Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

PENGARUH PERAWATAN ROOMING-IN TERHADAP

PRODUKSI ASI PADA IBU POSTPARTUM

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Lucia Eirene Tamba 061101088

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Prakata

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan”

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut :

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku dosen pembimbing. 3. Ibu Nur Afi Darti S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I.

4. Ibu Reni Asmara Ariga S.Kp, MARS selaku dosen penguji II.

5. Ibu Rika Endah Nurhidayah S.Kp selaku dosen pembimbing akademik

6. Seluruh staf administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 7. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberi izin penelitian dan

informasi bagi penulis.

8. Kedua orang tua saya K.S Tamba dan E. Simanungkalit, kakak, abang dan adik saya (Christina, Reynaldo, Sahat, Yosephine, Natasya) serta seluruh keluarga yang selalu berdoa dan memberikan dukungan baik moril maupun materil


(3)

9. Seluruh teman yang ada di program sarjana keperawatan 2006 khususnya Ance, Amel, Fida, Junita, Mona, Ocy, Valen yang telah memberikan dukungan dan bantuan bagi penulis dan kepada seluruh kakak kelas yang hasil skripsinya dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan praktik keperawatan.

Medan, Juni 2010


(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Pengesahan... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

Abstrak... ix

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 4

3. Hipotesa ... 4

4. Tujuan Penelitian ... 4

5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 Tinjauan Pustaka... 6

1. Postpartum ... 6

1.1. Defenisi Postpartum ... 6

1.2. Periode Postpartum ... 6

1.3. Perubahan Fisiologis pada Masa Postpartum ... 7

1.4. Perubahan Psikologis pada Masa Postpartum ... 10

2. ASI ... 11

2.1.Defenisi ASI ... 11

2.2. Komposisi ASI ... 12

2.3. Kandungan ASI ... 12

2.4. Manfaat Pemberian ASI ... 16

3. Produksi ASI ... 20

3.1. Defenisi Produksi ASI ... 20

3.2. Fisiologi Laktasi ... 20

3.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI ... 23

3.4. Pengukuran Produksi ASI ... 28

4. Perawatan Rooming-in ... 30

4.1. Defenisi Rooming-in ... 30

4.2. Proses dan Cara Pelaksanaan ... 31

4.3. Manfaat Rooming-in ... 32

BAB 3 Kerangka Penelitian ... 35

1. Kerangka Konseptual ... 35

2. Defenisi Operasional ... 37


(5)

BAB 4 Metodologi Penelitian ... 39

1. Desain Penelitian ... 39

2. Populasi dan Sampel ... 39

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4. Pertimbangan Etik ... 40

5. Instrumen Penelitian ... 40

6. Uji validitas dan Reliabilitas ... 43

7. Pengumpulan Data ... 43

8. Analisa Data ... 44

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan………. 46

1. Hasil Penelitian ... 46

2. Pembahasan ... 49

BAB 6 Kesimpulan dan Saran ... 55

1. Kesimpulan ... 55

2. Saran ... 56

Daftar Pustaka ... 58

Lampiran-lampiran………. 61

1. Lembar Persetujuan Responden ... 61

2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 62

3. Taksasi Dana ... 63

4. Instrumen Penelitian ... 64


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian………. 37

Tabel 2. Kriteria Penafsiran Korelasi……….. 45

Tabel 3. Karakteristik Demografi……… 46

Tabel 4. Kuantitas Produksi ASI……….... 47

Tabel 5. Kategori Kualitas Proses Menyusui……….. 48

Tabel 6. Pelaksanaan Perawatan Rooming-in... 48


(7)

DAFTAR SKEMA


(8)

Judul : Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan

Penulis : Lucia Eirene Tamba NIM : 061101088

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2010

Abstrak

Menyusui merupakan suatu proses yang alami namun ibu postpartum sering mengeluhkan masalah dalam menyusui. Masalah yang sering dikeluhkan para ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan permintaan bayi. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak, dengan melaksanakan perawatan rooming-in maka akan memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Desain penelitian yang digunakan adalah deskripsi korelasi. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Berdasarkan analisa statistik korelasi Spearman diperoleh kekuatan korelasi r = 0,000 yang berarti tidak ada korelasi/hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dan nilai signifikansi (p) = 1,000 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi/hubungan yang bermakna antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Dengan demikian hipotesa penelitian (Ha) ditolak artinya ada pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum gagal diterima. Tetapi jika dilihat dari data pelaksanaan perawatan rooming-in yang diperoleh, hal ini dapat diakibatkan oleh waktu pelaksanaan perawatan rooming-in yang sebagian besar tidak sesuai dengan konsep. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk memastikan dahulu apakah perawatan rooming-in yang dilakukan sudah sesuai dengan konsep.


(9)

Judul : Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan

Penulis : Lucia Eirene Tamba NIM : 061101088

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2010

Abstrak

Menyusui merupakan suatu proses yang alami namun ibu postpartum sering mengeluhkan masalah dalam menyusui. Masalah yang sering dikeluhkan para ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan permintaan bayi. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak, dengan melaksanakan perawatan rooming-in maka akan memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Desain penelitian yang digunakan adalah deskripsi korelasi. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Berdasarkan analisa statistik korelasi Spearman diperoleh kekuatan korelasi r = 0,000 yang berarti tidak ada korelasi/hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dan nilai signifikansi (p) = 1,000 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi/hubungan yang bermakna antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Dengan demikian hipotesa penelitian (Ha) ditolak artinya ada pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum gagal diterima. Tetapi jika dilihat dari data pelaksanaan perawatan rooming-in yang diperoleh, hal ini dapat diakibatkan oleh waktu pelaksanaan perawatan rooming-in yang sebagian besar tidak sesuai dengan konsep. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk memastikan dahulu apakah perawatan rooming-in yang dilakukan sudah sesuai dengan konsep.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat – alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari (Ambarwati & Wulandari, 2008). Pada masa ini menyusui merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Menciptakan kebiasaan menyusui yang baik sejak hari – hari pertama sangat penting untuk kesehatan bayi dan keberhasilan menyusui (Linkages, 2004).

Laktasi atau menyusui terjadi dibawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama hormon - hormon hipofisis yaitu prolaktin dan oksitosin. Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah ( Kari, dalam Soetjiningsih, 1997).

Masalah yang sering dikeluhkan para ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan permintaan bayi (Dinkes kota Surabaya, 2008). Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara disusukan, maka payudara akan terasa kosong dan melunak (Suradi & Tobing, 2004).


(11)

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Menyusui lebih dini menyebabkan terjadinya perangsangan puting susu, yang mengakibatkan terjadinya pembentukan prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancar (Suradi & Tobing, 2004).

Kebanyakan ibu tidak tahu bahwa membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah kelahiran atau yang biasa disebut proses inisiasi menyusu dini (IMD) sangat bermanfaat. Kedekatan antara ibu dengan bayinya akan terbentuk dalam proses IMD yang dilanjutkan dengan rooming-in/rawat gabung ibu dan bayi. Dengan memisahkan ibu dengan bayinya ternyata daya tahan tubuh bayi akan turun hingga mencapai 25% (Dinkes kota Surabaya, 2008).

UNICEF menyatakan, terdapat 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan oleh Journal Pediatrics ini, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia maupun di dunia sebenarnya dapat diminimalisir dengan salah satunya melakukan rooming-in/ rawat gabung (Mappiwali, 2008).

Rooming-in (rawat gabung) adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah


(12)

ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehari (Marjono, 1992). Rooming-in memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya. Rawat gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya, bayi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibunya selain itu dapat memudahkan ibu beristirahat dan menyusui (Dinkes kota Surabaya, 2008).

