Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

(1)

PADA IBU POSTPARTUM DI RSU FAJAR MEDAN

TAHUN 2015

RIZKA ADELIA 145102196

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala curahan nikmat dan rahmat-Nya, memberikan kekuatan lahir dan bathin, kejernihan hati dan fikiran, serta kemudahan kepada penulis sehingga masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Penelitian ini dengan judul “Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan

Polonia Tahun 2015” guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh penelitian selanjutnya.

Keberhasilan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Penelitian ini, tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang dengan tulus membantu dalam proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal hingga akhir. Atas dasar alasan tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardianta, M. Kes selaku Dekan Program D-IV Bidan Pendidik

Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk selama menyusun Karya Tulis Ilmiah.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S. Kep, Ns, M. Kep selaku Ketua Pelaksana

Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Ibu Salbiah, S.Kp. M.Kep selaku Pembimbing yang telah memberikan

segenap arahan, bimbingan dan dan petunjuk serta waktu luang selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ibu dr. Hemma Yulfi, DAP, & E,M.Med.Ed selaku dosen penguji I pada


(5)

Ilmiah ini.

6. Seluruh Staf Dosen Karyawan/i Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas

Keperawatan Sumatera Utara yang telah banyak memberi pengetahuan dan dorongan serta motivasi kepada penulis.

7. Orang tua yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi serta doa

yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih belum

sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT, melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.Amin.

Medan, Juli 2015 Penulis


(6)

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. KonsepRawatGabung ... 6

1.1 Pengertian ... 6

1.2 Tujuan Rawat Gabung ... 6

1.3 Syarat Ibu dan Bayi yang di Rawat Gabung ... 6

1.4 Kontraindikasi Rawat Gabung ... 7

1.5 Proses dan Cara Pelaksanan Rawat Gabung ... 7

1.6 Manfaat Rawat Gabung ... 9

2. Konsep Pasca Salin ... 10

2.1 Defenisi ... 10

2.2 Adaptasi Fisiologis ... 11

2.3 Adaptasi Psikologis ... 12

3 Konsep Air Susu Ibu (ASI) ... 13

3.1 Defenisi ... 13

3.2 Fisiologis Laktasi ... 13

3.3 Tanda-tanda yang Mempengaruhi ASI ... 15

3.3.1 Kuantitas ... 16

3.3.2 Kualitas ... 19

3.4 Pengukuran Produksi Asi ... 19


(7)

3.5.2 Bagi Ibu ... 23

3.6 Masalah-masalah yang dihadapi Ibu Menyusui ... 26

3.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu Menyusui ... 26

BAB III. KERANGKA PENELITIAN ... 30

A. Kerangka Konsep ... 30

B. Hipotesis ... ... 30

C. Defenisi Operasional ... 31

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 32

A. Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 33

C . Tempat Penelitian ... 34

D. Waktu Penelitian ... 35

E. Etika Penelitian ... 35

F. Alat Pengumpulan Data ... 35

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

I. Rencana Analisis Data ... 37

1. Analisis Univariat ... 37

2. Analisis Bivariat ... 38

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1 Hasil Penelitian ... 39

5.1.1 analisis univariat ... 39

5.1. 2 analisa bivariat ... 41

5.2 Pembahasan... 42

5.2.1 Pengaruh Rooming-In terhadap Kuantitas Produksi ASI pada Ibu Postpartum ... 42

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 47


(8)

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional...31 Tabel 5.1 : Distribusi frekuensi pelaksanaan rooming-in di RSU. Fajar

Medan Polonia Tahun 2015 ...39 Tabel 5.2 : Distribusi frekuensi Kuantitas Produksi ASI pada Ibu Postpartum

di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015...39 Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi demografi kuantitas Ibu Postpartum di RSU.

Fajar Medan Polonia Tahun 2015...40

Tabel 5.4 : Tabel silang rooming-in dengan kuantitas produksi ASI pada ibu


(9)

(10)

1.1 Latar Belakang

Masa postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari (Ambarwati & Wulandari, 2008). Pada masa ini menyusui merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Menciptakan kebiasaan menyusui yang baik sejak hari-hari pertama sangat penting untuk kesehatan bayi dan keberhasilan menyusui (Linkages, 2004).

Laktasi atau menyusui terjadi dibawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama hormon-hormon hipofisis yaitu prolaktin dan oksitosin. Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah (Soetjiningsih, 1997).

Masalah yang sering dikeluhkan para ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan permintaan bayi (Dinkes kota Surabaya, 2008). Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara disusukan, maka payudara akan terasa kosong dan melunak (Suradi & Tobing, 2004).

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Menyusui lebih dini menyebabkan terjadinya perangsangan puting susu, yang mengakibatkan terjadinya pembentukan prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancar (Suradi & Tobing, 2004).


(11)

Kebanyakan ibu tidak tahu bahwa membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah kelahiran atau yang biasa disebut proses inisiasi menyusu dini (IMD) sangat bermanfaat. Kedekatan antara ibu dengan bayinya akan terbentuk dalam proses IMD yang dilanjutkan dengan rooming-in/rawat gabung ibu dan bayi. Dengan memisahkan ibu dengan bayinya ternyata daya tahan tubuh bayi akan turun hingga mencapai 25% (Dinkes kota Surabaya, 2008).

UNICEF menyatakan, terdapat 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan oleh Journal Pediatrics ini, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia maupun di dunia sebenarnya dapat diminimalisir dengan salah satunya melakukan

rooming-in/ rawat gabung (Mappiwali, 2008).

Rooming-in (rawat gabung) adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi

yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehari (Marjono, 1992).

Rooming-in memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi

menginginkannya. Rawat gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya, bayi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibunya selain itu dapat memudahkan ibu beristirahat dan menyusui (Dinkes kota Surabaya, 2008).

Banyak Rumah Sakit yang menawarkan pilihan agar bayi dapat terus bersama ibunya selama 24 jam penuh, meskipun selama ini masih banyak RS yang masih menerapkan ruangan khusus untuk bayi, terpisah dari ibunya. Namun riset terakhir


(12)

menunjukkan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada alasan untuk memisahkan ibu dari bayinya, meskipun sesaat. Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung (skin to skin contact) dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI (Hurst, dalam Mappiwali 2008).

Pada tahun 2005, Association American of Pediatics (AAP) mengeluarkan kebijakan agar ibu dapat terus bersama bayinya di ruangan yang sama dan mendorong ibu untuk segera menyusui bayinya kapanpun bayi menginginkannya. Kondisi tersebut akan membantu kelancaran produksi ASI ( Mappiwali, 2008 ).

Menurut Lucie Erine Tamba Tahun 2010 pada penelitiannya yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu Postpartum di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan 30 responden hasilnya tidak terdapat korelasi/hubungan bermakna antara pengaruh

rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Dengan demikian, hipotesa

penelitian (Ha) ditolak artinya pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum gagal diterima. Tetapi Peneliti menegaskan jika dilihat dari data pelaksanaan rooming-in yang diperoleh, hal ini diakibatkan oleh waktu pelaksanaan

rooming-in yang dilakukan sebagian besar tidak sesuai dengan konsep.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang ada tidaknya pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi Asi pada ibu postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diambil adalah apakah ada pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSU Fajar Medan Tahun 2015 ?


(13)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSU Fajar Medan Tahun 2015

1.3. 2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pelaksanaan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum

b. Untuk mengetahui ibu yang bersalin di RSU. Fajar Medan yang melaksanakan rooming-in berdasarkan data demografi

c. Untuk mengetahui kuantitas produksi ASI pada ibu postpartum dengan pelaksanaan rooming-in

d. Untuk mengetahui kuantitas produksi ASI pada ibu postpartum berdasarkan data demografi ibu

e. Untuk mengetahui adanya pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Praktik Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan masukan bagi bidan untuk menerapkan perawatan rooming-in dalam asuhan kebidanan.

1.4.2 Bagi Pendidikan Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi tenaga pendidik kebidanan untuk menambah pengetahuan peserta didik tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.


(14)

1.4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya.


(15)

1. Konsep Rawat Gabung 1.1 Pengertian Rawat Gabung

Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009; Rukiyah, 2010).

1.2 Tujuan Rawat Gabung

Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Maas, 2004; Mappiwali, 2008).

