Analisis Atas Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung
(2)
(3)
ii
management. In order to create equity in land and building tax collection, then set the policy on land and building tax reduction. Reduction of Land and Building Tax (PBB) is granting tax relief payable on the taxable income. While the material compliance is a situation where the taxpayer meets all material terms of taxation, ie according to the letter and spirit Taxation Act.
The method used in this research is descriptive and verification method. Descriptive method used to determine the variable picture of land and building tax reduction and variable material compliance with individual taxpayers, while the verification to find out the relationship between land and building tax reduction and material compliance of individual taxpayers.
The results of this study indicate that land and building tax reductions have a significant effect in improving the compliance of material an individual taxpayer in the tax office in Bandung Region. There is a fairly strong relationship between land and building tax reduction in material compliance with an individual taxpayer in the Tax Office Primary Area Bandung.
Keywords: The Reduction Of Land And Property Tax , Individual Tax Material compliance
(4)
i BANDUNG
Pajak Bumi dan Bangunan memiliki peran yang penting bagi kelangsungan dan kelancaran pembangunan, maka perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih intensif. Dalam rangka menciptakan keadilan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, maka diatur kebijakan tentang pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak. Sedangkan kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan variabel kepatuhan material wajib pajak orang pribadi, sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan kepatuhan material wajib pajak orang pribadi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kepatuhan material wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Kota Bandung. Terdapat hubungan yang cukup kuat antara pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan kepatuhan material wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung.
Kata kunci: Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang Pribadi
(5)
1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pemungutan
pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu Self Assesment System. Kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua ketentuan
material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Pada saat SPPT sampai
di tangan wajib pajak tentunya akan menimbulkan respon dari wajib pajak.
Mungkin sebagian wajib pajak yang memiliki kepatuhan akan langsung
membayar pajak terutangnya. (Majalah Berita Pajak, Oleh: Sujono, 15 Januari
2009). Semua jenis pajak yang dipungut memerlukan kepatuhan guna mencapai
jumlah penerimaan pajak yang optimal karena pajak merupakan sumber
penerimaan yang memberikan peranan sangat berarti sebagai penyedia dana untuk
pembiayaan fungsi pemerintah. Salah satu jenis pajak yang dimaksud adalah
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dapat berperan juga sebagai fungsi
kebijakan yang terkait dengan bumi dan bangunan selain fungsi budgetair. Pajak
Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan dalam arti
besarnya pajak terhutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah
dan/atau bangunan, keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
(6)
Kepatuhan perpajakan merupakan isu penting dalam sistem pemungutan
pajak, beberapa masalah maupun kendala dalam kepatuhan masih menjadi
perhatian Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan informasi dari Kantor Pelayanan
Pajak Prtama di wilayah Kota Bandung, tunggakan pajak bumi dan bangunan
(PBB) di Kota Bandung meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Untuk
tahun 2010 ini, target pendapatan PBB kembali tidak mencapai sasaran. Pasalnya,
beberapa perusahaan besar menunggak membayar PBB pada Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) Kota Bandung. Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bandung
tidak mencapai target karena banyak perusahaan yang menunggak. Tunggakan
PBB terbesar masuk dalam kategori yang penghasilan wajib pajaknya lebih dari
Rp 2.000.000,00. Sementara itu, beberapa pengusaha di Bandung mengaku
bahwa pengusaha memang semakin kesulitan membayar pajak bumi dan
bangunan. Para pengusaha meminta agar perhitungan pajak tersebut direvisi dulu.
Dalam kondisi seperti ini, mereka membutuhkan keringanan pajak.
Disamping itu, fenomena lain yang mendukung bahwa para wajib pajak
yang belum membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) akan didatangi petugas
pajak. Penyisiran ini dilakukan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Jawa Barat I bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bandung. Pelunasan
tunggakan sulit dilakukan, dalam tujuh tahun terakhir hanya 1-2 tahun yang
efektif atas penagihan tunggakan. Kesulitan menagih tunggakan PBB ini, salah
satunya karena alasan individual. Sering kali tagihan SPPT-nya tidak begitu besar,
tetapi ongkos untuk menuju lokasi pembayaran yang lebih mahal. Dengan
(7)
Bandung sangat besar sehingga potensi tunggakan juga tinggi. Hal itu juga
menyebabkan kanwil pajak memerlukan usaha yang besar untuk menggali potensi
dari tagihan tunggakan wajib pajak. Untuk itu, dilakukan operasi sisir di mana
pemkot, KPP Pratama, serta bank terbayar bisa mendatangi wajib pajak dan
menagih PBB-nya. Selain untuk pelunasan PBB, operasi sisir juga dimaksudkan
untuk memberi penerangan kepada masyarakat mengenai kewajiban membayar
pajak. Karena hingga saat ini masih banyak warga Kota Bandung dan juga
pengusahanya seperti pemilik FO atau pedagang belum memahami tata cara
pembayaran pajak dan penghitungannya.
Kemudian, Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung
berencana mengikutsertakan pihak kecamatan dan kelurahan untuk melakukan
penagihan pajak, karena mereka yang memiliki wilayah. Akan tetapi, tentunya
pihak petugas pajak pun berharap adanya kesadaran dari masyarakat untuk
membayar PBB tepat waktu. Salah satu permasalah PBB yang masih ditemui di
masyarakat adalah munculnya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) lama
setelah diadakan perubahan dengan wajib pajak baru yang sudah direvisi hingga
menyebabkan tunggakan. Padahal, bisa saja tunggakan itu tidak ada, karena
sebenarnya sudah dibayar oleh wajib pajak baru. Kemudian, obyek dan subyek
pajak tidak jelas. Sehingga petugas kesulitan saat menyerahkan surat
pemberitahuan pajak terhutang (SPPT). Masalah lainnya,WP merasa pajak yang
harus dibayar terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan pendapatan mereka.
(8)
Fenomena diatas juga didukung dengan masalah Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kota Bandung baru tertagih sebesar 37% atau sekitar Rp79,8
miliar dari target 2008 sebesar Rp214 miliar. Padahal hanya empat bulan lagi atau
sudah masuk pada triwulan ke-3 dan PBB wajib mencapai target. Kepala Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung Yossi Irianto menyebutkan, saat ini
ada 451.150 wajib pajak. Dari jumlah tersebut sekitar 20%-nya merupakan wajib
pajak di atas Rp 2.000.000,00 atau wajib pajak besar dan 80% jumlah PBB
penyumbangnya adalah kalangan wajib pajak besar yang kebanyakan merupakan
perusahaan ini. Namun, kalangan ini masih banyak yang menunggak pajak,
seharusnya wajib pajak perorangan dan rumah tangga yang prosentase patuhnya
lebih tinggi,ini menjadi tugas bagi kita dalam pengelolaan pendapatan daerah.
Dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan operasi sisir door to door. Dalam menggelar operasi itu pihaknya akan menerjunkan 112 personel yang akan terjun
langsung mengunjungi rumah-rumah warga yang belum membayar pajak. Batas
akhir pembayaran pada Minggu mendatang. Dan akan diberikan denda hingga
2% per bulan jika lewat dari batas yang ditetapkan. Dalam operasi tersebut, juga
akan memaksimalkan camat dan lurah untuk terus mengingatkan dan menagih
pada publik dan pajak harus bisa terus tertagih oleh Dispenda. (Yossi, 2008)
Di samping itu, hingga akhir 2009 Pajak Bumi Bangunan di wilayah Jakarta
Utara, belum memenuhi target. Ini membuktikan bahwa masyarakat sampai saat
ini belum sadar tentang kewajibannya membayar pajak. Untuk itu Pemerintah
Admintrasi Jakarta Utara akan melakukan tindakan tegas terhadap wajib pajak
(9)
Adminitrasi Jakarta Utara meminta seluruh camat dan lurah mengingatkan kepada
warganya yang belum bayar PBB. Hingga saat ini Pemerintah Adminitrasi Jakarta
Utara baru mengumpulkan 95% atau sekitar Rp 443 miliar dari target 463,5
miliar. Total pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan itu sampai saat ini baru Rp
443 miliar. Padahal pajak itu dari masyarakat akan dikembalikan untuk kegiatan
pembangunan. Pihak sekretariat Kota Administrasi Jakarta Utara telah melakukan
imbauan kepada masyarakat melalui RT/RW maupun pada wajib pajak potensial
agar membayar PBB jangan sampai pada saat jatuh tempo. Pajak paling tinggi
diterima dari kecamatan Penjaringan yakni Rp125 miliar, disusul Kelapa Gading
,Rp82,2 miliar, Pademangan Rp 71,6 miliar, Cilincing, Rp35,6 miliar dan Koja,
Rp33 miliar. Dibanding tahun 2008 yakni mencapai Rp 470,7 miliar PBB tahun
ini turun 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan tegas terhadap wajib
pajak yang membandel dilakukan karena dianggap mereka tidak ada itikad baik
memenuhi kewajibannya. Siapapun yang terbukti menunggak PBB, akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Wandi, 2009)
Mengingat pentingnya peran Pajak Bumi dan Bangunan bagi kelangsungan
dan kelancaran pembangunan, maka perlu penanganan dan pengelolaan yang
lebih intensif. Penanganan dan pengelolaan tersebut diharapkan mampu menuju
tertib administrasi serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembiayaan pembangunan. Dalam rangka menciptakan keadilan dalam
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, maka diatur kebijakan tentang
pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 1994
(10)
memberikan pengurangan pajak yang terhutang. Pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek
Pajak. (Hairul Pahmi, 2009)
Menyangkut persentase pemberian pengurangan ini khusus untuk veteran
aturannya adalah sudah baku yaitu 75% sedangkan untuk yang lain belum ada
sehingga menimbulkan ketidaksamaan. Pemberian pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan di KPPBB/KPP Pratama antara satu dengan yang lain bervariasi
tergantung kebijakan masing-masing. Artinya bahwa persentase pemberian
pengurangan masih bersifat subjektif. Di era modernisasi DJP yang sekarang sedang berlangsung perlu adanya kepastian, transparansi dan keadilan sehingga
diperlukan paraturan yang baku agar tidak ada complain dari wajib pajak paling
tidak dapat meminimalisir. (Sujono, 2009).
Pemerintah telah berupaya untuk menciptakan keadilan bagi para wajib
pajak, khususnya wajib pajak yang kurang mampu dalam memenuhi kewajiban
pajak terutangnya. Dengan adanya kebijakan ini, Pemerintah berharap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan dapat dicapai sesuai dengan target dan bisa mengubah
cara pandang wajib pajak terhadap Pajak Bumi dan Bangunan bahwa pajak
tersebut bukanlah sesuatu hal yang menakutkan dan harus dihindari. Bedasarkan
informasi dari salah satu kepala bagian seksi pengawasan dan konsultasi
(waskon), setelah wajib pajak diberi pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan,
mereka menjadi lebih patuh untuk membayar pajak pada tahun berikutnya.
Karena, yang dirasa ole wajib pajak, mereka telah diberi keringanan sehingga
(11)
menjadi beban seperti sebelumnya. Namun, masih ada kendala mengenai besaran
persentase pemberian pengurangan yang belum memiliki acuan.
Di sisi lain, sesuai dengan sifatnya bahwa PBB adalah pajak obyektif
sehingga dalam pengenaan pajaknya yang dilihat didasarkan kepada keadaan
obyeknya dan tidak dipengaruhi oleh subyek pajaknya. Meskipun demikian, jika
wajib pajak badan ataupun wajib pajak orang pribadi tidak mempunyai
kemampuan disisi keuangannya maka wajib pajak tersebut dapat menggunakan
haknya dengan mengajukan pengurangan pajak sesuai dengan pasal 19
undang-undang PBB. Dalam menyelesaikan permohonan pengurangan PBB baik yang
diajukan wajib pajak orang pribadi atau pun wajib pajak badan aturan yang
digunakan adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-10/PJ.6/1999
tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tata Cara Pemberian pengurangan PBB. Pada
peraturan tersebut persyaratan keduanya hanya berbeda pada wajib pajak badan
harus dilampiri dengan Foto copy SPPT tahun sebelumnya dan Laporan
Keuangan Perusahaan, sedangkan untuk persyaratan lainnya sama, yaitu SPPT
tahun pajak yang diajukan dan foto copy STTS tahun sebelumnya. Dengan
persyaratan tersebut, jelas wajib pajak sebelum mengajukan permohonan
pengurangan PBB terlebih dahulu harus membayar lunas tahun sebelumnya,
karena STTS (Surat Tanda Terima Setoran) pada dasarnya akan diberikan apabila
telah dibayar lunas sesuai nominal yang tercantum. Kenyataan ini, nampaknya
sulit untuk dapat dipenuhi oleh wajib pajak yang pajak terhutangnya cukup besar.
(12)
mengangsur pembayaran PBB terhutang sampai dengan batas waktu jatuh tempo
pembayaran.
Kebijakan tersebut nampaknya dapat dilaksanakan dengan baik manakala
perusahaan atau wajib pajak badan dalam kondisi normal atau tidak mengalami
kesulitan dari sisi keuangan, tetapi jika perusahaan sedang mengalami kesulitan
likuiditas bahkan menuju kebangkrutan maka untuk memenuhi kewajiban itu akan
sangat sulit dipenuhi sampai dengan jatuh tempo yang ditentukan. Kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek termasuk kewajiban perpajakan
khususnya PBB sebenarnya dapat dilihat dari laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan publik, berapa besar kemampuan wajib pajak tersebut memenuhi
kewajibannya termasuk didalamnya kewajiban membayar PBB. Jika pengurangan
Pajak Bumi dan Bangunan mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-10/PJ.6/1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tata Cara Pemberian
pengurangan PBB yang mensyaratkan wajib pajak lunas PBB tahun sebelumnya
maka rasa keadilan bagi wajib pajak tidak ada. Dengan kondisi perusahaan yang
merugi dan kesulitan likuiditas seyogyanya Ditjen Pajak dapat memberikan
kemudahan terhadap persyaratan diluar kemampuan wajib pajak. Oleh karena itu
persyaratan permohonan pengurangan PBB untuk lunas PBB tahun sebelumnya
untuk wajib pajak badan akan lebih dirasakan adil tidak dijadikan syarat mutlak
tetapi hanya dijadikan salah satu faktor yang dipertimbangkan terkait dengan
kepatuhan wajib pajak saja, ketika akan memberikan besaran persentase
(13)
dipertahankan tidak akan memberikan kontribusi terhadap realisasi penerimaan
melainkan akan menambah jumlah pokok tunggakan pajak.
Disamping itu, besaran persentasi pemberian pengurangan PBB terhadap
wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan sangat bias, tidak ada aturan
yang dapat dipedomani secara jelas dengan kata lain subyektifitas sangat tinggi.
Kecenderungan besaran persentasi pengurangan yang diberikan sama dengan
besaran persentasi yang diberikan tahun-tahun sebelumnya. Rasio arus kas
ditujukan untuk menghitung kemampuan arus kas operasi dalam membayar
kewajiban lancar. Surat Tanda Terima Setoran (STTS) pajak tahun sebelumnya
tidak dijadikan persyaratan mutlak. Namun demikian, pembayaran atau angsuran
pajak tahun-tahun sebelumnya dijadikan bahan pertimbangan bahwa wajib pajak
tersebut mempunyai niat baik untuk memenuhi kewajibannya. (Ezar, 2008.)
Untuk itu maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-10/PJ.6/1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tata Cara Pemberian pengurangan
PBB perlu ditinjau kembali, khususnya terkait dengan persyaratan bagi wajib
pajak dan besaran persentase agar dapat memudahkan pelaksanaan di lapangan
dan dapat memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak. Hal tersebut diharapkan
agar dapat menekan permasalahan yang terjadi di daerah mengenai pengurangan
PBB.
