Jenis rumput yang hanya terdapat di lokasi II adalah Kyllinga brervifollius dan Cyperus cyperoides. Kedua spesies ini hanya mampu tumbuh dan beradaptasi di
ketinggian 1100. Jenis rumput yang hanya terdapat di lokasi III adalah Eleusine indica dan Eragrostis sp. Steenis 1975, menyatakan bahwa Eleusine indica dapat
ditemukan di tempat terbuka dengan intensitas cahaya yang tinggi dan terdapat juga di tanah-tanah keras. Lokasi III merupakan lokasi terbuka dengan intensitas cahaya
matahari yang tinggi. Sehingga hal ini mungkin yang menyebabkan jenis ini hanya terdapat di lokasi III. Eragrostis sp. dapat tumbuh subur di tanah yang kering,
tumbuhnya berkelompok dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih umum dijumpai tumbuh bercampur dengan jenis rumput lain.
4.2 Nilai KR, FR dan INP
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tiga lokasi berdasarkan ketinggian yang berbeda, di Kawasan Danau Toba Desa Togu Domu Nauli Kecamatan Dolok
Pardamean Kabupaten Simalungun nilai KR, FR, dan INP untuk rerumputan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Nilai KR, FR dan INP Rerumputan No
Spesies Lokasi I
Lokasi II Lokasi III
KR FR
INP KR
FR INP
KR FR
INP 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
Imperata cylindrica Leersia hexandra
Botriochloa glabra Sorghum nitidium
Scleria lacustris Saccioplepsis indica
Cyperus rotundus Echinochloa sp.
Setaria geniculata Fimbristylis ovata
Echinochloa colonum Kyllinga monocephala
Digitaria violascens Cyperus iria
Cyperus pumilus Fimbristylis tomentosa
Themeda gigantea Cyperus cyperoides
Kyllinga brervifolius Eragrostis sp.
Eleusine indica 41.741
19.385 14.473
7.813 3.461
3.618 1.451
2.255 1.433
0.944 0.822
0.647 0.559
0.489 0.489
0.420 16.667
15.000 13.333
13.333
7.500 6.667
4.167 3.333
3.333 3.333
3.333 2.500
2.500 1.667
1.667 1.667
58.408 34.385
27.806 21.147
10.961 10.285
5.617 5.588
4.767 4.277
4.155 3.147
3.059 2.156
2.156 2.086
25.419 51.946
2.810 2.243
9.745
0.851
0.954 2.526
1.341 0.593
22.093 23.256
9.302 9.302
6.977
3.488
4.651 9.302
4.651 3.488
47.512 75.202
12.112 11.545
16.772
4.339
5.605 11.829
5.992 4.081
53.919 38.348
1.789
0.842
3.104
1.473 0.526
27.397 27.397
12.329
8.219
12.329
6.849 5.479
81.316 65.745
14.117
9.061
15.432
8.322 6.005
Total 100
100 200
100 100
200 100
100 200
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 menunjukkan Kerapatan Relatif tertinggi di lokasi I ditemukan pada Imperata cylindrica dengan nilai sebesar 41,741 , di lokasi II ditemukan Leersia
hexandra dengan nilai sebesar 51,946 , dan lokasi III Imperata cylindrica dengan nilai sebesar 53,919 . Tingginya nilai ini menunjukkan banyaknya jenis tersebut di
Desa Togu Domu Nauli. Syahbudin 1987 dalam Pitra 2008, menyatakan bahwa Kerapatan Relatif dari masing-masing jenis merupakan gambaran persentase
penyebaran suatu jenis tumbuhan pada suatu areal yang disebabkan oleh faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor lingkungan. Dengan demikian semakin besar
KR maka jenis tersebut cenderung tesebar merata pada suatu areal. KR terendah di lokasi I ditemukan pada Fimbristylis tomentosa dengan nilai
sebesar 0,420 , di lokasi II Kyllinga brervifolius dengan nilai sebesar 0,593 , dan di lokasi III Eleusine indica dengan nilai sebesar 0,526 . Kerapatan Relatif terendah
menunjukkan bahwa jenis-jenis dari famili tersebut mempunyai jumlah yang paling sedikit ditemukan, dan memiliki penyebaran yang sempit. Hal ini disebabkan oleh
faktor lingkungan yang ekstrim bagi tumbuhan itu sendiri seperti suhu yang tinggi, kelembaban yang rendah, pH rendah, unsur hara tanah yang sedikit, angin yang kuat
serta intensitas cahaya yang tinggi. Resosoedarmo et al., 1989, menyatakan bahwa dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau
beberapa jenis tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas yang nyata antara keduanya, sebab kedua-duanya dapat saja beroperasi
secara bersama-sama atau saling mempengaruhi, misalnya saja kondisi tanah, topografi, elevasi dan iklim.
Frekuensi Relatif FR tertinggi di lokasi I ditemukan pada Imperata cylindrica dengan nilai sebesar 16,667 , di lokasi II Leersia hexandra dengan nilai
sebesar 23,256 , dan di lokasi III adalah Imperata cylindrica dan Leersia hexandra dengan nilai sebesar 27,397 . Frekuensi Relatif FR terendah pada lokasi I
ditemukan pada Cyperus iria, Fimbristylis tomentosa dan Cyperus pumilus dengan nilai sebesar 1,667 , pada lokasi II ditemukan pada Cyperus rotundus, Fimbristylis
ovata dan Kyllinga brervifolius dengan nilai sebesar 3,488 , dan pada lokasi III ditemukan pada Eleusine indica dengan nilai sebesar 5,479 .
Universitas Sumatera Utara
Tingginya nilai FR menunjukkan banyaknya jumlah jenis tersebut pada masing-masing lokasi, mampu bertahan hidup dan berkembang serta memiliki
penyebaran yang luas. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut toleran terhadap kondisi yang ada. Sebaliknya, jika semakin sedikit jumlah jenis yang
terdapat pada masing-masing lokasi berarti semakin kecil frekuensi jenis tersebut. Loveless 1989, menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh pada
kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas. Selanjutnya Indriyanto 2006, menyatakan bahwa sesungguhnya
frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam suatu habitat meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies
organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi yang besar pula. INP rerumputan pada lokasi I berkisar antara 2,086 - 58,408 . Lokasi II
berkisar antara 4,081 - 75,202 dan di lokasi III berkisar antara 6,005 - 81,316 . INP tertinggi pada lokasi I dan III terdapat pada Imperata cylindrica dan INP
tertinggi pada lokasi II terdapat pada Leersia hexandra. Kemampuan Imperata cylindrica dan Leersia hexandra dalam menempati sebagian besar lokasi penelitian
menunjukkan bahwa kedua jenis ini merupakan jenis dominan yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan pada seluruh wilayah penelitian.
Resosoedarmo et al., 1989, menyatakan bahwa suatu jenis dalam suatu komunitas menentukan atau mengendalikan kehadiran jenis lain disebut jenis dominan
atau dapat dikatakan sebagai jenis yang berkuasa. Selanjutnya Indriyanto, 2006, menyatakan bahwa spesies-spesies yang dominan yang berkuasa dalam suatu
komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.
4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman