T2 832012008 BAB III
44 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada Bab ini penulis akan menguraikan tentang metode penelitian kualitatif, partisipan, lokasi penelitian, instrumen dan metode pengumpulan data sera teknik analisis data. Metode penelitian menurut Sarantakos sebagaimana dikutip Poerwandari (2009) adalah metodologi secara literal berarti ilmu tentang metode-metode berisi standar dan prinsip yang digunakan sebagai pedoman penelitian dan metode tersebut dapat menjelaskan sesuatu tentang cara yang dipergunakan peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti empiris. Ini artinya sebuah penelitian akademik memerlukan kaidah tertentu yang mampu menggali data dan informasi yang obyektif. Data lapangan seringkali tersembunyi dan tidak sekaligus dapat digali hanya dengan sekali pertemuan. Pernyataan Poerwandari tersebut di atas menjadi penting terutama untuk menggali data yang sifatnya indigenous yang memerlukan pendekatan kualitatif.
A. Metode Penelitian Kualitatif
Bodgan dan Taylor dalam Moleong, (2010) mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai pendalaman sikap, prilaku dan pengalaman melalui beberapa metode seperti wawancara, atau pertemuan dengan kelompok tertentu yang akan menghasilkan data-data deskriptif dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan penelitian. Oleh karena menganggap sikap, prilaku dan pengalaman penting maka tidak banyak orang yang terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau relasi dengan orang tertentu dalam jangka waktu tertentu (Dawson, 2002).
(2)
45
Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar dan tidak menekankan pada angka statistika sebagaimana yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010), bahwa metode kualitatif menunjuk kepada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif yaitu ungkapan atau catatan mengenai orang-orang atau tingkah laku mereka yang terobservasi.
Poerwandari (2009) mengemukakan beberapa ciri penelitian kualitatif : 1. Mendasarkan diri pada kekuatan narasi.
“Elaborasi naratif sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif untuk memungkinkan pembaca memahami kedalaman, makna dan interpretasi terhadap keutuhan fenomena”.
2. Penelitian dilakukan dalam setting alamiah (naturalistic inquiry), yakni studi terhadap suatu fenomena dilakukan dalam konteks di mana fenomena tersebut ada, sehingga peneliti dapat memperoleh pemahaman holistik tentang fenomena yang diteliti.
3. Analisa induktif.
“Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri”.
4. Kontak personal langsung: peneliti di lapangan
Penelitian kualitatif mengutamakan kedekatan peneliti dengan subjek yang diteliti. Kedekatan hubungan memungkinkan peneliti memperoleh pemahaman yang holistik tentang realitas dan kondisi nyata dari fenomena yang diteliti, karena itu aktivitas lapangan dan kontak personal langsung dengan subjek merupakan aktivitas penting dalam penelitian kualitatif.
(3)
46
5. Perspektif holistik, artinya mendapatkan pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti.
6. Perspektif dinamis, perspektif „perkembangan‟
“Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang”.
7. Orientasi pada kasus unik
“Kasus dipilih sesuai dengan minat dan tujuan khusus yang diuraikan dalam tujuan penelitian.”.
8. Cara memperoleh data berdasarkan pada netralitas-empatis, artinya meyakini realitas dan makna subjektif kehidupan manusia dan berusaha mengungkapkannya.
9. Fleksibilitas desain, maksudnya desain kualitatif bersifat luwes, tidak dapat secara jelas dan lengkap ditentukan secara pasti pada awal, tetapi akan berkembang sejalan berkembangnya pekerjaan penelitian di lapangan.
10. Sirkuler, artinya tidak selalu mengikuti tahap-tahap kaku terstruktur atau tidak mendefinisikan realitas sosial dalam hubungan yang lurus dan jelas antar variabel (sebagaimana cara berpikir linear dalam penelitian kuantitatif).
11. Peneliti adalah instrumen kunci, artinya “peneliti berperan besar dalam seluruh proses penelitian” (h.56).
Penelitian ini tergolong sebuah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Poerwandari (2009) mengemukakan:
Yang didefinisikan sebagai kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas. Beberapa tipe unit yang dapat diteliti dalam bentuk studi kasus: individu-individu, karakteristik atau atribut individu-individu, aksi dan
(4)
47
interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting serta peristiwa atau insiden tertentu (h.124).