Hal tersebut didukung dengan fenomena bahwa masih terdapat masalah
dalam penentuan persentase pengurangan pajak bumi dan bangunan di Kantor
Pelayan Pajak Pratam di wilayah Bandung. Di dalam menentukan berapa
(14)
sangatlah bias, karena penentuan besaran persentase tersebut antara kebijakan
waskon satu dengan waskon yang lain berbeda-beda dan tidak memiliki kesamaan
yang pasti. (Sony, 2010)
Kemudian permasalahan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terjadi
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung dimana terdapat
protes karena wajib pajak yang mengajukan permohonan pengurangan PBB
ditolak, karena syarat formal tidak terpenuhi yaitu telah melebihi batas waktu
pengurangan permohonan pengurangan. Permohonan pengurangan tersebut
seharusnya diajukan paling lambat 3 bulan terhitung sejak diterimanya SPPT.
Kesalahpahaman antara petugas pajak dengan wajib pajak dengan persyaratan
yang harus dipenuhi dan kurang memperhatikan tanggal penerimaan SPPT
tersebut menjadi kendala. (Sudi Santoso, 2010)
Fenomena lain ditunjukkan dengan dijumpainya permasalahan dan kendala
dalam pemberian pengurangan PBB pada pensiunan PNS di Bandung.
Pengabdian dan pelayanan yang telah diberikan para pensiunan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) sudah selayaknya diberi penghargaan dan perhatian pemerintah kota
Bandung, karena mempunyai jasa yang besar terhadap pemerintah dan
masyarakat. Bentuk penghargaan berupa kemudahan pengurusan pembayaran
PBB bagi mereka. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No 110/PMK.03/- 2009
soal pengurangan PBB, para pensiunan akan memperoleh pengurangan pajak
bumi dan bangunan (PBB) sebesar 75%, termasuk juga veteran pejuang, veteran
pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda maupun
(15)
dokumen tersebut. Selain tata cara pengurusan yang sangat rumit, dana yang
mereka keluarkan juga tidak sedikit. Pemerintah kota Bandung seharusnya
mempunyai perhatian yang serius untuk berkoordinasi dengan kantor pelayanan
pajak.
Hal tersebut didukung pula dengan fenomena adanya persepsi ketidakadilan
masih dirasakan wajib pajak, hal ini ditandai dengan tindakan demo masyarakat
pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kekayaan Asset Daerah (DPPKAD)
Subang, karena pemerintah dianggap tidak adil, yaitu pemberian pengurangan
pembayaran PBB tidak sama di Kecamatan Legonkulon. Target pengurangan
PBB sebesar 25% menjadi 15% juga menjadi permasalahan, karena PBB yang
telah dibayar ternyata masih ada sisa pembayaran PBB yang belum dilunasi dan
tidak ada ketentuan yang jelas dalam penurunan tarif pengurangan tersebut. Hal
ini dijelaskan oleh pemerintah setempat bahwa target PBB satu Kecamatan
Legonkulon sejumlah Rp 267.313.514,00 diantaranya untuk Desa Pangarengan
Rp 38.436.879,00 Desa Tegalurung Rp 79.568.940,00 Desa Legonkulon Rp
43.075.344,00 mendapatkan keringanan PBB mencapai 25%, namun untuk Desa
Bobos sesuai targetnya Rp 31.426.628,00 dan Desa Karangmulya Rp
34.922.396,00 mendapatkan pengurangan pembayaran PBB sebanyak 15 persen,
pengurangan tersebut disesuaikan dengan hasil Analisis Regional (AR) di
lapangan atau di desa masing-masing. Petugas AR turun ke lapangan guna
mencek kondisi desa dimaksud dari kendala bencana atau masalah pada sektor
usaha masyarakatnya, baik dalam bidang perempangan dan sejenisnya, serta
(16)
hama wereng. Dari sanalah kebijakan besaran pengurangan pembayaran PBB
yang disesuaikan dengan hasil pemeriksaan AR. (Raka , 2010)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu faktor pemasukan
bagi negara yang cukup potensial dan kontribusi terhadap pendapatan Negara jika
dibandingkan dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Dalam rangka
menciptakan keadilan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, maka diatur
kebijakan tentang pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan adanya
kebijakan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sehingga dapat menggugah
kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar Pajak tepat pada waktunya dan sesuai
dengan undang-undang.
Berkenaan dengan hal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Atas Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut :
1. Tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kota Bandung meningkat
dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Untuk tahun 2010 ini, target
pendapatan PBB kembali tidak mencapai sasaran. Pasalnya, beberapa
(17)
2. Pelunasan tunggakan sulit dilakukan karena dalam tujuh tahun terakhir
hanya 1-2 tahun yang efektif atas penagihan tunggakan. Kesulitan
menagih tunggakan PBB ini, salah satunya karena alasan individual.
Sering kali tagihan SPPT-nya tidak begitu besar, tetapi ongkos untuk
menuju lokasi pembayaran yang lebih mahal.
3. Salah satu permasalah PBB yang masih ditemui di masyarakat adalah
munculnya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) lama setelah
diadakan perubahan dengan wajib pajak baru yang sudah direvisi hingga
menyebabkan tunggakan.
4. Terdapat masalah dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
kota Bandung seperti adanya obyek dan subyek pajak tidak jelas. Sehingga
petugas kesulitan saat menyerahkan surat pemberitahuan pajak terhutang
(SPPT). Masalah lainnya,WP merasa pajak yang harus dibayar terlalu
tinggi dan tidak sesuai dengan pendapatan mereka.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Bandung baru tertagih sebesar
37% atau sekitar Rp79,8 miliar dari target 2008 sebesar Rp214 miliar.
6. Hingga akhir tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah Jakarta
Utara baru mengumpulkan 95% atau sekitar Rp 443 M dari target Rp
463,5 M
7. Terdapat masalah dalam penentuan persentase pengurangan pajak bumi
dan bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota
(18)
8. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kota Bandung terdapat
kesalahpahaman antara petugas pajak dengan wajib pajak. Dan, wajib
pajak masih saja kurang paham dengan persyaratan pengurangan PBB
yang harus dipenuhi.
9. Para pensiunan PNS di kota Bandung mengalami sejumlah kendala dalam
pengurusan dokumen permohonan pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan. Selain tata cara pengurusan yang sangat rumit, dana yang
mereka keluarkan juga tidak sedikit.
10. Besaran Persentase pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
masih bersifat subjektif
11. Pemberian keringanan berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
masih memiliki persyaratan yang memberatkan Wajib Pajak
12. Pemberian pengurangan pembayaran PBB anta satu daerah dengan daerah
yang lain tidak sama
13. Adanya penurunan persentase pengurangan PBB tanpa ketentuan yang
jelas
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP
(19)
2. Bagaimana tingkat kepatuhan material Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
memenuhi kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan di KPP wilayah Kota
Bandung..
3. Bagaimana pengaruh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap
kepatuhan material Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP wilayah Kota
Bandung..
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai pemberian
pengurangan pajak bumi dan bangunan dan kepatuhan material wajib pajak orang
pribadi.
Adapun tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pemberian pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan di KPP wilayah Kota Bandung..
2. Untuk megetahui bagaimana kepatuhan material Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam memenuhi kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan di KPP
wilayah Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan terhadap kepatuhan material Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP
(20)
1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Akademis 1. Bagi Peneliti
Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk menambah
pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Pengurangan
Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib
Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.
2. Bagi Instansi
Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan
Material Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota
Bandung.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam
penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Atas
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan
Material Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
(21)
1.5.2 Kegunaan Praktis
Sebagai tambahan informasi mengenai Analisis Atas Pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang
Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung,
sehingga akan menjadi lebih baik dan berkembang.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Wilayah Kota Bandung.