1.3 Syarat Ibu dan Bayi yang Dapat Dirawat Gabung

Ibu dan bayinya yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau kriteria antara lain : usia kehamilan >34 minggu dan berat lahir >1800 gram (berarti berarti refleks menelan dan menghisapnya sudah membaik), nilai APGAR pada lima menit pertama minimal 7, tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan perawatan khusus, tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang berat, dan bayi yang lahir


(16)

dengan sectio caesarea yang menggunakan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar, misalnya 4-6 jam setelah operasi selesai. Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat segera disusui. Apabila ibu masih mendapat infus, bayi tetap dapat disusui dengan bantuan petugas, dan ibu dalam keadaan sehat (Prawirohardjo, 2008; Maryuni, 2009).

1.4 Kontraindikasi Rawat Gabung

Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal perawatan pasca persalinan. Akan tetapi, tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Ibu yang tidak dapat melaksanakan rawat gabung adalah ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan preklamsia dan eklamsia berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan karsionoma payudara, dan ibu dengan psikosis. Sedangkan bayi yang tidak dapat di rawat gabung adalah bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan kelainan kongenital yang berat, bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus (bayi kejang, sakit berat) (Prawirohardjo, 2008).

1.5 Proses dan Cara Pelaksanaan Rawat Gabung

Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal (Marjono, 1999).

Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung, bayi dan ibu yang dapat segera mengikuti program rawat gabung harus memenuhi beberapa kriteria yaitu lahir spontan baik presentasi kepala maupun bokong, masa kehamilan lebih dari 37minggu dengan berat lahir lebih dari 2500 gram, bayi tidak mengalami asfiksia (nilai APGAR menit ke V lebih dari 7), tidak ada gejala sesak nafas,


(17)

sianosis, infeksi atau kelainan kongenital berat, bila lahir dengan tindakan (vakum atau forceps) rawat gabung dapat ditunda sementara sampai bayi kelihatan baik, aktif dan sudah ada refleks menghisap. Bayi yang lahir secara sectio caesarea dengan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk) misalnya empat sampai enam jam setelah operasi selesai, ibu sehat dan tidak ada infeksi intrapartum (Karkata, dalam Soetjiningsih, 1997 ; Rulina & Tobing, 2004; Mappiwali, 2008).

Dalam perawatan rooming-in bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan, sehingga ibu dapat melihat dan menjangkau bayinya kapan saja ibu membutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam boks di samping tempat tidur ibu (Marjono, 1999).

Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-keadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi, terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah apakah ASI sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, keadaan puting, adakah rasa sakit yang mengganggu saat menyusui, dan sebagainya (Marjono, 1999).

Perawat juga harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan merawat bayi secara benar. Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara merawat bayi, payudara, dan cara menyusui yang benar sehingga ibu akan terampil melakukannya di rumah (Marjono, 1999).


(18)

1.6 Manfaat Rawat Gabung

Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya. Secara fisik, rawat gabung bermanfaat memudahkan ibu untuk menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan. Perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas kesehatan (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

Secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu memberi ASI akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Selain itu, ibu dengan menyusui akan mengalami refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

Secara psikologis, Ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) karena adanya sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini

mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004). Rawat gabung juga akan memberikan kepuasan pada ibu karena ibu dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya dan keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat


(19)

menyusui dan merawat bayinya sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga (Prawirohardjo, 2008).

Secara edukatif, ibu akan diajari cara menyusui yang benar, cara merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi (Mappiwali, 2008). Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit dan di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan bayi. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya (Prawirohardjo, 2008).

Secara ekonomi, rawat gabung memungkinkan ibu untuk memberikan ASI sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat dan infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi rumah sakit maupun keluarga ibu (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

Secara medis, pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi (Mappiwali, 2008; Prawirohardjo, 2008).

2. Konsep Pasca Salin 2.1 Defenisi Pasca Salin

Pasca salin atau yang sering disebut masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali seperti sebelum hamil, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil dan lama masa nifas yaitu 6-8 minggu


(20)

(Mochtar, 1998). Bobak (2004) menyatakan bahwa periode pasca salin adalah masa enam minggu sejak bayi baru lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.

2.2 Adaptasi Fisiologis Pasca Salin

Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses – proses pada kehamilan berjalan terbalik. Perubahan fisiologis yang terjadi antara lain pada sistem reproduksi yang meliputi uterus, servik, vagina, dan payudara. Berikut penjelasan dari perubahan fisiologis pada beberapa sistem reproduksi (Bobak, 2004) :

Uterus akan mengalami suatu proses kembali ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan yang disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gram dalam satu minggu setelah melahirkan dan berada di dalam panggul sejati lagi.

Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas (18) jam pascapartum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil 6-8 minggu setelah bayi lahir.

Apabila wanita memilih untuk menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi colostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan.

Ibu yang menyusui ketika laktasi terbentuk, teraba suatu masa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai,


(21)

payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni colostrum dikeluarkan dari payudara.

2.3 Adaptasi Psikologis Pasca Salin

Periode pasca salin menggambarkan suatu waktu stress emosional bagi ibu baru dan menjadi lebih sulit dengan perubahan fisiologis besar yang terjadi. Adaptasi psikologis setelah melahirkan menurut Rubin (1997, dalam Stright, 2004; Maryuni, 2009) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase taking-in, taking-hold,letting-go. Penjelasan dari fase-fase ini dapat diperjelas sebagai berikut :

a. Fase taking-in

Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan segala kebutuhannya dipenuhi orang lain. Fase ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan, ibu biasanya lebih mudah tersinggung dan cenderung bersifat pasif terhadap lingkungannya disebabkan faktor kelelahan; energi difokuskan pada perhatian tubuhnya. Ibu akan sering mengulang kembali pengalaman persalinan dan melahirkan.

b. Fase taking-hold

Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan, ibu menaruh perhatian pada kemampuannya untuk menjadi orangtua yang berhasil dan menerima peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya. Ibu berfokus pada pengembalian kontrol terhadap fungsi tubuhnya, fungsi usus, kandung kemih, kekuatan, dan daya tahan. Ibu juga berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir (misalnya, memeluk, menyusui ASI atau dengan botol, memandikan, atau mengganti popok). c. Fase letting-go

Fase ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah. Ibu sudah menerima tanggung jawabnya untuk merawat bayinya dan ibu sudah harus mampu


(22)

beradaptasi terhadap kebutuhan ketergantungan bayinya dan beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

3. Konsep Air Susu Ibu (ASI)

3.1 Defenisi

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Kristiyanasari, 2009).

Produksi ASI adalah proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI (KBBI, 2005). Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan hormon (Kari, dalam Soetjiningsih 1997 ; Thompson, 1995).

3.2 Fisiologi Laktasi

Fisiologi Laktasi Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan (Ambarwati & Wulandari, 2008).

Refleks maternal yang berperan dalam proses laktasi adalah refleks produksi dan refleks pengeluaran ASI. Refleks tersebut responsif terhadap kekuatan yang mengatur laktasi, yaitu isapan. Keduanya melibatkan hormon prolaktin, yang merangsang produksi air susu, dan oksitosin, yang berperan dalam ejeksi (penyemprotan) air susu (Anhari dkk, 1994 ; Coad & Dunstall, 2006).

Selama kehamilan,hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Suradi & Tobing, 2004). Hambatan diproduksinya ASI menghilang setelah kelahiran dan pengeluaran plasenta, saat kadar progesteron turun praktis (Lewellyin, D.J, 2005; Saryono & Pramitasari, 2008).


(23)

Setiap kali bayi menghisap payudara, akan merangsang ujung saraf sensoris di sekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke payudara sehingga menyebabkan sel sekretori di alveoli menghasilkan ASI (Christine & Jones, 2005).

Hormon prolaktin diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah bayi menyusu, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk konsumsi berikutnya, sedangkan untuk konsumsi pada saat sekarang, bayi meminum ASI yang sudah ada yaitu yang disimpan pada sinus laktiferus (Roesli & Yohmi, 2008).

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktiferus makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusu makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya makin jarang bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI ( King,1991 ; Danuatmaja & Meiliasari, 2003 ; Lewellyin, D& Jones, 2005 ; Roesli & Yohmi, 2008).

Hormon prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada malam hari dapat membantu mempertahankan produksi ASI. Prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur untuk menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid, karena itu, menyusui pada malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan (Newman & Pitman, 2008 ; Roesli & Yohmi, 2008).

Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisis posterior. oksitosin dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju payudara yang akan merangsang kontraksi otot


(24)

di sekeliling alveoli dan mengeluarkan ASI ke duktus laktiferus (King, 1991 ; Nolan, 2003).

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap.Oksitosin sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi menghisap). Aliran ASI sebagai respon terhadap oksitosin disebut let down reflex/milk ejection reflex. Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan asi namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah bmelahirkan sehingga membantu mengurangi perdarahan (Neilson, 1990 ; Moody dkk., 2005 ; Roesli & Yohmi, 2008).

3.3 Tanda-tanda yang mempengaruhi ASI

Menurut Roesli (2000) tanda-tanda yang dapat mempengaruhi Asi dapat dilihat dari kuantitas Asi dan Kualitas Asi. Kuantitas Asi adalah jumlah atau banyaknya Asi, sedangkan kualitas ialah mutu dari produksi Asi pada saat Ibu menyusui bayinya.

3.3.1 Kuantitas ASI

Kuantitas Asi atau jumlah atau banyaknya Asi yang keluar pada saat ibu menyusui bayinya. Penilaian dari kuantitas Asi dapat dilihat dari frekuensi menyusui, berat lahir, umur kehamilan saat melahirkan,faktor psikologis, konsumsi rokok, konsumsi alkohol, pil kontrasepsi (Hopkinson et al., 1988, De Carvalho, et al., 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Beberapa penilaian ini akan dijelaskan sebagai berikut :


(25)

a. Frekuensi menyusui

Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari lima kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al., 1988 dalam ACC/SCN, 1991).

Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 - 13 kali perhari selama dua minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (De Carvalho, et al., 1982 dalam ACC/SCN, 1991).

Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit delapan kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara (Ambarwati & Wulandari, 2009).

b. Berat lahir

Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula.

De Carvalho (1982) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir


(26)

rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi dengan berat lahir normal (> 2500 gr).

Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Ambarwati & Wulandari, 2009).

c. Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ (Aritonang, 2007).

d. Faktor psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let down yaitu refleks yang berperan dalam pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara lain peraaan dan curahan kasih saying ibu terhadap bayinya, mendengar celotehan atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang. Sedangkan keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin adalah rasa sedih, marah, kesal atau bingung, cemas terhadap perubahan bentuk payudara dan bentuk tubuh, meninggalkan bayi karena harus bekerja, takut ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit terutama saat menyusui (Derek & jones, 2005).


(27)

e. Konsumsi rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al. (1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok (Arifin, 2004).

f. Konsumsi alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989 dalam Arifin 2004).

g. Pil kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991 dalam Arifin, 2004).


(28)

3.3.2 Kualitas ASI

Menurut Anhari (1994) dan Depkes (2006), kualitas Asi atau mutu dari Asi pada saat ibu menyusui bayinya dapat dilihat dari status gizi ibu, penggunaan obat-obatan selama menyusui. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

a. Status gizi ibu

Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah asupan pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang, kadar zat gizi dalam ASIdan volume ASI tidak berubah. Zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Hanya pada kasus yang sangat ekstrim, status gizi ibu mempunyai pengaruh yang merugikan bagi produksi ASI (Anhari,dkk, 1994).

b. Penggunaan obat-obatan selama masa menyusui

Hampir semua obat yang diminum ibu menyusui terdeteksi di dalam ASI dan umumnya berada dalam konsentrasi rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu akan ditransfer ke dalam ASI. Kadar puncak obat di dalam ASI adalah sekitar satu sampai tiga jam setelah ibu meminum obat. Hal ini dapat dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan agar ibu tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tdak diberikan tetapi tetap harus dipompa. ASI dapat diberikan kembali setelah tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan setelah lima kali waktu paruh obat (Depkes, 2008).

3.4 Pengukuran Produksi ASI

Produksi ASI adalah Proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI (KBBI, 2005). Produksi ASI dapat diukur melalui kualitas proses menyusui dan


(29)

kuantitasnya. Untuk mengetahui banyaknya (kuantitas) produksi ASI, beberapa kriteria dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak (Suraatmaja, dalam Soetjiningsih, 1997) yaitu:

1. ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting. 2. Sebelum disusukan payudara terasa tegang.

3. Jika ASI cukup, setelah bayi menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3-4 jam. 4. Bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari.

5. Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam.

6. Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI. 7. Ibu dapat merasakan rasa seperti diperas pada payudara ketika bayi menyusu. 8. Urin bayi biasanya kuning pucat.

Menurut BK-PP-ASI yang bekerja sama dengan WHO dan UNICEF (2003), penilaian proses menyusui berdasarkan kualitas adalah dengan Observasi Breast (merangkak mencari payudara), yaitu body position, responses, emotional bounding, anatomy, sucking, time spent sucking. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Body position

Aspek yang dinilai adalah : a. Ibu santai dan nyaman.

b. Badan bayi dekat dengan ibu, menghadap payudara. c. Kepala dan badan bayi lurus

d. Dagu menyentuh payudara.

e. Bagian belakang bayi ditopang

2. Responses (respon)

Aspek yang dinilai adalah :


(30)

c. Bayi mencari payudara dengan lidah. d. Bayi tenang dan siaga pada payudara. e. Bayi tetap melekat pada payudara.

f. Tanda-tanda pengeluaran susu (menetes, after pain).

3. Emotional bounding (ikatan emosi)

Aspek yang dinilai adalah :

a. Pelukan yang mantap dan percaya diri. b. Perhatian dan tatap muka dari ibu. c. Banyak sentuhan atau belaian dari ibu.

4. Anatomy (anatomi)

Aspek yang dinilai adalah :

a. Payudara lembek setelah menyusui.

b. Puting menonjol keluar dan memanjang.

c. Kulit tampak sehat.

d. Payudara tampak membulat sewaktu menyusui

5. Sucking (mengisap)

Aspek yang dinilai adalah : a. Mulut terbuka lebar.

b. Bibir bawah membuka lebar.

c. Lidah berlekuk di sekitar payudara. d. Pipi membulat.

e. Lebih banyak areola di atas mulut bayi.

f. Menghisap pelan dan dalam, diselingi istirahat. g. Melihat atau mendengar bayi menelan

6. Time spent sucking (lamanya menghisap)

Aspek yang dinilai adalah :

a. Bayi melepaskan payudara.


(31)

3.5 Manfaat Pemberian Asi

Menurut Roesli (2000), manfaat pemberian Asi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagi bayi dan bagi ibu (menyusui).

3.5.1 Manfaat ASI Bagi Bayi

Manfaat ASI bagi bayi ialah sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan, dan meningkatkan jalinan kasih (Roesli, 2000). Manfaat-manfaat ini didapat dijelaskan sebagai berikut :

a. ASI sebagai nutrisi

ASI mengandung semua gizi yang dibutuhkan oleh bayi. Komposisi ASI sangat ideal dan seimbang, tidak sama dari waktu ke waktu dan sesuai dengan pertumbuhan bayi Melalui proses menyusui yang benar, ASI adalah makanan tunggal yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bayi sampai usia enam bulan (Roesli, 2000).

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan zat kekebalan dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan menurun segera setelah bayi lahir, padahal sampai usia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk sendiri zat kekebalan secara sempurna. Hal ini akan tertutupi jika bayi mengkonsumsi ASI, karena ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari bahaya penyakit dan infeksi (Roesli, 2000; Linkages, 2004).

c. ASI meningkatkan kecerdasan bayi

Bulan-bulan pertama kehidupan bayi adalah periode dimana terjadi pertumbuhan otak yang pesat. Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan adalah pertumbuhan otak. Pertumbuahan otak sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang diberikan baik kualitas maupun kuantitasnya dan nutrisi tersebut didapatkan dari ASI (Roesli, 2000).


(32)

d. ASI meningkatkan jalinan kasih

Pada waktu menyusu bayi berada sangat dekat dengan ibunya, yaitu dalam

dekapan ibunya. Semakin sering bayi berada dalam dekapan ibunya maka bayi akan semakin merasakan kasih saying ibunya, ia juga akan merasa aman, tentram dan nyaman terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah dikenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindungi dan disayangiini menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk ikatan yang erat antara ibu dan bayi (Aritonang, 2007 dan Roesli, 2000).

