di sekeliling alveoli dan mengeluarkan ASI ke duktus laktiferus King, 1991 ; Nolan, 2003.
Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap.Oksitosin sudah mulai
bekerja saat ibu berkeinginan menyusui sebelum bayi menghisap. Aliran ASI sebagai respon terhadap oksitosin disebut let down reflexmilk ejection reflex. Jika
refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI,
padahal payudara tetap menghasilkan asi namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah bmelahirkan
sehingga membantu mengurangi perdarahan Neilson, 1990 ; Moody dkk., 2005 ; Roesli Yohmi, 2008.
3.3 Tanda-tanda yang mempengaruhi ASI
Menurut Roesli 2000 tanda-tanda yang dapat mempengaruhi Asi dapat dilihat dari kuantitas Asi dan Kualitas Asi. Kuantitas Asi adalah jumlah atau
banyaknya Asi, sedangkan kualitas ialah mutu dari produksi Asi pada saat Ibu menyusui bayinya.
3.3.1 Kuantitas ASI
Kuantitas Asi atau jumlah atau banyaknya Asi yang keluar pada saat ibu menyusui bayinya. Penilaian dari kuantitas Asi dapat dilihat dari frekuensi menyusui,
berat lahir, umur kehamilan saat melahirkan,faktor psikologis, konsumsi rokok, konsumsi alkohol, pil kontrasepsi Hopkinson et al., 1988, De Carvalho, et al., 1982
dalam ACCSCN, 1991. Beberapa penilaian ini akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Frekuensi menyusui
Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi on demand karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi
menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan
ASI lebih dari lima kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu Hopkinson et
al., 1988 dalam ACCSCN, 1991. Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan
bahwa frekuensi penyusuan 10 - 13 kali perhari selama dua minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup De Carvalho, et al., 1982
dalam ACCSCN, 1991. Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit delapan kali
perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara Ambarwati
Wulandari, 2009. b.
Berat lahir Prentice 1984 mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI.
Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat
erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula.
De Carvalho 1982 menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir
rendah BBLR mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi dengan berat lahir normal 2500 gr.
Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI Ambarwati Wulandari, 2009.
c. Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur umur kehamilan kurang dari 34 minggu sangat lemah dan tidak
mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur
dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ Aritonang, 2007.
d. Faktor psikologis
Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let down yaitu refleks yang
berperan dalam pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara lain peraaan dan curahan kasih saying ibu terhadap
bayinya, mendengar celotehan atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang. Sedangkan keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin
adalah rasa sedih, marah, kesal atau bingung, cemas terhadap perubahan bentuk payudara dan bentuk tubuh, meninggalkan bayi karena harus bekerja, takut ASI tidak
mencukupi kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit terutama saat menyusui Derek jones, 2005.
e. Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan
adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi Lyon,1983; Matheson, 1989 menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan
penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al. 1982
mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokokhari mempunyai prolaktin 30-50 lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah
melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok Arifin, 2004. f.
Konsumsi alkohol Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu
merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan
merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 grkg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62 dari normal, dan dosis 0,9-1,1 grkg
mengakibatkan kontraksi rahim 32 dari normal Matheson, 1989 dalam Arifin 2004.
g. Pil kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume ASI Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam
ACCSCN, 1991, sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI WHO Task Force on Oral Contraceptives, 1988
dalam ACCSCN, 1991 dalam Arifin, 2004.
3.3.2 Kualitas ASI