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan indigenous yaitu sebuah pendekatan impresif di dalam psikologi, yang memperjelas batas-batas psikologi arus utama tentang perilaku manusia. Lebih terperinci, studi kasus yang dipilih di sini adalah studi kasus intrinsik, di mana penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus, untuk memahami secara utuh kasus tersebut tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2009).
Dalam penelitian ini, penulis memilih metode kualitatif dan tipe penelitian studi kasus intrinsik berdasarkan pemikiran bahwa fenomena yang akan diteliti yakni ekspresi dukacita dan kehilangan serta makna ma‟nenek bagi orang Toraja adalah studi khusus yang menekankan pada penelaan fenomena psikologis dalam konteks kelompok kultural, pribumi, etnik dan keluarga. Alasan penulis menggunakan metode tersebut adalah agar penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan unik tentang ekspresi dukacita dan kehilangan dibalik perilaku orang Toraja yang melaksanakan ritual Ma‟nenek. Melalui pendekatan indigenous penulis akhirnya dapat menemukan bagaimana keluarga yang ditinggalkan akhirnya dapat memutuskan hubungan psikososial dengan orang-orang terkasih yang telah meninggal.
Penulis juga berpendapat bahwa metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus intrinsik memungkinkan penulis melakukan pendekatan personal langsung dan fokus penyelidikan yang mendalam untuk mendapatkan data yang holistik dan dapat menampilkan kedalaman dan detail guna memahami fenomena yang diteliti. Berdasarkan hasil observasi penulis selama mengikuti ritual ini nampak bahwa hanya orang Toraja yang
(5)
48
melaksanakan ritual tersebut yang mengerti dan merasakan makna ritual bagi kelangsungan hidup mereka tanpa orang yang dikasihi lagi. Sedangkan orang luar termasuk orang Toraja yoang tidak melaksanakannya hanya dapat memiliki pengetahuan yang terbatas.
Dalam penelitian ini peneliti memilih ritual ma‟nenek yang dilaksanakan oleh rumpun keluarga besar Ambaa‟ terhadap 2 jenazah yakni alm.Toding (50 tahun) dan almarhum Nek Tandi (83 tahun) yang tinggal di lokasi yang berbeda. Pemilihan tersebut didasarkan pada perbandingan tingkat dukacita bagi jenazah yang telah berulang kali diritualkan dengan jenazah yang pertama kali diritualkan.
Almarhum Toding adalah seorang kepala sekolah, anak ke dua dari 3 orang bersaudara. Meninggalkan seorang istri dan 7 orang anak. Semasa hidupnya almarhum dikenang anak-anaknya sebagai ayah yang sangat dekat dengan mereka dibanding ibunya. Anak-anaknya mengenal almarhum sebagai sosok ayah yang tegas. Almarhum akan marah jika anaknya melakukan sesuatu yang dianggapnya salah namun sebaliknya almarhum akan sangat mendukung jika anaknya melakukan sesuatu yang baik. Selalu mengajarkan kepada anaknya untuk jujur, saling membantu, apa adanya dan tidak sombong. Tidak pernah memanjakan anak-anaknya oleh karena itu sejak kecil anak-anaknya sudah dilatih untuk mandiri dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah sesuai dengan kemampuan dan usia mereka masing-masing. Harapan terbesar almarhum adalah agar semua anaknya sekolah tinggi/sarjana sekali pun untuk harapan itu almarhum harus ngutang . Keinginan agar anak-anaknya kelak hidup mandiri dan tidak tergantung kepada siapa pun selalu disampaikannya pada saat sarapan atau makan malam.