Banyak RS yang menawarkan pilihan agar bayi dapat terus bersama ibunya selama 24 jam penuh, meskipun selama ini masih banyak RS yang masih menerapkan ruangan khusus untuk bayi, terpisah dari ibunya. Namun riset terakhir menunjukkan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada alasan untuk memisahkan ibu dari bayinya, meskipun sesaat (Yamauchi & Yamanouchi, 1990; Buranasin, 1991; oslilo & Kaminski 2000, dalam Mappiwali, 2008). Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung (skin to skin contact) dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI (Hurst, dalam Mappiwali 2008).

Pada tahun 2005, Association American of Pediatics (AAP) mengeluarkan kebijakan agar ibu dapat terus bersama bayinya di ruangan yang sama dan mendorong ibu untuk segera menyusui bayinya kapanpun bayi menginginkannya. Kondisi tersebut akan membantu kelancaran produksi ASI (Mappiwali, 2008).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di RSUP Haji Adam Malik Medan, mulai Juli sampai dengan Oktober 2009 terdapat 118 orang ibu bersalin dan dilakukan perawatan rooming-in. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas


(13)

kesehatan di ruang rawat inap kebidanan, walaupun rumah sakit tersebut sudah melaksanakan perawatan rooming-in masih banyak ibu yang mengeluh tentang ASI yang belum keluar dan adanya pembengkakan payudara. Berdasarkan data dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka pertanyaan penelitian adalah:

Adakah pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4. Hipotesa Penelitian

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.


(14)

5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan masukan bagi perawat terutama perawat maternitas untuk menerapkan perawatan rooming-in dalam asuhan keperawatan maternitas.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi tenaga pendidik keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan maternitas untuk menambah pengetahuan peserta didik tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

3. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya dengan ruang lingkup yang sama.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Postpartum

1.1.Defenisi

Periode postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat–alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari (Ambarwati & Wulandari, 2008).

Masa nifas adalah waktu untuk perbaikan tubuh selama persalinan dan kelahiran. Periode ini juga merupakan waktu untuk mempelajari perawatan diri dan keterampilan perawatan bayi, penyatuan peran baru dan kelanjutan ikatan keluarga serta penilaian terhadap bayi baru lahir (Novak & Broom, 1999). Masa nifas berlangsung sejak ibu melahirkan sampai ibu berhenti mengeluarkan darah, lamanya sekitar 40 hari setelah melahirkan (Nasedul, 2000).

1.2. Periode Postpartum

Periode postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu minggu pertama setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu minggu pertama persalinan sampai periode postpartum selesai (Coad & Dunstall, 2006).

Periode immediate postpartum merupakan masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Ibu sedang menjalani pemulihan fisik dan hormonal yang disebabkan oleh proses


(16)

kelahiran serta pengeluaran plasenta. Menurunnya hormon-hormon plasenta memberi isyarat kepada tubuh ibu untuk mulai memproduksi ASI dalam jumlah cukup untuk segera menyusui bayinya. Bayi baru lahir yang lahir sehat secara normal akan terlihat sadar dan waspada, serta memiliki refleks rooting dan refleks sucking untuk membantunya mencari puting susu ibu, mengisapnya dan mulai minum ASI (Linkages, 2004).

1.3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum A. Perubahan pada Sistem Reproduksi 1. Involusi Uteri

Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat. Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba satu cm dibawah pusat, lima sampai enam minggu kemudian kembali ke dalam ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas implantasi plasenta pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik dan akan keluar cairan berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah kelahiran (Bobak dkk., 2004).

Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu menyusui dan mobilisasi dini yang disertai asupan nutrisi yang adekuat mempercepat proses involusi uteri (Coad & Dunstall, 2006).


(17)

2. Serviks, Vagina dan Perineum

Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama immediate postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan memar (Ambarwati & Wulandari, 2009).

3. Payudara

Perkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir. Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.

Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement), payudara teregang, keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam.


(18)

Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh (Bobak dkk., 2005). 4. Sistem Urinaria

Uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi untuk buang air kecil (Ambarwati & Wulandari, 2009).

5. Sistem sirkulasi dan Vital Sign

Adanya hipervolemi, dimana terjadi peningkatan plasma darah saat persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah saat persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac output yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan turun secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah persalinan (Bobak dkk., 2004; Derek & Jones, 2005).

6. Sistem Muskuloskeletal

Selama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen kartilago pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otot abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko konstipasi selama postpartum karena penurunan tonus dinding abdomen mempengaruhi motilitas usus. Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil tua, berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan


(19)

darah (trombosis) pada ekstremitas bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah persalinan.( Burrougs & Leifer, 2001; Bobak dkk., 2004).

7. Sistem Gastrointestinal

Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan tenaga dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh ( Bobak dkk., 2004; Derek & Jones 2005).

8. Sistem Endokrin

Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum hamil.; Derek & Jones, 2005 ; Ambarwati & Wulandari, 2009).

1.4. Perubahan Psikologis pada Masa Postpartum.

Ada tiga fase penyesuaian Ibu terhadap perannya sebagai orang tua yaitu : A. Fase Dependen.

Selama satu atau dua hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain. Rubin (1961) menetapkan periode ini sebagai fase menerima (taking-in phase), suatu waktu dimana ibu memerlukan perlindungan dan perawatan (Bobak dkk., 2004).


(20)

B. Fase Dependen-Mandiri

Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup selama beberapa jam atau beberapa hari pertama setelah persalinan, maka pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk mandiri timbul dengan sendirinya. Secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Keadaan ini disebut juga fase taking-hold yang berlangsung kira-kira sepuluh hari (Bobak dkk., 2004).

C. Fase Interdependen

Pada fase ini perilaku interdependen muncul, ibu dan para anggota keluarga saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan kembali menunjukkan karakteristik awal. Fase yang disebut juga letting-go ini merupakan fase yang penuh stres bagi orangtua. Suami dan Istri harus menyesuaikan efek dan perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan membina karier (Bobak dkk., 2004).

2. ASI

2.1. Defenisi

ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose

dan garam – garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Suraatmaja, dalam Soetjiningsih, 1997).

ASI secara optimal memenuhi kebutuhan gizi bayi. ASI memiliki komposisi unik yang sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir (Suraatmaja, dalam Soejtiningsih, 1997).


(21)

2.2. Komposisi ASI

Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matang/mature (Suraatmaja, dalam Soejtiningsih 1997).

Kolostrum adalah cairan kental kekuning - kuningan yang disekresi oleh kelenjar payudara sejak hari pertama sampai hari ketiga atau hari keempat setelah melahirkan, yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang disekresi setelah kolostrum yaitu dari hari keempat sampai hari kesepuluh dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein serta mineral lebih rendah.ASI matang adalah ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi\menyusui (Suraatmaja, dalam Soejtiningsih 1997).

2.3. Kandungan ASI

ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrient serta zat imunologis. yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

A. Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan serfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali


(22)

lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula (Hendarto & Pringgadini, dalam IDAI 2008).

B. Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

C. Lemak

Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara lemak yang ditemukan dalam ASI. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. ASI juga mengandung banyak asm lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu sapi tidak mengandung kedua komponen tersebut, karena itu hampir semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA, tetapi tidak sebaik yang ada dalam ASI (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).


(23)

D. Vitamin 1. Vitamin K

Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan darah. Kadar vitamin K dalam ASI hanya seperempat dari kadar vitamin K dalam susu formula, karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan suntikan vitamin K. (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

2. Vitamin D

ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

3. Vitamin E

Kandungan vitamin E dalam ASI tinggi, terutama pada kolostrum dan ASI transisi. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

4. Vitamin A

Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata, pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. ASI tidak hanya mengandung vitamin A yang tinggi tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten.Hal inilah yang menyebabkan bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik. (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).


