Teori 1. Penelitian-penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

Artinya: Ada hari-hari utama dalam penyelenggaraan upacara persembahyangan yang sama nilai keutamaanya, yaitu hari Purnama dan Tilem. Pada hari Purnama bertepatan dengan Sanghyang Candra beryoga dan pada hari Tilem bertepatan dengan Sanghyang Surya beyoga untuk memohon keselamatan kepada Hyang Widhi, maka pada hari suci demikian itu, sudah seyogyanya kita para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir batin dengan melakukan upacara persembahyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Hyang Widhi. Bila pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menyucikan dirinya lahir dan batin, serta menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan Hyang Widhi, nilai satu aturan bhakti yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah sempurna dari Hyang Widhi. Demikianlah hari Purnama itu yang merupakan hari suci selalu harus dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon waranugra berupa keselamatan dan kesucian lahir bathin. Sesungguhnya makna filosofis dari hari Purnama adalah, pada saat terjadi bulan Purnama maka air laut akan menjadi pasang karena daya tarik bulan, maka cairan dalam tubuh pun akan ikut pasang. Karena itu, saat bulan bersinar penuh, maka ia dipandang sebagai hari suci oleh umat yang beragama Hindu, sedangkan hari Tilem adalah saat bulan tidak memberikan sinarnya bulan mati. Pemujaan pada hari Tilem baik dipergunakan untuk memohon pembersihan diri dengan melukat seluruh kekotoran yang berada pada anggota badan. Demikianlah hari Purnama dan Tilem yang merupakan hari suci yang selalu dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon waranugra berupa keselamatan dan kesucian lahir bathin. Untuk itu, maka pada hari Purnama dan Tilem umat Hindu selalu mengadakan upacara-upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada pengamalan ajaran agama.

4. Kunjungan Masyarakat Bali saat Persembahyangan Purnama dan

Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem Persembahyangan Purnama dan Tilem yang dilaksanakan oleh umat Hindu merupakan simbolis penerimaan Rwa Bhineda dua sisi baik dan buruk, gelap dan terang. Begitu pula halnya dengan suka dan duka, digolongkan sebagai Rwa Bhineda dua sisi yang berbeda. Purnama dan Tilem mengingatkan manusia akan adanya dua sisi yang saling bertentangan dalam kehidupan ini, yaitu adanya gelap dan terang, kehidupan dan kematian, baik dan buruk, cinta dan benci, jahat dan baik, bersih dan kotor, dan sebagainya. Ini berarti makna Purnama dan Tilem adalah simbolisasi jiwa tenang dan stabil ketika menghadapi suka dan duka kehidupan. Kestabilan jiwa itu penting dimiliki oleh manusia, sebab di dunia ini semua orang pernah mengalami suka dan duka, apapun status sosialnya di masyarakat. Apakah dia orang kaya, orang miskin, orang berpangkat, petani, pedagang, dan sebagainya. Masyarakat di Dusun Tirtayoga sebagian besar menganut agama Hindu dan salah satu kegiatan persembahyangan yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat Hindu di Dusun itu adalah persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. Dalam persembahyangan ini dibutuhkan partisipasi masyarakat agar kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem dapat berjalan sakral dan disisi lain persembahyangan tersebut memang wajib dilaksanakan oleh umat yang beragama Hindu. Namun, partisipasi masyarakat dalam persembayangan Purnama dan Tilem di Dusun Tirtayoga, khususnya di Pura Puseh dan Pura Dalem sangatlah rendah, hal ini terjadi karena masyarakat lebih memilih melakukan persembahyangan Purnama dan Tilem di rumah masing-masing. Selain itu, boleh jadi karena jarak tempat tinggal masyarakat Hindu dengan Pura Puseh dan Pura Dalem cukup jauh, sehingga mereka enggan untuk hadir pada acara persembahyangan Purnama dan Tilem yang diadakan di Pura Puseh dan Pura Dalem. Perkembangan zaman yang bersifat dinamis serta perubahan-perubahan yang ditimbulkan, diduga merupakan penyebab lain rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. Masyarakat kini mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat penting untuk hal-hal lain, seperti menonton acara di TV, mengdengarkan musik, menelpon, bermain, mengakses internet, dan sebagainya. Kurangnya peran dari pemuka masyarakat pengurus Parisada Hindu maupun tokoh agama di Dusun Tirtayoga dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem juga sangat kurang. Seharusnya masyarakat dibimbing secara berkala dan terus-menerus untuk menciptakan partispasi. Dugaan lain yang menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem adalah faktor pekerjaan, dimana mayoritas masyarakat Bali di dusun ini memiliki pekerjaan yang ganda tidak hanya satu pekerjaan. Dengan kondisi yang demikian, dapat dipastikan waktu mereka lebih banyak dicurahkan untuk bekerja, karena telah kita ketahui bahwa masyarakat Bali umumnya memiliki etos kerja yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Partisipasi masyarakat dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem memang rendah, akan tetapi masyarakat di Dusun Tirtayoga tidak melupakan kewajibannya untuk melaksanakan persembahyangan di sanggahmerajan masing-masing. Umumnya mereka selalu mempersembahkan sesajen bebanten setiap datangnya hari Purnama dan Tilem, dengan kata lain mereka tetap melakukan persembahyangan Purnama dan Tilem, meskipun kegiatan persembahyangan hanya dilakukan di rumah masing-masing, bukan di Pura Puseh dan Pura Dalem.

