Perspektif Pemerintah Daerah

2. Perspektif Pemerintah Daerah

Banyaknya persoalan hak ulayat di Kabupaten Pasaman Barat memang sudah disadari oleh pemerintah daerah ini. Hal ini secara gamblang disampaikan oleh Khairul Amri (Asisten I Bupati Pasaman Barat). Menurutnya, salah satu penyebab berbagai kasus tanah ulayat yang melibatkan nagari dengan investor adalah penyerahan hak ulayat. Penyerahan hak ulayat melalui kesepakatan antara masyarakat nagari melalui ninik mamak di tingkat nagari dengan pihak investor Banyaknya persoalan hak ulayat di Kabupaten Pasaman Barat memang sudah disadari oleh pemerintah daerah ini. Hal ini secara gamblang disampaikan oleh Khairul Amri (Asisten I Bupati Pasaman Barat). Menurutnya, salah satu penyebab berbagai kasus tanah ulayat yang melibatkan nagari dengan investor adalah penyerahan hak ulayat. Penyerahan hak ulayat melalui kesepakatan antara masyarakat nagari melalui ninik mamak di tingkat nagari dengan pihak investor

dimanfaatkan. Di sisi lain pemerintah daerah beranggapan bahwa tanah ulayat tersebut telah terkonversi menjadi tanah negara karena dalam setiap dokumen penyerahan hak ulayat disebutkan bahwa tanah yang dimanfaatkan tersebut dibebani HGU.

Terlepas dari manipulasi dan atau kesadaran ninik mamak (masyarakat hukum adat) dalam penyerahan tanah ulayat, yang menyebabkan konversi hak ulayat menjadi tanah negara tetap saja merupakan kesalahan kebijakan pemerintahan daerah terdahulu dalam memanfaatkan tanah ulayat. Menurut Khairul Amri, semestinya pemerintahan daerah berada pada posisi melindungi tanah ulayat dengan tidak mendorong penyerahan-penyerahan tanah ulayat tersebut. Saat ini pelbagai sengketa tanah ulayat yang terjadi seputar hal itu, baik sengketa antara anak- kemenakan dengan ninik mamak yang dianggap telah menyerahkan hak ulayat kepada pihak investor; sengketa antara ninik mamak (masyarakat nagari) bersama anak- kemenakan dengan investor; maupun sengketa antara masyarakat nagari dengan pemerintah.

Sengketa-sengketa itu menjadi persoalan serius bagi pemerintah daerah karena semuanya harus diselesaikan, padahal itu tidak mudah. Posisi pemerintah daerah sebagai pemerintah terdekat dengan masyarakat mempunyai kepentingan langsung terhadap penyelesaian-penyelesaian sengketa tanah ulayat yang ada terutama di masa otonomi daerah saat ini.

Berbagai sengketa tersebut juga berakibat pada terhambatnya program-program pembangunan di daerah. Banyak tenaga, dan dana yang terserap untuk peyelesaian persoalan tersebut. Menurut Khairul Amri, berlarut-larutnya Berbagai sengketa tersebut juga berakibat pada terhambatnya program-program pembangunan di daerah. Banyak tenaga, dan dana yang terserap untuk peyelesaian persoalan tersebut. Menurut Khairul Amri, berlarut-larutnya

Keinginan untuk menyelesaikan berbagai konflik hak ulayat menurut dalam perspektif Pemda tidak tuntas secara parsial, perlu tindakan-tindakan menyeluruh dan mendasar. Hal ini semestinya didukung oleh berbagai pihak, terutama pemerintah daerah dan para ninik mamak yang ada di Pasaman Barat. Tindakan menyeluruh tersebut adalah menata ulang penguasaan sumber daya alam terutama peruntukan lahan atau tanah secara adil. Adil dalam artian seimbangnya kebutuhan akan lahan antara masyarakat (nagari), investor dan pemerintah. Penyelesaian terhadap penguasaan lahan yang timpang di Pasaman Barat ini semestinya didukung oleh kebijakan pemerintah, dari tingkat nasional sampai ke daerah.

Dalam perspektif Pemda, pemulihan hak ulayat pada tanah- tanah bekas konsesi (HGU) paska pemanfaatan oleh pihak ketiga (investor) kepada masyarakat nagari adalah sebuah konsep yang perlu diperhatikan serius. Namun, hal tersebut terkendala oleh aturan hukum pertanahan nasional dalam hal ini UUPA. UUPA menyebutkan bahwa tanah-tanah bekas pembebanan HGU adalah tanah negara. Di sisi lain, pemaknaan tanah negara begitu beragam, yang jamak terjadi adalah tanah negara seakan-akan tanah yang dimiliki atau dikuasai secara efektif oleh pemerintah. Pemaknaan tersebut tidak sepenuhnya betul. Menurut Khairul Amri, tanah negara itu bukan tanah milik pemerintah, namun Dalam perspektif Pemda, pemulihan hak ulayat pada tanah- tanah bekas konsesi (HGU) paska pemanfaatan oleh pihak ketiga (investor) kepada masyarakat nagari adalah sebuah konsep yang perlu diperhatikan serius. Namun, hal tersebut terkendala oleh aturan hukum pertanahan nasional dalam hal ini UUPA. UUPA menyebutkan bahwa tanah-tanah bekas pembebanan HGU adalah tanah negara. Di sisi lain, pemaknaan tanah negara begitu beragam, yang jamak terjadi adalah tanah negara seakan-akan tanah yang dimiliki atau dikuasai secara efektif oleh pemerintah. Pemaknaan tersebut tidak sepenuhnya betul. Menurut Khairul Amri, tanah negara itu bukan tanah milik pemerintah, namun

Di Pesisir Selatan, Pemda melalui Bupati telah memberikan contoh tindakan nyata dengan menyerahkan kembali tanah ulayat Nagari Palangai yang sudah dimanfaatkan oleh pemerintahan daerah. Melalui SK. No: 520/1221/Diperta- Ps/2006, Bupati menjelaskan bahwa tanah ulayat dengan luas lahan 7,5 Ha yang terletak di Nagari Palangai adalah tanah ulayat Nagari Palangai. Surat No. 520 ini mencabut surat No: 520.3/59/Tu-I/2004 tanggal 12 januari 2004 yang isinya menyatakan bahwa Pemda Kabupaten Pesisir Selatan memiliki lahan di Padang Laban Kanagarian Palangai seluas 7,5 Ha yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan pendirian bangunan Rice Miling dan labor pembibitan serta usaha yang terkait dengan pertanian tanaman pangan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa Pemda ternyata telah menunjukkan itikad baik untuk mengadakan pemulihan tanah ulayat. Salah satu hambatannya adalah ketentuan UUPA sebagai hukum negara yang tidak sejalan dengan keinginan tersebut, terutama berkaitan dengan status tanah bekas HGU.