NO KPP ALAMAT
1 KPP Cibeunying Jl Purnawarman No. 19-21 2 KPP Tegallega Jl. Soekarno Hatta 216 3 KPP Bojonagara Jl. Ir. Sutami No. 14 4 KPP Karees Jl. Ibrahim Aji No. 372 5 KPP Cicadas Jl. Soekarno Hatta No. 781
1.6.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada Oktober 2010
(22)
Tabel 1.1 Waktu Penelitian
Tahap Prosedur
Bulan Oktober
2010
November 2010
Desember 2010
Januari 2011
Februari 2011
I
Tahap Persiapan:
1. Bimbingan dengan dosen pembimbing
2. Membuat outline dan proposal skripsi 3. Mengambil formulir
penyusunan skripsi 4. Menentukan tempat
penelitian
II
Tahap Pelaksanaan :
1. Mengajukan outline dan proposal skripsi
2. Meminta surat pengantar ke perusahaan
3. Penelitian di perusahaan 4. Penyusunan skripsi
III
Tahap Pelaporan :
1. Menyiapkan draft skripsi 2. Sidang akhir skripsi 3. Penyempurnaan laporan
skripsi
(23)
19
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan 2.1.1.1 Pengertian Pajak
Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Rochmat Soemitro, dalam Sukrisno Agoes, mendefinisikan bahwa :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
(2007 : 3) 2. Waluyo mendefinisikan bahwa :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
(2008 : 2) 3. Eddi Wahyudi
“Pajak secara umum merupakan iutan wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat daam hal ini wajib pajak untuk memenuhi pengeluaran rutin Negara dan pembiayaan pembangunan tanpa memperoleh balas jasa secara langsung.”
(2010 : 2) Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran dari rakyat kepada negara dan yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) dengan berdasarkan
(24)
undang-undang perpajakan tanpa jasa timbal balik dan untuk membiayai rumah tangga negara.
2.1.1.2 Pengertian Wajib Pajak
Berikut ini merupakan definisi mengenai Wajib Pajak menurut beberapa sumber, yaitu :
1. Waluyo mendefinisikan bahwa :
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
(2008 : 23) 2. Siti Resmi mendefinisikan bahwa :
“Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.”
(2008 : 19) 3. Undang-undang No. 28 Tahun 2007 mendefinisikan bahwa :
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa wajib pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan wajib pajak Badan yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan.
(25)
2.1.1.3 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut ini merupakan definisi mengenai Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan beberapa sumber, yaitu :
1. Early Suandy mendefinisikan bahwa :
“Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.”
(2008 : 64) 2. Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati mendefinisikan bahwa :
“Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa, tambak perairan) serta laut yang ada di wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan”
(2010 : 272) 3. Berdasarkan Buku Panduan Hak dan Kewajibanmendefinisikan bahwa :
“Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan pajak pusat namun demikian hamper seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemda baik propinsi maupun kebipaten atau kota.
(2009: 5) Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan negara yang berasal dari rakyat yang memiliki hak atas kebendaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan.
2.1.1.4 Pengertian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut ini merupakan definisi mengenai Pengurangan Pajak Bumi dan bangunan menurut beberapa sumber, yaitu :
(26)
1. Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, mendefinisikan bahwa :
“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :
1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
a. Objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan /perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
b. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan
c. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
d. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
e. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan
f. Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
2. Wajib Pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya) atau sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman).”
(2010 : 281) 2. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009,
mendefinisikan bahwa :
“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, dan dalam hal objek pajak terkena bencana alam (seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, dll) atau sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, wabah penyakit tanaman, dan/atau wabah hama tanaman. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah untuk WP pribadi meliputi veteran pejuang, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya; sedangkan objek pajak berupa lahan pertanian/
(27)
perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang WP-nya orang pribadi berpenghasilan rendah; objek pajak yang WP-WP-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; dan/atau objek pajak yang WP-nya berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajaknya per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan. Sedangkan untuk WP badan meliputi WP badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutinnya.”
3. Eddi Wahyudi mendefinisikan bahwa :
“Pengurangan Pajak adalah keringanan pajak terutang yang dapat diberikan kepada wajib pajak dalam hal :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; diberikan pengurangan setingi-tingginya berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat penghasilan wajib pajak dan besar PBB-nya.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal obyek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman; diberikan pengurangan sampai dengan 100% dari besarnya pajak terutang, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat persentase kerusakan.
3. Wajib Pajak anggota Veteran Pejuang Kemerdekaan dan Veteran pembela Kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan sebesar 75%, tetapi apabila permohonan pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan yang dapat diberikan ialah maksimal 75% (biasa lebih rendah dari 75%).
(2010 : 41) Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan adalah keringanan yang diberikan kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, dan dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
(28)
2.1.2 Indikator Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan 1. Tarif Pengurangan
Berdasarkan peraturan pelaksanaan undang-undang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 362/KMK.04/1999 tentang pemberian pengurangan PBB, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-10/1999 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan PBB, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-10/1999 Pasal 1 pengurangan Pajak dapat diberikan kepada :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; diberikan pengurangan setingi-tingginya 75% (Pasal 5 huruf 1).
b. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal obyek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman; diberikan pengurangan sampai dengan 100% (pasal 5 huruf 2).
c. Wajib Pajak anggota Veteran Pejuang Kemerdekaan dan Veteran pembela Kemerdekaan termasuk janda/dudanya; ditetapkan pemberian pengurangan PBB sebesar 75% (pasal 5 huruf 3).
(29)
2. Persyaratan Pengurangan PBB
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-46/PJ/2009, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan mengajukan persyaratan, seperti :
a. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penghasilan Wajib Pajak rendah;
b. Fotokopi SPPT tahun sebelumnya; c. Fotokopi Kartu Keluarga;
d. Fotokopi rekening tagihan listrik, air, dan/atau telepon;
e. Fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun Pajak sebelumnya; dan/atau f. Dokumen pendukung lainnya.
2.1.3 Kepatuhan Material
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Material
Berikut ini merupakan definisi mengenai kepatuhan material menurut beberapa sumber, yaitu :
1. Safri Nurmantu dalam buku Siti Kurnia Rahayu, mendefinisikan bahwa : “Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”
(2010 : 138) 2. Widi Widodo menyatakan bahwa :
“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :
1. Kesesuaian jumlah jewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.
(30)
3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak”
(2010:70)
3. Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa :
“Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”
(2006 : 111) Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah suatu kepatuhan dimana wajib pajak dalam mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut Chaizi Nasucha (2006:111) kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :
1. Kepatuhan pajak dalam mendaftarkan diri
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan 4. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang 5. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan
2.1.4 Indikator Kepatuhan Material
Jumlah tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Widi Widodo:
“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :
1. Kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.
2. Penghargaan terhadap indepedensi akuntan public/konsultan pajak 3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak”
(31)
2.2 Konsep Penghubung
Dr. Widi Widodo dalam bukunya yang berjudul Moralitas, Budaya dan Kpatuhan Pajak menyatakan bahwa :
”Meskipun desain perpajakan tiap negara berbeda namun secara umum terdapat 2 hal yang diupayakan oleh otoritas pajak agar kepatuhan Wajib Pajak kecil dapat meningkat secara efektif yaitu :
1. Berupaya menekan biaya kepatuhan melalui penyederhanaan bentuk pelaporan dan memberikan keleluasaan dalam jangka waktu pelaporan. 2. Secara cermat dan terukur berupaya mengurangi beban pajak yang harus
dipikul wajib pajak kecil melalui penyederhanaan tarif dan pemberian intensif tertentu.”
(2010:189)
2.3 Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut dibawah ini tabel mengenai hasil penelitian sebelumnya dan perbandingan hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang sedang berlangsung. Pemaparan mengenai hasil penelitian sebelumnya merupakan penetapan premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai salah satu dasar penelitian ini.
