Kesadaran Dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan (Studi Di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai)

(1)

KESADARAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SEKTOR PERKOTAAN

(Studi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik

Disusun Oleh :

RATI MERIANI NADEAK

100903033

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : Rati Meriani Nadeak

Nim : 100903033

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan (Studi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai)

Medan, 27 Maret 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si Drs. M. Husni Thamrin NasutionM.Si

NIP: 196401081991021001 NIP:196401081991021001

Dekan

FISIP USU MEDAN,

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP: 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang selalu setia menemani dan memberi kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat guna memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi Administrasi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “ Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ” dapat terselesaikan. Kepada bapak (L. Nadeak ) dan mama tersayang (M. br Pasaribu), penulis sangat berterima kasih atas doa dan dukungan yang tiada hentinya yang diberikan kepada penulis. Semoga bapak dan mama panjang umur, dan selalu mendoakan penulis agar bisa membanggakan keluarga. 

Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak bekerja sendiri. Banyak pihak-pihak yang membantu penulis saat proses penyelesaian skripsi ini. Maka, penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Jurusam Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran membimbing dan memotivasi penulis.


(4)

3. Bapak Drs. Kariono, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Ibu Dra. Elita Dewi selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Negara yang telah

membagikan ilmunya, terima kasih atas jasa Bapak/Ibu, semoga ilmu yang didapat oleh penulis dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa.

6. Kepada pihak-pihak yang telah membantu proses administrasi di Departemen AN

(Kak Mega, Kak Dian, Pak Talal dan semuanya yang di bagian pendidikan, kemahasiswaan, perpustakaan dll; terima kasih atas bantuan yang telah kalian berikan kepada penulis.

7. Semua pegawai di Dinas Pendapatan Kota Medan, Kantor Kecamatan Medan Denai,

Kelurahan Tegal Sari Mandala II, dan warga Kelurahan Tegal Sari M andala II yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu namanya. Terima kasih atas bantuannya selama proses pengerjaan skripsi saya. Tuhan Yesus memberkati.

8. My brothers, Romendra Nadeak and Heri Nadeak, terima kasih buat doa dan

dukungannya yang diberikan kepada penulis.

9. My sister, Lasria Nadeak terima kasih buat doa, dukungan dan pengertian yang

diberikan kepada penulis. Kamu sista yang paling aku sayangi semoga sukses UMB tahun ini… amin…

10.The Boger Show (Feby, Ester, Errin dan Riri Dute), terima kasih atas doa, dukungan serta perhatian kalian. Kehadiran kalian sudah menjadi keluarga keduaku. Aku rindu


(5)

tertawa bareng lagi, semoga persahabatan kita bukan yang terakhir kalinya. Gak terasa udaaa 3 tahun lamanya kita saling mengenal dan mengasihi. I miss our sweet memories

11.Boy Friend “Hoding Sianturi”, terima kasih buat doa dan bantuan materialnya

semoga abang cepat naik jabatan dan traktirin aku lagi. Hahahahaha….

12.Teman-teman magang Desa Sampe Raya (Errin, Grace, Santa, Rhenata, Artha,

Charty, Jeaneta, Calvin, Martin, Adit, Yudho dan Chandra) terima kasih atas kebersamaan yang telah kita bina, tetap semangat ya teman-teman….. dan semoga yang lain bisa menyusul yaa…

13.Teman-teman AN 2010 yang sudah menyusul terdahulu semoga cepat mendapat

pekerjaan dan yang masih menikmati tetap semangat iyaa..!!!!!!!!!

14.Keluarga dan teman-temanku yang lain yang tidak disebutkan namanya… Terima

kasih yaa…

Tak lupa penulis meminta maaf kepada semuanya apabila ada perkataan maupun perbuatan penulis yang pernah menyinggung perasaan dan juga hal yang tidak berkenan dihati. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pembangunan daerah di Kota Medan sehingga kedepannya kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Kota Medan tercinta lebih baik lagi. Aminnn…… Tuhan Yesus memberkati.

Medan, 27 Maret 2013 Penulis


(6)

ABSTRAKSI

Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai

Nama : Rati Meriani Nadeak

NIM : 100903033

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan pajak langsung atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, yang hasil penerimaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan Kota Medan masih belum mencapai target yang ditentukan, hal ini terlihat dari masih banyaknya tunggakan dalam buku I, II dan III. Oleh karena itu Kadispenda Kota Medan mengajak camat hingga kepala lingkungan untuk terlibat langsung dalam penagihan pajak bumi dan bangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan upaya yang dilakukan pihak Kelurahan serta Dispenda Kota Medan dalam hal peningkatan kesadaran tersebut sehingga kedepannya dapat memenuhi pencapaian target dan pembangunan daerah.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara, kuesioner dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Lurah Tegal Sari Mandala II, Sekretaris Lurah Tegal Sari Mandala II, Seksi Pembangunan Tegal Sari Mandala II, Sektim penagih/pemungut PBB Kecamatan Medan Denai, dan Kepala Lingkungan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II khususnya wajib pajak PBB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara

lain: Pertama, kesadaran masyarakat khususnya wajib pajak PBB di Kelurahan Tegal Sari

Mandala II bisa dikatakan rendah. Ini dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang merasa keberatan atas beban yang mereka terima dan belum melunasi pajak bumi dan bangunan sampai tanggal jatuh tempo. Kedua, kondisi ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat kurang memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… iii

ABSTRAKSI ……….. vi

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ………. 1

I.2. Rumusan Masalah ……… 9

I.3. Tujuan Penelitian ………. 9

I.4. Manfaat Penelitian ……… 10

I.5. Kerangka Teori ……….. 10

I.5.1 Gambaran umum mengenai pajak………. 11

I.5.1.1 Definisi pajak ………... 11

I.5.1.2 Fungsi pajak ………. 12

I.5.1.3 Jenis-jenis pajak ………... 13

I.5.1.4 Asas pemungutan pajak ……….. 15

I.5.1.5. Tarif pajak ………... 15

I.5.1.6. Sistem pemungutan pajak ……… 16

I.5.2 Pajak Bumi dan Bangunan……… 18

I.5.2.1. Definisi pajak bumi dan ………... 18

I.5.2.2 Maksud dan tujuan pajak bumi dan bangunan ………. 20


(8)

I.5.2.3.1 Objek pajak bumi dan bangunan ……… 21

I.5.2.3.2 Objek pajak bumi dan bangunan yang dikecualikan….. 22

I.5.2.4 Subyek dan wajib pajak bumi dan bangunan ……… 23

I.5.2.5 Hak dan kewajiban wajib pajak ………. 24

I.5.2.6 Sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan ………. 25

I.5.2.7 Dasar pengenaan tarif dan cara menghitung PBB ………. 26

I.5.2.8 Alasan PBB sebagai pajak daerah ………. 27

I.5.2.9 Keuntungan PBB menjadi pajak daerah ……… 28

I.5.3 Kesadaran dan Kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB ………... 29

I.5.3.1 Definisi Kesadaran wajib pajak ……….. 30

I.5.3.2 Definisi Kepatuhan wajib pajak ………. 31

I.5.3.3. Iklim perpajakan ……… 32

I.5.3.4 Faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan …………... 42

I.6 Definisi Konsep ………. 44

I.7 Sistematika penulisan ……….... 45

BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ……….. 46

II.2 Lokasi Penelitian ……… 47

II.3 Informan Penelitian ……… 48

II.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 49

II.5 Teknik Analisa Data ………... 50

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Gambaran umum Kelurahan Tegal Sari Mandala II ………. 51

III.2 Luas wilayah Kelurahan Tegal Sari Mandala II ……….. 52


(9)

III.4 Fasilitas/prasarana ……… 60

III.5 Organisasi sosial budaya ……….. 60

III.6 Struktur organisasi ……… 61

III.7 Uraian tugas dan fungsi ……… 64

BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Karateristik informan ……… 69

IV.2 Hasil kuesioner ………. 74

IV.3 Hasil wawancara ………... 84

BAB V ANALISA DATA V.1 Kepemimpinan ……… 114

V.2 Komunikasi ……… 116

V.3 Pendidikan ……….. 118

V.4 Perlakuan yang berbeda terhadap wajib pajak yang belum melunasi PBB … 119 V.5 Sikap petugas penagih/pemungut pajak bumi dan bangunan ………. 120

V.6 Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan ………. 122

V.7 Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib Pajak ……….. 126

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ……… 128

VI.2 Saran ……… 129 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kelurahan Tegal Sari

