BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah kredit bukanlah hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar,
tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara
kreditan. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai kontan, tetapi pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran.Selain itu dijumpai pula
banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama
dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.
Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, alinea ke-4 adalah memajukan kesejahteraan umum.
1
1
Alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum tersebut, Pemerintah Indonesia dan Lembaga
DPR Republik Indonesia membebankan tujuan dari negara Republik Indonesia kepada Lembaga Perbankan yang berada di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya rumusan Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan selanjutnya
disebut Undang-Undang Perbankan, disebutkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
danmenyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Masyarakat yang sedang membutuhkan dana mendapatkan bantuan melalui pemberian kredit, misalnya kepada masyarakat yang pada umumnya
didominasi oleh kalangan pelaku bisnis untuk menjalankan usaha mereka maka secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif dalam peningkatan
ekonomi masyarakat banyak. Untuk memperoleh kredit demi memenuhi kebutuhan tersebut dari lembaga bank maupun non-bank tidak selalu berjalan
lancar karena prosedur pengajuan permohonan kredit tidaklah mudah.Namun, ada juga lembaga non-bank yang menawarkan kredit dengan syarat yang sangat
mudah dan cepat bahkan tanpa harus disertai jaminan. Dalam tulisan ini hanya akan membahas perolehan kredit dan permasalahannya yang akan diperoleh
melalui lembaga keuangan bank. Pemberian fasilitas kredit oleh bank idealnya mendasarkan pada faktor
financial, yang tercakup pada tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja, dan kemampuan calon debitur. Namun demikian, dengan memperhatikan adanya
prudential banking principles, maka faktor financial saja belum cukup untuk memberikan keyakinan fasilitas kredit tersebut akan kembali dengan aman dan
menguntungkan. Sekalipun pada dasarnya agunan merupakan second wayout, tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini diluar kredit komsumtif
telah mengarah pada faktor agunan sebagai variable dominan yang dapat
memberikan keyakinan yang baik. Oleh karena pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan keuntungan,
maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul yakin bahwa si debitur akan
mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Hal tersebut
menunjukkan perlu diperhatikan faktor kemampuan dan kemauan, sehingga tersimpul kehati-hatian dengan menjaga unsur keamanan sekaligus unsur
keuntungan profitability dari suatu kredit. Perolehan kredit melalui lembaga perbankan tidak terlepas dari adanya
jaminan.Berbagai jaminan yang mungkin disyaratkan dalam perolehan kredit pada lembaga perbankan dapat berupa jaminan perorangan personal guarantee dan
jaminan kebendaan. Pada intinya jaminan tersebut secara hukum memiliki fungsi untuk melindungi hutang karena jaminan merupakan sarana perlindungan bagi
kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.
Perolehan kredit yang dijamin dengan jaminan perorangan personal guarantee adalah suatu persetujuan pihak ketiga untuk kepentingan kreditur
berjanji akan mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur, jika si debitur sendiri mungkin atau tidak sanggup memenuhi kewajiban yang di perjanjikan.
2
Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan perorangan persoonlijke zekerheid dan jaminan kebendaan zakelijke zakerheid.Jaminan perorangan
2
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum PerjanjianBandung: Alumni, 1986, hlm. 315.
personal guarantee adalah sesuatu perjanjian antara seorang berpiutang kreditur dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban si berutang debitur.Ia bahkan dapat diadakan diluar tanpa sepengetahuan si berutang tersebut. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara
kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang
debitur.
3
Lain halnya mengenai jaminan seseorang atau borgtocht. Jaminan yang diberikan kepada krediturbank bukan benda, tetapi “perseorangan” yakni
seseorang pihak ketiga yang tak mempunyai kepentingan apa-apa, baik terhadap nasabah debitur maupun kepada krediturbank, maka dengan sukarela
memberikan jaminan kepada nasabah debitur. Jaminan yang diberikannya berupa pernyataan bahwa nasabah debitur dapat dipercaya dan akan melaksanakan
kewajiban yang baik sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan syarat bila nasabah Jaminan perorangan borgtocht merupakan tipe kontrak tersendiri
diantara kontrak yang lain. Dan borg ini harus dibedakan dengan jaminan kebendaan. Pada jaminan kebendaan, apabila nasabah debitur memberikan
jaminan kebendaan kepada krediturbank, sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam oleh nasabah debitur.Dalam artian apabila nasabah debitur tidak
membayar hutang pada saat yang ditentukan, maka pihak krediturbank dapat menuntut pelaksanaan eksekutorialbeslaq, terhadap jaminan kebendaan tersebut,
untuk dieksekusi lelang di muka umum guna pembayaran pelunasan atas hutang.