(32)
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Sebelumnya
NO. Peneliti (tahun)
Judul Jenis Kesimpulan
1. Septa Heriyani, Universitas Lampung, Tahun 2009 Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Wajib Pajak Berdasarkan Kondisi Tertentu di KPP PRATAMA Tanjung Karang
Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa :
(1)Prosedur pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Pratama Tanjung Karang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a.)Wajib Pajak mengajukan Permohonan pengurangan pajak ke KPP Pratama Tanjung Karang; (b.)Petugas melaksanakan pemeriksaan dan menyusun konsep keputusan pengurangan berdasarkan data Wajib Pajak yang sebenarnya; (c.)Bila permohonan pengurangan dikabulkan maka akan dibuat Surat Keputusan pengurangan dan bila permohonan pengurangan ditolak maka akan dibuat surat keputusan penolakan
pengurangan.
(2) Kendala yang menghambat lancarnya pelaksanaan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu Wajib Pajak tidak melengkapi syarat-syarat permohonan pengurangan pajak, tingkat pendidikan dan pengetahuan Wajib Pajak yang rendah, membuat pernyataan palsu, Wajib Pajak tidak memahami perbedaan antara permohonan pengurangan pajak dengan pengajuan keberatan, dan kerja sama yang tidak kooperatif antara pemohon dengan fiskus.
2. Masriani, Yulies Tiena, Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogor o, (1998) Pengurangan, Keberatan dan Banding atas Pajak Bumi dan Bangunan dengan Mendasarkan Pada Prinsip Keadilan di Kotamadia Semarang
Penelitian Permohona pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang diajukan Wajib Paja ke Kantor Pelayanan PBB Kota Semarang dengan alasan Obyek Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang sudah pensiun, atau penghasilannya tidak mencukupi untuk membayar PBB, tidak bekerja lagi, sudah tua atau bahkan mempunyai
penghasilan tetapi dari pemberian anak-anaknya. Dan memperoleh pengurangan PBB paling tinggi 50% dan selebihnya mendapat pengurangan dibawah 50% atau ditolak. Wajib Pajak yang merasa pajak terutangnya tidak sesuai denga keadaan yang sebenarnya, karena kesalahan luas obyek bumi bangunan, kesalahan klasifikasi atau kesalahan penetapan pengenaan; mengajukan keberatan ke Dirjen Pajak Kepala Kantor Pelayanan PBB Semarang. Apabila Wajib Pajak belum puas dengan keputusan keberatan, maka dapat mengajukan banding ke Majelis Pertimbangan Pajak(MPP) / sekarang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta. Dan pelaksanaan pemiingutan Pajak Bumi dan Bangunan dengan mendasarkan pada
(33)
prinsip keadilan terlihat pada jawaban Wajib Pajak yang memperoleh keputusan pengurangan 50% mengatakan adil, antara kurang dari 50% ke 20% mengatakan cukup adil, antara kurang dari 20%'ke 10% mengatakan kurang adil dan kurang dari 10% atau ditolak mengatakan tidak adil. Sedangkan saran dalam penelitian ini adalah perlu penyuluhan yang jelas kepada Wajib Pajak tentang haknya untuk mengajukan pengurangan, keberatan dan banding apabila terjadi ketidakpuasan dalam pengenaan PBB; juga batas waktu penyelesaian pengajuan permohonan pengurangan, keberatan dan banding PBB ini perlu benar-benar ditepati; perlu pula disebutkan dalam keputusan penyelesaian keberatan PBB ini secara lebih teiperinci alasan-alasan yang mendasari putusan tersebut. 3. Dhani Kurniawan , Universitas Negeri Semarang, 2006 Pengaruh Sosialisasi Pajak Bumi Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Kudus
Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif antara sosialisasi pajak bumi dan bangunan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan disarankan wajib pajak tetap mempertahankan kepatuhan yang tinggi dalam membayar pajak bumi dan
bangunan. Sedangkan untuk meningkatkan hasil penerimaan dari pajak bumi dan bangunan dapat ditempuh dengan jalan intensifikasi,
ekstensifikasi, dan mengevaluasi hasil
penerimaan pajak bumi dan bangunan agar tidak terjadi kebocoran dalam penerimaan uang ke kas negara dan pemerintah.
4. Anita Syaqirah, Universitas Muhamma diyah Malang, 2009 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kota Batu
Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa kegiatan pengembalian Surat Pembaeritahuan Objek Pajak (SPOP) sudah patuh karena jumlah SPOP yang didistribusikan sesuai dengan jumlah SPOP yang dikembalikan oleh wajib pajak. Petugas pajak juga aktif dalam melakukan pendataan dan menyampaikan SPOP kepada wajib pajak baru. Kegiatan
pengembalian atau pelunasan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) belum sepenuhnya patuh kerena masih ada wajib pajak yang belum melakukan pengembalian atu pelunasan SPPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Akan tetapi, pada tahun 2008 tingkat kepatuhan masyarakatnya atau wajib pajaknya sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Kegiatan pembayaran tunggakan pada tahun 2007-2008 belum patuh karena penerimaan PBB belum bias terealisasi sepenuhnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga masih terjadi penunggakan. 5. Sulud
Kahono,
Pengaruh Sikap Wajib Pajak
Penelitian Sikap wajib pajak terhadap pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap sanksi denda
(34)
Universitas Diponegor o, 2003 Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
PBB, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, serta sikap wajib pajak bahwa
penghindaran PBB telah umum, telah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di Semarang.
6. Tapan K. Sarker, 6 Juni 2003 Improving Tax Compliance in Developing Countries via Self-Assessment Systems
Penelitian Ketidakpatuhan harus ditangani dengan adil dan cermat untuk mendorong mayoritas pembayar pajak untuk mematuhinya. Tujuan utama dari kebijakan pajak di Bangladesh adalah membawa sebagian besar pembayar pajak di bawah SAS . tujuannya dalah untuk memperluas basis pajak dan memastikan kepatuhan pajak.
7. Marjorie E. Kornhause r, 2007 Normative and Cognitive Aspects of Tax
Compliance : Literare review and
Recommendations for The IRS Regarding Individual Tax Payer
Penelitian Penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pajak dipengaruhi oleh (sosial dan pribadi) norma-norma seperti orang kepercayaan, mengenai di legitimasi pemerintah, seperti prospek
teori, juga mempengaruhi reaksi individu untuk masalah pajak. Studi juga menunjukkan bahwa faktor demografi tertentu seperti umur, jenis kelamin dan pendidikan berkorelasi dengan moral pajak
Tabel 2.2
Perbedaan dan Persamaan Hasil Penelitian Terdahulu
NO Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Pemberian Pengurangan
Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Wajib Pajak Berdasarkan Kondisi Tertentu di KPP PRATAMA Tanjung Karang
( Septa Heriyani Universitas Lampung, Tahun 2009)
Kendala yang menghambat lancarnya pelaksanaan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu Wajib Pajak tidak melengkapi syarat-syarat
permohonan pengurangan pajak, tingkat pendidikan dan pengetahuan Wajib Pajak yang rendah, membuat pernyataan palsu, Wajib Pajak tidak memahami perbedaan antara permohonan pengurangan pajak dengan pengajuan keberatan, dan kerja sama yang tidak kooperatif antara pemohon dengan fiskus.