Mandala II tahun 2010 – 2013 ……….. 8

Tabel III.3.1 Komposisi penduduk berdasarkan lingkungan ……… 53

Tabel III.3.2 Komposisi penduduk berdasarkan usia ……… 54

Tabel III.3.3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ………. 55

Tabel III.3.4 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian ………. 56

Tabel III.3.5 Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan ……… 57

Tabel III.3.6 Komposisi penduduk berdasarkan agama ……… 58

Tabel III.3.7 Komposisi penduduk berdasarkan suku ……….. 59

Tabel III.4 Fasilitas/prasarana di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ……… 60

Tabel IV.1.1 Distribusi informan berdasarkan jenis kelamin ………... 70

Tabel IV.1.2 Distribusi informan berdasarkan usia ……….. 70

Tabel IV.1.3 Distribusi informan berdasarkan tingkat pendidikan ……….. 71

Tabel IV.1.4 Distribusi informan berdasarkan pekerjaan ………. 72

Tabel IV.1.5 Distribusi informan berdasarkan tingkat penghasilan ………. 73

Tabel IV.2.1 Distribusi jawaban informan tentang pengertian PBB ………. 74

Tabel IV.2.2 Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan sebagai wajib pajak PBB ... 75

Tabel IV.2.3 Distribusi jawaban informan tentang tujuan dari pembayaran PBB …………... 75

Tabel IV.2.4 Distribusi jawaban informan tentang prosedur pembayaran PBB ……….. 76

Tabel IV.2.5 Distribusi jawaban informan tentang keberatan atas pajak terutang ………….. 77 Tabel IV.2.6 Distribusi jawaban informan tentang kesesuaian tarif PBB dengan kemampuan


(11)

Ekonomi ……… 78 Tabel IV.2.7 Distribusi jawaban informan tentang keaktifan kepala lingkungan untuk

mengajak masyarakat membayar pajak bumi dan bangunan ………. 79 Tabel IV.2.8 Distribusi jawaban informan tentang kemudahan membayar PBB ……… 80 Tabel IV.2.9 Dstribusi jawaban informan tentang sistem komunikasi aparatur kelurahan … 81 Tabel IV.2.10 Distribusi jawaban informan tentang keterlambatan dalam membayar PBB .. 82 Tabel IV.2.11 Distribusi jawaban informan tentang pengenaan sanksi bagi wajib pajak


(12)

DAFTAR GAMBAR


(13)

ABSTRAKSI

Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai

Nama : Rati Meriani Nadeak

NIM : 100903033

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan pajak langsung atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, yang hasil penerimaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan Kota Medan masih belum mencapai target yang ditentukan, hal ini terlihat dari masih banyaknya tunggakan dalam buku I, II dan III. Oleh karena itu Kadispenda Kota Medan mengajak camat hingga kepala lingkungan untuk terlibat langsung dalam penagihan pajak bumi dan bangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan upaya yang dilakukan pihak Kelurahan serta Dispenda Kota Medan dalam hal peningkatan kesadaran tersebut sehingga kedepannya dapat memenuhi pencapaian target dan pembangunan daerah.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara, kuesioner dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Lurah Tegal Sari Mandala II, Sekretaris Lurah Tegal Sari Mandala II, Seksi Pembangunan Tegal Sari Mandala II, Sektim penagih/pemungut PBB Kecamatan Medan Denai, dan Kepala Lingkungan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II khususnya wajib pajak PBB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara

lain: Pertama, kesadaran masyarakat khususnya wajib pajak PBB di Kelurahan Tegal Sari

Mandala II bisa dikatakan rendah. Ini dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang merasa keberatan atas beban yang mereka terima dan belum melunasi pajak bumi dan bangunan sampai tanggal jatuh tempo. Kedua, kondisi ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat kurang memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala keperluannya. Pengeluaran pembangunan yang memang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, otomatis mengikutsertakan masyarakat guna mendukung berhasilnya program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Dalam hal ini negara Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, menempatkan masalah perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi warganya untuk ikut berperan serta dalam pembangunan nasional.

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting dan potensial selain sumber penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak karena dengan jumlah penduduk yang begitu besar dan wilayah yang begitu luas, maka Indonesia memiliki sumber-sumber pajak yang sangat banyak. Penerimaan dari sektor pajak ini selanjutnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum. Dengan kata lain, pendapatan negara dari sektor pajak ini merupakan “motor penggerak” kehidupan ekonomi masyarakat yang merupakan sarana nyata bagi pemerintah untuk mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana kepentingan umum.

Penerimaan pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kemampuan finansial untuk membayar pajak. Di Indonesia wajib pajak yang sudah memenuhi kewajibannya baru mencapai antara 50% sampai dengan 60% sedangkan yang tidak membayar pajak antara 30% sampai dengan 40%, hal ini terdiri dari lebih kurang 10% sampai


(15)

dengan 20% yang tidak mampu membayar pajak dikarenakan rendahnya pendapatan atau miskin dan 10% sampai dengan 20% tidak membayar pajak karena kurang kesadaran dan kepatuhan masyarakat khususnya wajib pajak akan kewajibannya. (Dirjen pajak: 2007)

Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, penerimaan pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai pembanguanan berasal dari pajak. Ditinjau dari aspek ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat/perusahaan ke sektor publik/negara yang digunakan untuk membiayai keperluan negara. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009 : 1).

Sistem pemungutan pajak yang mudah dan didukung partisipasi masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kepatuhan untuk membayar pajak, merupakan impian setiap pemerintah. Peran aktif rakyat dalam menunjang pembangunan nasional sangatlah diperlukan, khususnya wajib pajak. Rakyat sebagai wajib pajak akan ikut memberikan iuran bagi Negara dalam bentuk pajak. Dari hasil pembayaran pajak oleh rakyat tersebut diharapkan akan dapat membiayai pembangunan nasional. Meskipun pajak dianggap sebagai sumber dana yang paling potensial bagi pembiayaan negara, namun dalam realisasinya pemungutan pajak masih sangat sulit dilakukan oleh Negara. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dan kepercayaan masyarakat kepada administrasi pengelolaan pajak. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak di Indonesia membutuhkan motivasi untuk meningkatkan kepatuhannya dalam membayar pajak, serta peningkatan kepercayaan masyarakat bahwa penyaluran hasil pajak dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu untuk kesejahteraan


(16)

rakyat sehingga persepsi wajib pajak tentang pembayaran pajak akan positif terhadap pemerintah dalam mengelola pajak yang telah dibayarkan.

Pelaksanaan pembangunan di daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang berdasarkan prinsip otonomi daerah dengan pelaksanaan yang membuat masyarakat di daerah mandiri dalam melaksanakan pembangunannya. Sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan kota berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi-aspirasi masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, daerah kota dan kabupaten mempunyai perangkat daerah yaitu kecamatan yang dipimpin oleh kepala kecamatan dalam tugasnya yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan dari Walikota atau Bupati, didalam kecamatan juga mempunyai perangkat yaitu kelurahan yang dipimpin oleh Lurah sebagai penerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Camat. Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI No. 1007/KMK 0411985 tentang pelimpahan wewenang pungutan pajak kepada Gubernur kepala pemerintahan propinsi dan Walikota kepala pemerintahan kota dan Bupati kepala pemerintahan kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada organisasi dibawahnya sebagai usaha mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan, untuk itulah peranan kepala daerah sangat dituntut keaktifannya dalam hal pemungutan pajak ini.

Di Negara-negara yang sedang berkembang, pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Peran serta pemerintah dan aparatnya sangatlah penting. Pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat harus ikut serta dalam proses


(17)

pembangunan tersebut. Maka dari itu untuk mewujudkan pembangunan, pemerintah memungut pajak dari masyarakat, pajak yang dipungut oleh pemerintah terdiri dari Pajak Pusat dan Pajak Daerah, pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah di atur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 . Salah satu jenis pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan, khusus untuk Kota Medan telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2011.

Pajak Bumi dan Bangunan terbagi ke dalam beberapa sektor yaitu : Sektor Perdesaan, Sektor Perkotaan, Sektor Perkebunan, Sektor Pertambangan dan Sektor Perhutanan. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan salah satu penerimaan yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah. Hasilnya akan sangat membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan percepatan pembangunan khususnya di daerah. Oleh karena itu pajak bumi dan bangunan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah dalam hal penanganannya, sehingga nantinya akan dapat memberikan sumbangan yang besar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mengingat pentingnya sumbangan yang diberikan oleh penerimaan pajak bumi dan bangunan bagi pembiayaan pembangunan, maka pemungutan pajak bumi dan bangunan harus dilakukan secara efektif, sehingga nantinya dapat memenuhi target pemungutan yang telah ditetapkan.

