure. Struktu ralis mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasa-bahasa, Strauss denga n mith , kinship dan totemisme, Lacan dengan unconcious , Barthes dan Greim as dengan grammar of narrative. M ereka bekerja mencari struktur dalam (deep structure) dari bentuk struktu r lu ar (surface structure) sebu ah fenome na. Semiotik sosial kontemporer telah bergerak di luar perhatian struktu ral yaitu menganalisis hubungan - hubungan internal bagian-bagian d engan a self conta ined system, dan mencoba mengembangkan penggunaa n tanda d alam situasi sosial yang spesifik.

Tid ak d apat disangkal lagi bahwa lahirnya semiotik khususnya di Eropa tidak dapat dilepaskan dari bayangan strukturalisme yan g Tid ak d apat disangkal lagi bahwa lahirnya semiotik khususnya di Eropa tidak dapat dilepaskan dari bayangan strukturalisme yan g

b. Pengertian Semiotik

Tu juan analisis karya sastra adalah mengungkapkan makna. Karya sastra hanyalah karya yang bersifat artefak jika tidak diketahui makna yang terkandu ng di dalamnya. Suatu karya sastra, dalam hal ini cerpen, merupakan stru ktu r tanda-tanda yang bermakna. Rachmat Djoko Pradopo (2002: 47) mengemukakan bahwa karya sastra adalah karya seni yang mediumnya su dah bersifat tanda yang memiliki arti, yaitu bahasa. Ia juga menerangkan bahwa stu di sastra bersifat semiotik merup akan usaha u ntuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda dan menentu kan konve nsi-konve nsi yang memungkinkan karya sastra memiliki makna.

Sejala n dengan pendapat di atas, Nyo man Kutha Ratna (2004: 97) menyatakan bahwa: Semio tika berarti stud i sistematis mengenai produksi dan

interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, ap a manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dip enuhi oleh tanda, dengan perantaraan tand a-tanda proses kehidupan menjadi lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomu nikasi dengan sesamanya, sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhad ap dunia.

Preminger dalam Rachmat Djoko Pradopo (2005: 119) men yatakan bahwa semiotik ad alah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konve nsi-konve nsi yang meyakinkan bahwa tanda-tanda itu mempunyai arti. Pad a kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konve nsi tambahan dan meneliti ciri atau sifat yang menyebab kan bermacam-macam cara agar wacana memiliki makna. Hal ini berarti penekanan pendekatan semiotik ad alah pemahaman makna karya sastra melalui tanda-tanda dalam karya sastra.

Suwardi Endraswara (2003: 64) menyatakan b ahwa penelitian semiotik adalah studi tentang tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tand a- tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga tercip ta sistem, ko nvensi, dan aturan-atu ran tertentu yang perlu dimengerti oleh peneliti. Tanpa memp erhatikan hal-hal yang terkait d engan tand a, maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra tidak akan tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.

Pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem tanda. Sebagai su atu tand a, bahasa bersifat mewakili sesu atu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai su atu sistem tanda dalam teks kesastraan, tid ak hanya menyaran p ada sistem (tataran) makna tingkat pertama, melainkan terlebih pada sistem makna tingkat kedua (Cu ller dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39).

Alex Sobur (2006: 15) menyatakan bahwa semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tand a. Tanda-tanda ad alah perangkat yang digu nakan untuk mencari jalan d i dunia, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotik pada dasarnya bertujuan mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai berbagai hal (things). Kegiatan memaknai (to sinify) tidak d ap at d icampuradukkan dengan mengomunikasikan (to commun icate). Memaknai berarti bahwa ob jek-objek tid ak han ya membawa info rmasi, tetapi juga mengonstitu si sistem terstruktur dari tanda.