D. Alur Kerangka Pemikiran

Purnama berasal dari kata “purna” yang artinya sempurna. Purnama dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti bulan yang bundar atau sempurna tanggal 14 dan 15 Kamariah, sedangkan Tilem artinya bulan mati atau gelap. Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Pada hari Purnama dan Tilem ini umat Hindu melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, disamping mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, umat Hindu juga melakukan pembersihan badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan, dan perbuatan Tri Kaya Parisudha yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungannya dengan pemujaan kepada Hyang Widhi. Persembahyangan Purnama dan Tilem wajib dilakukan oleh seluruh umat Hindu di dunia. Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem di lakukan untuk memohon anugrah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memberikan rasa kebersamaan antar masyarakat yang melakukan persembahyangan di Pura Puseh dan Pura Dalem, sehingga persembahyangan Purnama dan Tilem dapat berjalan dengan hikmat dan nyaman. Persembahyangan Purnama dan Tilem yang ada dalam masyarakat di Dusun Tirtayoga saat ini masih cukup minim dalam implementasinya. Dalam pelaksanaan persembahyangan oleh masyarakat Dusun Tirtayoga masih banyak mendapatkan kendala untuk dapat menjalankan persembahyangan tersebut. Padahal persembahyangan Purnama dan Tilem merupakan persembahyangan yang wajib bagi seluruh umat Hindu yang seharusnya dijalankan dengan baik tanpa adanya kendala yang berarti, untuk terciptanya rasa kebersamaan dalam menjalankan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif mengacu kepada strategi penelitian seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, dan sebagainya yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi mengenai persoalan empiris yang hendak dipecahkan. Menurut Ridjal dalam Bungin, 2001:82, penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali atau membangun proposisi serta menjelaskan makna di balik sebuah realita. Pada penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata atau kalimat, gambar-gambar, dan penjelasan tentang data hasil penelitian. Pendekatan kualitatif juga dapat menggali informasi sebanyak dan sedalam mungkin sehingga akan didapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang apa yang diteliti. Berdasarkan alasan di atas, metode ini dipandang relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan akan memberikan gambaran tentang objek yang diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

B. Fokus Penelitian

Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus. Fokus penelitian menjadi batasan terhadap studi yang akan diteliti. Tanpa ada fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak dalam banyaknya data yang diperoleh di lapangan. Fokus dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi dan latar penelitian. Oleh karena itu, fokus penelitian mempunyai peranan yang sangat penting untuk memandu dan mengarahkan jalannya penelitian. Menurut Moleong 2005, tujuan membuat fokus penelitian adalah: a. Untuk membatasi studi sehingga tidak melebar. b. Secara efektif berguna untuk menyaring informan yang diperlukan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah: 1. Pemahaman masyarakat tentang makna persembahyangan Purnama dan Tilem. 2. Intensitas atau frekuensi masyarakat di Dusun Trirtayoga dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem selama enam bulan terakhir. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. 4. Jarak tempat tinggal masyarakat Dusun Tirtayoga dengan Pura Puseh dan Pura Dalem. 5. Intensitas kegiatan penyuluhan tentang persembahyangan Purnama dan Tilem oleh tokoh agama dan pemuka masyarakat. 6. Proses pelaksanaan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Alasan penulis memilih lokasi tersebut karena seluruh masyarakat di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo beragama Hindu. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Tirtayoga seharusnya memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. Namun, realitasnya tingkat partisipasi masyarakat di Dusun Tirtayoga sangatlah rendah. Berdasarkan alasan tersebut peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait penyebab rendahnya partisipasi masyarakat Hindu di dalam kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem.