Sebagaimana jenis pajak yang lain, pajak bumi dan bangunan akan selalu berkaitan dengan fungsi budgeter dan regulasi. Masalah penting yang harus selalu diperhatikan dalam pengenaan pajak adalah distribusi beban pajak pada masyarakat. Salah satu syarat dan penetapan pajak adalah harus memenuhi prinsip keadilan. Ada 2 tolak ukur yang dapat digunakan untuk melihat adil tidaknya distribusi beban pajak. Pertama adalah prinsip kemampuan untuk membayar dan kedua adalah prinsip manfaat. Pembayaran pajak bumi dan bangunan bersifat wajib bagi setiap warga Negara Indonesia yang mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB)


(18)

dan sertifikat tanah untuk kepemilikan lahan. Jumlah pembayaran atau pungutan PBB ini berdasarkan luas tanah yang tertera di surat sertifikat tersebut yang harus dibayar satu kali dalam setiap tahun.

Kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara tidak luput dari permasalahan perpajakan dimana pencapaian penerimaan pajak Kanwil Dirjen Pajak Sumut selama tahun 2012 terealisasi sebesar Rp 10,87 triliun. Jumlah tersebut sesuai dengan harapan yang dibebankan oleh Dirjen Pajak sejak awal tahun 2012 yang lalu dengan pencapaian sebesar 100.37 persen. Perolehan pajak di tahun 2012, mengalami kenaikan dari 2011 yang hanya teralisasi Rp 8,85 triliun. Dari realisasi tersebut, perolehan pajak jenis PPH non migas mendominasi dengan raihan sebesar Rp 6,76 triliun, menyusul PPN dan PPnBM sebesar Rp 3,9 trilun, PBB Rp 116 miliar dan perolehan dari jenis pajak lainnya yang sebesar 89 miliar. (Tribun Medan, 15 Januari 2013 diakses pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 20.15 WIB)

Berbanding terbalik dengan penerimaan pajak daerah tersebut, penerimaan atas pajak bumi dan bangunan mengalami penurunan di tahun 2012, hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat Medan untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) masih sangat rendah. Setidaknya pernyataan ini terungkap dalam rapat Komisi C DPRD Kota Medan bersama perwakilan Dinas Pendapatan Kota Medan. Berdasarkan laporan per tanggal 9 Mei 2012, realisasi penerimaan PBB yang terkumpul masih sekitar Rp 22,864 miliar atau 7,62 persen dari target tahun 2012 yang berjumlah Rp 300 miliar. Yang seharusnya sampai bulan Mei sudah bisa tercapai 60 persen. Penurunan ini merupakan gambaran penolakan dari masyarakat khususnya

wajib pajak dalam membayar PBB. (Tribun Medan, 10 Mei 2012 diakses pada tanggal 15


(19)

Berdasarkan data Pemerintah Kota Medan Tahun 2012, tunggakan pajak bumi dan bangunan sangat signifikan yakni Rp.448.152.920.986. Kondisi itu menyebabkan penerimaan PBB tidak mencapai target yang ditentukan. Dalam rapat koordinasi penagihan tunggakan pajak antara pihak Dispenda bersama camat, lurah dan kepala lingkungan di Kantor Camat Medan Area mengatakan bahwa sejak ditetapkannya pajak bumi dan bangunan menjadi pajak daerah sesuai Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009, maka Pemko Medan telah melaksanakan penagihan pajak bumi dan bangunan. Namun saat jatuh tempo per tanggal 31 Agustus 2013, ditemukan banyaknya tunggakan pajak bumi dan bangunan dari wajib pajak sehingga realisasi pajak bumi dan bangunan tidak mencapai target. Untuk mempercepat realisasi penagihan tunggakan pajak bumi dan bangunan, Dispenda akan melibatkan camat hingga kepala lingkungan. Kegiatan penagihan akan dimulai bulan Nopember sampai berakhirnya tahun 2013. (Waspada Online, 4 November 2013 diakses pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 14.20)

Dalam kesempatan rapat koordinasi tersebut Kadispenda Kota Medan menyerahkan rekapitulasi tunggakan PBB tahun 2007 sampai 2012 dalam buku I, buku II dan buku III. Di dalam rekapitulasi itu terdapat 3 kecamatan di Kota Medan yang mengalami penunggakan PBB yakni: Kecamatan Medan Amplas, Medan Area dan Medan Kota. Untuk Kecamatan Medan Amplas, jumlah WP sebanyak 46.702 orang dengan tunggakan PBB sebesar Rp.7.233.495.260. Sedangkan jumlah kepling sebanyak 77 orang. Kemudian Kecamatan Medan Area, WP berjumlah 24.482 orang dan kepling sebanyak 172 orang, sedangkan jumlah tunggakan PBB sebesar Rp.4.650.164.091. Sementara itu Kecamatan Medan Kota, jumlah WP sebanyak 36.190 orang dan kepling 146 orang, sedangkan jumlah tunggakan PBB sebesar Rp.5.265.580.521. (Waspada Online, 4 November 2013 diakses pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 14.20)


(20)

Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, dengan luas wilayah 9.827 Km2 dan jumlah penduduk 144.678 jiwa. Kecamatan Medan Denai berbatasan dengan Medan Kota dan Medan Area di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur, Medan Amplas di selatan, dan Medan Tembung di utara. Di Kecamatan ini juga terdiri dari 6 kelurahan yaitu, Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kelurahan Denai, Kelurahan Medan Tenggara

(Menteng) dan Kelurahan Binjai (www.pemkomedan.go.id diakses pada tanggal 10 November

2013 pukul 19.35 WIB).

Kelurahan Tegal Sari Mandala II merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Denai yang memisahkan diri dari Kelurahan Tegal Sari Mandala I. Kelurahan Tegal Sari Mandala II terbagi menjadi 15 lingkungan yang masing-masing lingkungan dipimpin oleh

seorang kepala lingkungan. Jumlah penduduk Kelurahan Tegal Sari Mandala II Tahun 2008

secara keseluruhan yaitu 20.185 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 4.169 Kepala Keluarga dan masih didominasi oleh penduduk miskin khususnya di Lingkungan I – VIII. Berdasarkan Laporan dari Kantor Kelurahan Tegal Sari Mandala II jumlah wajib pajak atas Bumi dan Bangunan tahun 2012 sebesar 2.778 wajib pajak dan 2.821 wajib pajak di tahun 2013 dengan jumlah tunggakan Rp 572.727.889,00 terhitung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.

Adapun data yang diperoleh dari Kelurahan Tegal Sari Mandala II tentang target dan realisasi penerimaan PBB selama 4 (empat) tahun terakhir adalah sebagai berikut :


(21)

Tabel I.1

Laporan Realisasi Penerimaan PBB Kelurahan Tegal Sari Mandala II Tahun 2010 – 2013

No Tahun Target Realisasi Persentase (%)

1 2010 308.105.134 232.167.011 80,09 2 2011 310.471.538 233.350.213 78,34 3 2012 706.753.793 387.253.514 54,95 4 2013 362.363.294 264.990.912 73,46

Sumber : Kantor Kelurahan Tegal Sari Mandala II, 2013

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam 4 (empat) tahun terakhir penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II selalu gagal untuk memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Pihak Dispenda maupun aparatur Kelurahan yaitu mencapai 100%. Hal ini menunjukkan masih ada sebagian wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya dalam hal pembayaran PBB dikarenakan masih kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat tersebut.

Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat dalam peran sertanya menanggung pembiayaan Negara, maka dituntut adanya kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak bumi dan bangunan dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi oleh aparatur Kelurahan dalam pemungutannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, kondisi ekonomi yang belum maksimal serta tingkat perkembangan intelektual masyarakat sehingga mereka tidak melaksanakan kewajibannya.


(22)

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan (Studi pada Kelurahan Tegal Sari Mandala II) ”

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi perhatian dalam penelitian adalah “ Bagaimana Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ?”

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

bumi dan bangunan sektor perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pihak Kelurahan dan fiksus dalam

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II.


(23)

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan Kepatuhan mayarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Secara praktis, diharapkan sebagai referensi atau masukan bagi pihak Kelurahan serta Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan untuk meningkatkan pencapaian target pajak bumi dan bangunan dimasa yang akan datang.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitan peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan.

1.5 Kerangka Teori

Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut Singarimbun dan Effendi (1989: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah:


(24)

1.5.1 Gambaran Umum Mengenai Pajak 1.5.1.1 Definisi Pajak

Ada banyak pengertian pajak yang berbeda-beda dikemukakan oleh para ahli dalam bidang perpajakan dan perundang-undangan meskipun makna dan tujuan utamanya adalah sama. Beberapa pengertian pajak tersebut, antara lain sebagai berikut :

a. Pajak adalah iuran kepada kas negara (pengalihan kekayaan atau pendapatan individu

kepada negara) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Prof. DR.H Rochmat Soemitro, SH, 1990 : 5).

b. Pajak adalah iuran kepada kas negara (dapat dipaksakan) yang terhutang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menjalankan pemerintahan (P.J.A.Adriani, 1992 : 2).

c. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasrkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007).

d. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011).