(6)
49
Dalam kehidupan bermasyarakat almarhum termasuk tokoh masyarakat yang disegani. Ditengah-tengah keluarga biasanya dipercaya sebagai juru bicara untuk urusan-urusan yang berhubungan dengan adat. Almarhumlah yang menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong sehingga akses jalan yang dapat dilewati kendaraan roda empat dapat menjangkau kampung To‟nakka‟. Almarhum meninggal di Makassar pada tanggal 28 Januari 2011 setelah menjalani operasi. Dua hari kemudian jenazahnya dibawa ke Toraja untuk diupacarakan. Dimakamkan pada tanggal 20 Juli 2011 setelah “disimpan” selama kurang lebih 6 bulan untuk menunggu segala persiapan upacara pemakaman. Ritual ma‟nenek bagi almarhum pertama kali dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2013
Almarhum Nek Tandi adalah ayahanda dari almarhum Toding yang meninggal 9 tahun yang lalu diusia lanjut karena sakit. Ritual ma‟nenek yang ke 2 dilaksanakan baginya di desa Lempo Poton pada tanggal 27 Agustus 2013 sehari setelah almarhum anaknya di ritualkan di desa To‟ Nakka‟. Nampak jelas perbedaan ekspresi dukacita dari keluarga besar. Jika pada ritual almarhum Toding anak-anak, saudara dan keluarga besar masih meratap, menangis bahkan histeris hal tersebut tidak lagi nampak pada almarhum nek Tandi. Jenazahnya yang telah terbungkus rapi hanya dikeluarkan sebentar untuk dijemur, setelah itu dibungkus dengan kain baru lalu disimpan kembali. Tak nampak lagi dukacita pada wajah keluarga . Kasih sayang hanya diungkapkan melalui gotong royong membersihkan kuburan dan lingkungan sekitarnya.
(7)
50 B. Partisipan
I. Karakteristik partisipan
Sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk mengetahui ekspresi dukacita dan makna ma‟nenek bagi orang Toraja maka partisipan ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan karakteristik sebagai berikut:
1. Suku Toraja asli yang melaksanakan ritual Ma‟nenek
2. Keluarga terdekat almarhum yang dipilih dalam penelitian ini 3. Bersedia menjadi subjek penelitian
C. Lokasi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini pada orang Toraja yang tinggal di desa To‟Nakka‟ dan Lempo Poton, kecamatan Rinding-Allo, kabupaten Toraja Utara.
Alasan pemilihan lokasi, Pertama keragaman bentuk artikulasi penggunaan simbol-simbol yang digunakan di tiap-tiap kampung adat, daerah dan wilayah pada satu komunitas besar memaksa penulis membuat batasan wilayah penelitian di satu kecamatan saja.
Kedua di kecamatan di mana terletak kedua desa ini ternyata semakin banyak keluarga yang melaksanakan ritual ma‟nenek .Ketiga, di daerah ini juga peneliti dapat menemui beberapa Tominaa (tokoh adat) baik yang sudah beragama kristen maupun yang masih aluk to dolo (agama asli suku Toraja) sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data-data. Keempat di desa To‟Nakka‟ ritual ma‟nenek diadakan setiap tahun sementara di desa Lempo Poton hanya sekali dalam tiga tahun. Kelima, akses jalan ke lokasi tersebut juga tidak terlalu sulit.
(8)
51
D. Instrumen dan metode pengumpulan data
Menurut Poerwandari (2009) dalam penelitan kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci yang berperan besar dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih dan mendekati topik, mengumpulkan data hingga menganalisis dan melakukan interpretasi.
Metode pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dengan partisipan dan studi dokumentasi. Observasi atau pengamatan artinya melihat atau memperhatikan, diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut, sedangkan wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2009).
Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Suryabrata, 1984). Sesuai dengan pendekatan Psikologi Indigenous, maka metodenya dilakukan dalam bentuk observasi partisipan, wawancara, focus group discussion bahkan juga dapat melakukan testing psikologi. Selanjutnya Enriques mengatakan, “Dari minimum membangun dan mempertahankan empati melalui pagdalaw-dalaw atau kunjungan informal atau singgah atau mampir atau interaksi secara langsung dalam habitat alamiah pembawa budaya”.
