QANUN, PERATURAN GUBERNUR, DAN

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemilihan, penetapan anggota, organisasi dan tata kerja, masa tugas, dan biaya penyelenggaraan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh diatur dengan Qanun Aceh yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 231 1 Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan pemerintah kabupatenkota serta penduduk Aceh berkewajiban memajukan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang bermartabat. 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupatenkota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam qanun.

BAB XXXV QANUN, PERATURAN GUBERNUR, DAN

PERATURAN BUPATIWALIKOTA Pasal 232 1 Qanun Aceh disahkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRA. 2 Qanun kabupatenkota disahkan oleh bupatiwalikota setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRK. Pasal 233 1 Qanun dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, pemerintahan kabupatenkota, dan penyelenggaraan tugas pembantuan. 2 Qanun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah Aceh atau Lembaran Daerah kabupatenkota. Pasal 234 1 Dalam hal rancangan qanun yang telah disetujui bersama oleh DPRA dan Gubernur atau DPRK dan bupatiwalikota tidak disahkan oleh Gubernur atau bupatiwalikota dalam waktu 30 tiga puluh hari sejak rancangan qanun disetujui, rancangan qanun tersebut sah menjadi qanun dan wajib diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Aceh atau Lembaran Daerah kabupatenkota. 2 Dalam hal sahnya rancangan qanun sebagaimana dimaksud pada ayat 1, rumusan kalimat pengesahan berbunyi “Qanun ini dinyatakan sah”. 3 Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, beserta tanggal jatuh sahnya, harus dibubuhkan dalam halaman terakhir qanun sebelum pengundangan naskah qanun dalam Lembaran Daerah Aceh atau Lembaran Daerah kabupatenkota. Pasal 235 1 Pengawasan Pemerintah terhadap qanun dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2 Pemerintah dapat membatalkan qanun yang bertentangan dengan : a. kepentingan umum; b. antarqanun; dan c. peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kecuali diatur lain dalam Undang- Undang ini. 3 Qanun dapat diuji oleh Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 4 Qanun sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang mengatur tentang pelaksanaan syari’at Islam hanya dapat dibatalkan melalui uji materi oleh Mahkamah Agung 5 Sebelum disetujui bersama antara Gubernur dan DPRA, serta bupatiwalikota dan DPRK, Pemerintah mengevaluasi rancangan qanun tentang APBA dan Gubernur mengevaluasi rancangan APBK. 6 Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 bersifat mengikat Gubernur dan bupatiwalikota untuk dilaksanakan. Pasal 236 Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. keterlaksanaan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Pasal 237 1 Materi muatan qanun mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. keanekaragaman; f. keadilan; g. nondiskriminasi; h. kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; danatau j. keseimbangan, keserasian, kesetaraan, dan keselarasan. 2 Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, qanun dapat memuat asas lain sesuai dengan materi muatan qanun yang bersangkutan. Pasal 238 1 Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. 2 Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik. Pasal 239 1 Rancangan qanun dapat berasal dari DPRA, Gubernur dan DPRK, atau bupatiwalikota. 2 Apabila dalam satu masa sidang, DPRA atau Gubernur dan DPRK atau bupatiwalikota menyampaikan rancangan qanun mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan qanun yang disampaikan oleh DPRADPRK, sedangkan rancangan qanun yang disampaikan Gubernur dan bupatiwalikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan qanun yang berasal dari Gubernur dan bupatiwalikota diatur dengan qanun. Pasal 240 1 Penyebarluasan rancangan qanun yang berasal dari DPRADPRK dilaksanakan oleh Sekretariat DPRADPRK. 2 Penyebarluasan rancangan qanun yang berasal dari Gubernur, bupatiwalikota dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah Aceh dan sekretariat daerah kabupatenkota. Pasal 241 1 Qanun dapat memuat ketentuan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian, kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 2 Qanun dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 enam bulan danatau denda paling banyak Rp. 50.000.000.00 lima puluh juta rupiah. 3 Qanun dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain. 4 Qanun mengenai jinayah hukum pidana dikecualikan dari ketentuan ayat 1, ayat 2, dan ayat 3. Pasal 242 Dalam hal diperlukan untuk pelaksanaan qanun, Gubernur dan bupatiwalikota dapat menetapkan PeraturanKeputusan Gubernur atau peraturankeputusan bupatiwalikota. Pasal 243 1 Qanun diundangkan dalam Lembaran Daerah Aceh atau Lembaran Daerah kabupatenkota. 2 Peraturan Gubernur, peraturan bupatiwalikota diundangkan dalam Berita Daerah Aceh atau Berita Daerah kabupatenkota. 3 Pengundangan qanun dan Peraturan Gubernur dilakukan oleh Sekretaris Daerah Aceh. 4 Pengundangan qanun dan peraturan bupatiwalikota dilakukan oleh sekretaris daerah kabupatenkota 5 Pemerintah Aceh wajib menyebarluaskan qanun dan Peraturan Gubernur yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Aceh dan Berita Daerah Aceh. 6 Pemerintah kabupatenkota wajib menyebarluaskan qanun dan peraturan bupatiwalikota yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah kabupatenkota dan Berita Daerah kabupatenkota. Pasal 244 1 Gubernur, bupatiwalikota dalam menegakkan qanun dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dapat membentuk Satuan Polisi Pamong Praja. 2 Gubernur, bupatiwalikota dalam menegakkan qanun Syar’iyah dalam pelaksanaan syari’at Islam dapat membentuk unit Polisi Wilayatul Hisbah sebagai bagian dari Satuan Polisi Pamong Praja. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan penyusunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam qanun yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 245 1 Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 2 Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas qanun dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XXXVI BENDERA, LAMBANG, DAN HIMNE