(25)

Dari beberapa pengertian pajak diatas dpat disimpulkan bahwa pajak adalah : 1. Iuran rakyat kepada kas negara dan daerah.

2. Bersifat memaksa karena berdasarkan Undang-undang

3. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

4. Sebagai biaya pengeluaran umum negara dan daerah untuk menjalankan pemerintahan. 1.5.1.2 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan. Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend).

Fungsi budgetair adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi regulerend adalah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Mardiasmo, 2009 : 2).

Beberapa fungsi pajak dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Fungsi anggaran (budgetair / financial)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksankan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan


(26)

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, dieberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Jadi kesimpulannya, pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan mengatur kebijaksanaan pajak guna mencapai tujuan pemerintah.

1.5.1.3 Jenis-jeni Pajak

Sesuai dengan asas pemungutan pajak, maka di Indonesia ditetapkan berbagai pengelompokkan pajak agar dapat membedakan antara pajak yang satu dengan pajak yang lain. Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu (Mardiasmo, 2009 : 2).

a. Pajak menurut golongannya.

1) Pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya harus ditanggung sendiri oleh

wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada wajib pajak yang lain. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasila (PPh).

2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat dialihkan atau

dilimpahkan kepada pihak lain. Yang Tergolong pajak ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM).


(27)

b. Pajak menurut sifatnya.

1) Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada keadaan

pribadi. Wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasilan(PPh).

2) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya, baik

berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak maupun tempat tinggal. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan Bea materai.

c. Pajak menurut Lembaga pemungutannya.

1) Pajak Negara/Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan

Departemen Keuangan dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM), Bea Materai.

2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Yang tergolong pajak daerah tingkat I adalah Pajak Kendaraan bermotor, Bea balik nama dan yang tergolong pajak darah tingkat II adalah pajak radio, pajak reklame, pajak hotel, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak hiburan, pajak penerangan jalan dan pajak restoran.


(28)

1.5.1.4 Asas Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak ada tiga macam cara yang biasa dilakukan (Suandy, 2008 : 40) yaitu :

1. Asas Domisili (Tempat Tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara dimana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dalam negeri maupun luar negeri dan melihat kebangsaan atau kewarganegaraan wajib pajak tersebut.

2. Asas Sumber

Pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di negara mana tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.

1.5.1.5 Tarif Pajak

Tarif pajak didefinisikan sebagai suatu angka tertentu yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak. Secara garis besar, perpajakan mengenal empat tarif yaitu :

1. Tarif Progresif

Adalah tariff yang semakin tinggi dasar penggenaanya, sehingga menghasilkan jumlah beban pajak yang lebih tinggi.


(29)

2. Tarif Degresif

Adalah kebalikan dari tariff progresif, yaitu semakin tinggi dasar penggenaannya semakin rendah persentase tarifnya. Tetapi hingga saat ini belum ada terdapat jenis pajak yang merupakan taruf ini.

3. Tarif Proporsional

Adalah tarif pajak yang semakin tinggi dasar pengenaanya semakin tinggi pula beban pajak yang terutang. Misalnya tariff PPnBM.

4. Tarif Tetap

Adalah suatu tariff yang tidak dapat dipengaruhi oleh dasar pengenaannya, seperti yang dianut oleh per Undang-undang Bea Materai.

1.5.1.6 Sistem Pemungutan Pajak

Pada dasarnya terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku (Suandy, 2008 : 130), yaitu :

1. Official Assesment System

Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh Fiskus/aparat pajak. Maka dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedangkan Fiskus bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka official assessment system sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran formil artinya utang pajak timbul apabila sudah ada ketetapan pajak dari Fiskus.


(30)

Ciri-cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif

c. Utang paajk timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Self Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Untuk mensukseskan sistem Self Assesment System ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain kesadaran wajib pajak (tax consciousness), kejujuran wajib pajak, kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness), dan kedisiplinan wajib pajak (tax discipline).

Ciri-cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak

yang terutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. Withholding System

Withholding system adalah sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah.


(31)

Ciri-cirinya :

a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak

selain Fiskus dan Wajib pajak.

1.5.2 Pajak Bumi dan Bangunan

1.5.2.1 Definisi Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2011 yang dimaksud dengan bumi dan bangunan

a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Yang termasuk dalam pengertian bumi meliputi :

 tanah dan perairan pedalaman (rawa-rawa, tambak, perairan)  laut wilayah kabupaten/kota

b. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan pedalaman dan laut. Yang terrmasuk dalam pengertian bangunan meliputi :

 jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut  jalan tol

 kolam renang

 pagar mewah

 tempat olah raga

 galangan kapal, dermaga


(32)

 tempat penampungan/kilang minyak,air dan gas, pipa minyak dan

 menara.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan bangunan (Setiawan dan Hardi, 2006 : 125)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek pajak yaitu bumi dan bangunan, keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang (Waluyo, 2010 : 196)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak, maka oleh sebab itu yang dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak (Soemitro dan Muttaqin, 2001 : 5)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Daerah yang di kenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khusus untuk Kota Medan telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011, Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan.

1. Pajak Bumi dan Bangunan menurut UU PDRD No. 28 Tahun 2009

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan.


(33)

2. Pajak Bumi dan Bangunan menurut Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2011

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan (harta yang tak bergerak) dan merupakan pajak daerah (langsung) yang sebagian besar penerimaannya digunakan untuk penyediaan fasilitas umum daerah.

1.5.2.2. Maksud dan Tujuan Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, bumi termasuk peraairan dan kekayaan akan didalamnya dikuasai oleh Negara. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya pada negara melalui pembayaran pajak.

Adapun maksud dan tujuan dari Pajak Bumi dan Bangunan tersebut adalah :

1. Menyederhanakan peraturan perundang-undangan sehingga mudah dimengerti oleh

rakyat.

2. Memberi dasar hukum yang kuat pada pemungutan pajak atas harta tidak bergerak dan

sekalian menyerasikan pajak atas harta tidak bergerak di semua daerah.

3. Memberikan kepastian hukum pada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak


(34)

4. Menghilangkan pajak ganda yang terjadi sebagai akibat dari berbagai undang-undang pajak yang sifatnya sama.

5. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk menegakkan

otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.

6. Menambah penghasilan daerah.

1.5.2.3 Definisi Objek Pajak Bumi dan Bangunan 1.5.2.3.1 Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek Pajak Bumi dan Bangunan menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2011 adalah bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, pertambangan.

Bumi dan bangunan memiliki jenis yang berbeda. Dalam hal ini bumi dan bangunan dikelompokkan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Letak b. Peruntukan c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Bahan yang digunakan


(35)

b. Rekayasa

c. Letak

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

1.5.2.3.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang dikecualikan

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2013, Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang dikecualikan adalah :

1. Objek yang digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan. 2. Objek yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan antara lain:

 di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.  di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.

 di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.  di bidang sosial, contoh: panti asuhan.

 di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.

3. Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.

4. Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

5. Objek yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.


(36)

6. Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

1.5.2.4 Subjek dan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) sampai (7) yang termasuk sebagai subjek dan wajib pajak bumi dan bangunan yaitu :

(1) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempuyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

(2) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan

.(3) Dalam hal Objek Pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Kepala Daerah dapat menetapkan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak.

(4) Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Kepala Daerah bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap Objek Pajak dimaksud.

(5) Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui , maka Kepada Kepala Daerah membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu ) bulan sejak diterima surat keterangan dimaksud.

(6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Kepala Daerah mengeluarkan keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.


(37)

(7) Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui dan Kepala Daerah segera membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak.

Maka dapat ditarik pengertian bahwa subjek pajak bumi dan bangunan adalah seorang dalam artian pribadi atau badan hukum yang dinyatakan sebagai subjek hukum dan dikenakan kewajiban membayar pajak sekaligus merupakan wajib pajak. Dengan kata lain bahwa wajib pajak PBB adalah orang-orang atau badan hukum yang secara nyata mempunyai dan memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan dan dikenakan kewajiban membayar pajak (Mardiasmo, 2004 : 273 - 274).

1.5.2.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Bumi dan Bangunan

Akibat perikatan pajak antara fiskus dan wajib pajak menimbulkan adanya hak dan kewajiban pada kedua belah pihak. Berhubung dengan pajak bumi dan bangunan, hak dan kewajiban wajib pajak antara lain sebagai berikut :

a. Hak Wajib Pajak

1. Mendapat penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan

PBB.

2. Menerima surat pemberitahuan pajak terutang dari kepala lingkungan yang

bersangkutan.