3.5.2 Manfaat Menyusui Bagi Ibu

Menurut Roesli (2000), manfaat menyusui bagi ibu ialah dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan serta mengecilkan rahim, menjarangkan kehamilan, lebih cepat menurunkan badan, lebih ekonomis, praktis dan murah, tidak merepotkan dan hemat waktu,. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan serta mengecilkan rahim

Menyusui bayi segera setelah melahirkan akan meningkatkan kadar oksitosin

didalam tubuh ibu. Oksitosin berguna untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah

sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini juga dapat mengurangi terjadinya anemia pada ibu. Selain itu kadar oksitosin yang meningkat juga sangat membantu mempercepat rahim kembali keukuran sebelum hamil (Roesli,2000).

b. Menjarangkan kehamilan

Menyusui merupakan alat kontrasepsi alamiah yang dapat menjarangkan kehamilan. Selain itu menyusi juga kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil (Roesli,2000). c. Lebih cepat menurunkan berat badan

Menyusui memerlukan energi yang besar, sehingga tubuh akan mengambil sumber energy dari lemak yang tertimbun selama hamil terutama di bagian paha dan lengan atas.


(33)

Dengan demikiian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke beratbadan ibu semula (Roesli, 2000).

d. Lebih ekonomis, murah, dan praktis

ASI adalah jenis makanan bermutu yang murah dan sederhana dan tidak memerlukan perlengkapan menyusui sehingga dapat menghemat pengeluaran. Bayi yang diberi ASI mempunyai daya tahan tubuh yang kuat sehingga bayi akan terhindar dari berbagai penyakit, hal ini akan menghemat pengeluaran untuk berobat ke dokter atau ke rumah sakit. ASI mudah dibawa kemana-mana, siap kapan saja dan dimana saja dibutuhkan. Pada saat bepergian tidak perlu membawa peralatan untuk menghangatkan suhu (Roesli, 2000).

e. Tidak merepotkan dan hemat waktu

ASI sangat mudah diberikan tanpa harus menyiapkan atau memasak air dan tanpa harus mencuci botol. ASI mempunyai suhu yang tepat sehingga dapat langsung diminum tanpa khawatir terlalu panas atau dingin. ASI dapat diberikan kapan saja dan tidak perlu takut persediaan habis (Roesli, 2000).

3.6 Masalah-Masalah yang Dihadapi Ibu Menyusui

Masalah yang sering terjadi pada saat menyusui seperti puting susu datar/terbenam, puting susu nyeri, puting susu lecet (Depkes R.I, 2001). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Puting susu datar/ terbenam

Pada awalnya bayi akan mengalami kesulitan, tetapi setelah beberapa minggu dengan usaha yang ekstra, putting susu yang datar akan menonjol keluar sehingga bayi dapat menyusu dengan mudah. Usaha untuk mengeluarkan puting susu yang terbenam ini dapat dilakukan dengan cara menyusui bayi segera setelah lahir. Menyusui bayi sesering mungkin (misal 2-2½ jam) akan menghindarkan payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu. Mengeluarkan ASI secara


(34)

manual sebelum menyusui dapat membantu bila kandungan payudara dan puting susu tertarik ke dalam. Pompa ASI yang efektif (bukan yang berbentuk ‘terompet’ atau bentuk squeeze dan bulb) dapat dipakai untuk mengeluarkan putting susu pada waktu menyusui (Depkes RI, 2001).

b. Puting susu nyeri

Pada umumnya ibu akan mengalami sakit pada waktu awal menyusui. Rasa nyeri ini akan berkurang setelah ASI keluar dan bila posisi mulut bayi pada saat menyusui benar, perasaan nyeri ini akan menghilang. Cara menanganinya adalah dengan memastikan posisi menyusui sudah benar dan memulai menyusui pada puting susu yang tidak sakit untuk membantu mengurangi rasa sakit pada puting susu yang sedang sakit. Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI, oleskan di puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu sampai puting susu kering dan jangan membersihkan puting susu dengan sabun. Hindarkan puting susu menjadi lembab (Depkes RI, 2001).

c. Puting susu lecet

Puting susu yang nyeri, bila tidak segera ditangani dengan benar akan menjadi lecet, sehingga menyusui akan terasa menyakitkan dan dapat mengeluarkan darah. Puting susu yang lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidiasis) atau dermatitis. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengobati puting susu yang lecet dan memperhatikan posisi menyusui. Apabila sangat menyakitkan, berhenti menyusui pada payudara yang sakit untuk

sementara untuk memberi kesempatan lukanya sembuh dan keluarkan ASI dari

payudara yang sakit dengan tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran pembentukan ASI serta berikan ASI perah dengan sendok atau gelas tetapi jangan


(35)

dengan dot. Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali dan mula-mula dengan waktu yang lebih singkat. Apabila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu, rujuk ke Puskesmas (Depkes RI, 2001).

d. Payudara bengkak

Pada hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI yang mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab payudara bengkak adalah posisi mulut bayi dan puting susu ibu yang salah, poduksi ASI berlebih, terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, dan waktu menyusui yang terbatas. Cara mengatasinya adalah dengan menyusui bayi sesering mungkin tanpa terjadwal tanpa batas waktu. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan/ pompa ASI yang efektif sebelum menyusui. Sebelum menyusui dapat dilakukan dengan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit dan setelah menyusui dikompres dengan air dingin untuk mengurangi oedema (Depkes RI, 2001).

3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu dalam Menyusui

Menurut Handoko (1998), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau intrinsik adalah motivasi yang timbul dari diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas, sedangkan faktor eksternal atau ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan.

Menurut Bobak (2004), faktor internal atau intrinsik meliputi fisik, proses mental, kematangan usia, keinginan diri sendiri, dan tingkat pengetahuan. Penjelasan beberapa faktor ini dapat dilihat dibawah ini :


(36)

a. Fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik atau kelainan seputar menyusui misal, puting lecet karena digigit, payudara bengkak, mastitis atau abses. Selain itu juga status kesehaan dan status gizi ibu menyusui akan mempengaruhi kondisi fisik ibu (Bobak, dkk, 2004).

b. Proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Ibu menyusui yang mengalami gangguan pada proses mental akan sulit untuk memberikan ASI pada bayinya. Hal ini karena proses laktasi akan berhasil bila hormon oksitosin keluar, hormon ini sangat mempengaruhi kinerja myoepitel dalam memompa ASI keluar dari alveoli sedangkan oksitosin keluar jika secara mental dan psikologis ibu merasa tenang, mampu dan mendapatkan dukungan.

c. Faktor kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi proses berpikir dan pengambilan keputusan dalam pemberian ASI. Ibu usia muda akan cenderung untuk tidak memberikan ASI, karena takut bentuk payudara akan rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang, serta takut ditinggalkan oleh pergaulan teman sebayanya sedangkan ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu akan mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap penyusuan sekarang (Bobak, 2004).


(37)

a. Keinginan dalam diri sendiri

Setiap individu memiliki kemampuan, keterampilan, kebiasaan yang akan menunjukkan kondisi orang untuk melaksanakan pekerjaan yang mungkin dimanfaatkan sepenuhnya atau mungkin tidak.

e. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi perilaku individu, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan memberikan respon yang lebih rasional dan makin tinggi kesadaran untuk berperan serta, dalam hal ini memberikan ASI. (Thaib et. Al dalam Afifah, 2007) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan,

status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif pada frekuensi dan pola pemberian ASI.

Sedangkan menurut Tripranoto (2004) faktor eksternal atau ekstrinsik meliputi lingkungan, budaya, dukungan sosial suami, dan petugas kesehatan. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

a. Lingkungan

Lingkungan saat berpengaruh terhadap motivasi ibu menyusui terutama lingkungan yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stress bertambah misalnya lingkungan fisik, konstruksi bentuk bangunan, penataan ruangan akan meningkatkan ataupun mengurangi stress dan lingkungan sosial yaitu dukungan keluarga khususnya dukungan suami (Tripranoto, 2004)

b. Budaya

Budaya adalah hasil cipta manusia dan terkandung kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat, kebiasaan diperoleh dari budaya yang mengandung


(38)

nilai-nilai kepercayaan tentang segala sesuatu (Tripranoto, 2004). Banyak ibu-ibu yang mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyi-sembunyi menyusui bayinya karena mereka menganggap menyusui tidak sopan. Hal ini mempengaruhi tabiat gadis-gadis disekitarnya untuk berbuat sama, dan menyusui anak merupakan sesuatu hal yang harus dihindarkan (Siregar, 2004).

c. Dukungan sosial suami

Dukungan sosial suami sangat berpengaruh dalam memotivasi ibu untuk menyusui karena suami merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui. Banyak suami yang berpendapat bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Dukungan ini bisa berwujud perhatian, informasi, finansial dan emosional. (Roesli, 2000).

d. Petugas kesehatan

Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang yang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan (Dani, 2002). Pada umumnya para ibu mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan untuk memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif dan resiko yang dialami jika tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi (Roesli, 2005).


