Pemulihan Tanah Ulayat Perpektif Investor: PT. Andalas Merapi Timber

D. Pemulihan Tanah Ulayat Perpektif Investor: PT. Andalas Merapi Timber

1. Gambaran Singkat PT. Andalas Merapi Timber (PT. AMT)

PT. Andalas Merapi Timber (PT. AMT) merupakan sebuah perusahaan lokal yang didirikan pada tahun 1980. PT. AMT mendapat izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) pertama kalinya pada 21 April 1980 dengan luas areal 118.000 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 624/Kpts/Um/1980 dan FA No. FA/N/024/IV/1980. Kemudian, pada tahun 1981 Menteri Pertanian mengeluarkan surat keputusan No. 463/ Kpts/Um/6/1981 tanggal 8 Juni 1981 tentang penambahan areal 44.000 Ha sehingga total areal PT AMT menjadi 162.000 Ha. Pada tahun 2000 PT. AMT mendapatkan izin perpanjangan defenitif melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No : 82/Kpts-II/2000, tanggal 22 Desemmber 2000 dengan areal seluas 28,840 Ha.

Berdasarkan surat keputusan izin pertama PT AMT tahun 1980 dan perubahan pada tahun 1981, areal seluas 162.000 Ha tidak terletak dalam satu hamparan kawasan melainkan terbagi di beberapa kabupaten yaitu kabupaten Pasaman, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Kabupaten Solok. Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: 82/Kpts-II/2000, tanggal 22 Desemmber 2000 lahan seluas 28.840 Ha berada dalam wilayah Kabupaten Solok Selatan. 76

Sekeliling areal HPH PT. AMT berbatasan langsung dengan 21 Nagari. Dalam 21 nagari tersebut terdapat 9 kelembagaan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Sembilan KAN tersebut merupakan KAN Nagari Induk sebelum terjadi pemekaran Nagari-nagari di Kabupaten Solok Selatan. Jadi sebelum pemekaran, nagari seputar kawasan PT. AMT hanya ada 9 nagari, kemudian setelah proses pemekaran berjalan 9 nagari tersebut menjadi 21 nagari.

2. Pemulihan Tanah Ulayat dalam Perspektif PT. AMT

PT. AMT melihat keberadaan ulayat sangat penting karena memiliki tujuan yang sangat bagus bagi kepentingan masyarakat hukum adat, dan ulayat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pengelaman dalam pengelolaan kawasan HPH, PT. AMT menemukan beberapa persoalan penting dalam pengelolaan tanah ulayat di sekitar areal HPH-nya, antara lain:

a. Banyak masyarakat hanya melakukan klaim, bahkan kadangkala antara satu suku dengan suku yang lain melakukan klaim yang sama terhadap kawasan yang sama.

b. Ketidakjelasan wilayah ulayat sehingga sering ditemukan bahwa masyarakat yang menyatakan klaim ulayat tetapi tidak tahu di mana kawasan ulayatnya dan sampai di mana batas-batasnya.

76 Kabupaten Solok Selatan merupakan kabupaten baru sejak tahun 2003, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Solok.

c. Menyangkut pihak atau lembaga yang berwenang terkait ulayat, sering juga ditemukan kasus untuk satu kawasan ulayat banyak pihak yang menyatakan kepada PT. AMT bahwa yang berhak atas kawasan ulayat tersebut adalah mereka, padahal mereka berasal dari daerah yang sama.

d. Belum terlalu jelas tentang bagaimana aturan ulayat dalam hubungan dengan pemanfaatannya, sehingga sulit dalam menemukan atau mengikuti aturan hukum adat yang sebenarnya.

Sampai saat ini, PT. AMT menganggap kalau klaim tidak bisa dibuktikan maka sikap yang dipilih adalah bahwa klaim tersebut hanyalah klaim sepihak karena izin yang dia peroleh dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan di dalam kawasan hutan negara dengan rekomendasi pemerintah daerah.

Sebagai pihak yang mendapatkan izin melakukan pengelolaan, PT. AMT memiliki kesadaran bahwa ketika mendapat izin maka hak yang dipunyai hanyalah hak untuk mengelola bukan hak untuk kepemilikan. Jadi, yang perlu adalah bagaimana kepastian hak tersebut, apakah diharuskan melalui pemerintah ataupun melalui masyarakat adat, PT. AMT akan mengikuti prosedurnya.

Selain itu, kejelasan wilayah dan pihak yang berwenang kemudian juga harus ada perhitungan kemungkinan biaya yang akan dikeluarkan oleh investor. Jangan sampai terjadi tumpang tindih kewajiban yang harus dikeluarkan investor, jangan sampai semuanya berbiaya tinggi seperti, apakah juga ada retribusi adat dan biaya lain untuk penguasa adat? Barangkali bisa dibayangkan akan banyaknya kewajiban yang harus dikeluarkan. Sepanjang pengaturan tanah ulayat ada kepastian wilayah dan biaya yang harus dikeluarkan berimbang pihak PT. AMT sangat setuju adanya pengaturan yang jelas dan tegas terkait pemanfaatan tanah ulayat. Di samping itu, juga harus ada kejelasan kelembagaan adat di nagari, suku, kaum dan adalagi ulayat raja. Hal ini kadang- kadang muncul kebingungan investor ketika ada empat klaim ulayat untuk satu tanah atau kawasan hutan.

Selama PT. AMT melakukan pengelolaan kawasan di Solok Selatan, PT AMT selalu berusaha memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar kawasan seperti fee untuk nagari dan untuk tokoh masyarakat, dan sebagainya. Tetapi, semua itu dilakukan tidak dalam kapasitas hubungan antara pemilik kawasan dengan pihak yang diberi izin mengelola kawasan.

Catatan terpentingnya adalah kepastian hukum terkait keberadaan tanah ulayat di Sumatera Barat, ini dapat dilihat dari pandangan Direksi PT. AMT yang mengatakan:

“Kalau sudah ada kejelasan bagi kami tidak ada persoalan, semua aturan akan kami patuhi, karena kami sangat sadar bahwa wilayah yang kami kelola bukan milik perusahaan, jadi terserah saja sepanjang tidak merugikan perusahaan mau hutan negara, mau hutan ulayat sepanjang ada kepastian hukum sehingga ada keamanan berusaha, pembagian yang jelas atas hasil pemanfatan secara konsisten dan saling menguntungkan.”

Harapan ke depan adalah hal yang terpenting untuk menjadi perhatian adalah jangan sampai terjadinya benturan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.