3. Menerima surat tanda terima setoran PBB dari Bank yang tercantum pada SPPT atau tanda terima sementara dari petugas pemungut PBB Kelurahan atau desa yang ditunjuk resmi.


(38)

b. Kewajiban Wajib Pajak

1. Mendatangani bukti tanda terima SPPT dan menyerahkannya kembali kepada

Lurah/Dispenda/Kantor penyuluhan pajak untuk diteruskan ke kantor pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT.

2. Melunasi PBB sebelum tanggal jatuh tempo ke tempat yang telah ditentukan. 1.5.2.6 Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Pemungutan pajak bumi dan bangunan masih menggunakan Official Assesment System mengingat sangat luasnya pajak bumi dan bangunan yang akan meliputi sebagian besar dari rakyat yang memiliki harta tidak bergerak, baik berupa tanah maupun bangunan. Dan mengingat pula sebagian besar rakyat Indonesia tingkat pendidikannya masih dianggap belum memadai untuk diserahi self assessment system (wajib pajak yang menentukan sendiri besarnya pajak terutang).

Pengertian official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang pada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif

c. Utang paajk timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Dengan demikian timbulnya utang pajak akan memberi kewajiban kepada wajib pajak setelah menerima ketetapan fiskus. Dalam rangka pendataan, subjek pajak harus mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).


(39)

Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan pedesaan perkotaan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar terhadap kepemilikan atas pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan, dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Dalam penetapan besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) dilakukan oleh Kepala Daerah. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut :

1. Untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan

sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) pertahun.

2. Untuk NJOP diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,3 % (nol koma tiga persen ) pertahun.

Besaran Pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak. Hasil perhitungan besaran Pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang ditetapkan minimal sebesar Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).

1.5.2.8 Alasan Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah

1. Kondisi pelayanan sektor publik di Indonesia masih jauh dari memuaskan, sehingga pendaerahan PBB akan membuat pemerintah daerah bersikap lebih transparan dan akuntabel.

2. Secara fisik, Indonesia merupakan wilayah yang sangat luas, sehingga menyulitkan untuk sentralisasi pengelolaan PBB dengan hasil yang optimal


(40)

3. Kondisi setiap wilayah adalah untuk dimana ada yang sangat kaya dengan sumber daya alam di satu titik ekstrem sementara ada wilayah yang sama sekali tidak memiliki sumber daya alam, dengan mengalihkannya menjadi pajak daerah, maka daerah-daerah akan terdorong lebih kreatif dalam melakukan pengembangan PBB

4. Pemerintah pusat lebih memfokuskan usahanya untuk memikirkan hal-hal yang strategis bagi kepentingan nasional, dan tidak terlibat lagi pada hal-hal yang dapat dilakukan oleh daerah-daerah.

5. PBB bukanlah dan tidak dapat digunakan sebagai alat pemerataan fiskal yang dapat digunakan sebagai alat pemerataan fiskal adalah DAU.

1.5.2.9 Keuntungan PBB Menjadi Pajak Daerah

1. Proses pendataan dan penilaian Objek dan Subjek PBB akan lebih baik. Hal ini dikarenakan kantor Kelurahan akan lebih aktif melakukan pendataan. Keadaan ini dimungkinkan karena kelurahan lebih mudah memonitor penambahan dan mutasiobjek maupun subjek pajak PBB yang ada didaerahnya. Disamping itu pejabat penilai PBB akan lebih mudah melakukan proses penilaian. Apalagi bila prestadi pendataan dan penilaian PBB merupakan bagian dari penilaian kinerja yang dilakukan oleh kantor kelurahan setempat.

2. Penentuan target penerimaan PBB lebih mencerminkan potensi daerah dan sesuai dengan target penerimaan dalam APBD yang disetujui oleh DPRD. Kondisi ini akan menyebabkan peran serta mesyarakat dalam pembayaran PBB akan dapat lebih dioptimalkan sehingga akan lebih meminimalkan tunggakan yang bakal terjadi. Disamping itu akan mudah memonitor penerimaan PBB di setiap tempat pembayaran, yaitu dengan lebih meningkatkan koordinasi aparat kelurahan dengan bank tempat pembayaran dan Kantor Dispenda.


(41)

3. Penetapan PBB akan lebih mudah dan terarah. Hal ini dikarenakan dengan hasil pendataan dan penilaian yang andal dan baik akan menjamin penetapan subyek PBB yang terarah/tepat sasaran. Dengan demikian dapat diminimalkan adanya dobel ketetapan atau salah penetapan.

4. Penentuan tarif dan nilai Jual Kena Pajak (NJKP) lebih fleksibel.

5. Pelayanan wajib pajak. Pelayanan yang baik akan menjamin peran serta masyarakat yang lebih tinggi. Sehingga pada gilirannya akan lebih meningkatkan penerimaan dan tertib administrasi.

6. Peningkatan koordinasi dan kinerja pegawai. Adanya pelimpahan sumber daya manusia ini proses pembinaan dan peningkatan karir bagi pegawai akan lebih mudah dilakukan. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan etos kerja dan koordinasi. Dengan demikian prestasi dan kinerja pegawai juga dapat lebih ditingkatkan dan pada gilirannya akan akan meningkatkan pengadministrasian Pajak Bumi dan Bangunan.

7. Efesiensi belanja dan anggaran Negara. Adanya pelimpahan wewenang pengelolaan PBB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah akan dapat menghemat DIK dan DIP dari anggaran Negara. Dengan demikian anggaran yang ada dapat digunakan untuk kegiatan lain yang lebih berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat.

1.5.3 Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan

1.5.3.1Definisi Kesadaran Wajib Pajak

Istilah kesadaran berasal dari kata “sadar” yang mempunyai arti merasa tahu dan ingat kepada keadaan sebenarya, ingat akan dirinya, siuman ingat kembali dari keadaan pingsan dan bangun tidur, insaf, serta tahu dan mengerti (Huetomo M. A, 2005 : 428).


(42)

Imbuhan ke –an pada kata “sadar” sehingga membentuk istilah kesadaran bermakna perbuatan atau proses menjadikan sadar. Kesadaran merupakan suatu keadaan dimana seseorang melaksanakan suatu tindakan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Pengertian kesadaran menurut Freira (2002 : 125)

Kesadaran merupakan kemauan disertai dengan tindakan dari refleksi terhadap kenyataan.

Menurut Padila dan Prior (2002 : 194)

Kesadaran merupakan suatu proses belajar dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang diterima untuk mendapatkan keyakinan dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang diterima untuk mendapatkan keyakinan diri yang mendorong dilakukannya suatu tindakan.

Pada hakikatnya kesadaran membayar pajak adalah suatu keadaan dimana (dalam hal ini) wajib pajak berada dalam keadaan tahu, mengerti, dan tidak merasa dipaksa ataupun takut dalam melaksanakan kewajibannya, karena adanya nilai-nilai hukum dalm diri wajib pajak dan adanya pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu diatur oleh hukum.

Dari pengertian kesadaran diatas dan dihubungkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan dapat disimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak berarti tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, antara lain tentang :

a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

b. Manfaat Pajak Bumi dan Bangunan

c. Pendaftaran objek pajak


(43)

e. Kegunaan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) f. Penetapan nilai Pajak Bumi dan Bangunan

g. Jangka waktu pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan

h. Pembayaran denda

i. Hak dan kewajiban wajib pajak

Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sering dikaitkan dengan kerelaan dan kepatuhan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pada hal sebagai berikut :

a. Pengetahuan masyarakat, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan akan pentingnya

membayar pajak semakin mudah untuk menyadarkan Wajib Pajak, terutama mengenai hubungan antara biaya dan manfaat dari setiap aktivitas pemerintah.

b. Tingkat pendidikan, hal ini diperlukan dalam pemahaman pajak dan pengisian formulir pajak yang terkadang rumit bagi masyarakat.

c. Sistem yang berlaku, terutama pada sistem pajak yang adil dan sistem administrasi yang mudah dan sederhana.

1.5.3.2Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 1995 : 1013, istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Artinya untuk dapat melaksanakan kepatuhan seseorang harus mengerti dan memahami adanya hukuman norma yang berlaku menyangkut suatu tindakan yang akan dilakukan.


(44)

Kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi sesama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.