D. Teknik Penentuan Informan

Menurut Imam Suprayogo dan Tabroni dalam Manalu, 2010, dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting. Sebab Ia bukan hanya sebagai sumber data, melainkan juga sebagai aktor atau pelaku yang ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang Ia berikan. Untuk itu antara peneliti dan informan harus berkedudukan sama, dan peneliti harus pandai menggali informasi data dengan cara membangun kepercayaan, keakraban, dan kerjasama dengan subyek yang diteliti, di samping tetap kritis. Menurut Spradley 1990: 57, agar lebih valid perolehan datanya, perlu dipertimbangkan beberapa kriteria dalam menentukan informan, antara lain: 1. Subyek telah lama dan intensif menyatu dengan lokasi penelitian, ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan. 2. Subyek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian. 3. Subyek mempunyai cukup informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, serta memilki banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai informasi. Berdasarkan kriteria di atas, penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasakan kriteria tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemuka agama Pemangku atau Pendeta yang bertugas memimpin jalannya kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. 2. Tokoh masyarakat yang sering berpartisipasi dalam kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. 3. Masyarakat setempat yang sering melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem. Profil Informan Di lapangan, penelitian ini mewawancarai 8 informan, yang terdiri dari 2 pemuka agama, 2 tokoh masyarakat, dan 4 masyarakat setempat yang sering melaksanakan persembahyangan di Pura Puseh dan Pura Dalem. Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang menunjukkan profil informan serta pembahasan tentang Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem di Dusun Tirtayoga. Informan I Informan pertama berinisial NR, laki-laki berusia 68 tahun, bersuku Bali dan berprofesi sebagai petani. Pendidikan terakhir informan adalah Sekolah Dasar SD; Informan merupakan tokoh agama pemanggku adat yang bertugas memimpin jalannya persembahyangan Purnama di Pura Puseh. Informan II Informan kedua berinisial WB, laki-laki berusia 62 tahun, bersuku Bali dan berprofesi sebagai petani. WB hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang Sekolah Dasar SD; Informan merupakan tokoh agama pemanggku adat yang bertugas memimpin jalannya persembahyangan Tilem di Pura Dalem. Informan III Informan ketiga berinisial WR, laki-laki berusia 36 tahun, bersuku Bali dan berprofesi sebagai petani. Pendidikan terakhir informan adalah Sekolah Menengah Atas SMA; Informan merupakan tokoh masyarakat setempat yang sering hadir dalam kegiatan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Puseh dan Pura Dalem.

Dokumen yang terkait

PERUBAHAN TRADISI KEJAWEN PADA MASYARAKAT JAWA DI KAMPUNG BANJAR AGUNG MATARAM KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (1982-2012)

0 13 61

PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT ADAT BALI (STUDI PADA MASYARAKAT BALI DI DESA WIRATA AGUNG KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)

0 11 64

PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT ADAT BALI (STUDI PADA MASYARAKAT BALI DI DESA WIRATA AGUNG KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)

2 42 54

ARTI MATERIAL SESAJEN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA DI DUSUN II DESA MATARAM BARU KECAMATAN MATARAM BARU KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 6 58

PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2014/2015

2 25 80

DAMPAK PERKEMBANGAN USAHA MIKRO MAKANAN SESAJEN TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (STUDI DI DESA DHARMA AGUNG, KECAMATAN SEPUTIH MATARAM, KABUPATEM LAMPUNG TENGAH)

0 13 73

Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Potensi Fisik Pura Desa Pura Puseh Desa Pakraman Batuan Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Gianyar.

0 0 15

PURA PUSEH, PURA DESA BATUAN DALAM PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN BALI DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR (Kajian Pariwisata Budaya)

0 0 11

PELAKSANAAN PERKAWINAN NYENTANA PADA MASYARAKAT ADAT BALI (STUDI PADA MASYARAKAT ADAT BALI DI DESA RAMA NIRWANA KECAMATAN SEPUTIH RAMAN LAMPUNG TENGAH)

0 18 13

PURA PUSEH BATUNUNGGUL DI DESA BATUNUNGGUL KECAMATAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG ( KAJIAN FUNGSI DAN NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU) PUTU SOMIARTHA Staf Pengajar STAH Negeri Gde Pudja Mataram

0 0 9