Hoed (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 40), menyatakan bahwa: “Semiotik ad alah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesu atu yang lain yang dapat berup a pengalaman, p ikiran, perasaan, gagasan, dan sebagain ya”. Jadi yang dap at menjadi tanda seb enarnya bukan hanya b ahasa saja, melainkan berbagai hal yang berada di lingkungan sekitar. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggo ta badan, mimik, karya seni, sastra, d an sebagainya. Morris dalam Yasraf Amir Piliang (2003: 256) menjelaskan bahwa analisis sem io tik memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi sintaktik, semantik, dan pragmatik yang Hoed (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 40), menyatakan bahwa: “Semiotik ad alah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesu atu yang lain yang dapat berup a pengalaman, p ikiran, perasaan, gagasan, dan sebagain ya”. Jadi yang dap at menjadi tanda seb enarnya bukan hanya b ahasa saja, melainkan berbagai hal yang berada di lingkungan sekitar. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggo ta badan, mimik, karya seni, sastra, d an sebagainya. Morris dalam Yasraf Amir Piliang (2003: 256) menjelaskan bahwa analisis sem io tik memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi sintaktik, semantik, dan pragmatik yang

Berdasarkan b eberapa pend apat d i atas, dapat disimp ulkan b ahwa semiotik ad alah ilmu yang mengkaji tanda dan penggunaannya dalam suatu usaha untu k menemukan makna. Tanda dapat mewakili berbagai hal seprti fenomena kehidupan, pikiran, p erasaan, perila ku manusia, bahasa, dan sebagain ya.

c. Teori Semiotik

Perkembangan teori semiotik saat ini dapat dibedakan ke d alam dua je nis semiotika, yaitu semio tik ko munikasi dan semiotik signifikansi. Semiotik komunikasi menekankan diri pad a teori produ ksi tanda, sed angkan semio tik signifikasi mene kankan p emahaman, dan atau pemberian makna suatu tanda. Produ ksi tanda dalam semiotik komunikasi, mensyaratka n adan ya pengiriman informasi, penerima informasi, su mber, tanda-tanda, saluran, p roses pembacaan, dan kode. Semio tik signifikasi tidak mempersoalkan produksi dan tujuan komu nikasi, melainkan menekankan bidang kajiannya pada segi pemahaman tanda-tanda serta bagaimana proses kognisi atau interpretasinya.

1) Teori Semiotik Peirce

Peirce (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 41) menyatakan bahwa: “Sesuatu itu dapat disebut sebagai tand a jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda yang d iseb utnya sebagai representation haruslah mengacu pada sesu atu yang disebutnya sebagai objek acuan”. Proses perwakila n itu disebut dengan semiosis. Semiosis adalah suatu proses di mana suatu tanda b erfungsi seb agai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya.

Panuti Sud jiman (1991 :

1) menerangkan b ahwa Peirce mengusu lkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Menu rut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu dilakukan melalu i tand a-tanda yang memungkinkan berpikir, b erhubungan dengan orang lain, d an memberi makna pad a apa yang ditampilkan oleh alam semesta.

Peirce dalam Suwardi Endraswara (2003: 65) menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. M enurut Peirce, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang d itand ai, dan seb uah tanda baru yang terjadi d alam batin penerima tanda. Ada kaitan representasi (menghadirkan) antara tanda dan yang ditandai. Kedua tanda itu akan melahirkan interpretasi dalam b ena k penerima. Hasil interp retasi tersebut merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan.

Peirce membedakan hubungan a ntara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan, yaitu a) Ikon, jika berupa hubungan kemiripan

b) Indeks, jika berupa hubungan ked ekatan eksiste nsi c) Simb ol, jika berupa hubungan yang su dah terbentuk secara konvensi.

Tanda yang berup a ikon misalnya foto , peta geo grafis, penyebutan atau p enemp atan di bagian awal atau depan (sebagai tanda sesuatu yang dip entingkan). Tanda yang berupa indeks misalnya, asap hitam teb al membu mbung menandakan kebakaran, wajah yang terlihat muram menandakan hati yang sedih, dan sebagainya. Tanda yang berupa simbol mencakup berbagai hal yan g telah mengonvensi d i masyarakat. Antara tanda dengan objek tak memiliki hubungan kemiripan, melainkan terb entu k karena kesepakatan. Misalnya b erb agai gerakan anggota badan menandakan maksud -maksud tertentu, warna tertentu melambangkan sesuatu yang tertentu pula.

