Metode Penelitian Kualitatif T2 832012008 BAB III

44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab ini penulis akan menguraikan tentang metode penelitian kualitatif, partisipan, lokasi penelitian, instrumen dan metode pengumpulan data sera teknik analisis data. Metode penelitian menurut Sarantakos sebagaimana dikutip Poerwandari 2009 adalah metodologi secara literal berarti ilmu tentang metode-metode berisi standar dan prinsip yang digunakan sebagai pedoman penelitian dan metode tersebut dapat menjelaskan sesuatu tentang cara yang dipergunakan peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti empiris. Ini artinya sebuah penelitian akademik memerlukan kaidah tertentu yang mampu menggali data dan informasi yang obyektif. Data lapangan seringkali tersembunyi dan tidak sekaligus dapat digali hanya dengan sekali pertemuan. Pernyataan Poerwandari tersebut di atas menjadi penting terutama untuk menggali data yang sifatnya indigenous yang memerlukan pendekatan kualitatif.

A. Metode Penelitian Kualitatif

Bodgan dan Taylor dalam Moleong, 2010 mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai pendalaman sikap, prilaku dan pengalaman melalui beberapa metode seperti wawancara, atau pertemuan dengan kelompok tertentu yang akan menghasilkan data-data deskriptif dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan penelitian. Oleh karena menganggap sikap, prilaku dan pengalaman penting maka tidak banyak orang yang terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau relasi dengan orang tertentu dalam jangka waktu tertentu Dawson, 2002. 45 Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar dan tidak menekankan pada angka statistika sebagaimana yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2010, bahwa metode kualitatif menunjuk kepada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif yaitu ungkapan atau catatan mengenai orang-orang atau tingkah laku mereka yang terobservasi. Poerwandari 2009 mengemukakan beberapa ciri penelitian kualitatif : 1. Mendasarkan diri pada kekuatan narasi. “Elaborasi naratif sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif untuk memungkinkan pembaca memahami kedalaman, makna dan interpretasi terhadap keutuhan fenomena”. 2. Penelitian dilakukan dalam setting alamiah naturalistic inquiry, yakni studi terhadap suatu fenomena dilakukan dalam konteks di mana fenomena tersebut ada, sehingga peneliti dapat memperoleh pemahaman holistik tentang fenomena yang diteliti. 3. Analisa induktif. “Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan- dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri”. 4. Kontak personal langsung: peneliti di lapangan Penelitian kualitatif mengutamakan kedekatan peneliti dengan subjek yang diteliti. Kedekatan hubungan memungkinkan peneliti memperoleh pemahaman yang holistik tentang realitas dan kondisi nyata dari fenomena yang diteliti, karena itu aktivitas lapangan dan kontak personal langsung dengan subjek merupakan aktivitas penting dalam penelitian kualitatif. 46 5. Perspektif holistik, artinya mendapatkan pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti. 6. Perspektif dinamis, perspektif „perkembangan‟ “Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang”. 7. Orientasi pada kasus unik “Kasus dipilih sesuai dengan minat dan tujuan khusus yang diuraikan dalam tujuan penelitian.”. 8. Cara memperoleh data berdasarkan pada netralitas-empatis, artinya meyakini realitas dan makna subjektif kehidupan manusia dan berusaha mengungkapkannya. 9. Fleksibilitas desain, maksudnya desain kualitatif bersifat luwes, tidak dapat secara jelas dan lengkap ditentukan secara pasti pada awal, tetapi akan berkembang sejalan berkembangnya pekerjaan penelitian di lapangan. 10. Sirkuler, artinya tidak selalu mengikuti tahap-tahap kaku terstruktur atau tidak mendefinisikan realitas sosial dalam hubungan yang lurus dan jelas antar variabel sebagaimana cara berpikir linear dalam penelitian kuantitatif. 11. Peneliti adalah instrumen kunci, artinya “peneliti berperan besar dalam seluruh proses penelitian” h.56. Penelitian ini tergolong sebuah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Poerwandari 2009 mengemukakan: Yang didefinisikan sebagai kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi bounded context, meski batas- batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas. Beberapa tipe unit yang dapat diteliti dalam bentuk studi kasus: individu-individu, karakteristik atau atribut individu-individu, aksi dan 47 interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting serta peristiwa atau insiden tertentu h.124. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan indigenous yaitu sebuah pendekatan impresif di dalam psikologi, yang memperjelas batas-batas psikologi arus utama tentang perilaku manusia. Lebih terperinci, studi kasus yang dipilih di sini adalah studi kasus intrinsik, di mana penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus, untuk memahami secara utuh kasus tersebut tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi Poerwandari, 2009. Dalam penelitian ini, penulis memilih metode kualitatif dan tipe penelitian studi kasus intrinsik berdasarkan pemikiran bahwa fenomena yang akan diteliti yakni ekspresi dukacita dan kehilangan serta makna ma‟nenek bagi orang Toraja adalah studi khusus yang menekankan pada penelaan fenomena psikologis dalam konteks kelompok kultural, pribumi, etnik dan keluarga. Alasan penulis menggunakan metode tersebut adalah agar penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan unik tentang ekspresi dukacita dan kehilangan dibalik perilaku orang Toraja yang melaksanakan ritual Ma‟nenek. Melalui pendekatan indigenous penulis akhirnya dapat menemukan bagaimana keluarga yang ditinggalkan akhirnya dapat memutuskan hubungan psikososial dengan orang-orang terkasih yang telah meninggal. Penulis juga berpendapat bahwa metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus intrinsik memungkinkan penulis melakukan pendekatan personal langsung dan fokus penyelidikan yang mendalam untuk mendapatkan data yang holistik dan dapat menampilkan kedalaman dan detail guna memahami fenomena yang diteliti. Berdasarkan hasil observasi penulis selama mengikuti ritual ini nampak bahwa hanya orang Toraja yang 48 melaksanakan ritual tersebut yang mengerti dan merasakan makna ritual bagi kelangsungan hidup mereka tanpa orang yang dikasihi lagi. Sedangkan orang luar termasuk orang Toraja yoang tidak melaksanakannya hanya dapat memiliki pengetahuan yang terbatas. Dalam penelitian ini peneliti memilih ritual ma‟nenek yang dilaksanakan oleh rumpun keluarga besar Ambaa‟ terhadap 2 jenazah yakni alm.Toding 50 tahun dan almarhum Nek Tandi 83 tahun yang tinggal di lokasi yang berbeda. Pemilihan tersebut didasarkan pada perbandingan tingkat dukacita bagi jenazah yang telah berulang kali diritualkan dengan jenazah yang pertama kali diritualkan. Almarhum Toding adalah seorang kepala sekolah, anak ke dua dari 3 orang bersaudara. Meninggalkan seorang istri dan 7 orang anak. Semasa hidupnya almarhum dikenang anak-anaknya sebagai ayah yang sangat dekat dengan mereka dibanding ibunya. Anak-anaknya mengenal almarhum sebagai sosok ayah yang tegas. Almarhum akan marah jika anaknya melakukan sesuatu yang dianggapnya salah namun sebaliknya almarhum akan sangat mendukung jika anaknya melakukan sesuatu yang baik. Selalu mengajarkan kepada anaknya untuk jujur, saling membantu, apa adanya dan tidak sombong. Tidak pernah memanjakan anak-anaknya oleh karena itu sejak kecil anak-anaknya sudah dilatih untuk mandiri dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah sesuai dengan kemampuan dan usia mereka masing-masing. Harapan terbesar almarhum adalah agar semua anaknya sekolah tinggisarjana sekali pun untuk harapan itu almarhum harus ngutang . Keinginan agar anak-anaknya kelak hidup mandiri dan tidak tergantung kepada siapa pun selalu disampaikannya pada saat sarapan atau makan malam. 49 Dalam kehidupan bermasyarakat almarhum termasuk tokoh masyarakat yang disegani. Ditengah-tengah keluarga biasanya dipercaya sebagai juru bicara untuk urusan-urusan yang berhubungan dengan adat. Almarhumlah yang menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong sehingga akses jalan yang dapat dilewati kendaraan roda empat dapat menjangkau kampung To‟nakka‟. Almarhum meninggal di Makassar pada tanggal 28 Januari 2011 setelah menjalani operasi. Dua hari kemudian jenazahnya dibawa ke Toraja untuk diupacarakan. Dimakamkan pada tanggal 20 Juli 2011 setelah “disimpan” selama kurang lebih 6 bulan untuk menunggu segala persiapan upacara pemakaman. Ritual ma‟nenek bagi almarhum pertama kali dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2013 Almarhum Nek Tandi adalah ayahanda dari almarhum Toding yang meninggal 9 tahun yang lalu diusia lanjut karena sakit. Ritual ma‟nenek yang ke 2 dilaksanakan baginya di desa Lempo Poton pada tanggal 27 Agustus 2013 sehari setelah almarhum anaknya di ritualkan di desa To‟ Nakka‟. Nampak jelas perbedaan ekspresi dukacita dari keluarga besar. Jika pada ritual almarhum Toding anak-anak, saudara dan keluarga besar masih meratap, menangis bahkan histeris hal tersebut tidak lagi nampak pada almarhum nek Tandi. Jenazahnya yang telah terbungkus rapi hanya dikeluarkan sebentar untuk dijemur, setelah itu dibungkus dengan kain baru lalu disimpan kembali. Tak nampak lagi dukacita pada wajah keluarga . Kasih sayang hanya diungkapkan melalui gotong royong membersihkan kuburan dan lingkungan sekitarnya. 50

B. Partisipan