Menurut Tjahjono (2006 : 29)

Kepatuhan wajib pajak adalah perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Nurmantu (2003 : 148)

Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kriteria wajib pajak patuh berdasarkan perpajakan adalah sebagai berikut :

a. Tepat waktu dalam menyampikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) untuk semua jenis

pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh

izin untuk mengawasi atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan adalah perilaku/tingkah laku wajib pajak untuk melaksanakan hak perpajakannya dan memenuhi kewajiban perpajakannya seperti mengisi secara benar surat pemberitahuan objek pajak (SPOP), membayar pajak tepat pada waktunya


(45)

tanpa ada tindakan pemaksaan, dan memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

1.5.3.3 Iklim Perpajakan

Walaupun organisasi perpajakan sudah dilengkapi dengan dua fungsi utamanya, yaitu fungsi verifikasi/pemeriksaan (the audit fuction) dan fungsi pemungutan/penagihan pajak (the collection fuction), satu hal yang dapat dipastikan bahwa kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, akan tetapi tergantung pada kemauan (willingness) wajib pajak, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada dasarnya tidak satu pun dari verifikasi atau metode teknis lainnya dapat diperluas sampai mencapai jumlah wajib pajak yang cukup, agar diperoleh efek langsung yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak atau menjamin tercapainya kepatuhan membayar pajak yang cukup tinggi. Prosedur teknik tersebut memang berperan dalam mengurangi penyeludupan pajak, akan tetapi yang diharapkan adalah agar prosedur tersebut dapat membantu pembentukan akal sehat para wajib pajak yang pada ajhirnya akan menghasilkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan para wajib pajak.

Menurut pengamatan Norman D. Nowak, peningkatan penerimaan pajak akibat verifikasi aparat perpajakan, aktivitas para ahli hukum, para akuntan serta tekisi lainnya dan keputusan peradilan pajak, biasanya hanya merupakan tiga sampai lima persen dari seluruh penerimaan pajak, sedang sisanya sebesar sembilan puluh lima persen adalah hasil dari penerimaan iklim


(46)

perpajakan. Misi utama dari intansi pajak adalah menciptakan dan mengembangkan ilim perpajakan yang bercirikan :

- Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

- Mengisi formulir pajak dengan tepat.

- Menghitung pajak dengan jumlah yang besar.

- Membayar pajak tepat waktu.

Beberapa faktor yang penting yang dapat mempengaruhi pengembangan “state of mind” tersebut tergantung antara lain kemampuan untuk meyakinkan para wajib pajak tentang tiga hal, yaitu :

1. Kepercayaan yang penuh dari para wajib pajak bahwa pemerintah bersikap adil dan

masuk akal dalam hal pembebanan pajak terhadap setiap wajib pajak atau dengan perkataan lain para wajib pajak yakin bahwa pajak tersebut diadministrasikan secara efektif, sehingga tidak dirasakan oleh para wajib pajak adanya diskriminasi pajak dan adanya keadilan dalam menanggung beban pajak.

2. Respek para wajib pajak terhadap pemerintah akan kemampuan dan kemauan baik dari

pemrintah untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak memihak. Agaknya, yang paling merusak moral wajib pajak apabila wajib pajak mengetahui bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak sesuai dengan beban yang harus dipikulnya. Dalam hal ini administrator pajak harus bersikap tegas terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kebenaran tindakan atau perbuatan para wajib pajak.


(47)

3. Suatu kenyataan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh para wajib pajak, bahwa mereka juga memperoleh manfaat atau keuntungan dari hasil pembayaran pajak seperti misalnya jalan yang baik, sekolah yang cukup, rumah sakit yang memadai, keamanan, dan sebagainya.

Beberapa pendekatan penting lainnya dalam rangka penciptaan iklim perpajakan yang sehat tersebut, yang dapat dilakukan oleh instansi pajak dan merupakan tanggung jawabnya untuk dikembangkan, adalah :

1. Sistem perpajakan yang adil

Pada dasarnya hampir semua orang berakhlak (bermoral) dan membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang sederhana, tetapi terdapat banyak hal yang bersifat emosional, yang dipengaruhi oleh akhlak tersebut. Meskipun kebanyakan orang mengeluh mengenai pajak yang dibayarkan, namun ada juga beberapa dari mereka bangga melakukan pembayaran pajakanya. Apabila semua masyarakat membayar pajak sesuai kemampuannya dan bahwa setiap orang akan mempunyai tempat dan perlakuan yang sama apabila mereka memenuhi kewajibannya, namun satu hal yang tetap menjadi masalah besar adalah menyangkut “ berapa besarnya” jumlah pajak tersebut untuk dapat dianggap sebagai penerimaan yang adil.

Apabila selanjutnya diinginkan pembebanan yang adil dan sekaligus peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan, satu-satunya tarif yang dianggap adil adalah diterapkannya tarif progresif, adanya pengurangan berbentuk penghasilan tidak kena pajak yang wajar serta beberapa pengurangan lainnya atas pengeluaran pribadi dengan catatan penerapan tarif progresif yang tinggi karena pertimbangan keadilan, dapat mengakibatkan


(48)

kemunduran yang berarti dalam tingkat tabungan, investasi dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan pula penyeludupan pajak.

Tanpa dapat menyakinkan para wajib pajak bahwa adanya keadilan dalm sistem perpajakan dan bahwa para wajib pajak membayar pajak sesuai dengan porsinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maka tidaklah banyak yang dapat diperbuat oleh administrator pajak untuk mengurangi penyeludupan pajak. Jumlah utang pajak yang diseludupkan oleh orang kaya dan berkuasa apabila mereka benar-benar melakukan penyeludupan pajak, akan merupakan lisensi bagi wajib pajak lainnya untuk menyeludupkan pajak dan kecenderungan penurunan penerimaan pajak akibat penyeludupan pajak tersebut akan berlipat ganda. Hal ini berarti pula bahwa kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah dan sistem perpajakan yang adil telah hilang.

2. Sanksi administrasi dan pidana.

Wajib pajak merasa takut akan ancaman hukuman dalam hal ini diketahui oleh instansi pajak bahwa dia melakukan penyeludupan pajak. Berkenaan dengan hal ini, beberapa administrator pajak berpendapat bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajibannya namun hal ini sangat tergantung kepada kebudayaan masing-masing negara dan merupakan persoalan negara yang bersangkutan untuk memutuskan mana yang terbaik untuk negaranya.

Penduduk diberbagai bagian di dunia ini merasa takut akan ancaman hukuman yang berbeda-beda, tetapi pada umumnya para wajib pajk cenderung tidak takut akan ketetapan pajak berserta sanksi administrasinya, tetapi lebih takut akan ancaman sanksi pidananya


(49)

berupa hukuman kurungan atau penjara. Ketakutan mendekam enam bulan atau setahun atau mungkin lebih lama dalam penjara akan membuat wajib pajak yang paling tidak patuh akan takut untuk melakukan kecurangan. Sesungguhnya bagi negara yang memenjarakan hanya satu atau dua wajib pajak saja setiap tahunnya karena melakukan penyeludupan pajak akan memperoleh hasil yang sama dengan negara yang memenjarakan lebih banyak lagi, seperti di Amerika Serikat yang mempunyai reputasi memenjarakan sekitar empat puluh wajib pajak setahun dari sejumlah puluhan juta Surat Pemberitahuan yang diisi dan dilaporkan wajib pajak.

Dapat disimpulkan, bahwa perasaan takut akan tertangkap dan dipenjarakan akibat penyeludupan pajak merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi penyeludupan pajak. Apabila timbul perasaan tidak berbuat kesalahan dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sudah berkembang dikalanagn para wajib pajak, hal ini berarti jalan menuju kepada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sudah terbuka.

3. Pelayanan dan bantuan terhadap wajib pajak.

Para petugas pada instansi pajak, hendaknya dilatih untuk memahami bahwa para wajib pajak bukanlah merupakan lawan akan tetapi lebih merupakan anggota msyarakat yang perlu ditolong dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya atau dengan perkataan lain, rasa hormat-menghormati dan respek hendaknya munculnya dari kedua belah pihak.

Dari sudut pandangan lain, hal ini mempunyai nilai tmbah untuk tidak membiarkan adany dalih bagi pembayar pajak untuk tidak membayar pajak. Hal ini berarti pula bahwa tidaklah cukup kalau hanya meminta kepada pembayar pajak agar mematuhi ketentuan


(50)

peraturan perundang-undangan perpajakan, akan tetapi sesungguhnya instansi pajak pun bertanggung jawab atas segala pemberian informasi yang diperlukan dan petugas pajak harus siap setiap saat untuk membantu para pembayar pajak mengisi Surat Pemberitahuan dan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Hendaknya informasi mengenai masalah-masalah perpajakan secara teratur diberikan oleh surat kabar, majalah radio, televisi, dan media elektronik lainnya. Pada masa pengisian Surat Pemberitahuan, dibentuk pula unit-unit khusus yang bertugas memberikan informasi dan bantuan lainnya kepada para pembayar pajak yang memerlukannya. Formulir pajak haruslah selalu tersedia apabila diminta oleh pembayar pajak dan hendaknya sesederhana mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa harus dikembangkan keyakinan para pembayar pajak, bahwa instansi pajak dengan para petugas kan selalu menjadikan pekerjaan atau tindakan memenuhi kewajiban perpajakan, semudah dan sesederhana mungkin.