Persamaan objek yang diteliti yaitu Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Tempat,waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variabel
2. Pengurangan, Keberatan dan Banding atas Pajak Bumi dan Bangunan dengan Mendasarkan Pada Prinsip Keadilan di Kotamadia Semarang
Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang diajukan Wajib Paja ke Kantor Pelayanan PBB Kota Semarang dengan alasan Obyek Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang sudah pensiun, atau penghasilannya tidak
Persamaan objek yang diteliti yaitu Pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan
Perbedaannya terletak pada objek penelitian di variable Y
(35)
(Masriani, Yulies Tiena Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 1998)
mencukupi untuk membayar PBB, tidak bekerja lagi, sudah tua atau bahkan mempunyai penghasila tetapi dari pemberian anak-anaknya. Dan memperoleh pengurangan PBB paling tinggi 50% dan selebihnya mendapa pengurangan dibawah 50% atau ditolak. Pajak Bumi dan Bangunan dengan mendasarkan pada prinsip keadilan terlihat pada jawaban Wajib Pajak yang memperoleh keputusan pengurangan 50% mengatakan adil, antara kurang dari 50% ke 20% mengatakan cukup adil, antara kurang dari 20%'ke 10% mengatakan kurang adil dan kurang dari 10% atau ditolak mengatakan tidak adil. Sedangkan saran dalam penelitian ini adalah perlu penyuluhan yang jelas kepada Wajib Pajak tentang haknya untuk mengajukan pengurangan.
3. Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Batu
(Anita Syaqirah, Universitas Muhammadiyah Malang, 2009)
Kegiatan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sudah patuh karena jumlah SPOP yang didistribusikan sesuai dengan jumlah SPOP yang dikembalikan oleh wajib pajak. Petugas pajak juga aktif dalam melakukan pendataan dan menyampaikan SPOP kepada wajib pajak baru. Kegiatan pengembalian atau pelunasan SPPT belum sepenuhnya patuh kerena masih ada wajib pajak yang belum melakukan
pengembalian atu pelunasan SPPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Akan tetapi, pada tahun 2008 tingkat kepatuhan
masyarakatnya atau wajib pajaknya sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Kegiatan pembayaran tunggakan pada tahun 2007-2008 belum patuh karena penerimaan PBB belum bias terealisasi sepenuhnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga masih terjadi
penunggakan.
Persamaan objek yang diteliti yaitu Kepatuhan Wajib Pajak Tempat,waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variable
4. Pengaruh Sosialisasi Pajak Bumi Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Kudus
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif antara sosialisasi pajak bumi dan bangunan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan
Persamaan objek yang diteliti yaitu Kepatuhan Wajib Pajak
Perbedaannya terletak pada objek penelitian variable Y
(36)
(Dhani Kurniawan, Universitas Negeri Semarang, 2006)
disarankan wajib pajak tetap mempertahankan kepatuhan yang tinggi dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Sedangkan untuk meningkatkan hasil penerimaan dari pajak bumi dan bangunan dapat ditempuh dengan jalan intensifikasi, ekstensifikasi, dan mengevaluasi hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan agar tidak terjadi kebocoran dalam penerimaan uang ke kas negara dan pemerintah.
5. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam
Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(Sulud Kahono, Universitas Diponegoro, 2003)
Sikap wajib pajak terhadap pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap sanksi denda PBB, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, serta sikap wajib pajak bahwa penghindaran PBB telah umum, telah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di Semarang.
Persamaan objek yang diteliti yaitu Kepatuhan wajib pajak
Perbedaannya terletak pada objek penelitian variabel X
6. Improving Tax Compliance in Developing Countries via Self-Assessment Systems (Tapan K. Sarker, 6 Juni 2003)
Ketidakpatuhan harus ditangani dengan adil dan cermat untuk mendorong mayoritas pembayar pajak untuk mematuhinya. Tujuan utama dari kebijakan pajak di Bangladesh adalah membawa sebagian besar pembayar pajak di bawah SAS . tujuannya dalah untuk memperluas basis pajak dan memastikan kepatuhan pajak.
Persamaan objek yang diteliti yaitu Kepatuhan wajib pajak Tempat,waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variabel
7. Normative and Cognitive Aspects of Tax Compliance : Literare review and
Recommendations for The IRS Regarding Individual Tax Payer
(Marjorie E. Kornhauser, 2007)
Penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pajak dipengaruhi oleh (sosial dan pribadi) norma-norma seperti orang kepercayaan,
mengenai di legitimasi pemerintah, seperti prospek
teori, juga mempengaruhi reaksi individu untuk masalah pajak. Studi juga menunjukkan bahwa faktor demografi tertentu seperti umur, jenis kelamin dan pendidikan berkorelasi dengan moral pajak
Persamaan objek yang diteliti yaitu Kepatuhan wajib pajak Tempat,waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variabel
2.4 Kerangka Pemikiran
Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan atau mengadakan perubahan – perubahan kearah keadaan yang
(37)
lebuh baik. Pembangunan yang ingin dicapai bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata. Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya dari pemerintah adalah menyerap penerimaan dari sektor pajak. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006 : 44), pajak tersebut terbagi menjadi dua jenis yaitu pajak subjektif dan objektif. Pajak subjektif merupakan pajak yang erat hubungannya dengan subjek yang dikenakan pajak, dan dasarnya sangat dipengaruhi keadaan subjek pajak. Sedangkan pajak objektif merupakan pajak yang erat hubungannya dengan objek pajak, sehingga besarnya jumlah pajak hanya tergantung kepada keadaan objek itu, dan sama sekali tidak menghiraukan serta tidak dipengaruhi oleh keadaan subjek pajak. Salah satu contoh pajak objektif tersebut adalah dari Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan penerimaan sektor Pajak Bumi dan Bangunan yang tinggi diharapkan memberikan kontribusi yang tinggi pula bagi pembangunan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan peran serta masyarakat dengan cara menghimpun dana melalui berbagai objek pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menciptakan keadilan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, maka diatur kebijakan tentang pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati pengertian dari Pajak Bumi dan Bangunan :
“Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa, tambak perairan) serta laut yang ada di wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan”
(38)
(2010:272) Menurut Early Suandy pengertian Pajak Bumi dan Bangunan :
“Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.”
(2002:64) Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan negara yang berasal dari rakyat yang memiliki hak atas kebendaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan.
Berdasarkan UU No 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No 12 Tahun 1994 asas Pajak Bumi dan Bangunan adalah :
a. Memberikan kemudahan dan kesedarhanaan b. Adanya kepastian hukum
c. Mudah dimengerti dan adil d. Menghindari pajak berganda
Atas asas tersebut, pemerintah memberikan keringanan kepada wajib pajak dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan berupa pegurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009, mendefinisikan bahwa :
“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, dan dalam hal objek pajak terkena bencana alam (seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, dll) atau sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, wabah penyakit tanaman, dan/atau wabah hama tanaman. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah untuk WP pribadi meliputi veteran pejuang, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya;
(39)
sedangkan objek pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang WP-nya orang pribadi berpenghasilan rendah; objek pajak yang WP-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; dan/atau objek pajak yang WP-nya berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajaknya per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan. Sedangkan untuk WP badan meliputi WP badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutinnya.”
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan adalah keringanan yang diberikan kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, dan dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Dengan adanya pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan tersebut diharapkan dapat memberikan keringanan bagi wajib pajak yang merasa kesulitan dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya. Disamping itu, diharapkan dengan adanya keringanan tersebut dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan, khususnya dalam meningkatkan kepatuhan material wajib pajak. Dengan begitu, apabila kepatuhan material meningkat maka penerimaan pajak akan meningkat dan pelaksanaan pembangunan dapat terlaksana dengan baik. Dalam meningkatkan penerimaan Negara tersebut, sudah sepantasnyalah Negara memberikan keadilan kepada wajib pajak dengan memberikan pengurangan tersebut. Dengan begitu, wajib pajak akan merasa pajak yang harus ia bayar tersebut bukan merupakan beban, khususnya untuk para wajib pajak yang kurang mampu. Apabila pajak terutang tersebut tidak memberatkan
(40)
wajib pajak, dengan begitu diharapkan wajib pajak tidak memiliki alasan lagi untuk tidak membayar dan mampu lebih patuh untuk memenuhi kewajibannya.
