Konsep Strategi Keamanan NATO Masa Perang Dingin

28 3. Augmentation Forces Pasukan ini merupakan pasukan cadangan NATO. Pasukan ini dapat digunakan untuk memperkuat pasukan NATO kapanpun jika diperlukan.

4. Konsep Strategi Keamanan NATO Masa Perang Dingin

Konsep strategi keamanan NATO pada waktu pertama kali NATO di kenal dengan sebutan The Strategic Concept for the defence of The North Atlantic area. Strategi tersebut dikembangkan antara Oktober 1949 dan April 1950, dirancang sebagai operasi skala besar untuk mempertahankan wilayah negaranya dari kemungkinan serangan yang dilakukan oleh Uni Soviet. Pada bulan Desember 1954, NATO mengembangkan strategi Massive Retaliation pembalasan secara besar-besaran. Strategi ini menekankan pada pentingnya konsep deterrence penangkalan, dimana jika terdapat ancaman yang dapat mengganggu keutuhan wilayah negara anggotanya, maka NATO akan melakukan tindakan dengan menggunakan cara apapun, termasuk penggunaan senjata nuklir untuk menyelesaikan masalah tersebut. 47 strategi Massive Retaliation ini banyak menimbulkan kritik dikalangan ahli strategi sipil maupun militer. Salah satu kritik yang diajukan adalah dengan menggantungkan diri pada kekuatan nuklir, jika serangan yang dilakukan oleh Uni Soviet menggunakan kekuatan konvensional, maka tindakan pembalasan yang dilakukan oleh Amerika Serikat akan menghancurkan peradaban seluruh manusia. Oleh karenanya strategi Massive Retaliation dianggap sebagai kebijakan yang tidak bermoral dari beresiko tinggi. 48 47 Ibid, h.43. 48 Anna Rinto Juliastuti, Kebijakan NATO di Eropa Timur Periode 1990-1996, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1997, h.38. 29 Akibat banyaknya kritik terhadap strategi Massive Retaliation, maka Pada tahun 1950-an NATO memulai pembahasan mengenai kemungkinan untuk merubah pendekatan strategi Massive Retaliation tersebut, dan pembahasan ini berlangsung sampai tahun 1967. pada tanggal 9 Mei 1967 setelah melalui perdebatan yang panjang, maka strategi Massive Retaliation digantikan dengan strategi Flexible Respond. 49 Strategi Flexible Respond ini menuntut NATO untuk mempunyai kapabilitas guna merespons berbagai ancaman militer dari Pakta Warsawa dengan tingkat respons yang tepat. 50 NATO perlahan-perlahan mulai mencari cara untuk mengurangi bahaya dan untuk mencari dasar untuk mengembangkan hubungan yang lebih lanjut melalui hubungan yang baik dengan Uni Soviet dan negara-negara lain anggota Pakta Warsawa. Pada tahun 1967 dikeluarkan Harmed Report, yang mendirikan pertahanan dan dialog termasuk didalamnya pengendalian senjata, sebagai pendekatan NATO yang baru. Sebelumnya di tahun 1966, ketika NATO masih membahas tentang Strategi Flexible Respond, 51 Perancis secara mengejutkan menyatakan diri keluar dari keanggotaan NATO. Hal tersebut dipicu oleh pertentangan-pertentangan yang sering dialami Perancis dengan Amerika Serikat. Pertentangan tersebut dapat dlihat ketika Perancis memberikan usulan mengenai pembentukan Dewan Pimpinan yang terdiri dari tiga negara yaitu Amerika Serikat, inggris dan Perancis, namun, ditolak oleh Presiden Eisenhower AS dengan alasan bahwa jika Dewan Pimpinan dilanjutkan maka hal itu akan memudarkan peranan NATO 49 http:www.nato.intcpsennatolivetopics_56626.htm, diakses pada tanggal 15 Maret 2012. 50 Ibid, 39. 51 G. paskalina Moningka, Latarbelakang Sikap Presiden Mitterland Terhadapa Keputusan NATO Mengenai Penempatan Euromissile, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,1989, h.33. 30 yang difokuskan pada negara-negara anggota yang mayoritas terdapat di Eropa Barat. 52 Puncak pertentangan antara Perancis dan Amerika Serikat ketika Amerika Serikat dan Inggris membuat suatu persetujuan yang diberi nama anglo American. Di dalam persetujuan anglo American tersebut, Inggris bersedia membantu Amerika Serikat dengan memberikan sebagian senjata nuklirnya. Hal ini membuat Presiden Perancis yaitu Charles de Gaulle menjadi tidak suka. De Gaulle menyatakan Perancis harus bisa mengembangkan kekuatannya nuklirnya sendiri tanpa membaginya dengan negara lain. De gaulle sangat sadar bahwa kekuatan militernya sendiri terlampau kecil untuk memungkinkan negara tersebut memegang peranan utama di dunia. Masalah ini akhirnya membuat Perancis memutuskan untuk keluar dari NATO pada tanggal 7 Maret 1966. 53 Walaupun begitu, ini tidak berarti Perancis keluar sepenuhnya dari NATO, De Gaulle menyatakan bahwa Perancis masih bersedia terus untuk bekerjasama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Walaupun, Perancis tidak keluar sepenuhnya dari NATO, De Gaulle tetap meminta agar markas besar NATO yang berada di Perancis segera dipindahkan, maka atas permintaan Perancis tersebut akhirnya markas besar NATO dipindahkan ke Brussel, Belgia. 54

5. Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin