tentang Syarat-Syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.”
B. Permasalahan
Dari uraian latar belakang yang telah penulis paparkan diatas maka dapatlah dirumuskan
apa yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut : a.
Bagaimana pengaturan pelaksanaan izin penyedia jasa tenaga kerja? b.
Bagaimana Proses Perizinan bagi perusahaan penyedia jasa tenaga kerja? c.
Bagaimana Pengawasan Pemerintah terhadap Perusahaan Penyedia Jasa Kerja?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : a.
Untuk mengetahui dan menganalisis Pemgaturan Pelaksanaan izin terhadap Perusahaan Penyedia Jasa
b. Untuk mengatahui dan menganalisis bagaimana proses perizinan bagi
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja c.
Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah
D. Manfaat Penulisan
Skripsi ini mempunyai manfaat dari segi kegunaan toritis dan kegunaan praktis, yaitu : 1.
kegunaan teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran dalam
rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Ketenagakerjaan dan khususnya mengenai Peranan Dinas Tenaga Kerja dalam
pengawasan pelaksanaan pemberian izin terhadap perusahaan perusahaan penyedia jasa. Adapun manfaat penulisan inii secara teoritis secara rinci adalah :
a. bahan kajian mahasiswa dalam menambah wawasan khusus nya dalam hal peranan
dan kedudukan dinas ketenagakerjaan dalam pengawasan pelaksanaan pemberian izin terhadap perusahaan penyedia jasa.
Universitas Sumatera Utara
b. Sebagai salah satu bentuk penambahan literatur tentang tata cara pengawasan
pelaksanaan pemberian izin terhadap perusahaan penyedia jasa yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan dan acuan bagi pemerintah dalam praktek pengawasan dalam pelaksanaan pemberian izin terhadap perusahaan peyedia jasa
guna menengakan keadilan bagi buruh outsourcing.
E.Keaslian Penulisan
Dalam rangka menyelesaikan Pendidikan selama perkuliahan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, maka penulis tertarik mengenai judul Berdasarakan Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang syarat-syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Kepada Perusahaan Lain
.karena ini sangat erat hubunganya dengan Buruh outsourcing dalam peningkatan keadilan buruh outsourcing.
Penulisan ini didasarkan dengan ide-ide, gagasan maupun pemikiran penulisan secara pribadi dari awal hingga akhir tulisan,berdasarkan buku-buku dan peraturan yang
berhubungan dengan tulisan ini, kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap,karena hal tersebut sangat dibutuhkan
dalam penyempurnaan tulisan ini. Penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum USU ditemukan judul skripsi yang sedikitnya memilki kesamaan variabel, namun sangat berbeda
dalam hal permasalahan dan hasil pembahasan. Adapun judul skripsi judul tersebut adalah “Pendaftaran dan Pengawasan Perusahaan ditinjau dari Aspek Hukum Administrasistudi :
Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan” yang membahas tentang pendaftaran yang harus dilakuakan setiap perusahan dan pengawasan terhadap perusahaan yang ditinjau
dari aspejk hukumadministrasi negara dan yang menjadi objek penelitian adalah di Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan.
Maka judul yang diangkat oleh penulis ini adalah murni dari karya penulis dan bukan dari hasil jiplakan dari skripsi orang lain, sehingga hasil penulisan ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.
F.Metode Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai suatu upaya pencarian dan tidak hanya sekedar pengamatan dengan teliti terhadap suatu objek yang terlihat dengan kasat mata.
7
Dalam rangka penulisan skripsi ini dan untuk membahas permasalahanya yang ada di dalamnya tentu harus disertai dengan data-data informasi yang benar dan akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan kebenaranya. Bobot keilmuan yang terdapat dalam skripsi ini dipengaruhi oleh kaekuratan data yang diperoleh untuk mendapatkan hasil yang optimal,
dalam melengkapi bahan-bahan bagi penelitian skripsi ini, maka diadakan penelitian dalam rangka pengumpulan data.
8
Adapun metode yang digunakan oleh penulis akan diuraikan sebagai berikut : 1.
Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative dengan
pertimbanagan bahwa titik tolak penelitian terhadap pengawasan Pemerintah terhadap pelaksanaan pemberian izin perusahaan penyedia jasa pekerja diatur dalam
permenakertrans No.19 tahun 2012 dan Undang-undang No 13 tahun 2003. Penelitian juridis normative difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah tersebut. Hal
ini ditempuh dengan melakukan penelitaian kepustakaan library research, atau biasa biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian yang dimaksud
tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni wawancara dengan informan yang akan ditentukan.
2. Bahan penelitian
Bahan penelitian berupa : a.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas autoritatif
9
7
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum Suatu Pengantar, jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2003,hal. 27-28.
yaitu : berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada di Indonesia,seperti Undang-undang No. 19 tahun 2012 tentang penyerahan
pelaksanaan pekerjan kepada perusahaan lain, Kepmenaker No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2010 tentang
8
Moh.Nasir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 44
9
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan Ketenagakerjaan, Undang-undang No.23 tahun 1948 Pengawasan perburuhan dan lain-lain.
b. Bahan Hukum Sekunder,
10
c. Bahan hukum tertier
yaitu : bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami
bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai Pengawasan pemerintah terhadap pemberian izin perusahaan
penyedia jasa, seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari pakar hukum, serta sumber-sukmber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan
permasalahan yang dibahas.
11
adalah bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan hukum sebelumnya mencakup bahan-bahan primer dan bahan-bahan hukum
sekunder. Bahan hukum tertir yaitu : mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengaluh bahasa beberapa
istilah asin
3. Data dan Teknik Pengumpulan data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan dilakukan
dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku –buku literatur,peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang
terkait dengan masalaha yang dibahas dalam skripsi ini. Guna melengkapi data dari bahan sekunder maka peneliti melakukan wawancara di Dinas Tenaga Kerja kota Medan,
wawancara dilakukan dengan beberapa pedoman wawancara yang penulis susun di permasalahan
4. Analisis data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya analisa secara deskriptif yang menggambarkan secara menyeluruh
tentang apa yang terjadi menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan
10
Roni Hanitijo Soemitro, Metode penelitian Hukum, Galia indonesia, Jakarta, 1990, hal 11
11
Soerjono soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1985, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
kebeneranya kemudian dihubungkan dengan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
G.Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis.Dan untuk memudahkan penulisan dan Pembahasan skripsi ini maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berkaitan satu sama yang lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN, yang didalamnya terurai Mengenai Latar Belakang
Penulisan Skripsi. Perumusan Masalah , Tujuan Penulisan, Manfaat
penulisan, Metode penulisan,dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan
BAB II : PERATURAN –PERATURAN YANG TERKAIT USAHA PENYEDIA
JASA PEKERJA , yang terdiri dari pembahasan mengenai Pengertian Usaha
Penyedia Jasa Pekerja menurut UU No.13 tahun 2003,Tujuan diadakanya Outsourcing, No. Permenakertrans 19 tahun 2012 tentang syarat-syarat
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain,Peraturan Presiden .
BAB III : PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN PELAKSANAAN IZIN
OLEH PEMERINTAH DI BIDANG OUTSOURCING ,Pengertian Hukum
Perizinan,Tujuan Hukum Perizinan,Pengertian Pengawasan Pelaksanaan izin oleh pemerintah,Tujuan Pengawasan pelaksanaan izin Oleh pemerintah.
BAB IV: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN
PENYEDIA JASA TENAGA KERJA BERDASARKAN PERMENAKERTRANS NO.19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-
SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN
, Prosedur pelaksanaan pengawasan terhadap pemberian izin usaha penyedia jasa tenaga kerja ,Kendala hukum yang
dihadapi dalam pengawasan pemberian izin dalam usaha penyedia jasa tenaga kerja,Sanksi hukum terhadap perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang
melanggar Peraturan tentang izin dan syarat sebagaimana ditentukan dalam permenakertrans No.19 tahun 2012
BAB V PENUTUP,
yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PELAKSANAAN IZIN PENYEDIA JASA TENAGA KERJA MENURUT
PERATURAN KETENAGAKERJAAN
A. Perjanjian Penyedia Jasa PekerjaBuruh menurut Undang –undang No.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan
Aturan hukum dalam peraturan perundang-undangan harus dirumuskan secara tepat, sesuai dengan teori hukum dan filsafat hukum. Rumusan hukum tentang Perjanjian penyedia
jasa pekerja buruh diatur dalam Pasal 64-66 UU No.13 tahun 2003 merupakan rumusan yang mengandung vague norm, karena menimbulkan interpretasi yang lebih dari satu. Ketentuan
Pasal 64 UU No.13 tahun 2003 adalah “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerjaburuh yang dibuat secara tertulis.” Terhadap ketentuan ini tidak ada
penjelasan resmi yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dalam penjelasan Pasal demi Pasal. Rumusan itu apabila dicermati mengandung ketidakjelasan maksud. Pasal 64 UU
132003 tahun 2003 mengatur tentang bentuk outsourcing, yaitu pemborongan pekerjaan merupakan outsourcing pekerjaan dan penyediaan jasa pekerjaburuh outsourcing pekerja.