(24)

5. Vitamin yang larut dalam air

Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat dan vitamin C terdapat dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang. (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

6. Mineral

Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tetapi tingkat penyerapannya lebih besar. kandungan Zat besi dan Zink dalam ASI juga lebih rendah dari susu formula, tetapi tingkat penyerapannya lebih baik. Mineral yang tinggi kadarnya dalam ASI dibandingkan susu formula adalah selenium, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. (Hendarto & pringgadini, dalam IDAI 2008).

F. Zat Imunologis

Menurut Suraatmaja (dalam Soetjiningsih, 1997), aspek imunologis yang terdapat dalam ASI adalah:


(25)

2. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

3. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

4. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. 5. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil.

Terdiri dari 3 macam yaitu Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

6. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

2.4. Manfaat Pemberian ASI

Menurut Roesli (2000) manfaat pemberian ASI dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu manfaat bagi bayi dan manfaat bagi ibu (menyusui).


(26)

A. Manfaat Pemberian ASI Bagi Bayi 1. ASI Sebagai Nutrisi

ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. Komposisi ASI sangat ideal dan seimbang, tidak sama dari waktu ke waktu dan sesuai dengan pertumbuhan bayi. Melalui proses menyusui yang benar, ASI adalah makanan tunggal yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bayi sampai usia enam bulan (Roesli, 2000).

2. ASI Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Bayi

Bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan zat kekebalan dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan menurun segera setelah bayi lahir, padahal sampai usia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk sendiri zat kekebalan secara sempurna. Hal ini akan tertutupi jika bayi mengkonsumsi ASI, karena ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari bahaya penyakit dan infeksi (Roesli, 2000; Linkages, 2004).

3. ASI meningkatkan Kecerdasan Bayi

Bulan-bulan pertama kehidupan bayi adalah periode dimana terjadi pertumbuhan otak yang pesat. Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan adalah pertumbuhan otak. Pertumbuahan otak sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang diberikan baik kualitas maupun kuantitasnya dan nutrisi tersebut didapatkan dari ASI (Roesli, 2000).


(27)

4. ASI Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang

Pada waktu menyusu bayi berada sangat dekat dengan ibunya, yaitu dalam dekapan ibunya. Semakin sering bayi berada dalam dekapan ibunya maka bayi akan semakin merasakan kasih saying ibunya, ia juga akan merasa aman, tentram dan nyaman terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah dikenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindungi dan disayangi ini akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk ikatan yang erat antara ibu dan bayi (Aritonang, 2007; Roesli, 2000).

B. Manfaat Menyusui Bagi Ibu

1. Mengurangi Perdarahan setelah Melahirkan serta Mengecilkan Rahim Menyusui bayi segera setelah melahirkan akan meningkatkan kadar oksitosin di dalam tubuh ibu. Oksitosin berguna untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini juga dapat mengurangi terjadinya anemia pada ibu. Selain itu kadar oksitosin yang meningkat juga sangat membantu mempercepat rahim kembali ke ukuran sebelum hamil (Roesli, 2000).

2. Menjarangkan Kehamilan

Menyusui merupakan cara kontrasepsi alamiah yang aman , murah dan cukup berhasil (Roesli, 2000).


(28)

3. Lebih Cepat Menurunkan Berat Badan

Menyusui memerlukan energi yang besar, sehingga tubuh akan mengambil sumber energy dari lemak yang tertimbun selama hamil terutama di bagian paha dan lengan atas. Dengan demikian, berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan semula (Roesli, 2000).

4. Mengurangi Kemungkinan Menderita Kanker

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara dan akan melindungi ibu dari penyakit kanker indung telur (Roesli, 2000).

5. Lebih Ekonomis dan Murah

ASI adalah jenis makanan bermutu yang murah dan sederhana dan tidak memerlukan perlengkapan menyusui sehingga dapat menghemat pengeluaran. Bayi yang diberi ASI mempunyai daya tahan tubuh yang kuat sehingga bayi akan terhindar dari berbagai penyakit, hal ini akan menghemat pengeluaran untuk berobat ke dokter atau ke rumah sakit.

6. Tidak Merepotkan dan Hemat Waktu

ASI sangat mudah diberikan tanpa harus menyiapkan atau memasak air dan tanpa harus mencuci botol. ASI mempunyai suhu yang tepat sehingga dapat langsung diminum tanpa khawatir terlalu panas atau dingin. ASI dapat diberikan kapan saja dan tidak perlu takut persediaan habis.


(29)

7. Praktis

ASI mudah dibawa kemana-mana, siap kapan saja dan dimana saja dibutuhkan. Pada saat bepergian tidak perlu membawa peralatan untuk menghangatkan suhu (Roesli, 2000).

8. Memberi Kepuasan kepada Ibu

Ibu yang berhasil memberikan ASI, akan merasa puas, bangga dan bahagia yang mendalam (Roesli, 2000).

3. Produksi ASI

3.1. Defenisi

Produksi ASI adalah proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI (KBBI, 2005). Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan hormon (Kari, dalam Soetjiningsih 1997 ; Thompson, 1995).

3.2. Fisiologi Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan (Ambarwati & Wulandari, 2008).

Refleks maternal yang berperan dalam proses laktasi adalah refleks produksi dan refleks pengeluaran ASI. Refleks tersebut responsif terhadap kekuatan yang mengatur laktasi, yaitu isapan. Keduanya melibatkan hormon prolaktin, yang merangsang produksi air susu, dan oksitosin, yang berperan dalam ejeksi (penyemprotan) air susu (Anhari dkk, 1994 ; Coad & Dunstall, 2006).


(30)

Selama kehamilan,hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Suradi & Tobing, 2004). Hambatan diproduksinya ASI menghilang setelah kelahiran dan pengeluaran plasenta, saat kadar progesteron turun praktis (Christine & Jones, 2005; Saryono & Pramitasari, 2008).

Setiap kali bayi menghisap payudara, akan merangsang ujung saraf sensoris di sekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke payudara sehingga menyebabkan sel sekretori di alveoli menghasilkan ASI (Christine & Jones, 2005).

Hormon prolaktin diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah bayi menyusu, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk konsumsi berikutnya, sedangkan untuk konsumsi pada saat sekarang, bayi meminum ASI yang sudah ada yaitu yang disimpan pada sinus laktiferus (Roesli & Yohmi, 2008).

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktiferus makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusu makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya makin jarang bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI ( King,1991 ; Danuatmaja & Meiliasari, 2003 ; Derek & Jones, 2005 ; Roesli & Yohmi, 2008).


(31)

Hormon prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada malam hari dapat membantu mempertahankan produksi ASI. Prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur untuk menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid, karena itu, menyusui pada malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan (Newman & Pitman, 2008 ; Roesli & Yohmi, 2008).

Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisis posterior. oksitosin dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli dan mengeluarkan ASI ke duktus laktiferus (King, 1991 ; Nolan, 2003).

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap.Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi menghisap). Aliran ASI sebagai respon terhadap oksitosin disebut let down reflex/milk ejection reflex. Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah melahirkan sehingga membantu mengurangi perdarahan (Neilson, 1990 ; Moody dkk., 2005 ; Roesli & Yohmi, 2008).


(32)

3.3. Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi ASI Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI terdiri dari : 3.3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kuantitas ASI

A. Frekuensi Menyusui

Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari lima kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al., 1988 dalam ACC/SCN, 1991).

Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 - 13 kali perhari selama dua minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (De Carvalho, et al., 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit delapan kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara (Ambarwati & Wulandari, 2009).


(33)

B. Berat Lahir

Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi dengan berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Ambarwati & Wulandari, 2009).

C. Umur Kehamilan Saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ (Aritonang, 2007).


(34)

D. Faktor psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let down yaitu refleks yang berperan dalam pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara lain peraaan dan curahan kasih saying ibu terhadap bayinya, mendengar celotehan atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang. Sedangkan keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin adalah rasa sedih, marah, kesal atau bingung, cemas terhadap perubahan bentuk payudara dan bentuk tubuh, meninggalkan bayi karena harus bekerja, takut ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit terutama saat menyusui (Derek & jones, 2005).

E. Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al. (1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok (Arifin, 2004).


(35)

F. Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989 dalam Arifin 2004).

G. Pil Kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991 dalam Arifin, 2004).

3.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas ASI A. Status Gizi Ibu

Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah asupan pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang, kadar zat gizi


(36)

dalam ASI dan volume ASI tidak berubah. Zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Hanya pada kasus yang sangat ekstrim, status gizi ibu mempunyai pengaruh yang merugikan bagi produksi ASI (Anhari dkk, 1994).

B. Penggunaan Obat-obatan Selama Masa Menyusui

Hampir semua obat yang diminum ibu menyusui terdeteksi di dalam ASI dan umumnya berada dalam konsentrasi rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu akan ditransfer ke dalam ASI. Kadar puncak obat di dalam ASI adalah sekitar satu sampai tiga jam setelah ibu meminum obat. Hal ini dapat dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan agar ibu tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tdak diberikan tetapi tetap harus dipompa. ASI dapat diberikan kembali setelah tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan setelah lima kali waktu paruh obat (Depkes, 2006).

3.2. Pengukuran Produksi ASI

Produksi ASI adalah Proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI (KBBI, 2005). Produksi ASI dapat diukur melalui kualitas proses menyusui dan kuantitasnya. Untuk mengetahui banyaknya (kuantitas) produksi ASI, beberapa kriteria dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak (Suraatmaja, dalam Soetjiningsih, 1997) yaitu:

1. ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting. 2. Sebelum disusukan payudara terasa tegang.


(37)

3. Jika ASI cukup, setelah bayi menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3-4 jam.

4. Bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari.

5. Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam.

6. Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI. 7. Ibu dapat merasakan rasa seperti diperas pada payudara ketika bayi menyusu. 8. Urin bayi biasanya kuning pucat.

Menurut BK-PP-ASI yang bekerja sama dengan WHO dan UNICEF (2003), penilaian proses menyusui berdasarkan kualitas adalah dengan Observasi BREAST, yaitu:

1. Body Position ( Posisi Tubuh) Aspek yang dinilai adalah :

A. Ibu santai dan nyaman.

B. Badan bayi dekat dengan ibu, menghadap payudara. C. Kepala dan badan bayi lurus

D. Dagu menyentuh payudara. E. Bagian belakang bayi ditopang. 2. Responses (Respon)

Aspek yang dinilai adalah :

A. Bayi mencari payudara ketika lapar. B. Ada refleks rooting.


(38)

C. Bayi mencari payudara dengan lidah. D. Bayi tenang dan siaga pada payudara. E. Bayi tetap melekat pada payudara.

F. Tanda-tanda pengeluaran susu (menetes, after pain). 3. Emotional Bonding (Ikatan emosi)

Aspek yang dinilai adalah :

A. Pelukan yang mantap dan percaya diri. B. Perhatian dan tatap muka dari ibu. C. Banyak sentuhan atau belaian dari ibu. 4. Anatomy (Anatomi)

Aspek yang dinilai adalah :

A. Payudara lembek setelah menyusui. B. Puting menonjol keluar dan memanjang. C. Kulit tampak sehat.

D. Payudara tampak membulat sewaktu menyusui. 5. Sucking (Mengisap)

Aspek yang dinilai adalah : A. Mulut terbuka lebar.

B. Bibir bawah membuka lebar. C. Lidah berlekuk di sekitar payudara. D. Pipi membulat.


(39)

E. Lebih banyak areola di atas mulut bayi.

F. Menghisap pelan dan dalam, diselingi istirahat. G. Melihat atau mendengar bayi menelan.

6. Time Spent Sucking (lamanya menghisap) Aspek yang dinilai adalah :

A. Bayi melepaskan payudara.

B. Bayi menghisap selama beberapa menit.

4. Perawatan Rooming-in

4.1. Defenisi

Rooming-in (Rawat gabung) adalah suatu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehari (Marjono, 1992).

4.2. Proses dan Cara Pelaksanaan

Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal (Marjono, 1999).

Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung, bayi dan ibu yang dapat segera mengikuti program rawat gabung harus memenuhi beberapa kriteria yaitu lahir spontan baik presentasi kepala maupun bokong, masa kehamilan lebih


(40)

dari 37 minggu dengan berat lahir lebih dari 2500 gram, bayi tidak mengalami asfiksia (nilai APGAR menit ke V lebih dari 7), tidak ada gejala sesak nafas, sianosis, infeksi atau kelainan kongenital berat, bila lahir dengan tindakan (vakum atau forceps) rawat gabung dapat ditunda sementara sampai bayi kelihatan baik, aktif dan sudah ada refleks menghisap.

Bayi yang lahir secara sectio caesarea dengan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk) misalnya empat sampai enam jam setelah operasi selesai, ibu sehat dan tidak ada infeksi intrapartum (Karkata, dalam Soetjiningsih, 1997 ; Rulina & Tobing, 2004; Mappiwali, 2008).

Dalam perawatan rooming-in bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan, sehingga ibu dapat melihat dan menjangkau bayinya kapan saja ibu membutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam boks di samping tempat tidur ibu (Marjono, 1999).

Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-keadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi, terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah ASI sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, keadaan puting, adakah rasa sakit yang mengganggu saat menyusui, dan sebagainya (Marjono, 1999).


(41)

Perawat juga harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan merawat bayi secara benar. Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara merawat bayi, payudara, dan cara menyusui yang benar sehingga ibu akan terampil melakukannya di rumah (Marjono, 1999).

4.3. Manfaat

Menurut Suradi dan Tobing (2004), Adapun manfaat rawat gabung adalah sebagai berikut :

A. Aspek Fisik

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan (nir-jadwal). Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas kesehatan.

B. Aspek Fisiologis

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, dimana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi uterus disamping refleks prolaktin yang memacu produksi ASI.


(42)

C. Aspek Psikologis

Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.

D. Aspek Edukatif

Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar dan mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara merawat payudara, merawat tali pusat, dan memandikan bayi.

E. Aspek Ekonomi

Melalui rawat gabung pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu buatan, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Beban perawat mnejadi lebih ringan karena ibu berperan lebih besar dalam merawat bayinya, sehingga waktu terluang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi uterus terjadi lebih cepat dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk pasien lain.


(43)

F. Aspek Medis

Ibu mengamati sendiri bayinya, maka segala perubahan fisik atau perilaku bayi dapat diketahui lebih cepat dan ibu dapat menanyakan kepada petugas kesehatan jika ada hal yang dianggap tidak wajar.

Menurut penelitian Procianoy et al. (1983) di Brazil, ibu yang mendapatkan perawatan rooming-in mempunyai minat yang lebih besar untuk menyusui bayinya setelah keluar dari rumah sakit. Penelitian Buranasin (1990) di Thailand, juga menunjukkan bahwa perawatan rooming-in meningkatkan keberhasilan menyusui dan menurunkan angka kematian bayi sedangkan penelitian yang dilakukan Ahn Yoon et al. (2007) di Korea, menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan perawatan rooming-in juga mempunyai stabilitas emosi yang lebih baik daripada bayi yang ditempatkan di ruangan khusus bayi.