Penulis melakukan observasi ke daerah dimana ritual ini dilaksanakan bahkan sudah beberapa kali ikut dalam pelaksanaan Ma‟nenek sejak bulan Agustus 2010-2013 di beberapa wilayah yang berbeda. Selama observasi dan penelitian untuk pengambilan data awal, penulis telah melakukan wawancara melalui pendekatan indigenous dengan desain yang terbuka dan tidak kaku.
(9)
52
Menurut Kim dan Berry (1993), ada empat karakteristik utama dalam wawancara indigenous yaitu:
1. Bersifat partisipatorik, partisipan ikut menentukan arah dan manajemen waktu
2. Peneliti dan partisipan memiliki status sejajar, kedua belah pihak boleh mengajukan pertanyaan
3. Cocok dan adaptif dengan kondisi partisipan artinya sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang sudah ada
4. Diintegrasikan dengan metode-metode penelitian indigenous lain.
Dalam pendekatan psikologi indigenous ini peneliti memerlukan guiding principle sebagai prinsip-prinsip dasar dalam kerja lapangan antara lain:
1. Tingkat interaksi menentukan kualitas data yang diperoleh. Menjadi one-of-us atau outsider.
2. Peneliti seharusnya memperlakukan para partisipan penelitiannya setara dengannya atau lebih tinggi sebagai sesama manusia
3. Peneliti seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan partisipan dari pada mendapatkan data dari mereka. Tanggungjawab etik peneliti seharusnya adalah orang dan bukan institusi atau lembaga dananya. 4. Metode penelitian seharusnya dipilih berdasarkan kesesuaian dengan
populasi dan dibuat untuk diadaptasikan dengan norma-norma kultural yang sudah ada.
5. Bahasa orang seharusnya menjadi bahasa penelitian. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, peneliti lokal seharusnya diminta bantuannya. Hanya dengan bahasa ibu merekalah seseorang bisa benar-benar mengekspresikan sentimen, ide, persepsi dan sikap terdalamnya.
(10)
53 E. Teknik analisis data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif. Menurut Poerwandari (2009), “Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri”. Patton (dalam Poerwandari, 2009) berpendapat bahwa analisis induktif dimulai dengan observasi khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori dan pola hubungan di antara kategori-kategori-kategori-kategori tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yakni deskripsi mendalam terhadap fenomena ritual ma‟nenek. Berdasarkan itu digunakan “model dari” (model of) yakni dengan menggunakan pengamatan terlibat kemudian dari sudut pandang masyarakat setempat (sudut emik) mengungkapkan makna serta fungsi dari ritual kematian tersebut. Dalam hal ini peneliti dan informan ritual yang ada yakni sikap, ucapan, ekspresi, benda-benda atau materi dan tindakan ritual sehingga nampak penafsiran intersubjektif. Selanjutnya untuk mengungkapkan makna dan fungsi rital ma‟nenek tersebut, digunakan pendekatan indigenous. Melalui teknik ini akan dideskripsikan fenomena ritual tersebut di atas (sikap, ucapan, ekspresi, benda-benda atau materi dan tindakan ritual) secara holistik.
(1)
48
melaksanakan ritual tersebut yang mengerti dan merasakan makna ritual bagi kelangsungan hidup mereka tanpa orang yang dikasihi lagi. Sedangkan orang luar termasuk orang Toraja yoang tidak melaksanakannya hanya dapat memiliki pengetahuan yang terbatas.
Dalam penelitian ini peneliti memilih ritual ma‟nenek yang dilaksanakan oleh rumpun keluarga besar Ambaa‟ terhadap 2 jenazah yakni alm.Toding (50 tahun) dan almarhum Nek Tandi (83 tahun) yang tinggal di lokasi yang berbeda. Pemilihan tersebut didasarkan pada perbandingan tingkat dukacita bagi jenazah yang telah berulang kali diritualkan dengan jenazah yang pertama kali diritualkan.
