Tindak Pidana Kekerasan
E. Tindak Pidana Kekerasan
1. Defenisi Kekerasan
Kekerasan dapat diartikan sebagai perihal keras atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain. Kekerasan berarti penganiyaan,
penyiksaan, atau perlakuan salah. 42
41 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998, hlm 53
42 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm 465.
Kekerasan tersebut disebutkan di dalam KBBI, yang didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik ataupun barang orang lain.
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin yaitu violentia, yang berarti keganasan, kebengisan, kegarangan, aniaya, pencabulan, serta perkosaan. 43
Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga dapat berdampak trauma psikologis bagi korban.
Kekerasan adalah tindakan dalam prinsip dasar pada ranah hukum publik dan privat Romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Pada umumnya tindakan ini berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini
dan menghasilkan teori tentang kekerasan. 44
43 Arif Rohman, Tindak Pidana Kekerasan: Jakarta, 2005, hlm 11
Teori-Teori Tentang Kekerasan sebenarnya terbagi menjadi tiga buah teori, yaitu antara lain :
a.Teori Faktor Individual
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok,termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku yang ada pada individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan adalahfaktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainanjiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumahtangga, faktor budaya dan faktor media massa.
b.Teori Faktor Kelompok
Individu cenderung membentuk kelompok denganmengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agamaatau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawaketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok satu dengan yang lainnya yang berbeda sering menjadipenyebab kekerasan.
c.Teori Dinamika Kelompok
Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasirelatif yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya,perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan masyarakatnya.
Dari semua teori kekerasan, teori' "kekerasan struktural" dari Johann Galtung, seorang kriminolog Norwegia, adalah teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan lebih lanjut, sampai pada kesimpulan Dari semua teori kekerasan, teori' "kekerasan struktural" dari Johann Galtung, seorang kriminolog Norwegia, adalah teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan lebih lanjut, sampai pada kesimpulan
jelas dan tegas. 45 Tindakan kekerasan terhadap lingkungan sekitar, teman, bahkan di dalam keluarga sendiri merupakan salah satu bentuk kekerasan yang
seringkali terjadi. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat.
2. Kekerasan dalam KUHP
Kekerasan diatur dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.Pasal 170 KUHP tersebut 46 memiliki unsur-unsur yaitu :
(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan (2) Yang bersalah diancam :
I. dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika dengan sengajamenghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka
45 Johan Galtung, Violence, Peace,and Peace Research, Journal of Peace Research, Vol 6, hlm 168.
46 KUHP ; terjemahan Moeljatno. Cet.20, Jakarta : Bumi Aksara, 1999, hal 147.
II. dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat ;
III. dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut. (3) Pasal 89 KUHP tidak berlaku bagi pasal ini. Pasal 170 KUHP mengaturtentang sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Boleh dikatakan pasal ini adalah gabungan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan suatu perbuatan. Namun bila dibandingkan tentulah berbeda pengertian ataupun tujuan yang diinginkan oleh Pasal 170 KUHP dengan Pasal 351 dan Pasal 55 KUHP.Perlu ketelitian lebih dalam penerapan pasal ini pada suatu perkara, karena bisa saja menyentuh ketentuan Pasal 351, maka daripada itu sering sekali para penyidik membuat pasal ini Junto 351 dan di tingkat penuntutan Penuntut Umum sering memakai jenis dakwaan alternatif, dimana nantinya hakim dapat langsung memilih untuk menentukan dakwaan mana yang sekiranya cocok serta sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan.Objek dari perlakuan para pelaku dalam pasal ini bukan saja haruslah manusia tetapi dapat saja berupa benda atau barang. Ini yang menjadi salah satu perbedaan pasal ini dengan Pasal 351 tentang penganiayaan. Sedangkan pada Pasal 170 KUHP menjelaskan: (1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang,dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun enam bulan. (2) Tersalah dihukum:
a. dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan a. dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan
b. dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh.
c. dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang. (3) Pasal 89 tidak berlaku Perlu diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini sebagai berikut:
a. Barangsiapa. Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi sebagai pelaku.
b. Di muka umum. Perbuatan itu dilakukan di tempat dimana publik dapat melihatnya
c. Bersama-sama artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang atau lebih. Arti kata bersama- sama ini menunjukkan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki tujuan yang pasti, jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan (delik culpa).
d. Kekerasan yang berarti mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil.
Kekerasan dalam pasal ini yaitu “merusak barang” atau “penganiayaan”.
e. Terhadap orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang sebagai korban Berdasarkan penjabaran di atas, maka penggunaan pasal ini tidaklah sama dengan penggunaan Pasal 351, dikarenakan di dalam pasal ini pelaku lebih dari satu, e. Terhadap orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang sebagai korban Berdasarkan penjabaran di atas, maka penggunaan pasal ini tidaklah sama dengan penggunaan Pasal 351, dikarenakan di dalam pasal ini pelaku lebih dari satu,
Seseorang dapat saja mendapat perlakuan kekerasan dari dua orang atau lebih tetapi para pelaku tidak melakukannya bersama-sama atau tidak sepakat dan sepaham untuk melakukan kekerasan tersebut, maka hal ini memasuki ranah Pasal 351.Kekerasan yang dilakukan sesuai Pasal 170 dilakukan para pelaku dalam waktu yang bersamaan ataupun dalam waktu yang berdekatan dengan syarat ada kesepakatan dan kesepahaman untuk berbuat tindakan kekerasan terhadap orang atau barang, sebagaimana seperti yang dikenakan pada kasus kekerasan di Kotaagung yang penulis teliti.
Apabila kita bandingkan pada akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana, antara kedua pasal ini dengan ancaman hukumannya, maka akan didapati ancaman hukuman pada Pasal 170 lebih berat daripada Pasal 351. Pada Pasal 170, jika korban mengalami luka berat maka si pelaku diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, sedangkan pada Pasal 351 dengan akibat yang sama, yaitu luka berat, pelaku diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun. Jika akibat yang ditimbulkan adalah matinya korban, maka dikenakan Pasal 170 KUHP seperti pada kasus kekerasan pada pasangan sesama jenis, kasus pada putusan No.37Pid.B2015PN.Kot. Tindak pidana kekerasan pun dapat menimbulkan akibat yang fatal, yaitu luka-luka, memar, cacatnya salah satu anggota badan bahkanmenyebabkan hilangnya nyawa seseorang.