Pada suatu teks kesastraan, ketiga jenis tenda tersebut sering hadir bersama dan sulit dipisahkan. Jika sebuah tanda itu dikatakan sebagai ikon, ia harus mengandung penonjolan iko n, dibanding ciri yang lain. Ketiganya sulit dikatakan mana yang lebih penting. Simbol jelas Pada suatu teks kesastraan, ketiga jenis tenda tersebut sering hadir bersama dan sulit dipisahkan. Jika sebuah tanda itu dikatakan sebagai ikon, ia harus mengandung penonjolan iko n, dibanding ciri yang lain. Ketiganya sulit dikatakan mana yang lebih penting. Simbol jelas

Peirce (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 43 ) membedakan iko n menjadi tiga macam, yaitu ikon topologis, diagramatik, dan metaforis. Termasuk dalam iko n topologis jika terdapat istilah-istilah yang tergolong wilayah makna spasialitas. Termasu k ikon diagramatik jika terdap at wilayah makna relasional. Termasuk ikon metafora jika dalam pembuatan deskripsi mengharu skan dipakainya metafora sebagai istilah. Panuti Sud jiman (1991 : 18 ) menjelaskan ciri karakteristik iko n metafora adalah tidak adan ya kemiripan antara tanda dan acuannya, tetapi antara kedua acuan diacu dengan tanda yang sama.

Panuti Sudjiman (1991: 11) menyatakan bahwa teks memiliki ikon jika ada persamaan suatu tanda tekstu al dengan acuannya. Acuan dap at bersifat ko ngkret ataupun abstrak, nyata atau imajiner. Acu an itu mungkin

ad a, pernah ada, atau mungkin aka nad a di masa yang akan datang. Semua yang dap at dibayangkan oleh pikiran manusia dapat merupakan acuan suatu tanda.

Martinet (2010 : 49 ) mengungkapkan bahwa indeks itu ad a, b isa dip ersepsi, terlihat jelas, bagi disposisi manusia. Manusia itulah yang harus mengidentifikasikan apa yang diindikasikann ya dan memberi indeks tersebut interpretasi yang diinginkannya. Morris (dalam M artinet, 2010:

58) menyebut simbol dengan istilah tanda dari tand a, yaitu tand a yang dip roduksi seb aga i pengganti satu tanda lain. Tand a lain itu adalah sino nim dari tanda tersebut.

2) Teori Semiotik Saussure

Teori Saussure sebenarnya berkaitan d engan pengembangan teori linguistik secara umum, maka istilah-istilah yang d ipakai untuk bidang kajian semiotik meminjam dari istilah dan model-model linguistik. Bahasa sebagai suatu sistem tanda, menurut Saussure (dalam Burhan

Nurgiyanto ro, 1994: 43) memiliki du a unsur yang tak terpisahkan: signifier dan signified, sign ifiant dan signifie, penand a dan petanda. Wujud signifiant dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau tulisan, sed angkan sig nifie

ad alah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkand ung dalam penanda tersebut. Grayson d an Shulman (2000 : 28) menyatakan b ahwa : “Building from this emphasis on relationsh ips between sign s rather than the signs themselves, Saussu re argued that th ere is no semiotic basis fo r preferring one signal to another so long as either can hold th e same p la ce in a particular semiotic system ”. Ban yak tanda yang dapat digunakan u ntuk mengungkapkan atau mewakili acuannya, walau pun tand a tersebut tidak dapat mendeskripsikan objek secara mutlak.

Alex Sobur (2006: 46) menerangkan bahwa ad a lima pandangan Saussure yang selanjutnya menjadi peletak dasar dari struktu ralisme Le vi- Strauss, yaitu pandangan tentang sig nifier (penanda) dan signified (petand a), fo rm (bentuk) dan content (isi), langue (bahasa) dan parole (ujaran), synch ron ic (sinkronik) dan dia chronic (diakronik), serta syn tag matic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik).

