Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin

30 yang difokuskan pada negara-negara anggota yang mayoritas terdapat di Eropa Barat. 52 Puncak pertentangan antara Perancis dan Amerika Serikat ketika Amerika Serikat dan Inggris membuat suatu persetujuan yang diberi nama anglo American. Di dalam persetujuan anglo American tersebut, Inggris bersedia membantu Amerika Serikat dengan memberikan sebagian senjata nuklirnya. Hal ini membuat Presiden Perancis yaitu Charles de Gaulle menjadi tidak suka. De Gaulle menyatakan Perancis harus bisa mengembangkan kekuatannya nuklirnya sendiri tanpa membaginya dengan negara lain. De gaulle sangat sadar bahwa kekuatan militernya sendiri terlampau kecil untuk memungkinkan negara tersebut memegang peranan utama di dunia. Masalah ini akhirnya membuat Perancis memutuskan untuk keluar dari NATO pada tanggal 7 Maret 1966. 53 Walaupun begitu, ini tidak berarti Perancis keluar sepenuhnya dari NATO, De Gaulle menyatakan bahwa Perancis masih bersedia terus untuk bekerjasama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Walaupun, Perancis tidak keluar sepenuhnya dari NATO, De Gaulle tetap meminta agar markas besar NATO yang berada di Perancis segera dipindahkan, maka atas permintaan Perancis tersebut akhirnya markas besar NATO dipindahkan ke Brussel, Belgia. 54

5. Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin

Pasca perang dingin yang ditandai oeh runtuhnya Uni Soviet ternyata tidak membuat dunia khususnya Eropa menjadi aman tetapi malah memunculkan ancaman keamanan baru seperti konflik etnis, migrasi, konflik perbatasan, pelanggaran hak asasi manusia dan instabilitas politik dan ekonomi di sejumlah 52 Ibid, h.33. 53 http:www.nato.inthistoryindex.html, diakses pada tanggal 16 Maret 2012. 54 http:www.nato.intcpsennatolivetopics_52044.htm, diakses pada tanggal 16 Maret 2012. 31 negara Eropa Timur dan Tengah yang memiliki potensi dapat meluas ke negara lain atau secara langsung mengganggu kepentingan keamanan negara anggota aliansi. Perkembangan yang terjadi tersebut menandai perubahan baru lingkungan keamanan di Eropa dan menuntut NATO untuk melakukan langkah adaptasi terhadap strategi keamanannya, dengan tetap kepada fungsi utamanya, memberikan jaminan keamanan bagi anggotanya. Perubahan strategi NATO dimulai dengan diadopsinya NATO’s Strategi Concept NSC dan Declaration and Peace and Cooperation pada pertemuan para kepala pemerintah dan negara NATO di Roma Bulan November 1991. 55 NSC merupakan bentuk upaya NATO mengatasi masalah ”irrelevance dilemma tidak lagi adanya ancaman monothic massive and simoultaneous attack Pakta Warsawa 56 yang dihadapi NATO, melalui perlunya peningkatan kegiatan NATO yang lebih luas melalui strategi out of area. 57 Strategi out of area tersebut mendasari perlunya perluasan aktifitas NATO di luar kawasan dalam menghadapi perkembangan yang terjadi di negara-negara tersebut tersebut melalui operasi di luar kawasan menjaga perdamaianpeacekeeping dan formulasi baru dalam hubungannya dengan negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa tersebut. Pada intinya konsep baru strategi NATO adalah menggabungkan suatu pendekatan keamanan yang didasarkan kepada dialog dan kerjasama dengan memelihara kemampuan NATO Collective defence. 58 Konsep ini mencerminkan tugas baru NATO yang meliputi 1 pengembangan proses kerjasama, dialog dan 55 NATO handbook: Partnership and cooperations, Brussel: NATO office and Press, 2001 h. 44. 