(39)

KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah dilakukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah rooming-in dan tidak rooming-in dan variabel dependen adalah produksi ASI pada ibu postpartum.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1. Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Hipotesisi berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2010)

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

Produksi ASI berdasarkan Kuantitas ASI


(40)

C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Cara Ukur Skala

11 Variabel

Independen : rooming-in

Metode perawatan dimana ibu yang melahirkan secara normal maksimal 2 jam tidak dipisahkan dan pada ibu yang melahirkan dengan operasi setelah 4-6 jam post operasi pada bayinya melainkan ditempatkan bersama dalam ruangan kamar selama 24 jam penuh seharinya di Rumah Sakit Umum Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

Observasi Ya = 1 Tidak = 0

Dilakukan = 1

Tidak

dilakukan =0

Nominal

22 Variabel

Dependen : Produksi ASI

Kuantitas ASI

Jumlah ASI yang dikeluarkan Ibu pada saat menyusui berdasarkan kuantitas dan kualitas

Hasil atau banyaknya jumlah yang dilihat dari merembesnya ASI yang banyak keluar melalui puting, payudara, payudara terasa tegang sebelum disusukan selama 2 jam, ASI cukup jika setelah menyusu bayi akan tertidur selama 3-4 jam, bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari, bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24jam, ibu mendengar suara menelan ketika bayi menyusu,ibu merasakan payudara seperti diperas ketika menyusui,urin bayi berwarna kuning pucat.

Observasi

Ya = 1 Tidak = 0

Baik (skor 5-8) Tidak baik (skor 1-4) Ordinal


(41)

METODE PENELITIAN A. DesainPenelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah desain penelitian deskriftif analitik yaitu penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek (Kasmadi,2013), dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat dalam suatu periode waktu tertentu dan setiap subjek hanya dilakukan satu kali pengamatan dalam penelitian (Machfoedz, 2008). Penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dapat bersifat terbatas apabila jumlah individu atau objek dalam populasi tersebut terbatas dalam arti dapat terhitung. Sedangkan bersifat tidak terbatas dalam arti tidak dapat ditemukan jumlah individu atau objek dalam populasi tersebut (Alimul,2007)

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu postpartum pada hari pertama yang bersalin di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015. Berdasarkan penelitian, peneliti memperoleh data dari sejumlah ibu postpartum sebanyak 36 orang.


(42)

2. Sampel

Menurut Alimul (2007), sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 30 ibu postpartum yang bersalin di RSU. Fajar Medan Tahun 2015

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi. Sedangkan kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat memenuhhi syarat sebagai sampel penelitian yang menyebabkan :

a. Adanya hambatan etik

b. Menolak menjadi responden

c. Terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian

d. Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran atau

interpretasi hasil penelitian (Alimul, 2007).

Adapun tehnik sampling dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling, dimana pengambilan sampel ini didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat penelti sendiri berdasarkan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini jumlah sampel dipilih dari responden yang memiliki kriteria inklusi sebagi berikut :

a. Ibu bersedia diteliti

b. Ibu pasca bersalin dengan umur kehamilan aterm

c. Ibu pasca bersalin pervaginam dengan maksimal waktu 2 jam


(43)

e. ibu yang tidak memiliki penyakit atau komplikasi selama kehamilan dan persalinan

f. Bayi yang tidak memiliki kelainan kongenital

g. Bayi yang tidak memerlukan tindakan observasi atau terapi khusus.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015 , dengan pertimbangan sebagai tempat dimana terdapatnya metode rooming-in pada ibu bersalin, sebagai lahan praktek mahasiswi kesehatan dan banyaknya ibu bersalin yang dapat dijumpai untuk dijadikan sampel penelitian.

D. Waktu Penelitian

Waktu dilakukannya penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, setelah peneliti mendapat izin untuk melakukan penelitian.

E. Etika Penelitian

Pertimbangan etik yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain: 1)

benefence (menguntungkan responden), yaitu tidak mencelakakan/menyakiti

responden (freedom from harm) dengan tidak memaksa dan menekan pasien untuk ikut dalam penelitian dan tidak menimbulkan situasi yang merugikan responden dengan memberikan waktu yang tepat untuk pasien mengisi kuesioner (freedom from

exploitation); 2) respect from human dignity (menghargai martabat manusia), yaitu

hak untuk bebas menentukan apakah calon responden akan ikut berpartisipasi dalam penelitian atau tidak (the right to self determination) dean membuat informed consent sehingga calon responden tidak merasa terpaksa utuk dijadikan responden dalam penelitian ini, dan hak untuk mendapat informasi mengenai penelitian (the right to

full disclosure) dengan memberitahukan calon responden maksud dan tujuan


(44)

right to fair treatment) dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk

menjadi responden, dan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan responden (the right to privacy), dimana pada kuesioner tidak dicantumkan nama responden, namun hanya memberikan nomor responden (Plot & Hungler, 1999)

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pegumpulan data dalam penelitian ini adalah kuisioner dalam bentuk lembar checklist, dimana kuesioner ini digunakan untuk melihat dilakukannya

rooming-in dan mengetahui hasil produksi asi dari kuantitas dan kualitasnya. Pada

pelaksanaan rooming-in responden diobservasi dengan memberikan tanda cheklist sesuai jawaban responden. Pilihan jawaban ada 2 option ‘Ya = 1’ dan ‘Tidak = 0’. Responden dikatakan melaksanakan rooming-in jika pertanyaan diisi pada option ‘Ya’, dan apabila pertanyaan diisi pada option ‘tidak’ maka responden tidak melaksanakan rooming-in. Hasil produksi ASI dapat dilihat dari Kuantitas dengan jumlah kuesioner 8 pertanyaan dengan pilihan jawaban ‘Ya = 1’ dan ‘Tidak = 0’dengan penilaian Asi cukup jika score 5-8 tidak cukup dengan score 1-4. Bentuk kuesioner ini berupa pertanyaan tertutup dimana mempunyai keuntungan mudah mengarahkan jawaban responden, dan juga mudah diolah. Kuesioner-kuesioner disusun peneliti sendiri berdasarkan konsep dari teori yang ada tentang kriteria

rooming-in dan pengukuran kuantitas pada produksi ASI.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang di ukur. Validitas (ketepatan) yaitu suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak di ukur secara tepat (Ellya, dkk., 2010).


(45)

Kuesioner tentang pelaksanaan rooming-in terhadap produksi ASI yang dinilai berdasarkan kuantitas dan kualitas ASI yang dibuat sendiri oleh peneliti, untuk itu dilakukan uji validitas untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang realita sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama. Uji validitas menggunakan uji korelasi

pearson r . proses kerjanya menggunakan computer yang memprogramkan (SPSS)

17.0 for Windows System. Suatu instrumen validitas jika koefisien validitas lebih dari 0.96 (Sudjana, 2009).

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang realita sama bila digunakan beberapa kali. Uji reabilitas menggunakan uji korelasi Spearman brown. Proses kerjanya menggunakan computer

yang memprogramkan (SPSS) 17.0 for Windows System. Suatu instrumen reliabel

jika koefisien reliabilitas lebih dari 0,70 (Hidayat, 2007). H. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner yang diberikan kepada ibu postpartum. Prosedur pengambilan data yang dilakukan adalah mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi pendidikan program studi DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan mengajukan surat permohonan izin, kemudian peneliti melaksanakan penelitian, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian.

Kemudian meminta persetujuan dari calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani informed concent, setelah itu peneliti


(46)

memberikan penjelasan tentang prosedur pengambilan data dan pengisian kuisioner. Prosedur pengisian kuesioner ialah disaat responden sudah menjalani kriteria sampel selama 24 jam. Peneliti juga dibantu oleh bidan yang bertugas di klinik tersebut

I. Rencana Analisis Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dikumpulkan. Untuk menentukan derajat hubungan yang terjadi dinamakan korelasi, yaitu : jika nilai-nilai suatu variabel menarik sedangkan nilai-nilai variabel yang lain menurun, maka kedua variabel tersebut mempunyai korelasi negatif. Sebaliknya, jika nilai-nilai suatu variabel menarik dan diikuti pula dengan menariknya nilai variabel lain, atau menurunnya nilai suatu variabel, kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif (Notoatmodjo, 2010 ). Setelah semua data terkumpul peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan identitas data responden serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai. Dilanjutkan dengan mengklarifikasi data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan mengunakan teknik komputerisasi.