4. Reputasi petugas pajak.

Pada keempat ini secara logika mengikuti langkah-langkah yang diambil terdahulu, yaitu para petugas pajak hendaknyamemiliki sebagai tujuannya “mencapai reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapana teknis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil. “ Tujuan ini cukup jelas dan sederhana dan bukannlah hanya merupakan sekedar basa-basi terhadap suatu prinsip, tetapi sedemikianlah seharusnya. Namun sangat disayangkan bahwa dalam praktiknya hal tersebut sering seklai diabaikan. Pembayar pajak harus respek terhadap instansi pajak dan hal ini berartu bahwa petugas pajak harus pula respek terhadap pembayar pajak. Petugas pajak yang berhubungan dengan masyarakat pajak haruslah berkaliber tinggi, terlatih baik, digaji baik dan bermoral tinggi. Masyarakat pembayar pajak menggangap para petugas pajak sebagai golongan elite,


(51)

kelompok non politik yang setiap saat akan membantunya pada saat diperlukan serta tidak mengelabuinya. Hal ini berarti pula bahwa keputusan instansi pajak betul-betul tidak dapat diubah oleh karena ditelpon atau surat politis.

Bagaimana pun juga semua petugas pajak hendaknya menyadari bahwa semua tindakan yang dilakukannya serta sikapnya terhadap pembayar pajak dalam rangka pelaksanaan tugasnya, mempunyai pengaruh langsung terhadap kepercayaan masyarakat akan sistem perpajakan secara keseluruhan. Tindakan yang dilakukan para petugas pajak serta sikapnya dalam menghadapi para pembayar pajak, dalam banyak hal melibatkan “Kontak pribadi yang memerlukan keahlian tersendiri dalam cara-cara pendekatannya, karena antara petugas pajak dan pembayar pajak mempunyai kepentingan yang bertentangan satu sama lainnya. Mengenai kontak pribadi ini, Internal Revenue Service di Amerika Serikat pernah mengeluarkan pedoman yang berkenaan dengan masalah hubungan perpajakan (Taxpayer relation), antara lain sebagai berikut :

 Goodwill dan respek pembayar pajak dapat ditumbuhkan dengan cara-cara sebagai

berikut : Para petugas pajak (pemeriksa pajak) hendaknya bersikap positif dalam usahanya untuk mengembangkan hubungan yang baik dan menyenangkan dengan para pembayar pajak. Kadang-kadang pembayar pajak dengan segala permasalahannya tersebut kelihatannya sangat sulit diatasi, apabila dibandingkan dengan keadaan yang sebenarya. Menempatkan diri anda dalam kedudukan seperti mereka akan sangat membantu memahami mereka dan mempelajari reaksinya.

 Kesan pertama mengenai pembayar pajak tidak selalu mewakili kepribadiaanya. Tingkah laku seseorang yang bertindak dibawah tekanan-tekanan dan hal-hal yang tidak menguntungkan akibat kurang informasi dan salah informasi, kadang-kadang belum


(52)

merupakan cirinya yang khas. Harus dihindari upaya mengklasifikasikan seseorang secara dogmatis.

 Kesan pertama pembayar pajak terhadap petugas pajak dan prosedur yang berlaku sukar ditebak. Kerap kali kontak pertamanya dengan instansi pajak melalui pemeriksaan pajak, karena itu adalah penting untuk mengusahakan agar para pembayar pajak jangan mempunyai kesan yang kurang baik dan kurang menyenangkan ada saat kontak pertama dilakukan.

 Jangan membuat janji-janji yang tidak mungkin dapat dipenuhi. Setiap usaha yang

tampaknya akan membantu jangan melupakan lisensi ayng akan menyerumuskan lebih sulit ditangani dibandingkan dengan pembayar pajak lainnya, namun harus diusahakan untuk tidak menunjukkan kemarahan, sebab kemarahan selalu dianggap sebagai kelemahan petugas. Hal ini tidak akan mempercepat penyelesaian masalah dan justru menunda penyelesaian.

 Istilah-istilah bagi seseorang merupakan bahasa tersendiri terhadap oarng lain.

Mengansumsikan pembayar pajak paham dan kenal dengan istilah-isttilah teknis perpajakan akan menghasilkan sesuatu yang membingungkan dan ketidak puasan bagi pembayar pajak.

Selanjutnya diketahui pula, bahwa produktivitas administrasi perpajakan sangat tergantung kepada aparat perpajakan dan untuk ini paling sedikit diperlukan lima kebijakan dasar kepegawaian sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh petugas yang cakap, mereka harus dibayar dengan baik.

2. Agar mereka dapat melakukan tugasnya sistem perpajakan harus diorganisasikan dengan baik.


(53)

3. Petugas harus memperoleh pelatihan (training) yang memadai yang diperlukan untuk mengembangkan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan.

4. Para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya dan merasa bebas

untuk mencapainya dengan cara apapun sepanjang kebudayaan dan sistemnya mengizinkan.

5. Akhirnya, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya, kesulitan-kesulitan, pembatasan-pembatasan dan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, harus dihilangkan

5. Progam infromasi

Baik program jangka pendek maupun program jangka panjang memerlukan dukungan program infromasi yang tersebar luas yang meliputi antara lain :

a. Apa yang diperoleh pembayar pajak dari uang pajaknya.

b. Peranannya sebagai pembayar pajak dalam pembangunan.

c. Pendidikan bagi anak-anak usia muda disekolah-sekolah tentang perlunya pajak

d. Semua tindakan penerangan lainnya yang perlu untuk meletakkan dasar-dasar bagi

diterima pajak sebagai suatu keharusan dimasa sekarang dan masa mendatang.

Dalam rangka mengembangkan iklim perpajakan yang sehat, pada hakikat lebih muda dimulai dengan anak-anak usia muda, karena pada umumnya perubahan mental dari para pembayar pajak yang lebih tua agak sedikit lebih sukar, akibat situasi dan kondisi masa lalu. Hal yang terpenting lainnya bagaimana menyakinkan masyarakat bahwa pajak merupakan sumber utama dari pembiayaan pemerintah yang sangat berperan dalam


(54)

kelangsungan hidup bernegara. Hal ini merupakan bagian yang sangat penting dari rencana jangka panjang, tentunya tidaklah berarti bahwa program informasi tidak diperlukan dalam rencana jangka pendek.

6. Data-data kepatuhan mengenai kewajiban perpajakan.

Pada umumnya ukuran efektivitas suatu administrasi perpajakan diukur dari tinggi rendahnya tingkat penyeludupan pajak, baik secara keseluruhan berjenis pajak. Walaupun pengalaman para petugas pajak telah meningkatkan kemampuan profersionalnya, pengukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan dengan metode yang lebih objektif masih dianggap perlu seperti halnya pengukuran-pengukuran yang dilakukan dilapangan. Tetapi sayangnya hanya sebagian kecil saja dari negara-negara didunia yang melakukan penelitian yang lebih luas dan tepat tentang penyeludupan pajak tersebut. Hal ini memang tidaklah mudah dilaksanakan, namun demikian hendaklah diperhatikan bahwa tanpa adanya data tentang penyeludupan pajak atau data tentang tingkat kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan, instansi pajak tidak mempunyai dasar yang kokoh untuk perencanaan yang efektif.

1.5.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan

Berkaitan dengan masalah pembayaran pajak bumi dan bangunan, maka dalam memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan tersebut perlu lebih dikaitkan dengan gambaran kehidupan suatu masyarakat yang beraneka ragam. Keanekaragaman itu berhubungan dengan faktor golongan sosial, politik atau ekonomi, serta tingkat pendidikan, sifat dan bentuk pekerjaan yang dilakukan. Dengan demikian seperti yang dinyatakan oleh


(55)

Satjipto, Rahardja (Wiwoho, 1990 : 91) bahwa tinggi rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan sesungguhnya bersumber pada sifat keanekaragaman wajib pajak itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan antara lain sebagai berikut :

1. Struktur Sosial Masyarakat

 Lingkungan dan budaya yang berkaitan dengan mentalitas masyarakat.

 Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang tujuan adanya pajak bumi

dan bangunan

 Kehidupan ekonomi masyarakat, apakah ia mampu atau tidak untuk membayar pajak

bumi dan bangunan (Soekanto, 1996 : 21)

2. Sikap petugas dalam menagih pajak bumi dan bangunan

 Cara petugas bersikap dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat akan

kewajibannya dalam membayar pajak bumi dan bangunan.