56 Monothic massive and simoultaneous attack Pakta Warsawa adalah ancaman secara besar- besaran yang dilakukan sendiri oleh Pakta Warsawa dan penyerangannya dilakukan pada waktu bersamaan. 57 Ibid, h. 44. 58 http:www.nato.intcpsennatolivetopics_59378.htm, diakses pada tanggal 15 Maret 2012. 32 kemitraan dengan negara Eropa Tengah dan Timur serta negara lain dalam The Organization for Security and Cooperation in Europe OSCE, 2 kerjasama yang lebih erat dengan institusi lain di bidang keamanan Eropa seperti OSCE, Western European Union WEU dan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, serta merumuskan struktur komando dan kekuatan baru yang mencerminkan perubahan dan perkembangan lingkungan tersebut. 59 Dibidang militer, NATO mengurangi ketergantungan terhadap senjata nuklir dan melakukan perubahan kekuatan militernya melalui pengurangan secara signifikan tingkat kekuatan dan kesiagaan, dan menyiapkan tingkat kekuatan NATO untuk mampu melaksanakan misi-misi baru seperti crisis management dan peacekeeping, dengan tetap menjaga kemampuan collective defence. 60 Langkah NATO untuk menata kembali postur pertahanannya sudah dimulai jauh sebelum KTT Roma tahun 1991. Aliansi menganggap perlu untuk membentuk pasukan yang secara cepat dan fleksibel, dapat beraksi menghadapi berbagai kemungkinan ancaman baru karena menurunnya Soviet. Pada tahun 1990 Markas NATO di Eropa SHAPE membentuk pasukan gerakan cepat NATO yang bernama ARRC Allied Command Europe Rapid Reaction Force yang dimaksudkan untuk mampu menangkal berbagai kemungkinan resiko yang berasal dari wilayah periphery wilayah pinggiranpedesaan NATO di Eropa Timur, mulai dari operasi perdamaian hingga pecahnya perang saudara. Dalam pertemuan NAC tahun 1991, ARRC, yang telah memenuhi persyaratan institutional NATO dalam menghadapi berbagai tingkat crisis management Pasca Perang Dingin, berada di bawah komando Inggris dan akan beroperasi pada tahun 59 Ibid, h. 45. 60 Ibid h. 46. 33 1995. ARRC merupakan kekuatan darat NATO yang berada di bawah kendali SACEUR yang fleksibel dalam mendukung operasi out of area di berbagai wilayah konflik. Sementara itu, dalam upaya mendukung struktur kekuatan NATO agar lebih fleksibel dan responsif terhadap kondisi keamanan di Eropa, pada pertemuan Para Pemimpin NATO di Brussels tahun 1994 diperkenalkan konsep CJTF Combine Task Force 61 yang memfasilitasi NATO dengan kemampuan untuk merespon berbagai tingkat misi dan tugas dari collective defence hingga crisis management dan peacekeeping sebagai langkah operasional konsep out of area peran NATO. Strategi CJTF tentunya dapat mendukung NATO untuk melaksanakan operasi bersama dengan negara-negara mitra NATO lain, sebagaimana dalam misi peacekeeping Implementation Force IFOR 62 tahun 1995 maupun dalam misi Stabilitation Force SFOR 63 tahun 1996 dalam penyelesaian konflik Bosnia Herzegovina. Strategi CJTF tersebut juga dapat digunakan sebagai instrumen bagi NATO dalam menyediakan dukungan bagi operasi-operasi yang dilakukan WEU, 61 CJTF merupakan suatu grup kekuatan yang melibatkan dua negara atau lebih – tidak eksklusif- dengan menggunakan berbagai kekuatan laut, udara, atau darat untuk melaksanakan operasimisi militer seperti operasi peacekeeping, peace enforcement dan kemanusiaan. CJTF menggunakan peralatan yang efisien dan fleksibel dan NATO dapat turut serta dengan menempatkan kekuatannya atau memanfaatkan fasilitas NATO, atas pertimbangan kasus per kasus oleh NAC. Lihat NATO Office of Information an Press, Brussel, 2001, h. 253-254. 