Pengolahan data dilakukan dengan cara editing merupakan proses pengecekan atau pemeriksaan data yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena ada kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak dibutuhkan. Kemudian data diberi coding merupakan kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk kategori yang sama. Kemudian penyajian data disajikan dalam bentuk tabel terbuka untuk responden data demografi, dan untuk tabel distribusi frekuensi, dengan responden terhadap pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum (Notoatmodjo, 2010) .

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum dilakukan dengan menguji total skor dengan menggunakan :


(47)

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendriskipsikan karaktristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat berfungsi untuk meringkas data hasil pengukuran sedimikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Setiap variabel dependen dan independen dianalisa dengan statistik deskriptif yaitu presentatif untuk mendapat gambaran mengenai produksi Asi berdasarkan kuantitas dalam bentuk distribusi frekuensi yang menggunakan program (SPSS) 17.0 for Windows System. 2. Analisis Bivariat

Analisa penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel

independent yaitu yang melakukan rooming-in dan dependent yaitu produksi ASI

berdasarkan kuantitas. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut peneliti menggunakan uji chi-square, dengan syarat jenis data kategorik dan table 2x2 Interprestasi hasil apabila nilai signifikan syarat probabilitas (ρ) < 0,05 yang artinya Ha diterima dan Ho di tolak berarti ada pengaruh antara pelaksanaan

rooming-in terhadap produksi ASI, dan bila nilai signifikan syarat probabilitas (ρ) >

0,05 maka hipotesa menyatakan tidak ada pengaruh antara pelaksanaan rooming-in terhadap produksi ASI.


(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Analisis Univariat

Pada Bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015. Jumlah responden adalah 30 orang, yaitu ibu postpartum sebanyak 17 orang yang melaksanakan rooming-in dan 13 ibu postpartum yang tidak melaksanakan rooming-in di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat, yang dilakukan menggunakan bantuan program komputer, untuk mencari presentasi pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

5.1 Tabel Distribusi Frekuensi Demografi Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

Demografi Ibu Rooming-in Tidak rooming-in

f % f %

Umur

<20 tahun 1 3,3 1 3,3

20-30 tahun 12 40 11 36,7

>30 tahun 4 13,3 1 3,3

Paritas

Primipara 3 10 5 16,7

Sekundipara 8 26,7 3 10

Multipara 5 16,7 6 20

Pendidikan terakhir

SMP 4 13,3 4 13,3

SMA 10 33,3 3 10

Perguruan Tinggi 3 10 6 20

Hasil penelitian pada demografi ibu postpartum berdasarkan di RSU.Fajar Medan lebih banyak dijumpai ibu berumur 20-30 tahun melaksanakan rooming-in


(49)

sebanyak 40% ibu postpartum dan 36,7% ibu postpartum tidak melaksanakan rooming-in

Hasi penelitian pada paritas lebih banyak dijumpai ibu dengan sekundipara sebanyak 26,7% ibu postpartum dengan rooming-in dan ibu yang tidak melaksanakan rooming-in terdapat pada ibu multipara sebanyak 20% ibu postpartum.

Hasil penelitian pada pendidikan terakhir ibu yang banyak dijumpai melaksanakan rooming-in adalah ibu yang pendidikan terakhirnya SMA sebanyak 33,3% ibu postpartum dan yang banyak dijumpai pada ibu yang tidak melaksanakan rooming-in dengan pendidikan terakhirnya di Perguruan Tinggi sebanyak 20% ibu

postpartum.

5.2 Tabel Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Rooming-in pada Ibu Postpartum

Pelaksanaan rooming-in f %

Melakukan rooming-in 17 56.7

Tidak melakukan rooming-in 13 43.3

Total 30 100

Hasil penelitian pada pelaksanaan rooming-in dari tabel 5.1 diketahui bahwa terdapat 17 ibu postpartum (56,7%) yang melaksanakan rooming-in dan ibu postpartum (43,3%) yang tidak melaksanakan rooming-in.

5.3 Tabel Distribusi Frekuensi Kuantitas Produksi Asi pada Ibu Postpartum

Produksi ASI f %

cukup 18 60

kurang 12 40

Total 30 100

Penelitian pada ibu postpartum tentang kuantitas produksi ASI diperoleh hasil bahwa kuantitas produksi ASI pada sebagian besar ibu postpartum adalah cukup sebanyak 60%, dan yang mempunyai produksi ASI dalam kategori kurang sebanyak 40% ibu postpartum.


(50)

5.4 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu pada Kuantitas Produksi ASI berdasarkan Demografi Umur di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015

Demografi Ibu Kurang Cukup

f % f %

Umur

<20 tahun 2 6,7 0 0

20-30 tahun 10 33,3 13 43,3

>30 tahun 0 0 5 16,7

Paritas

primipara 5 16,7 3 10

secondipara 4 13,3 7 23,3

multipara 3 10 8 26,7

Pendidikan terakhir

SMP 7 23,3 1 3,3

SMA 3 10 10 33,3

Perguruan Tinggi 2 6,7 7 23,3

Hasil penelitian kuantitas produksi ASI berdasarkan umur pada ibu postpartum di RSU. Fajar Medan Polonia ditemukan bahwa ibu postpartum dengan umur 20-30 tahun lebih banyak memiliki kuantitas ASI cukup sebanyak 43,3% ibu postprtum dan ibu dengan umur >30 tahun sebanyak 16,7% ibupostpartum. Sementara pada ibu umur <20 tahun tidak ada yang memiliki kuantitas yang cukup.

Hasil penelitian kuantitas produksi ASI berdasarkan paritas pada ibu postpartum di RSU. Fajar Medan Polonia ditemukan bahwa ibu postpartum dengan kuantitas cukup lebih banyak terdapat pada ibu multipara sebanyak 26,7% ibu postpartum dan ibu secondipara sebanyak 23,3% ibu postpartum, sementara pada ibu primipara hanya memiliki 10% ibu postpartum.

Hasil penelitian kuantitas produksi ASI berdasarkan pendidikan terakhir pada ibu postpartum di RSU. Fajar Medan Polonia ditemukan bahwa ibu postpartum dengan kuantitas cukup lebih banyak terdapat pada ibu yang berpendidikan


(51)

terakhirnya SMA sebanyak 33,3% ibu postpartum, sementara pada ibu dengan pendidikan terakhirnya Perguruan Tinggi hanya memiliki 23,3% ibu postpartum.

5.1. 2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisa pengaruh antara variabel independen (rooming-in) dengan variabel dependen (produksi ASI) sebagai berikut :

5.5Tabel Silang Rooming-in dengan Kuantitas Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

Produksi ASI

Rooming-in Kurang Cukup Jumlah

ρ

F % F % F %

Tidak rooming-in

9 30 4 13,3 13 43,3 0, 008

Rooming-in 3 10 14 46,7 17 56,7

Total 12 40 18 60 30 100

Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan bahwa nilai

ρ

= 0,008 (

ρ

< 0,005

)

artinya ada pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

5. 2 Pembahasan

5.2.1 Pengaruh Rooming-in Terhadap Kuantitas Produksi ASI pada Ibu Postpartum

Dari tabel 5.5 diketahui bahwa ibu yang tidak melaksanakan rooming-in memiliki produksi ASI dengan kuantitas yang kurang sebanyak 30% sedangkan pada ibu dengan rooming-in hanya 10% ibu postpartum yang memiliki produksi ASI dengan kuantitas kurang.

Dari hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan bahwa nilai

ρ

<0,05 yaitu 0,008 artinya ada pengaruh rooming-in terhadap Kuantitas Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Tahun 2015.


(52)

Dari hasil penelitian ini terdapat ibu dengan umur 20-30 tahun yang melaksanakan rooming-in memiliki kuantitas cukup sebanyak 33,3% ibu postpartum dan ibu dengan umur >30 tahun sebanyak 13,3% ibu postpartum, sementara pada ibu yang masih muda dengan umur <20 tahun tidak ada yang memiliki kuantitas cukup. Hal ini dikarenakan ibu usia muda akan cenderung untuk tidak memberikan ASI, karena takut bentuk payudara akan rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang, serta takut ditinggalkan oleh pergaulan teman sebayanya sedangkan ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya.