(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan konsep perawatan rooming- in dan produksi ASI pada ibu postpartum.

Secara konseptual yang dimaksud dengan produksi ASI adalah proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI (KBBI, 2005).

Produksi ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor , Salah satunya adalah frekuensi menyusui. Semakin sering ibu menyusui maka akan semakin banyak rangsangan ke otak untuk memproduksi ASI sehingga jumlah ASI yag diproduksi juga akan meningkat. Dengan perawatan rooming-in, ibu akan lebih sering menyusui karena ibu berada dekat dengan bayinya sehingga dapat dengan mudah menjangkau bayi untuk menyusui setiap saat, kapanpun bayi menginginkannya.


(45)

Skema 1. Kerangka Konseptual penelitian.

Kuantitas ASI

Produksi ASI Kualitas menyusui berdasarkan observasi BREAST Keterangan:

Diteliti Tidak Diteliti Faktor-faktor yang

mempengaruhi: 1.Frekuensi menyusui 2.Berat lahir

3.Umur kehamilan saat melahirkan

4.Faktor psikologis

5.Konsumsi rokok, alkohol 6.Pil kontrasepsi

7.Status gizi ibu

8.Penggunaan obat selama menyusui

Perawatan Rooming-in 1.Bayi ditempatkan di

ruangan yang sama dengan ibu segera setelah lahir.

2.Ibu dan bayi berada di

ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari.

3.Ibu menyusui tanpa

penetapan jadwal.

Produksi ASI 1.Cukup 2.Kurang 1.Baik 2.Kurang baik


(46)

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian Tabel 1. Defenisi operasional variabel penelitian No. Variabel Defenisi

Operasional

Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Variabel Independen : Perawatan Rooming-in Suatu perawatan dimana bayi ditempatkan di ruangan yang sama dengan ibu segera setelah lahir, selama 24 jam dalam sehari dan menyusui tanpa penetapan jadwal Kuesioner sebanyak 3 buah dengan pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak” 1.Pelaksanaan perawatan rooming-in baik 2.Pelaksanaan perawatan rooming-in kurang baik Ordinal


(47)

Tabel 2.1. (lanjutan)

No. Variabel Defenisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

2. Varibel Dependen : Produksi ASI Gambaran cukup atau tidaknya ASI, yang diukur berdasarkan kuantitas produksi ASI dan kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST 1.Kuesioner kuantitas produksi ASI sebanyak 8 pertanyaan 2.Lembar observasi kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST sebanyak 26 buah dengan pilihan jawaban”Ya” atau “Tidak” 1.Produksi ASI cukup. 2.Produksi ASI kurang 1.Kualitas proses menyusui baik 2.Kualitas proses menyusui kurang baik Ordinal


(48)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi korelasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu Postpartum.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu postpartum yang melahirkan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti, terdapat 118 orang ibu yang melahirkan secara normal maupun sectio mulai Juli sampai Oktober 2009 (Sumber, RSUP Haji Adam Malik Medan). Jadi jumlah rata-rata ibu yang melahirkan setiap bulan di rumah sakit tersebut adalah 30 orang.

Seluruh anggota populasi menjadi sampel dalam penelitian ini (total sampling), karena seluruhnya telah mendapat perawatan rooming-in sesuai dengan data survey awal. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang, sesuai dengan jumlah rata-rata ibu yang melahirkan setiap bulan di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(49)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, Jl. Bunga Lau no. 17. Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit tersebut karena merupakan rumah sakit pendidikan dan telah menerapkan perawatan rooming-in. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Januari sampai dengan 8 Maret dan 22 Maret sampai dengan 1 Mei 2010 terhadap 30 responden.

4. Pertimbangan Etik

Pada penelitian ini juga dilakukan pertimbangan etik, yaitu peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Jika responden tidak bersedia peneliti tetap menghargai hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian.

Peneliti melindungi informasi yang diberikan dengan menjaga kerahasiaan identitas responden. Penelitian ini juga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi responden.

5. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang akan digunakan adalah angket terstruktur dalam bentuk kuesioner dan lembar observasi yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner terdiri dari 4 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner produksi ASI yang terdiri dari kuesioner kuantitas produksi ASI dan lembar observasi kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST serta kuesioner pelaksanaan perawatan rooming-in.


(50)

1. Kuesioner Data Demografi Responden

Kuesioner data demografi responden meliputi nama (inisial), alamat, umur, paritas, pekerjaan, jenis persalinan, dan waktu keluarnya ASI pertama kali. 2. Kuesioner kuantitas produksi ASI.

Kuesioner kuantitas produksi ASI terdiri dari 8 pertanyaan dengan pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Untuk setiap jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jika”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 8 dan nilai terendah adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Alimul (2007) : P = Rentang / Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas, dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 8 dan banyak kelas sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang. Maka didapat nilai P sebesar 4 dan batas kelas interval bawah 0, maka Produksi ASI dapat dikategorikan menjadi :

0-4 = Produksi ASI Kurang. 5- 8 = Produksi ASI cukup.

3. Lembar Observasi kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST. Terdiri dari 26 butir observasi dengan pilihan jawaban “Ya” atau Tidak. Untuk setiap jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jika”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 26 dan nilai terendah adalah 0.


(51)

P = Rentang / Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas, dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) 26 dan banyak kelas sebanyak 2 yaitu baik dan kurang baik. Maka didapat nilai P sebesar 13 dan batas kelas interval bawah 0, maka kualitas proses menyusui dapat dikategorikan menjadi :

0 - 13 = kualitas proses menyusui kurang baik. 14 - 26 = kualitas proses menyusui baik.

4. Kuesioner pelaksanaan perawatan rooming-in.

Terdiri dari 3 pernyataan. Untuk pilihan jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jika”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 3 dan nilai terendah adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Alimul (2007) : P = Rentang / Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas, dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 3 dan banyak kelas sebanyak 2 yaitu baik dan kurang baik. Maka didapat nilai P sebesar 2, dan batas kelas interval bawah 0, maka Pelaksanaan perawatan rooming-in dapat dikategorikan menjadi :

0-2= Pelaksanaan perawatan rooming-in kurang baik. 3 = Pelaksanaan perawatan rooming-in baik.


(52)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas digunakan untuk menguji apakah suatu kuesioner dianggap valid (Arikunto, 2005). Uji validitas pada penelitian ini menggunakan validitas internal rasional (content validity) yang disusun mengacu pada isi yang dikehendaki. Kuesioner telah divalidasi oleh Ibu Nur Afi Darti S.Kp, M.Kep selaku dosen yang berkompeten dalam bidang keperawatan maternitas.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur (Arikunto, 2005). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula K-R 20 karena jenis pertanyaan pada kuesioner adalah pertanyaan dikotomi. Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada 10 orang responden dan didapatkan bahwa kuesioner reliabel dengan hasil uji reliabilitas 0,71.

7. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan setelah menerima surat dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, Surat ini diajukan kepada direktur utama RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data. Sebelumnya peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden. Bagi responden yang bersedia menjadi subjek penelitian, peneliti memberikan informed consent untuk dibaca dan ditandatangani. Jika responden tidak bersedia menjadi subjek penelitian, peneliti menghargai haknya dan tidak melakukan pemaksaan. Setelah informed consent


(53)

ditandatangani oleh responden maka peneliti melakukan pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner, mewawancarai responden dan melakukan observasi. Kuesioner dikumpulkan kembali setelah selesai diisi untuk mendapatkan data penelitian.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Editing yaitu memeriksa kuesioner yang telah diisi oleh responden apakah sudah diisi sesuai dengan petunjuk.