Salah satu teori Saussure yang dipergunakan secara luas di bidang kajian kesastraan adalah konsep sintagmatik dan p arad igmatik. Hubungan yang bersifat linier disebut hubungan sintagmatik, sedangkan hubungan yang aso sisatif disebut dengan hu bu ngan paradigmatik. Karya fiksi memiliki hubungan antara penanda dan petanda yang jumlahnya sangat banyak. Pertama akan dapat dilihat aspek formal karya itu yang dap at berupa deretan kata, kalimat, alinea, dan seterusnya sampai akhirnya membu at teks yang utuh. Tiap aspek formal b erhubungan dengan makna, seb ab tak mu ngkin kehadiran aspek formal itu tanp a dihadiri ko nsep makna. Hal ini merupakan hubungan asosiatif atau paradigmatik. Hubungan sintagmatik dip ergu nakan untuk menelaah struktur karya dengan menekankan urutan satuan-satuan makna karya yang dianalisis. Pada karya fiksi biasanya berupa hubungan kata, peristiwa, dan tokoh.

3) Teori Semiotik Charles Morris

Morris (dalam Teeuw, 1984: 54 -56) memb ed akan semiotik menjadi tiga dimensi d alam pro ses semio tik yang dilambangkan dengan segitiga. Ketiga dimensi tersebut adalah:

a) Dimensi sintaktik, yaitu hubungan antara tanda satu dengan tanda la in dalam proses komunikasi. Morris menyamakan dimensi ini dengan poetic fungtion yang dikemukakan oleh Jacobson dan pendekatan objektif milik Abrams. Bila dibandingkan d engan pendekatan objektif milik Abrams, d imensi sintaktik menekankan bahwa struktur intrinsik karya sastra merupakan sistem tand a.

b) Dimensi pragmatik yang meliputi p engirim dan penerima pesan. Contohnya d alam kehidupan sehari-hari peran p engirim dan penerima pesan d apat saling bergantian secara terus-menerus,. Penerima pesan dapat menjad i pengirim pesan, begitupun sebaliknya pada situ asi komu nikasi biasa. Tetapi d alam ranah sastra, pergantian tersebut tidak dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena antara penulis dan pembaca, antara seniman dan penikmat memiliki kedudu kan yang tidak sejajar bahkan bertentanga n. Pada ilmu sastra aspek ekspresif dan p ragmatik perlu ad a penjelasan agar jelas perbed aannya.

c) Dimensi semantik yang memiliki kesamaan dengan fungsi mimetik atau referensial. Klaus memb ed akan dimensi ketiga ini d engan istilah sigmantik d an semantik. Semantik diartikan sebagai makna ko nseptu al yang dicetu skan oleh Sausu re bahwa tanda seb agai dwi tungga l signifiant dan signifie, yang artin ya dimiliki oleh pemakai bahasa, terlepas dari situasi komunikasi yang konkrit. Kemudian sigmatik menurut Klaus diartikan sebagai aspek referensial, acuan tanda dalam p enerapannya pad a sesuatu d alam kenyataan.

4) Teori Semiotik Roland Barthes

Teori ini d ikemukakan o le h Roland Barthes (1915 - 1980). Barthes mengembangkan semio tika menjad i 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat Teori ini d ikemukakan o le h Roland Barthes (1915 - 1980). Barthes mengembangkan semio tika menjad i 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussu re tertarik pada cara kompleks pembentukan ka limat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pad a kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasin ya. Roland Barthes meneru skan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks d engan pengalaman personal dan kultural p enggu nanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang d ialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of significa tion, mencakup denotasi atau makna seb enarnya dan konotasi, yaitu makna gand a yang lahir dari pengalaman kultural dan perso nal. Di sinila h titik perbedaan Saussure dan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunaka n istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Alex Sobur (2006: 68) menerangkan bahwa salah satu area penting yang dirambah Barthes d alam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tand a, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengu las sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas sistem lain yang telah

ad a sebelu mnya. Sastra merupakan co ntoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut d engan konotatif, yang didalam Mythologies -nya ia b edakan dari denotatif atau sistem p emaknaan tataran pertama.

5) Teori Semiotik Umberto Eco

Littlejohn dalam Ale x Sobur (2006: 72) menyebut Umberto Eco seb agai ahli semiotik yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer. Menuru t Littlejohn, teo ri Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semio tika sebelumnya dan membawa semiotik secara lebih mend alam. Panuti Sudjiman (1991: 26) memaparkan bahwa Umberto Eco mencoba menggali kemungkina n teo retis dan fungsi sosial sebuah pendekatan yang utuh terhadap tiap gejala signifikasi atau ko munikasi dalam buku nya A Th eory of Semiotics.

Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian p ada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengu bah konsep tanda menjad i konsep fungsi tanda. Eco menyimpulkan bahwa satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan su atu tempat pertemuan bagi unsu r-unsur indep enden yang berasal dari sistem dan tingkat yang b erbed a. Eco menggunakan “kode-s” untuk menu njukkan kode yang dip akai sesuai struktur bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tid ak memiliki arti apapu n, dan dalam pengertian yang paling rad ikal tid ak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat denotatif bila suatu pernyataan bisa dipaham i secara harfiah, atau konotatif bila tampak kod e lain dalam pernyataan yang sama. Penggunaan istilah ini hampir serupa d engan karya Saussure. Eco ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang b ersifat lebih dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Sau ssure.

6) Teori Semiotik Ogden & Richard

Odgen dan Richards (dalam Leech, 2 003: 8) pad a tahun 1923 telah merasa yakin akan kemajuan ilmu pengetahu an d an me nyatakan bahwa: “Selama b eberapa tahun terakhir ini, kemajuan d i dalam bidang biologi dan penelitian psikologis terhad ap memo ri dan keturu nan, telah menempatkan ‘makna’ tanda atau simbol pada umumnya tanpa keraguan, Odgen dan Richards (dalam Leech, 2 003: 8) pad a tahun 1923 telah merasa yakin akan kemajuan ilmu pengetahu an d an me nyatakan bahwa: “Selama b eberapa tahun terakhir ini, kemajuan d i dalam bidang biologi dan penelitian psikologis terhad ap memo ri dan keturu nan, telah menempatkan ‘makna’ tanda atau simbol pada umumnya tanpa keraguan,

Odgen dan Richards menyingkirkan tesis-tesis Sau ssuran yang mereka a nggap tidak ilm iah d alam buku mereka The Mean ing of Meaning. Apa yang mereka pikirkan adalah triad : pemikiran, kata, dan hal. Mereka sangat memperhitungkan simbolisme atau studi tentang peran yang berkaitan dengan kemanusiaan oleh b ahasa dan simbo l jenis apapu n, teru tama pengaruh bahasa dan simbol terhadap pemikiran. Od gen dan Richards mempresentasikan relasi antara ketiga faktor triad itu dengan menggunakan sebuah segitiga.

PEMIKIRAN ATAU REFERENSI

m en gg antika n

(relasi imputasi)

SIMBOL

REFEREN

Gambar 1. Segitiga relasi triad Od gen dan Richards

7) Teori Semiotik Bloomfield

Bloomfield , yan g dipengaruhi oleh p sikologi b ehaviorisme, mengemb angkan teori b ahwa makna b ahasa muncul karena terjadinya proses stimulus dan respon. Orang berbahasa karena adan ya stimulus dari lingku ngann ya, yang haru s mereka respon melalui bahasa. Dengan demikian, Bloo mfield melihat bahwa b ahasa bu kan merup akan fenomena semiotis melainkan fenomena p sikologis behavioristik atau perilaku. Pandangan seperti ini menegaskan ken yataan bahwa bahasa merupakan sistem simbo l yang digunakan u ntuk berinteraksi di dalam mas yarakat.