Hasil penelitian berdasarkan paritas yang melaksanakan rooming-in dengan kuantitas cukup lebih banyak dijumpai pada ibu secondipara sebanyak 20% dari 26,7% ibu postpartum, dan pada multipara semua yang melaksanakan rooming-in memiliki kuantitas cukup sebanyak 16,7% ibu postpartum, tetapi 20% pada ibu multipara yang tidak melakukan rooming-in terdapat 13,3% ibu postpartum memiliki kuantitas cukup. Hal ini dikarenakan pengalaman ibu yang sudah memiliki anak banyak mempengaruhi kelancaran produksi ASI.

Hasi penelitian berdasarkan pendidikan terakhir yang melaksanakan rooming-in dengan kuantitas cukup lebih banyak dijumpai pada ibu berpendidikan terakhir

SMA sebanyak 26,7% dari 33,3% ibu postpartum yang melaksanakan rooming-in, dan pada ibu dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi yang melaksanakan rooming-in sebanyak 10% ibu postpartum semua memiliki kuantitas produksi ASI

cukup. Hal ini dijelaskan bahwa kuantitas produksi ASI ibu yang berpendidikan rendah tidak memiliki perbedaan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

Tujuan rooming-in adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang


(53)

benar seperti yang dilakukan oleh petugas, dan ibu juga mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih dirumah sakit dan menjadi bekal keterampilan merawat bayi serta dapat menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Secara fisiologis, rooming-in memberikan kesempatan pada ibu untuk dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu dalam memberi ASI akan lebih sering. Hal ini akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI (Mappiwali, 2008).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan terdahulu pada Tahun 2010 tentang Pengaruh Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP H.Adam Malik Medan menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI.

Menurut peneliti pelaksanaan rooming-in ini sangat mempengaruhi produksi ASI. Dikarenakan apabila ibu yang sering menyusui dan melakukan kontak fisik pada bayinya sangat mempengaruhi kelancaran pengeluaran ASI. Semakin sering bayi menyusu maka semakin banyak ASI yang diproduksi. Sebaliknya semakin jarang bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Rooming-in juga akan memberikan kepuasan pada ibu karena ibu dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya dan keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis.

Dari hasil penilaian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kuantitas ASI antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Karena semakin lama ibu bersama dengan bayinya, ibu akan pandai merawat bayinya khususnya cara menyusui, maka frekuensi bayi menyusui dan


(54)

kenyamanannya mempengaruhi kuantitas pada produksi ASI. Peneliti juga menemukan bahwa kuantitas ASI yang cukup terdapat pada ibu postpartum dengan umur 20-30 tahun dengan secondipara dan multipara dikarenakan ibu yang sudah pernah melahirkan dan berpengalaman akan lebih mengerti cara memberikan ASI sehingga ibu tidak merasakan khawatir pada produksi ASI yang akan diberikan kepada bayinya.

5.2.3. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti selama melakukan penelitian pada bulan Maret sampai bulan Mei 2015 dengan jumlah 24 orang ibu postpartum adalah sulit membagi waktu untuk melakukan observasi terhadap ibu postpartum dengan rooming-in dan ibu postpartum tidak rooming-in dan jumlah sampel yang diambil

terbatas dikarenakan pada bulan ini kurangnya pasien bersalin. Peneliti juga mengalami keterbatasan karena tidak melakukan observasi setelah 24 jam berikutnya.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat 17 ibu postpartum (56,7%) yang melaksanakan rooming-in dan 13

ibu postpartum (43,3%) yang tidak melaksanakan rooming-in di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015.

2. Dari data demografi ibu yang melaksanakan rooming-in dengan umur <20

tahun sebanyak 3,3% ibu postpartum, ibu umur 20-30 tahun sebanyak 40% ibu postpartum dan >30 tahun sebanyak 13,3% ibu postpartum. Berdasarkan paritas ibu dengan primipara sebanyak 10% ibu postpartum, secondipara sebanyak 26,7% ibu postpartum, dan pada ibu multipara sebanyak 16,7% ibu postpartum. Berdasarakan pendidikan terakhir ibu yang melaksanakan rooming-in pada ibu yang pendidikan terakhirnya SMP sebanyak 13,3% ibu

postpartum, pendidikan terakhhir SMA 30% ibu postpartum, dan ibu dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 10% ibu postpartum.

3. Produksi ASI pada ibu postpartum yang melaksanakan rooming-in dengan

kuantitas cukup sebanyak 60%% dan kuantitas kurang 40% ibu postpartum.

4. Dari data demografi ibu yang melaksanakan rooming-in yang memiliki

kuantitas cukup berdasarkan umur 20-30 tahun sebanyak 33,3%, ibu umur >30 tahun sebanyak 13,3% ibu postpartum. Berdasarkan paritas pada ibu primipara sebanyak 10% ibu postpartum, secondipara sebanyak 20% ibu

postpartum, dan multipara sebanyak 16,7%. Berdasarkan pendidikan terakhir ibu dengan pendidikan terakhirnya SMP yang memiliki kuantitas cukup dengan pelaksanaan rooming-in sebanyak 3,3% ibu postpartum, ibu


(56)

pendidikan terakhir SMA sebanyak 26,7% ibu postpartum, dan ibu pendidikan terakhir di Perguruan Tinggi sebanyak 16,7% ibu postpartum yang memiliki kuantitas cukup.

5. Adanya pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu Postpartum di

RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015. Uji statisktik menggunakan uji Chi-Square diperoleh bahwa nilai

ρ

<0,05 yaitu 0,008.

6.2 Saran

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Institusi Tempat Penelitian

Disarankan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Fajar agar memberi instruksi kepada para pegawai untuk lebih meningkatkan dan memperhatikan pasien postpartum dengan pelaksanaan rooming-in, dan tidak terburu-buru memberikan susu formula pada bayinya pada 24 jam pertama ibu bersalin. 2. Institusi Pendidikan Kebidanan

Disarankan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi tenaga pendidik untuk menambah pengetahuan peserta didik tentang konsep rooming-in.

3. Bagi Ibu Bersalin

Disarankan kepada ibu bersalin agar tidak terlalu khawatir pada bayinya jika produksi ASI pada hari pertama tidak keluar dan tidak perlu langsung memberikan susu formula pada 24 jam pertama, karena ASI akan keluar jika ibu sering menyusui bayinya.


(57)

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjut mengenai pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di rumah sakit yang lain.


(58)

Anhari, E.,dkk. (1994). Pemberian makan untuk bayi – dasar - dasar fisiologis, Jakarta : Perinasia.

Arifin, M. (2004). Faktor –faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan. Diambil tanggal 15 November 2014 dari http://pdf-search-engine.com/ html-library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.html.

Arikunto, S. (2005). Manajemen penelitian edidsi revisi, Jakarta: Rineka Cipta. Aritonang, E. (2007). Peran ASI bagi bayi : Produksi ASI & faktor yang

mempengaruhinya.Diambil tanggal 15 November 2014 dari

Ambarwati, R.E & Wulandari D.(2009).Asuhan Kebidanan Nifas, Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Bobak,I.M. & Lowdermilk, D.L. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC.

Coad, Jane & Dunstal, M. (2006). Anatomi dan Fisiologi Untuk Bidan, Jakarta: EGC.

Danuatmaja, Bonny & Meiliasari, M. (2003). 40 Hari Pasca Prsalinan: masalah dan solusinya. Jakarta: Puspa Swara.

Dinkes Kota Surabaya. (2008). Hanya empat persen bayi di Indonesia yang

mendapat IMD. Diambil tanggal 25 November 2014 dari

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=224 2&Itemid=2

Hanurda. (2008). Pengetahuan dan kemampuan. Diambil tanggal 22 November 2014 darihttp://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=2&submit.x=22&submit.y=12 &submit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2F

eman%2F2008%2Fjiunkpe-ns-s1-2008-31403361-9052-hanurda-chapter2.pdf

Henderson, Christine & Kathleen Jones. (2005). Buku ajar konsep kebidanan, Jakarta: EGC.

Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta : Salemba Medika.

IDAI. (2008). Bedah ASI, Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

King, F.S.(1991). Menolong Ibu Menyusui, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Liewelin, D & Jones.(2005). Setiap Wanita, Jakarta: Delapratasa Publishing.