Dr. Widi Widodo menyatakan bahwa :
”Meskipun desain perpajakan tiap negara berbeda namun secara umum terdapat 2 hal yang diupayakan oleh otoritas pajak agar kepatuhan Wajib Pajak kecil dapat meningkat secara efektif yaitu :
1. Berupaya menekan biaya kepatuhan melalui penyederhanaan bentuk pelaporan dan memberikan keleluasaan dalam jangka waktu pelaporan. 2. Secara cermat dan terukur berupaya mengurangi beban pajak yang harus
dipikul wajib pajak kecil melalui penyederhanaan tarif dan pemberian intensif tertentu.”
(2010:189)
Pengertian kepatuhan material menurut Safri Nurmantu (2010 : 138) bahwa : “Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”
(2010 : 138)
Menurut Chaizi Nasucha, mendefinisikan bahwa :
“Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”
(2006 : 111)
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan material adalah suatu kepatuhan dimana wajib pajak dalam mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
(41)
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di Negara berkembang. Karena, jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak Negara akan berkurang.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan prundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi Negara dalam hal membayar pajak. Di samping itu tergantung pada kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dan, perlu diperhatikan pula peran serta masyarakat dalam memberikan keadilan terhadap wajib pajak.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut :
(42)
Bagan 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Pajak
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
Kepatuhan Wajib Pajak
Hasil penelitian :
-Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Wajib Pajak Berdasarkan Kondisi Tertentu di KPP PRATAMA Tanjung Karang (Septa Heriyani : 2009)
-Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Batu (Anita Syaqirah:2009)
Hipotesis :
“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berpengaruh terhadap kepatuhan material wajib pajak orang pribadi” Pajak Objektif Pajak Subjektif Mudah dimengerti dan adil Memberikan kemudahan & kesederhanaan Adanya kepastian hukum Menghindari pajak berganda Pajak Bumi dan Bangunan
Kondisi tertentu wajib pajak
Objek pajak terkena bencana alam
WP anggota veteran
Kepatuhan Formal
Kepatuhan Material
1. Kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya
2. Penghargaan terhadap indepedensi akuntan public/konsultan pajak
(43)
2.5 Hipotesis
Menurut Sugiyono pengertian hipotesis adalah sebagai berikut :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.”
(2009:93) Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka yang dapat disajikan oleh penulis adalah berhipotesis bahwa
”Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berpengaruh terhadap kepatuhan material wajib pajak orang pribadi.”
(44)
40
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk
mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.
Menurut Sugiyono pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut :
“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable
tentang suatu hal (variabel tertentu)”.
(2009:13)
Objek penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah pengurangan pajak
bumi dan bangunan dan kepatuhan material wajib pajak orang pribadi. Penelitian
ini dilakukan oleh peneliti pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota
Bandung.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Metode dalam penelitian ini menggunakan
(45)
diketahui hubungan yang signifikan antara variable yang akan diteliti sehingga
menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek
yang diteliti.
Menurut Sugiyono pengertian metode penelitian adalah sebagai berikut
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.”
(2009:2)
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat kata
kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara
ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, data yang diperoleh adalah data
empiris, tujuannya untuk membuktikan data yang diperoleh terhadap informasi
tertentu, dan kegunaannya untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi
masalah.
Menurut Sugiyono metode deskriptif adalah sebagai berikut :
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk
membuat kesimpulan yang lebih luas.”
(2010:29)
Metode digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah ke satu dan ke
dua. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang
(46)
dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang
telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.
Sedangkan menurut Mashuri pengertian metode verifikatif adalah sebagai
berikut :
“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk
menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di
tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”
(2009:45)
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variable X
terhadap Y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu
hipotesis apakah diterima atau ditolak.
3.2.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi
semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena langkah dalam
melakukan penelitian yang telah dibuat. Proses penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif.
Menurut Sugiyono dapat disimpulkan proses penelitian kuantitatif meliputi:
1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah
(47)
3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis
5. Metode penelitian
6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.
(2009:50)
Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain
pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Sumber masalah
Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga
mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi
masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat, seperti
pengurangan pajak bumi dan bangunan yang mempengaruhi kepatuhan
material wajib pajak, jika pemberian pengurangan tersebut dapat memberikan
kemudahan terhadap wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya,
maka kepatuhan material wajib pajak akan meningkat.
2. Rumusan masalah
Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya
melalui pengumpulan data. Berikut rumusan masalah yang telah dibuat :
1. Bagaimana pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Bagaimanakah kepatuhan material wajib pajak orang pribadi dalam
memenuhi kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Bagaimana pengaruh pengurangan pajak bumi dan bangunan terhadap
kepatuhan material wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan
(48)
3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan
Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis),
maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah pada variabel
pengurangan pajak bumi dan bangunan dan kepatuhan material wajib pajak
orang pribadi. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga
digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap
masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk
menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau
pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji
terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.
4. Pengajuan hipotesis
Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan
didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara
empiris (faktual). Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah
pengurangan pajak bumi dan bangunan berpengaruh terhadap kepatuhan
material wajib pajak orang pribadi.
5. Metode penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode deskriptif analisis
dan verifikatif. Metode deskriptif analisis digunakan untuk menjawab
rumusan masalah pertama dan kedua, yaitu :
1. Bagaimana pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kantor
(49)
2. Bagaimana kepatuhan material Wajib Pajak orang pribadi dalam
memenuhi kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan pada Kantor Pelayanan
Pajak di wilayah Kota Bandung.
Sedangkan metode verifiktif digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga,
yaitu bagaimana pengaruh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap
kepatuhan material wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama di wilayah Kota Bandung.
6. Menyusun instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berbentuk kuesioner,
untuk pedoman wawancara dan observasi. Sebelum instrumen digunakan
untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji
validitas dan reliabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur
kemampuan sebuah alat ukur dan reliabilitas digunakan untuk mengukur
sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul
maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji
hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti
menganalisis dam mengambil sample untuk melakukan penelitian mengenai :
a. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang diperoleh dari data
kuesioner yang akan diisi oleh wajib pajak.
b. Kepatuhan material wajib pajak orang pribadi yang diperoleh dari data
jumlah tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan.
Selanjutnya penulis mulai menggunakan perhitungan dengan menggunakan
(50)
regresi linier sederhana untuk membuktikan sejauh mana pengaruh yang
diperlihatkan antara pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap tingkat
kepatuhan material wajib pajak orang pribadi, Korelasi Pearson Product Moment
untuk meneliti erat tidaknya pengaruh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
terhadap kepatuhan material wajib pajak orang pribadi, koefesien determinasi
untuk menilai besarnya pengaruh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
terhadap kepatuhan material wajib pajak orang pribadi dan untuk menguji
tingkat signifikan.
7. Kesimpulan
Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah.
Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai
solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tujuan Penelitian
Desain penelitian Jenis Penelitian Metode yang
digunakan Unit Analisis Time Horizon T-1 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP wilayah Kota Bandung
Cross Sectional T-2 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP wilayah Kota Bandung
Cross Sectional T-3 Descriptive dan
Verificative
Explanatory Survey
KPP wilayah Kota Bandung
Cross Sectional Dari tabel di atas dapat penulis uraikan sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian pertama adalah untuk mengetahui bagaimana pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.
(51)
2. Tujuan penelitian kedua adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan material wajib pajak orang pribadi dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.
3. Tujuan penelitian ketiga adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengurangan pajak bumi dan bangunan terhadap kepatuhan material wajib pajak orang pribadi dengan cara mengumpulkan data dan informasi lalu menganalisis secara kuantitatif dengan menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis melalui uji statistik apakah hipotesis diterima atau ditolak.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator,
serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga
pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar sesuai
dengan judul penelitian.
Variabel itu sendiri dalam konteks penelitian menurut Sugiyono sebagai
berikut:
“Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh penelitiuntuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”
(2010:38)
Berdasarkan judul usulan penelitian yang telah dikemukakan diatas yaitu
“Analisis Atas Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi
Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang Pribadi”, maka variabel-variabel yang
(1)
113
Raka,
“
Warga
Legon
Ancam
Demo
”,
http://radarkarawangnews.blogspot.com/2010/09/warga-legon-ancam-demo.html, 3 September 2010
Resmi, Siti, 2003.