3
R.Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 15-16.
debitur dengan tidak bersedia untuk melaksanakan kewajibannya. Dengan persyaratan bahwa penjaminan yang diberikan nasabah debitur kepada kreditur,
berarti nasabah debitur telah “mengikatkan diri” untuk melaksanakan kewajiban di dalam perjanjian.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapatlah dilihat bahwa yang menjadi “isi” penjaminanborgtocht tersebut. Isi dari penjaminan itu suatu peersetujuan
dimana pihak ketiga untuk kepentingan krediturbank berjanji dan mengikat diri serta akan memenuhi kewajibannya, jika si nasabah debitur sendiri tidak sanggup
memenuhi kewajiban yang diperjanjikan. Mengingat sifatnya yang “assesoir”, maka seorang penanggung borg
diberikan “hak istimewa” untuk menuntut agar si berhutang utama debitur terlebih dahulu dilelang sita harta kekayaannya uitgewonnen, meskipun “hak
istimewa” tersebut ditiadakan dalam perjanjiannya penanggungan dan memang dalam praktik ditiadakan.
Selain itu, kepada penanggung juga diberikan “hak istimewa” lain, yaitu dalam hal ada beberapa orang penanggung bersama-sama menanggung
pembayaran suatu hutang, untuk menuntut diadakannya “pemecahan” atau “pembagian” beban tanggungannya. Dalam hal tersebut, beberapa orang itu
bersama-sama menanggung pemenuhan hutang tersebut sepenuhnya, dapat dituntutnya pembagian sama rata dan dalam halnya kewajiban penanggungan
dibatasi sampai suatu jumlah tertentu, dapat dituntutnya pembagian menurut imbangan jumlah-jumlah pembatasan tersebut.
4
4
R.Subekti, Op.Cit., hlm. 16.
Permasalahan mulai timbul ketika pihak pemohon kredit atau debitur tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan
dalam perjanjian kredit. Secara umum, berbagai permasalahan yang timbul dalam perjanjian kredit antara pihak kreditur pemberi kredit dan pihak debitur
pemohon kredit dapat berupa ketidakmampuan membayar, keterlambatan memenuhi kewajiban, debitur dalam keadaan pailit, meninggal dunia, dan hal
lainnya. Dalam hal kredit dengan jaminan perorangan timbul masalah ketika pihak penjamin dalam keadaan pailit dan mungkin meninggal dunia.
Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu
yang telah diperjanjikan.Pada kenyataannya, di dalam praktik selalu ada sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah
meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan tergambar perjalanan kredit menjadi terhenti atau macet. Oleh karena itu, bank
dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, tujuannya agar bank mendapat keyakinan bahwa proyek
yang akan dibiayai dengan kredit tersebut layak feasible dan untuk mencegah secara dini kemungkinan terjadinya default oleh nasabah.
Membicarakan kredit macet, sesungguhnya membicarakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit.Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa bank tidak mungkin terhindar dari kredit macet. Kemacetan kredit suatu hal yang akan menjadi penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa
kesulitan terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank karenanya bank wajib menghindarkan diri dari kredit macet.
5
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan dari debitur untuk membayar angsuran kreditnya adalah merupakan gejala awal dari timbulnya suatu
kredit bermasalah dalam dunia perbankan.Namun demikian dimungkinkan juga kredit bermasalah timbul karena faktor-faktor lain diluar inflasi tersebut. Terhadap
kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet Non Performing Loan
yang jika presentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu, pihak bank wajib menerapkan serta
melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan pemberian kredit.
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyelesaian kredit mcet ini agar dapat memperoleh gambaran
yuridis mengenai timbulnya kredit macet di dunia perbankan dan antisipasi serta upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit macet tersebut melalui
kebijakan-kebijakan yang diambil pihak bank, khususnya PT. Bank Mandiri Di PT. Bank Mandiri Persero Tbk unit Credit Operations Regional I
Medan, penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan diselesaikan dengan cara, yaitu restrukturisasi kredit, pengalihan utang novasi, membuat
somasi kepada ddebitur, menjual jaminan kebendaan debitur, dan meminta pertanggungjawaban personal guarantee.
5
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di IndonesiaBandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996, hlm.180.
6
Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di IndonesiaJakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. 11.
Persero Tbk unit Credit Operations Regional I Medan dan mengangkat judul mengenai “Penyelesaian Kredit Macet oleh Bank dalam Pemberian Kredit dengan
Jaminan Perorangan Studi pada PT.Bank Mandiri Persero Tbk unit Credit Operations Regional I Medan”
B. Perumusan Masalah