62 The NATO-Led IFOR dibentuk berdasarkan ketentuan Anex I perjanjian Damai Bosnia tanggal 14 Desember 1995. perjanjian tersebut mewajibkan pihak bertikai untuk menarik mundur kekuatannya dari wilayah perbatasan kedua belah pihak sebagai tindak lanjut genjatan senjata yang telah disetujui sebelumnya. Adapun tugas IFOR adalah implementasi di bidang militer dalam menjamin genjatan senjata, proses penarikan mundur , dan pengumpulan senjata berat ke kantong. Serah terima tugas operasi dilakukan dari UNPROFOR kepada IFOR SACEUR tanggal 20 Desember 1995. pasukan IFOR terdiri dari atas 60.000 orang yang diantaranya berasal dari anggota NATO bersama 14 negara PfP dan 4 negara mitra lainnya. 63 The NATO-Led SFOR dibentuk dalam rangka meneruskan tugas IFOR yang berakhir 20 Desember 1996 berdasarkan resolusi DK-PBB tanggal 12 Desember 1996. Tugas SFOR adalah implementasi di bidang militer dalam menjamin stsbilitas keamanan dalam mendukung proses perdamaian pasca pemilu Bosnia tahun bulan September 1996. adapun tugas lainnya memberikan bantuan bagi organisasi sipil seperti UNHCR pengungsi. Kontingen SFOR terdiri anggota NATO bersama 18 negara anggota mitra PfP dan 4 negara mitra lainnya dengan jumlah total pasukan sebanyak 31.000 orang. Lihat NATO Office of Information an Press, Brussel, 2001, h.249-250 34 sebagai bentuk kontribusi NATO dalam membangun European Security and Defence Identity ESDI. Di bidang politik, strategi NATO adalah lebih diarahkan pada upaya meningkatkan dialog, kerjasama dan kemitraan dnegan negara-negara Eropa Timur dan Tengah di bidang keamanan dan bidang terkait lainnya. Hal ini terkait dengan dikeluarkannya Deklarasi London pada bulan Juli 1990 yang menyatakan konsep baru NATO mengenai Eropa sebagai one geopolitical and cultural entity, tidak lagi dibatasi oleh blok yang bermusuhan, dan memandang pakta warsawa bukan lagi sebagai ancaman utama. Strategi NATO tersebut menjembantani bagi upaya kerjasama yang lebih erat dengan Eropa Timur dan Tengah dalam mendukung stsbilitas keamanan kawasan. Pada tahun 1991 terjadi krisis di Yugoslavia dan di tahun itu juga terjadi Peristiwa Coup di Rusia. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut, pada bulan Desember 1991 NATO mendirikan sebuah forum yang diberi nama North Atlantic Cooperation Council NACC NACC memiliki peranan konstruktif dalam memfasilitasi transisi struktur bipolar dan konfrontasi Eropa pada masa Perang Dingin menuju suatu pola baru kerjasama dan dialog antara anggota aliansi dengan lawannya di Timur. 64 Untuk memperdalam tingkat kerjasamanya, pada pertemuan di Brussel tahun 1994, NATO kemudian membentuk Partnership for Peace PfP yang mengundang negara-negara anggota NACC dan OSCE untuk berpartisipasi dalam program kerjasama NATO melalui operational role, termasuk keikutsertaan dalam operasi peacekeeping, crisis management dan kemanusiaan. PfP merupakan 64 Ronald D. Asmus, dkk, Can NATO Survive, The Washington Quarterly, Vol.19 no. 2, Cambridge: Mit, 1996, h. 86. 35 forum kerjasama politik dan keamanan antara NATO dengan negara mitranya atas dasar bilateral dan membangun kerjasama yang lebih kuat melalui semangat kerjasama praktis berdasarkan kemampuan dan kepentingan negara mitra tersebut. 36

BAB III KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI MILITER