Leech (2003 : 9) menerangkan bahwa Bloomfield menulis suatu konsep tentang ‘unified science’ (ilmu p engetahuan tunggal), yaitu adanya gagasan bahwa semua disiplin ilmu, dari fisika sampai p siko logi, dapat digab ungkan menjadi suatu bentuk ilmu pengetahuan yang monolitik.

d. Macam-Macam Semiotik

Pateda (dalam Alex Sobur, 2006 : 15 ) menyatakan bahwa terdapat semb ilan macam semiotik antara lain:

1) Semiotik analitik Semiotik analitik merup akan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekka n tanda dan menganalisisnya menjadi ide, ob jek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terd ap at dalam lambang yang mengacu p ad a objek tertentu.

2) Semiotik deskriptif Semiotik d eskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat dialami sekarang meskipun ada tanda yang se jak dahulu tetap.

3) Semiotik fau nal (zo osemiotic) Semiotik faunal (zoosemiotic) merupakan semio tik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.

4) Semiotik ku ltural Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ad a dalam kebudayaan masyarakat.

5) Semiotik naratif Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (fo lklore).

6) Semiotik natural Semiotik natural adalah sem io tik yang khu sus menelaah sistem tand a yang dihasilkan oleh alam.

7) Semiotik no rmatif

Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus memb ahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.

8) Semiotik sosial Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusu s menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lamb ang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat.

9) Semiotik struktural Semiotik struktural adalah semiotik yang khu sus menelaah sistem tand a yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Menurut Zo est (d alam Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 105) dikaitkan dengan bidang-bidang yang dikaji, pada umumnya semiotika d apat dib edakan menjadi tiga a liran, yaitu:

1) Aliran semiotika ko mu nikasi, yaitu semiotik d engan intensitas kualitas tanda dalam kaitannya dengan pengirim d an penerima, tanda yang disertai dengan maksud, yang digunakan secara sadar, sebagai signal.

2) Aliran semio tika kono tatif, yaitu semiotik yang berdasarkan ciri-ciri denotasi kemudian dipero leh makna konotasinya, arti pada bahasa sebagai sistem model kedua, tand a-tanda tanp a maksu d langsung, sebagai symptom. Aliran semiotika ko notatif selain diterapkan dalam sastra juga diterapkan dalam b erbagai bidang kemasyarakatan. Aliran ini dipelopori o leh Ro land Barthes.

3) Aliran semiotika ekspansif, diperluas dengan bidang psiko logi yang dipelopo ri oleh Freud, so siologi dipelopori oleh Marxis, dan filsafat yang dip elopori oleh Julia Kristeva.

e. Bahasa sebagai Sistem Semiotik

Faktor p ertama dalam model semiotik sastra yang harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa itu sendiri, sebagai sistem tand a yang kompleks d an beragam (Teeuw, 1984: 60). Rachmat Djoko Pradopo (1997: 122 ) menyatakan bahwa b ahasa merupakan sistem tand a yang kemu dian dalam karya sastra menjadi mediumnya. Bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama. M enurut ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai Faktor p ertama dalam model semiotik sastra yang harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa itu sendiri, sebagai sistem tand a yang kompleks d an beragam (Teeuw, 1984: 60). Rachmat Djoko Pradopo (1997: 122 ) menyatakan bahwa b ahasa merupakan sistem tand a yang kemu dian dalam karya sastra menjadi mediumnya. Bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama. M enurut ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai

Weissbrod (1998: 2) menerangkan bahwa: “Even dan Zohar sugg ested viewing literature a polysystem, a system of systems, wich can described by a series of oppositions ”. Karya sastra bukan han ya sekedar tulisan yang tidak bermakna dan dibuat sesuka hati, namun karya sastra dibuat dengan memperhatikan aturan atau sistem. Sistem-sistem tersebut melip uti u nsur- unsur struktural, keindahan, nilai-nilai, dan sebagainya.

Studi sastra bersifat semiotik merup akan usaha untuk menganalisis suatu karya sastra. Kajian semiotik sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan ko nvensi-konve nsi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi d i dalam struktu r sastra atau hubungan d alam antarunsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna ( Rachmat Djoko Pradopo , 2002: 123).