Almarhum Toding adalah seorang kepala sekolah, anak ke dua dari 3 orang bersaudara. Meninggalkan seorang istri dan 7 orang anak. Semasa hidupnya almarhum dikenang anak-anaknya sebagai ayah yang sangat dekat dengan mereka dibanding ibunya. Anak-anaknya mengenal almarhum sebagai sosok ayah yang tegas. Almarhum akan marah jika anaknya melakukan sesuatu yang dianggapnya salah namun sebaliknya almarhum akan sangat mendukung jika anaknya melakukan sesuatu yang baik. Selalu mengajarkan kepada anaknya untuk jujur, saling membantu, apa adanya dan tidak sombong. Tidak pernah memanjakan anak-anaknya oleh karena itu sejak kecil anak-anaknya sudah dilatih untuk mandiri dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah sesuai dengan kemampuan dan usia mereka masing-masing. Harapan terbesar almarhum adalah agar semua anaknya sekolah tinggi/sarjana sekali pun untuk harapan itu almarhum harus ngutang . Keinginan agar anak-anaknya kelak hidup mandiri dan tidak tergantung kepada siapa pun selalu disampaikannya pada saat sarapan atau makan malam.
(2)
49
Dalam kehidupan bermasyarakat almarhum termasuk tokoh masyarakat yang disegani. Ditengah-tengah keluarga biasanya dipercaya sebagai juru bicara untuk urusan-urusan yang berhubungan dengan adat. Almarhumlah yang menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong sehingga akses jalan yang dapat dilewati kendaraan roda empat dapat menjangkau kampung To‟nakka‟. Almarhum meninggal di Makassar pada tanggal 28 Januari 2011 setelah menjalani operasi. Dua hari kemudian jenazahnya dibawa ke Toraja untuk diupacarakan. Dimakamkan pada tanggal 20 Juli 2011 setelah “disimpan” selama kurang lebih 6 bulan untuk menunggu segala persiapan upacara pemakaman. Ritual ma‟nenek bagi almarhum pertama kali dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2013
Almarhum Nek Tandi adalah ayahanda dari almarhum Toding yang meninggal 9 tahun yang lalu diusia lanjut karena sakit. Ritual ma‟nenek yang ke 2 dilaksanakan baginya di desa Lempo Poton pada tanggal 27 Agustus 2013 sehari setelah almarhum anaknya di ritualkan di desa To‟ Nakka‟. Nampak jelas perbedaan ekspresi dukacita dari keluarga besar. Jika pada ritual almarhum Toding anak-anak, saudara dan keluarga besar masih meratap, menangis bahkan histeris hal tersebut tidak lagi nampak pada almarhum nek Tandi. Jenazahnya yang telah terbungkus rapi hanya dikeluarkan sebentar untuk dijemur, setelah itu dibungkus dengan kain baru lalu disimpan kembali. Tak nampak lagi dukacita pada wajah keluarga . Kasih sayang hanya diungkapkan melalui gotong royong membersihkan kuburan dan lingkungan sekitarnya.
(3)
50 B. Partisipan
I. Karakteristik partisipan
Sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk mengetahui ekspresi dukacita dan makna ma‟nenek bagi orang Toraja maka partisipan ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan karakteristik sebagai berikut:
1. Suku Toraja asli yang melaksanakan ritual Ma‟nenek
2. Keluarga terdekat almarhum yang dipilih dalam penelitian ini 3. Bersedia menjadi subjek penelitian
C. Lokasi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini pada orang Toraja yang tinggal di desa To‟Nakka‟ dan Lempo Poton, kecamatan Rinding-Allo, kabupaten Toraja Utara.
Alasan pemilihan lokasi, Pertama keragaman bentuk artikulasi penggunaan simbol-simbol yang digunakan di tiap-tiap kampung adat, daerah dan wilayah pada satu komunitas besar memaksa penulis membuat batasan wilayah penelitian di satu kecamatan saja.
Kedua di kecamatan di mana terletak kedua desa ini ternyata semakin banyak keluarga yang melaksanakan ritual ma‟nenek .Ketiga, di daerah ini juga peneliti dapat menemui beberapa Tominaa (tokoh adat) baik yang sudah beragama kristen maupun yang masih aluk to dolo (agama asli suku Toraja) sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data-data. Keempat di desa To‟Nakka‟ ritual ma‟nenek diadakan setiap tahun sementara di desa Lempo Poton hanya sekali dalam tiga tahun. Kelima, akses jalan ke lokasi tersebut juga tidak terlalu sulit.