2. Koding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah peneliti saat mengadakan tabulasi data.

3. Tabulasi yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Untuk mengidentifikasi pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dilakukan dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearman sebab data perawatan rooming-in dan data produksi ASI merupakan data ordinal.

Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai r dan nilai p. Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan dengan nilai r berkisar antara -1 sampai +1 dengan kriteria sebagai berikut :


(54)

Tabel 2. Kriteria Penafsiran Korelasi

Nilai r Penafsiran

Diatas -0,5

-0,3 sampai -0,5

-0,1 sampai -0,3

0

0,10 sampai 0,30

0,30 sampai 0,50

Diatas 0,50

Korelasi negatif tinggi

Hubungan negatif dengan interpretasi kuat Korelasi negatif sedang

Hubungan negatif dengan interpretasi negatif Korelasi negatif rendah

Hubungan negatif dengan interpretasi lemah Tidak ada korelasi/hubungan

Korelasi positif rendah

Hubungan positif dengan korelasi lemah Korelasi positif sedang

Hubungan positif dengan interpretasi memadai Korelasi positif tinggi

Hubungan positif dengan interpretasi kuat

Nilai p menginterpretasikan nilai signifikan. Jika nilai p < 0,05 maka terdapat korelasi/hubungan yang bermakna antar variabel yang diuji dan jika nilai p > 0,05 maka tidak terdapat korelasi/hubungan yang bermakna antar varibel yang diuji (Nursalam, 2003 ; Dahlan, 2004).


(55)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan mulai 27 Januari sampai dengan 25 Februari dan 8 April sampai dengan 1 Mei 2010 terhadap 30 responden. Penyajian hasil penelitian meliputi karakteristik demografi, kuantitas produksi ASI, kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST, pelaksanaan perawatan in, produksi ASI dan pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI.

1.1. Karakteristik Demografi

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu postpartum yang menyusui dengan jumlah sampel 30 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia ibu, paritas, pekerjaan ibu, jenis persalinan dan waktu keluarnya ASI pertama kali.

Tabel 3. Distribusi frekuensi & persentase karakteristik responden (n= 30) Karakteristik Frekuensi Persentase ( % )

Usia Ibu < 20 tahun 20 – 35 tahun

>35 tahun

1 26

3

3,3 86,7


(56)

Tabel 3. (Lanjutan)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Paritas Primipara Multipara 12 18 40 60 Pekerjaan

Ibu rumah tangga Lain-lain 27 3 90 10 Jenis Persalinan Pervaginam Sectio caesaria 8 22 26.7 73,3 Waktu keluarnya ASI

pertama kali (hari ke-) 1 2 3 4 3 12 10 5 10 40 33,3 16,7

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas usia ibu 28-32 tahun (36,7%) dan kebanyakan adalah multipara (60%). Hampir seluruh responden adalah ibu rumah tangga (90%) sebagian besar jenis persalinannya adalah sectio caesaria (73,3%) dan mayoritas ASI pertama kali keluar pada hari kedua (40%).

1.2. Kuantitas Produksi ASI

Tabel 4. Distribusi frekuensi & persentase kategori kuantitas produksi ASI

Kuantitas produksi ASI

Karakteristik responden Frekuensi Persentase (%) Primipara Multipara

Cukup 8 17 25 83,3


(57)

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa gambaran kuantitas produksi ASI dikategorikan cukup sebanyak 25 orang (83,3%) dan kurang sebanyak 5 orang (16,7%).

1.3. Kualitas Proses Menyusui Berdasarkan Observasi BREAST

Tabel 5. Distribusi frekuensi & persentase kategori kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST

Kualitas Proses menyusui

Karakteristik responden Frekuensi Persentase (%) Primipara Multipara

Baik 5 17 22 73,3

Kurang baik 7 1 8 23,7

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas proses menyusui dikategorikan baik sebanyak 22 orang (73,3%) dan kurang baik sebanyak 8 orang (23,7%).

1.4. Pelaksanaan Perawatan Rooming-in

Tabel 6. Distribusi frekuensi & persentase kategori pelaksanaan perawatan rooming-in

Pelaksanaan perawatan rooming-in Frekuensi Persentase (%)

Baik 6 20

Kurang baik 24 80

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaksanaan perawatan rooming-in dikategorikan baik sebanyak 6 orang (20%) dan kurang baik sebanyak 24 orang (80%).


(58)

1.5. Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI

Tabel 7. Uji korelasi Spearman pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI

Variabel 1 Variabel 2 p r

Pelaksanaan rooming-in Produksi ASI 1,000 0,000 Dari hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dan diperoleh kekuatan korelasi r = 0,000 yang berarti bahwa tidak ada korelasi/hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka pembahasan yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI adalah sebagai berikut :

2.1. Karakteristik Demografi

Dari data yang diperoleh mayoritas responden penelitian berusia 20-35 tahun (86,7%) yang merupakan rentang usia reproduksi sehat. Meskipun terdapat responden berusia dibawah dan diatas rentang usia reproduksi sehat (13,3%), sangat kecil atau tidak ada pengaruhnya terhadap produksi ASI. Hal ini sesuai dengan penelitian Lipsman et al. (1985) dalam ACC/SCN (1991) yang menemukan bahwa ibu yang menyusui pada usia remaja dengan gizi baik, intake ASI mencukupi


(59)

Data yang diperoleh menunjukkan 18 orang (60%) responden adalah multipara. Hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi kemampuan ibu dalam menguasai teknik menyusui dimana kemampuan merupakan kecakapan atau potensi menguasai keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik (Robbins, 2000 dalam Hanurda, 2008). Responden multipara telah terbiasa menyusui sebelumnya sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi kualitas proses menyusui dimana dari data hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kualitas proses menyusui dikategorikan baik (73,3%).

Hampir seluruh responden adalah ibu rumah tangga (90%). Hal ini dapat mempengaruhi keputusan pemberian ASI pada bayi. Minat menyusui pada ibu rumah tangga dapat lebih besar daripada ibu yang bekerja di luar, sesuai dengan pernyataan Partiwi (2008) bahwa sebagian besar perempuan kesulitan menyusui bayinya maupun memerah ASI di tempat kerja. Selain karena padatnya aktivitas kerja, masih sedikit perusahaan yang menyediakan tempat khusus untuk menyusui bayi maupun memerah ASI.

Ibu yang melahirkan dengan bedah caesar seringkali sulit menyusui bayinya segera setelah lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa proses melahirkan dengan bedah caesar akan menghambat terbentuknya produksi ASI (Dewey et al. 2003; Grajeda & Perez 2002; Rowe & Murray 2002; Hartman 1987). Meskipun demikian, menyusui sesering mungkin setelah proses kelahiran dengan


(60)

bedah caesar akan meminimalisasi masalah-masalah tersebut. Bahkan beberapa ibu yang melahirkan dengan bedah caesar memiliki produksi ASI yang berlimpah (Anida, 2008). Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian yakni walaupun kebanyakan jenis persalinan responden adalah sectio caesaria (73,3%) tetapi produksi ASI mayoritas dikategorikan cukup (83,3%).

Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa rata-rata ASI keluar pada hari kedua (40%) dan ketiga (33,3%) postpartum. Hal ini adalah normal karena biasanya ASI baru keluar dua sampai tiga hari setelah kelahiran. Air susu yang dikeluarkan diatur oleh kebutuhan bayi, proses ini dibantu jika ibu ingin menyusui dan jika bayi tetap bersama ibu sehingga dapat menyusui sesering mungkin sepanjang hari (Derek & Jones, 2005 ; Junaedi, 2008).