Perpajakan Teori dan Kasus
. Jakarta: Salemba Empat
Suandy, Early, 2002.
Hukum Pajak.
Jakarta: Salemba Empat
Sugiyono, 2009,
Metode Penelitian Bisnis
. Bandung : Alfabeta
Sujono, “Standarisasi Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan”,
Majalah Berita
Pajak
, 15 Januari 2009, hal. 61.
Tapan K. Sarker, “
Improving Tax Compliance in Developing Countries via
Self-Assessment
Systems
”,
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=35&ved=0CEgQFjAEOB4
&url=http%3A%2F%2Funpan1.un.org%2Fintradoc%2Fgroups%2Fpublic%2F
documents%2FUNPAN%2FUNPAN014413.pdf&rct=j&q=tax%20compliance
&ei=_ihOTfPNGNGzrAe4j6TaBg&usg=AFQjCNGl69_2L7H8gOf3TvnpWV
WHoVH2Pg&cad=rja, 6 Juni 2003
Wahyudi, Eddi dan Mamik Eko Soessanto, 2010.
Pajak-Pajak Properti untuk
Profesional
. Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media
Waluyo, 2008,
Perpajakan Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat
Wandi,
“
Penunggak
PBB
Bakal
Ditindak
”,
www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/12/08/penunggak-pbb-bakal-ditindak, 8 Desember 2009
Widodo, Widi, 2010,
Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak
. Bandung : Alfabeta
.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/200
9
tentang
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 362/KMK.04/1999
tentang pemberian pengurangan PBB, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.
KEP-10/1999 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan PBB, Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-10/1999 Pasal 1
(2)
VARIABEL IDENTIFIKASI MASALAH INDIKATOR NO. KUESIONER HASIL SKOR (%) KETERANGAN
X
persentase pemberian pengurangan masih bersifat subjektif.
Tarif Pengurangan 1-3
54,05
Cukup Baik. Karena dari 3 butir pertanyaan yaitu, penentuan tarif pengurangan masih bersifat subjektif responden banyak berharap bahwa dalam penentuan tarif harus ada keadilan untuk semua wajib pajak. (45,46%), penentuan tarif yang sudah ada, responden mayoritas ada pada pendapat bahwa penentuan yang berlaku saat ini dirasakan kurang adil . (40,40%), tarif pengurangan PBB yang sudah diberikan kepda wp, responden telah mendapatkan pengurangan sebanyak 55%-64%. (50,50%)
Adanya penurunan persentase pengurangan PBB tanpa ketentuan yang jelas
4 Cukup baik. Karena dari butir pertanyaan Adanya penurunan persentase pengurangan PBB tanpa ketentuan yang jelas responden menjawab bahwa dalam penurunan persentase pengurangan PBB yang telah ada seharusnya ada transparansi bagi wajib pajak yang mendapat pengurangan. (48,48%)
5-7 Cukup baik. Karena dari 3 butir pertanyaan yaitu, besaran persentase pengurangan PBB yang Anda yakini sudah memberi keringanan sebanyak 54,55% responden menjawab bahwa keringanan akan terasa bila diberikan pengurangan sebanyak 55%-64%. Pemberian pengurangan dengan persentase sampai dengan 75% sudah cukup meringankan, sebesar 43,44% respoden menyatakan bahwa pengurangan tersebut harus ditambahkan kembali jika dilihat dari setiap kemampuan dan kondisi keuangan wajib pajak. Dan, untuk tarif pengurangan pajak bumi dan bangunan yang sudah diberikan, sebanyak 41,41% responden merasa sudah cukup adil.
Pemberian keringanan berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan masih memiliki persyaratan yang memberatkan Wajib Pajak
Persyaratan Pengurangan
8-10 58,28 Cukup baik. Karena dari 3 butir pertanyaan yaitu, kesulitan dalam pemenuhan persyaratan pengurangan PBB Responden (skor 44,44%) menanggapi bahwa dokumen yang harus dilampirkan menjadi kesulitan, Karena persyaratan utama untuk wajib pajak yang akan mengajukan permohonan pengurangan harus
(3)
melampirkan foto copy STTS tahun sebelumnya, yang artinya wajib pajak harus melunasi terlebih dahulu kewajiban pajaknya di tahun sebelumnya. Persyaratan pengurangan PBB yang diminta responden (skor 56,57%) menjawab bahwa mereka merasa persyaratan yang ada tersebut rumit. Persyaratan permohonan pengurangan PBB yang Anda yakini cukup memberatkan, sebesar 55,53% responden menjawab bahwa penyertaan foto copy STTS tahun sebelumnya yang membuat peersyaratan ini dirasa sulit.
Para pensiunan PNS mengalami sejumlah kendala dalam pengurusan dokumen permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Selain tata cara pengurusan yang sangat rumit, dana yang mereka keluarkan juga tidak sedikit.
11-15 Cukup baik. Karena dari 5 butir pertanyaan, yaitu Alasan keberatan wajib pajak mengenai persyaratan permohonan pengurangan PBB sebanyak 44,45% responden menjawab hal yang membuat wajib pajak keberatan dalam persyaratan tersebut adalah keterbatasan waktu. Persyaratan permohonan pengurangan PBB yang memberatkan Wajib Pajak sebanyak 45,45% responden berpendapat bahwa persyaratan tersebut harus ditinjau kembali. Sudah pahamkah Anda mengenai peraturan pengurangan pajak bumi dan bangunan, sebanyak 47,47% responden menjawab masih kurang mengerti dengan peraturan yang sudah ada, sebesar 57,57% responden menjawab bahwa tata cara pengurusan permohonan pengurangan tersebut kurang dipahami.. Tata cara pengurusan permohonan pengurangan PBB yang sudah ada. Sejumlah persyaratan pengurangan PBB sudah Anda pahami, sebesar 42,42% responden sering merasa bingung, karena terkadang sering tertukar antara permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan pengajuan keberatan.
Ada kesalahpahaman antara petugas pajak dengan wajib pajak. Dan, wajib pajak masih saja kurang paham dengan persyaratan pengurangan PBB yang harus dipenuhi.
16-20 Cukup baik. Karena dari 5 butir pertanyaan yaitu, Sejauh mana Anda memahami tata cara pengajuan pengurangan PBB, sebesar 45.45% responden sudah cukup mengerti. Saat mengajukan permohonan pengurangan PBB, siapakah yang membantu Anda, sebanyak 43.44% responden menjawab bahwa mereka melihat peraturan yang ada sebagai acuan mereka. Anda memerlukan batuan orang lain dalam melengkapi persyaratan pengurangan PBB, sebesar 58.59%
(4)
responden menyatakan bahwa mereka masih membutuhkan bantuan orang lain. Kendala yang Anda hadapi dalam pengurusan dokumen permohonan pengurangan PBB, sebanyak 52.52% responden menjawab bahwa mereka masih kurang paham dalam pengurusan dokumen tersebut karena terkadang mereka tidak melengkapi semua dokumen yang harus ada,. Kekeliruan apa saja yang Anda lakukan sehingga menyebabkan permohonan pengurangan Anda ditolak, sebanyak 53.55% responden menjawab bahwa pihak yang mengajukan pengurangan bukan pemilik objek pajak.
(5)
MOTTO
“Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan”
(QS Al-Insyirah : 6)
Sekeras apapun usaha kita, bila Allah belum menghendakinya maka
tidak akan terwujud. Tetapi, apabila kita bisa belajar untuk ikhlas dan
bertawakal, apapun hasilnya tetap akan membawa ketenangan dalam
hati.
Kupersembahkan karya kecilku ini bagi yang tercinta,
Untuk ayah, ibu, adik dan nenekku
Serta untuk seluruh orang yang kusayangi
(6)