(4)
51
D. Instrumen dan metode pengumpulan data
Menurut Poerwandari (2009) dalam penelitan kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci yang berperan besar dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih dan mendekati topik, mengumpulkan data hingga menganalisis dan melakukan interpretasi.
Metode pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dengan partisipan dan studi dokumentasi. Observasi atau pengamatan artinya melihat atau memperhatikan, diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut, sedangkan wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2009).
Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Suryabrata, 1984). Sesuai dengan pendekatan Psikologi Indigenous, maka metodenya dilakukan dalam bentuk observasi partisipan, wawancara, focus group discussion bahkan juga dapat melakukan testing psikologi. Selanjutnya Enriques mengatakan, “Dari minimum membangun dan mempertahankan empati melalui pagdalaw-dalaw atau kunjungan informal atau singgah atau mampir atau interaksi secara langsung dalam habitat alamiah pembawa budaya”.
Penulis melakukan observasi ke daerah dimana ritual ini dilaksanakan bahkan sudah beberapa kali ikut dalam pelaksanaan Ma‟nenek sejak bulan Agustus 2010-2013 di beberapa wilayah yang berbeda. Selama observasi dan penelitian untuk pengambilan data awal, penulis telah melakukan wawancara melalui pendekatan indigenous dengan desain yang terbuka dan tidak kaku.
(5)
52
Menurut Kim dan Berry (1993), ada empat karakteristik utama dalam wawancara indigenous yaitu:
1. Bersifat partisipatorik, partisipan ikut menentukan arah dan manajemen waktu
2. Peneliti dan partisipan memiliki status sejajar, kedua belah pihak boleh mengajukan pertanyaan
3. Cocok dan adaptif dengan kondisi partisipan artinya sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang sudah ada
4. Diintegrasikan dengan metode-metode penelitian indigenous lain.
Dalam pendekatan psikologi indigenous ini peneliti memerlukan guiding principle sebagai prinsip-prinsip dasar dalam kerja lapangan antara lain:
1. Tingkat interaksi menentukan kualitas data yang diperoleh. Menjadi one-of-us atau outsider.
2. Peneliti seharusnya memperlakukan para partisipan penelitiannya setara dengannya atau lebih tinggi sebagai sesama manusia
3. Peneliti seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan partisipan dari pada mendapatkan data dari mereka. Tanggungjawab etik peneliti seharusnya adalah orang dan bukan institusi atau lembaga dananya. 4. Metode penelitian seharusnya dipilih berdasarkan kesesuaian dengan
populasi dan dibuat untuk diadaptasikan dengan norma-norma kultural yang sudah ada.
5. Bahasa orang seharusnya menjadi bahasa penelitian. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, peneliti lokal seharusnya diminta bantuannya. Hanya dengan bahasa ibu merekalah seseorang bisa benar-benar mengekspresikan sentimen, ide, persepsi dan sikap terdalamnya.
(6)
53 E. Teknik analisis data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif. Menurut Poerwandari (2009), “Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri”. Patton (dalam Poerwandari, 2009) berpendapat bahwa analisis induktif dimulai dengan observasi khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori dan pola hubungan di antara kategori-kategori-kategori-kategori tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yakni deskripsi mendalam terhadap fenomena ritual ma‟nenek. Berdasarkan itu digunakan “model dari” (model of) yakni dengan menggunakan pengamatan terlibat kemudian dari sudut pandang masyarakat setempat (sudut emik) mengungkapkan makna serta fungsi dari ritual kematian tersebut. Dalam hal ini peneliti dan informan ritual yang ada yakni sikap, ucapan, ekspresi, benda-benda atau materi dan tindakan ritual sehingga nampak penafsiran intersubjektif. Selanjutnya untuk mengungkapkan makna dan fungsi rital ma‟nenek tersebut, digunakan pendekatan indigenous. Melalui teknik ini akan dideskripsikan fenomena ritual tersebut di atas (sikap, ucapan, ekspresi, benda-benda atau materi dan tindakan ritual) secara holistik.