(59)

Linkages.(2004). Melahirkan, Memulai Pemberian ASI dan Tujuh Hari Pertama

Setelah Melahirkan. Diambil tanggal 22 November 2014 dari

http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENAReferences/Indonesi a/Ref4.5.pdf.

Mappiwali, A. (2008). Rawat Gabung ( Rooming-in). Dibuka pada tanggal 26 November 2014 di

Marjono, A.B. (1999). Kamar Bersalin dan Rawat Gabung. Diambil tanggal 29 November 2014dari

Nasedul, H. (2000). Cara Sehat Semasa Hamil, Jakarta : Puspaswara. Neilson. (1990). Cara Menyusui yang Baik, Jakarta: Arcan.

Newman & Pitman (2008). Segala yang Perlu Anda Tahu Soal Menyusui, Jakarta: Imprint lentera hati.

Nursalam. (2003). Konsep Metodolgi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika..

Roesli, U.(2000). Mengenal ASI eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya.

Saryono & Roischa,D.P.(2008).Perawatan payudara, Jogjakarta: Mitra Cendikia. Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk untuk tenaga medis, Jakarta: EGC. Suradi. Rulina &Kristina Hesti. (2004). Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Edisi 5., Jakarta :


(60)

(61)

(62)

No. Kode Responden ( ) FORMULIR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Judul : Pengaruh Rooming-in terhadap produksi ASI pada

Ibu Postpartum di RSU. Fajar Medan Polonia Tahun 2015

Nama peneliti : Rizka Adelia

Nim : 145102196

Saya adalah mahasiswa program DIV-Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di program DIV-Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Saya mengharapkan partipasi ibu-ibu postpartum dalam memberikan jawaban atas kuesioner ini sesuai dengan fakta ibu – ibu tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban ibu – ibu, informasi yang ibu ibu berikan hanya akan digunakan untuk proses penelitian.

Partipasi ibu – ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, ibu – ibu bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika ibu – ibu bersedia menjadi responden, silahkan menanda tangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti ibu - ibu bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Terimakasih atas perhatian ibu –ibu untuk penelitian ini.

Medan, Maret 2015 Responden


(63)

Kuesioner Pengaruh Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum.

1. Data Demografi

Petunjuk Pengisian:

a. Jawablah setiap pertanyan yang tersedia

b. Bila ada yang tidak dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

1. Inisial Ibu :

2. Alamat Ibu :

3. Usia Ibu :

4. Bayi yamg disusui anak ke : 5. Pekerjaan Ibu

 Ibu Rumah Tangga - Pedagang

 Pegawai Negeri - Petani

 Pegawai Swasta - Lain-lain, sebutkan

6. Jenis persalinan

7. ASI mulai keluar pada hari ke 8. Pendidikan Terakhir

• Tidak Sekolah

• SD

• SMP

• SMA


(64)

2. Kuesioner Pelaksanaan Rooming-in

Petunjuk : Diisi oleh peneliti dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom “Ya” jika Ibu dan bayi melaksanakan atau “Tidak” jika ibu dan bayi tidak melaksanakan setelah mewawancarai responden dan divalidasi kembali pada keluarga yang mendampingi responden.

No Pelaksanaan yang dialami ibu dan bayi Ya Tidak

1 Ibu dan Bayi ditempatkan diruangan yang sama selama

24 jam dimulai pada saat :

Ibu postpartum secara normal segera sampai 2 jam pertama

Bayi yang dilahirkan secara normal segera sampai 2 jam pertama

Ibu postpartum secara operasi dimulai setelah pemulihan dari masa pembiusan setelah 4-6 jam


(1)

No Nama umur paritas PD JP Pertanyaan Total Kuantitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 SP 24 sedondi PT SP 1 1 0 1 0 0 1 1 1 5

2 F 28 secondi PT SC 0 1 1 1 0 1 1 0 0 5

3 TS 31 multi SMA SP 1 1 1 1 1 0 0 1 1 6

4 R 27 multi SMA SP 1 0 1 0 1 1 0 0 1 4

5 MN 22 primi SMA SP 1 0 1 1 0 1 0 0 1 4

6 RH 28 secondi PT SC 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2

7 AD 35 multi PT SP 1 0 1 1 1 1 0 1 1 6

8 RS 25 secondi SMP SP 0 0 1 1 0 0 1 1 0 4

9 DZ 28 secondi SMA SP 1 1 1 0 0 1 0 1 1 5

10 AP 20 primi SMP SP 0 1 1 0 1 0 1 0 0 4

11 ST 21 primi SMA SP 1 1 1 0 0 1 1 1 0 5

12 MH 29 secondi PT SP 1 1 0 1 0 1 1 0 1 5

13 AE 23 primi SMA SP 1 1 0 1 1 1 1 1 1 7

14 ED 18 primi SMP SC 0 0 1 0 1 0 1 0 1 4

15 HS 21 primi SMP SP 0 1 0 1 0 1 0 0 0 3

16 BS 33 multi SMA SP 1 1 1 1 1 0 1 1 1 7

17 VM 30 multi PT SC 0 0 1 0 1 1 1 0 0 4

18 MR 30 multi SMA SP 0 1 0 1 1 1 0 1 0 5

19 TN 22 primi SMP SP 0 1 0 1 0 0 1 1 0 4

20 AM 26 secondi SMA SP 1 1 1 0 1 1 1 0 1 6

21 BP 20 primi SMP SC 0 0 1 1 0 1 1 0 0 4

22 LM 28 multi SMA SP 0 1 1 0 1 0 1 1 0 5

23 AH 27 secondi SMA SP 0 1 0 0 1 1 0 1 0 4

24 CP 29 multi PT SP 1 1 0 1 0 0 1 1 1 5

25 AN 27 secondi PT SP 1 0 0 0 1 1 1 1 1 5

26 HN 24 secondi SMA SP 1 0 0 0 1 1 1 1 1 5

27 TR 35 multi SMP SP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8

28 CS 30 multi SMA SP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8

29 YH 19 primi SMP SP 1 0 0 0 0 0 1 1 1 3


(2)

CROSSTABS

/TABLES=p1 BY t.kual

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT EXPECTED TOTAL

/COUNT ROUND CELL.

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

p1 * t.kual 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

p1 * t.kuan3 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

p1 * t.kuan3 Crosstabulation t.kuan3

Total

0 1

p1 tidak Count 9 4 13

Expected Count 8.0 5.0 13.0

% of Total 30% 13.3% 43.3%

ya Count 3 14 17

Expected Count 4.0 13.0 17.0

% of Total 10% 46.7% 56.7%

Total Count 12 18 30

Expected Count 12.0 18.0 30.0

% of Total 40% 60% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.743a 1 .098

Continuity Correctionb 1.543 1 .008

Likelihood Ratio 2.805 1 .094


(3)

Linear-by-Linear

Association 2.629 1 .105

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for p1 (tidak / ya) 4.200 .738 23.907

For cohort t.kuan3 = 0 2.333 .784 6.943

For cohort t.kuan3 = 1 .556 .264 1.170


(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Rizka Adelia

Tempat/Tanggal Lahir

: Tanjungbalai, 04 September 1990

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Mekar III LK. VII Kota Tanjungbalai

Riwayat Pendidikan

: 1. SDN 132406 Tanjungbalai 1996-2002

2. SMPN 1 Tanjungbalai 2002-2005

3. SMAN 1 Tanjungbalai 2005-2008

4. Akbid Pemkab Tarutung 2008-2011

5. Fakultas Keperawatan USU 2014 sampai sekarang

E-mail

: adelia.rizka@yahoo.co.id


Dokumen yang terkait

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan

20 131 79

Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Infeksi Tali Pusat Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kota Baru Dan Pulau Kijang, Kecamatan Keritang Inhil Riau Tahun 2009

1 46 62

PENGARUH PIJAT LAKTASI TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU PRIMIGRAVIDA (Studi Pada Ibu Postpartum di Desa Rejoyoso, Kec. Bantur, Kab. Malang)

12 64 25

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

0 0 9

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

0 0 5

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

0 0 24

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

0 1 2

Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum di RSU Fajar Medan Polonia Tahun 2015

1 4 12

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POSTPARTUM DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Tahun 2014 - DIGILIB

0 0 12

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PERILAKU PEMBERIAN ASI PADA IBU POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perilaku Pemberian ASI pada Ibu Postpartum di RSU PKU Muhammadiyah Yogy

0 0 10