2.2. Perawatan Rooming-in

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari 30 sampel, tidak semua pelaksanaan perawatan rooming-in dilakukan dengan baik, dimana tidak semua ibu dan bayi segera ditempatkan dalam satu ruangan sesuai dengan pendapat Marjono (1999), yang menyatakan rooming-in merupakan perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehari. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hanya 20% bayi yang lahir segera ditempatkan satu ruangan dengan ibunya atau tepat waktu pelaksanaan rooming-in nya.


(61)

Namun setelah ibu dan bayinya ditempatkan dalam satu ruangan walaupun sebagian besar waktunya kurang tepat (80%), Ibu dan bayi berada di ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari dan bebas menyusui tanpa adanya penetapan jadwal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopkinson et al. (1998) yakni Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.

2.3. Produksi ASI

Setelah dilakukan rooming-in dan Ibu telah menyusui maka dilihat pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa segera setelah bayi lahir tidak langsung disusukan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hanjani (2007) yang menyatakan bahwa setelah lahir bayi sebaiknya segera disusui pada 30 menit pertama yang merupakan kesempatan emas dalam kehidupan seorang bayi. Refleks isap bayi yang paling kuat adalah 30 menit setelah dilahirkan. Isapan bayi pada puting ibunya akan merangsang pengeluaran hormon prolaktin yang merangsang produksi ASI dan hormon oksitosin yang merangsang refleks pengeluaran ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan ASI pertama kali keluar pada hari kedua (40%) dan ketiga (33,3%) postpartum, tetapi ada juga Ibu yang sudah keluar air susunya pada hari pertama postpartum (10%). Hal ini berarti bahwa


(62)

ada ibu yang belum menyusui walaupun air susunya sudah keluar, karena kebanyakan rooming-in baru dilakukan pada hari kedua dan ketiga postpartum.

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas kuantitas produksi ASI dikategorikan cukup (83,3%). Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya frekuensi menyusui, dengan dilakukannya perawatan rooming-in maka ibu bebas menyusui sesering mungkin. Selain itu produksi ASI dalam penelitian ini dapat juga dilihat dari kualitas proses menyusui, dimana dari data kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST diperoleh bahwa mayoritas kua litas menyusui adalah baik (73,3%). Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Perinasia (2004) bahwa menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Susanti (2006) berjudul Hubungan Teknik Menyusui dengan Produksi ASI pada Ibu Postpartum Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sawoo menyatakan bahwa teknik menyusui berpengaruh pada produksi ASI yang berarti bahwa ibu yang memiliki teknik menyusui buruk cenderung memperoleh produksi ASI yang buruk.

2.4. Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI

Hasil analisa statistik dalam penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI (r = 0,000). Hasil uji kedua variabel tersebut memiliki nilai signifikansi yang tidak dapat diterima atau (Ha) ditolak (p > 0,05). Dengan demikian hipotesa penelitian (Ha) gagal diterima


(63)

artinya terdapat pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan gagal diterima. Hal ini dapat disebabkan oleh pelaksanaan rooming-in yang mayoritas kurang baik ditinjau dari waktu pelaksanaan rooming-in yang tidak sesuai dengan konsep.

Hasil penelitian saya ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Buranasin (1990) berjudul The effects of rooming-in on success of breastfeeding and the decline in abandonment of children menyatakan bahwa perawatan rooming-in meningkatkan keberhasilan menyusui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Bystrova et al. (2006) yang berjudul Early lactation performance in primiparous and multiparous women in relation to different maternity home practices menyatakan bahwa produksi ASI pada ibu primipara dan multipara yang tidak dilakukan rooming-in dan menyusui berdasarkan jadwal lebih rendah daripada ibu primipara dan multipara yang dilakukan rooming-in dan menyusui tanpa jadwal (on demand). Penelitian yang dilakukan oleh Yamauchi & Yamanouchi (1990) berjudul The relationship between rooming-in / not rooming-in and breastfeeding variables menyatakan bahwa intake ASI pada hari ketiga dan kelima setelah bayi lahir lebih tinggi pada bayi yang dilakukan rooming-in daripada bayi yang tidak dilakukan rooming-in demikian juga dengan penurunan berat badan bayi lebih rendah pada bayi yang dilakukan rooming-in daripada bayi yang tidak dilakukan rooming-in.


(64)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1. Kesimpulan Hasil Penelitian

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, sebagai berikut :

1.1. Terdapat responden yang berusia di bawah atau di atas rentang usia reproduksi sehat, namun hal ini sangat kecil atau tidak ada pengaruhnya terhadap produksi ASI. Mayoritas responden adalah multipara yang sebelumnya sudah pernah menyusui. Hal tersebut kemungkinan dapat mempengaruhi kualitas proses menyusui dimana dari data hasil penelitian diperoleh kategori kualitas proses menyusui adalah baik.

Hampir seluruh responden adalah ibu rumah tangga, hal ini kemungkinan dapat meningkatkan minat menyusui. Sebagian besar jenis persalinan responden adalah sectio caesaria. Kondisi ini dapat membuat proses menyusui sedikit terhambat, namun hal ini dapat ditangani dengan posisi menyusui yang sesuai dengan kondisi tersebut dan adanya kemauan ibu


(65)

untuk segera menyusui dan kebanyakan ASI keluar pada hari kedua dan ketiga postpartum.

1.2. Dari hasil penelitian sebagian besar pelaksanaan rooming-in dikategorikan kurang baik. Tidak semua bayi segera ditempatkan dalam ruangan yang sama dengan ibunya segera setelah lahir. Namun setelah ditempatkan dalam satu ruangan, Ibu bebas menyusui tanpa penetapan jadwal.

1.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kuantitas produksi ASI dikategorikan cukup dan kebanyakan kualitas proses menyusui dikategorikan baik.

1.4. Dari hasil analisa statistik menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI (p > 0,05). Dengan demikian hipotesa penelitian (Ha) gagal diterima artinya pernyataan ada pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI gagal diterima. Hal ini dapat diakibatkan pelaksanaan perawatan rooming-in yang mayoritas kurang baik ditinjau dari waktu pelaksanaan rooming-in yang tidak sesuai dengan konsep.


(66)

2. Saran

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang baru tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI dalam upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi. 2. Bagi Praktik Keperawatan

Sebaiknya pelaksanaan perawatan rooming-in dioptimalkan karena memberikan banyak manfaat baik bagi ibu dan bayinya maupun bagi tenaga kesehatan khususnya perawat karena dapat mengurangi beban kerja perawat.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk memastikan dahulu apakah perawatan rooming-in yang dilakukan sudah sesuai dengan konsep dan meneliti faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI. Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian mengenai Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang segera diikuti oleh perawatan rooming-in, dimana perawatan rooming-in merupakan salah satu hal yang harus dilakukan dalam sepuluh langkah tata laksana IMD.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, S.Y., et al. (2007). The effect of rooming-in care on the emotional stability of newborn infants. Korean journal of pediatrics. Diambil tanggal 15 September 2009 dari

Anhari, E.,dkk. (1994). Pemberian makan untuk bayi – dasar - dasar fisiologis, Jakarta : Perinasia.

Arifin, Muhammad. (2004). Faktor –faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan. Diambil tanggal 15 September 2009 dari

Arikunto, S. (2005). Manajemen penelitian edidsi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Aritonang, Evawany. (2007). Peran ASI bagi bayi : Produksi ASI & faktor yang

mempengaruhinya. Diambil tanggal 15 September 2009 dari

Ambarwati, R.E & Wulandari D.(2009).Asuhan kebidanan nifas, Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Bobak , I.M. & Lowdermilk, D.L. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Jakarta : EGC.