 Usaha yang dilakukan petugas agar wajib pajak dapat menerima penjelasan tugasnya dalam menagih pajak bumi dan bangunan (Wiwoho, 1990 : 127)

3. Pelayanan Pemerintah

 Usaha pemerintah dalam mensosialisasikan pajak bumi dan bangunan

 Insentif pembayaran pajak, berupa pelayanan pemerintah yang lebih baik.

 Keadilan (perlakuan bagi wajib pajak, disesuaikan dengan kemampuan membayar


(56)

4. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak

 Adanya aspek kemudahan dalam memahami peraturan dan pengisian formulir pajak

bumi dan bangunan.

 Proses pembayaran pajak bumi dan bangunan yang mudah diikuti wajib pajak. 5. Sanksi

 Pengetahuan wajib pajak tentang sanksi yang diterima apabila tidak melunasi pajak terutang sampai batas jatuh tempo yang telah ditentukan,

 Penerapan sanksi secara tegas dan adil (Mardiasmo, 2002 : 39). I.6 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan dengan yang lainnya. (Singarimbun, 1995:33)

Oleh karena itu untuk dapat menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut:

a) Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b) Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan


(1)

persentase dari jumlah pajak yang terutang. Sanksi administratif bagi wajib PBB telah diatur dalam Undang-Undang PBB yaitu Pasal 9 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (2), (3) dan Ayat (4) dan dalam Pasal 11 Ayat (3). Undang-Undang PBB adalah sebagai berikut:

 Denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) walaupun sudah ditegur secara tertulis seperti yang dirumuskan dalam Pasal 9 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan Ayat (3) UU PBB.

 Denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang bagi wajib pajak yang melaporkan data objek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak). Hal tersebut telah dirumuskan dalam Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UU PBB.

 Denda administrasi sebesar 2% sebulan,yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling lama 24 bulan untuk pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau pembayaran kurang, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11 Ayat (3) UU PBB.

7. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak bumi dan bangunan

Dalam rangka peningkatkan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan dirasa perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak Kelurahan dan Dispenda seperti :

1. Penagihan aktif (door to door) yang dilakukan oleh kepala lingkungan, sektim penagih atau pemungut pajak dan tenaga outsorsing UPT di Kecamatan untuk meningkatkan


(2)

penerimaan pajak bumi dan bangunan karena akan mudah untuk petugas pajak menjaring wajib pajak PBB sebab dengan begitu wajib pajak tidak dapat menghindar karena sudah didatangi oleh petugas pajak dan kepala lingkungan.

2. Sosialisasi tentang pajak bumi dan bangunan oleh pihak Kelurahan, kecamatan dan Dispenda sehingga dapat memberikan pengetahuan wajib pajak PBB secara luas baik itu mengenai sanksi maupun manfaat dari hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan.

3. Melakukan sistem opsir (operasi sisir) yang dilakukan setiap hari Kamis jadwal dari Dispenda bagi wajib pajak yang belum melunasi pajak bumi dan bangunannya sampai batas tanggal jatuh tempo.

4. Menugaskan setiap kepala lingkungan untuk melakukan penagihan kepada wajib pajak minimal 10 wajib pajak bumi dan bangunan per hari

5. Menindak tegas masyarakat yang tidak mau membayar pajak terhutang meskpiun sudah diberikan teguran, sanksi administrasi 2 % setiap bulannya, dan surat paksa maka wajib pajak tersebut akan ditindak lanjuti seperti dilaksanakannya penyitaan objek pajaknya dan dari hasil penyitaan tersebut akan dilelang.

6. Melaksanakan upaya pendekatam terhadap wajib pajak PBB agar masyarakat tidak menghindari pembayaran pajak bumi dan bangunan dan tidak menganggap pajak sebagai beban tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi untuk memanjukan dan mengembangkan pembangunan daerah yang bersangkutan.


(3)

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka ditarik kesimpulan antara lain :

1. Kesadaran masyarakat khususnya wajib pajak PBB di Kelurahan Tegal Sari Mandala II bisa dikatakan rendah. Ini dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang merasa keberatan atas beban yang mereka terima dan belum melunasi pajak bumi dan bangunan sampai tanggal jatuh tempo.

2. Kondisi ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat kurang memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu karena sebagian besar masyarakat di KeLurahan Tegal Sari Mandala II berpenghasilan rendah sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak saja belum cukup mampu.

3. Hambatan yang dilalui oleh petugas kolektor pajak bumi dan bangunan, yaitu adanya masyarakat yang walaupun sudah diberikan kejelasan mengenai PBB tetapi masih ada yang tidak mengerti akan kewajiban mereka sebagai wajib pajak, adanya perlakuan yang tidak pantas dari masyarakat kepada petugas pajak, bahkan ada rumah-rumah yang sengaja ditutup apabila mereka mengetahui dari jauh kedatangan petugas kolektor PBB, selain itu banyaknya pengalihan tanah baik pengalihan hak maupun pengalihan pemanfaatannya seperti melalui jual beli, pagang gadai, dan sebagainya tidak dilaporkan kepada pejabat yang berwenang sehingga sering terjadi kesalahan nama pada SPPT.


(4)

4. Upaya yang dilakukan oleh Kelurahan dan Dispenda untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak antara lain dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang manfaat penting membayar pajak bumi dan bangunan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, penangihan door to door, pengenaan sanksi administrasi dan penyitaan atas objek pajak. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak akan kewajibannya dan meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan setiap tahun.

VI.2. Saran

1. Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat serta kesadaran wajib pajak dalam hal melakukan kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebaiknya pihak kelurahan, kecamatan dan dispenda perlu meningkatkan kerja sama khusunya dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada wajib pajak yaitu dengan menjelaskan arti penting dari Pajak Bumi dan Bangunan dan siapa yang akan menikmati hasil pemungutan tersebut

2. Bagi wajib pajak yang belum sadar akan kewajibannya dalam membayar PBB sebaiknya harus melakukan pembayaran PBB secara tepat waktu guna memajukan dan mengembangkan pembangunan daerah yang bersangkutan.

3. Hendaknya Dispenda dan instansi terkait harus meningkatkan pelayanannya dan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa bahwa pajak bukan merupakan suatu beban tetapi kewajiban yang memang harus dipenuhi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, P.J.A. 1992. Perpajakan Indonesia. Jakarta : PT. Bina Aksara. Freira,Marx. 2002. Kesadaran dan Kepatuhan masyarakat. Bandung:Alumni. Gunandi. 2005. Dasar-dasar kepatuhan. Bandung: PT Press co.

Huetomo, M.A. 2005. Teori-teori kesadaran dan kepatuhan. Jakarta: Salemba Empat. Mardiasmo Prof. 2009. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Sofyan, Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Soemitro dan Muttaqin. 2001. Pajak Bumi dan Bangunan (Cetakan Ke 3). Bandung: PT Refika

Aditama

Soemitro, Rochmat. 1990. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: PT.Refika Aditama. Soetomo,WJS. 2006. Perpjakan edisi revisi. Jakarta:PT Airlangga.

Suandy, Loekman. 2008. Manajemen Perpajakan Indonesia. Bandung: PT.Eresco. Waluyo, 2010. Perpajakan Indonesia Edisi Enam. Jakarta : Salemba Empat.

Widjaya, Hamidi, 2005. Kesadaran Hukum Perpajakan dan Reformasi Perpajakan. Jakarta: PT Bina Rena Pariwara.

Wiwoho B. (Editor). 1990. Prospek dan Faktor Penentu Perpajakan. Jakarta:Prenhall Indonesia.

Sumber Undang-Undang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Peraturan Daerah Kota Medan No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Perdesaan.

Sumber Internet

www.pemkomedan.go.id diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 19.35 WIB. www.Dirjenpajak 2007.


(6)

www.tribunmedan.com diakses pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 20.15 WIB. www.waspadaonline.com diakses pada tanggal 4 November 2013 pukul 14.20 WIB.


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Tebing Tinggi

2 92 74

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kelurahan Tanjung Sari Kota Medan

2 52 67

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

0 34 83

Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kecamatan Medan Selayang

5 85 116

Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kecamatan Medan Selayang

12 90 115

PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN WAJIB PAJAK DAN KESADARAN HUKUM WAJIB PAJAK TERHADAP PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN WAJIB PAJAK DAN KESADARAN HUKUM WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SEKTOR PEDESAAN DI KE

0 2 15

PENDAHULUAN PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN WAJIB PAJAK DAN KESADARAN HUKUM WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SEKTOR PEDESAAN DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN KLATEN.

0 1 8

(ABSTRAK) PENGARUH PENGHASILAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KELURAHAN TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2009.

0 0 3

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat

0 0 11

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat

0 0 44