Buranasin, B. (1990). The effects of rooming-in on the success of breastfeeding and the decline in abandonment of children. Diambil tanggal 12 September 2009 di

Burroughs, Arlene & Gloria Leifer. (2001). Maternity nursing: An introductory text (8th ed),.Philadelphia:W.B Saunders Company.

Bystrova, K., et al. (2007). Early lactation performance in primiparous and

multiparous women in relation to different maternity home practices. Diambil tanggal 10 Juni 2010 dari

http://www3.interscience.wiley.com/journal/120000588/abstract?cretry=1&stret ry=0

Coad, Jane & Melvyn Dunstal. (2006). Anatomi dan fisiologi untuk bidan, Jakarta: EGC.


(68)

Danuatmaja, Bonny & Mila Meiliasari. (2003). 40 hari pasca persalinan: masalah dan Solusinya, Jakarta: Puspa Swara.

Dinkes Kota Surabaya. (2008). Hanya empat persen bayi di Indonesia yang

mendapat IMD. Diambil tanggal 12 September 2009 dari

Hanurda. (2008). Pengetahuan dan kemampuan. Diambil tanggal 20 Mei 2010 dari

Henderson, Christine & Kathleen Jones. (2005). Buku ajar konsep kebidanan, Jakarta: EGC.

Hidayat, A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data, Jakarta : Salemba Medika.

IDAI. (2008). Bedah ASI, Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

King, F.S.(1991). Menolong ibu menyusui, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Liewelin, Derek & Jones.(2005). Setiap wanita, Jakarta: Delapratasa Publishing. Linkages.(2004). Melahirkan, memulai pemberian ASI dan tujuh hari pertama

setelah melahirkan. Diambil tanggal 9 September 2009 dari

Mappiwali, Asrul. (2008). Rawat Gabung ( Rooming-in). Dibuka pada tanggal 7 September 2009 di

Marjono, A.B. (1999). Kamar Bersalin dan Rawat Gabung. Diambil tanggal 9

September 2009 dari

Nasedul, H. (2000). Cara sehat semasa hamil, Jakarta : Puspaswara. Neilson.(1990). Cara menyusui yang baik, Jakarta: Arcan.

Newman & Pitman (2008). Segala yang perlu anda tahu soal menyusui, Jakarta: Imprint lentera hati.


(69)

Nursalam.(2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.

Polit & Hungler.(1999). Nursing research principles and methodes, Philadelphia: J.B. Lippincot Company.

Procianoy, et al. (1983). The influence of rooming-in on breastfeeding. Diambil

tanggal 12 September 2009 dari

Roesli, Utami.(2000). Mengenal ASI eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya.

Saryono & Roischa D.P.(2008).Perawatan payudara, Jogjakarta: Mitra Cendikia. Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk untuk tenaga medis, Jakarta: EGC.

Suradi, Rulina &Kristina Hesti. (2004). Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Edisi 5., Jakarta : Perinasia.

Susanti (2006). Hubungan teknik menyusui dengan produksi ASI pada ibu postpartum primipara di wilayah kerja puskesmas sawoo. Diambil tanggal 10 Juni 2010 dari

Thompson, E.D.(1995). .Introduction to maternity and pediatric nursing (2nd ed), Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Yamauchi, Yoshitada & Itsuro Yamanouchi (1990). The relationship between rooming-in/not rooming-in and breast-feeding variables. Diambil tanggal 10

Juni 2010 dari


(70)

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Nama Saya Lucia Eirene Tamba, mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Pengaruh perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum” Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara.

Demi terlaksananya penelitian ini, saya mengharapkan kesediaan Ibu untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Ibu diharapkan mengisi kuesioner yang diberikan sesuai dengan petunjuk dan bersedia diwawancarai dalam beberapa menit.

Partisipasi Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang Ibu berikan dirahasiakan dan hanya dipergunakan untuk pengembangan Ilmu Keperawatan .Jika ibu bersedia menjadi responden pada penelitian ini, maka silakan menandatangani formulir penelitian ini.

Tanda tangan :


(1)

3. Kuesioner Kuantitas Produksi ASI Petunjuk Pengisian:

a. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak”.

b. Bila ada yang tidak dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

1. Apakah ASI merembes keluar melalui puting?

Ya Tidak

2. Sebelum menyusui bayi, apakah payudara ibu terasa tegang?

Ya Tidak

3. Ketika bayi menyusu, apakah ibu mendengar bunyi menelan yang cukup kuat dari bayi?

 Ya Tidak

4. Apakah ada rasa seperti diperas pada payudara ketika ibu menyusui?

Ya Tidak

5. Setelah menyusui, apakah bayi tertidur atau tenang selama 3-4 jam?

Ya Tidak

6. Apakah bayi menyusu 8 kali atau lebih dalam satu hari?

Ya Tidak

7. Apakah bayi buang air kecil 6-8 kali dalam sehari?

Ya Tidak

8. Apakah kencing bayi berwarna kuning pucat?


(2)

4. Lembar observasi kualitas menyusui berdasarkan observasi BREAST.

Petunjuk : Diisi oleh peneliti dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak”

No. Observasi Ya Tidak

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Ibu santai dan nyaman.

Badan bayi dekat dengan ibu, menghadap payudara.

Kepala dan badan bayi lurus Dagu menyentuh payudara. Bagian belakang bayi ditopang. Bayi mencari payudara ketika lapar. Ada refleks rooting.

Bayi mencari payudara dengan lidah. Bayi tenang dan siaga pada payudara. Bayi tetap melekat pada payudara.

Tanda-tanda pengeluaran susu (menetes, after pain).

Pelukan yang mantap dan percaya diri. Perhatian dan tatap muka dari ibu. Banyak sentuhan atau belaian dari ibu. Payudara lembek setelah menyusui. Puting menonjol keluar dan memanjang. Kulit payudara tampak sehat.

Payudara tampak membulat sewaktu menyusui.


(3)

19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

Mulut bayi terbuka lebar.

Bibir bawah bayi membuka lebar. Lidah bayi berlekuk di sekitar payudara. Pipi bayi membulat.

Lebih banyak areola di atas mulut bayi. Bayi menghisap pelan dan dalam, diselingi istirahat.

Bayi melepaskan payudara.

Bayi menghisap selama beberapa menit (5 - 15 menit).


(4)

Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup

Nama : Lucia Eirene Tamba

Tempat Tanggal Lahir : Sipoholon, 17 Maret 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Alamat : Sipoholon, Tarutung

Riwayat Pendidikan :

1. SD Swasta HKBP Sipoholon (1994 – 2000)

2. SMP Negeri 1 Sipoholon (2000 – 2003)

3. SMA Negeri 1 Tarutung (2003 - 2006)


(5)

Hasil Uji Reliabilitas K-R 20

No. Responden

Nomor Butir pertanyaan

1 2 3 4 5 6 7 8 Ag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 6 6 6 5 3 7 1 8 2 4

Np 6 7 7 3 7 6 7 5 47

P 0,6 0,7 0,7 0,3 0,7 0,6 0,7 0,5

Q 0,4 0,3 0,3 0,7 0,3 0,4 0,3 O,5


(6)

Rumus K-R 20

r = ( k / k - 1 ) (Vt - ∑pq / Vt) Keterangan:

r = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir soal atau butir pertanyaan (8) Vt = varians total = 5,07

∑pq = hasil tabulasi p dan q

r = ( k / k - 1 ) (Vt - ∑pq / Vt) = (10 / 10 - 1 ) (5,07 - 1,78 / 5,07) = (10 / 9 ) (3,29 / 5,07) = 0,71