Terhadap pemborongan pekerjaan diatur lebih lanjut dalam Pasal 65, syaratnya
12
1. dibuat dalam perjanjian kerja tertulis berbentuk PKWTT atau PKWT; :
2. pekerjaan yang dialihkan adalah bukan pekerjaan pokok; 3. berbadan hukum;
4. memberikan perlindungan hukum kepada pekerjanya 5. Bentuknya PKWTT atau PKWT berdasar Pasal 59.
Kriteria bukan pekerjaan pokok ditafsirkan secara otentik dalam Pasal 65 ayat 2 yaitu dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; berdasarkan perintah langsung atau tidak
langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang yang tidak menghambat proses produksi secara langsung. Interpretasi otentik ini masih menimbulkan ketidak pastian
hukum. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk Undang-Undang hanya meletakkan pemikiran yang pragmatis, hanya berdasar kehendak politik yang lebih mengarah pada
kepentingan pengusaha. Seharusnya interpretasi “perintah” harus melandaskan pada teori hukum yaitu meletakkan dasar teori hukum tentang perintah yaitu hakekat
12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban. Bukan pertimbangan pragmatis yang menunjuk pada bentuk perintah dilakukan. Siapaun yang memberikan perintah maka dialah yang harus bertanggung jawab.
Majikan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diperintahkan kepada pekerjanya. Pemberi perintah adalah yang menikmati hasil dari pekerjaan. Dari sudut filosofinya adalah adil
apabila pekerja mendapatkan hak berupa upah apabila ia sudah mengerjakan pekerjaan dengan benar. Sebaliknya akan adil pula apabila majikan harus melaksanakan kewajibannya
dengan membayar upah apabila pekerjaan yang merupakan kehendakya sudah dilaksanakan oleh pekerja. Jadi makna dari perintah adalah tanggung jawab bukan cara dilakukannya
perintah. Apabila makna perintah sudah sesuai dengan konsep teori hukum, maka akibatnya
dengan serta merta perlindungan syarat kerja menjadi kewajiban dari yang memberikan perintah yaitu pemberi pekerjaan. Dirumuskannya Pasal 65 ayat 4 UU 132003
menunjukkan kesalahan perumusan ayat sebelumnya yaitu Pasal 65 ayat 2 huruf b. Terhadap rumusan otentik pemberi kerja sudah dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 4 UU No.13
tahun 2003 yaitu orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lain yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Sayangnya rumusan ini tidak menjadi landasan dalam merumuskan konsep hubungan kerja. Hubungan kerja dirumuskan dalam Pasal 1 angka 14 UU 132003 yaitu hubungan
antara pengusaha dengan pekerjaburuh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Terdapat kesalahan perumusan yang disengaja dalam Pasal 1
angka 14 UU No.13 tahun 2003, Seharusnya kata “pengusaha” diganti dengan “pemberi kerja”.
Kesalahan interpretasi otentik ini mengakibatkan konflik sosial. Terjadi perbedaan pendapat di masyarakat berkaitan dengan siapakah pekerja yang dilindungi oleh UU No.13
tahun 2003
13
Apakah semua orang yang bekerja pada pemberi kerja ataukah hanya pekerja yang bekerja pada pengusaha. Lebih adil menggunakan istilah majikan daripada istilah pengusaha.
Pengusaha adalah bagian dari majikan. Pengusaha adalah orang yang menjalankan usaha. Sementara di masyarakat lebih banyak orang yang memberi pekerjaan yang bukan
.
13
Asri Wijayanti, Makalah, Makalah, Analisis Kedudukan Legisprudensi sebagai upaya perlindungan Pekerja outsorcing, disampaikan dalam Konfrensi Negara Hukum, Jakarta, 9-10
Oktober 2012, hal.5.
Universitas Sumatera Utara
pengusaha. Rumusan Pasal1 angka 14 mengakibatkan pekerja yang tidak bekerja pada pengusaha dapat diinterpretasikan tidak dilindungi oleh UU 132003.
Terdapat perbedaan rumusan otentik tentang subyek hukum dalam hubungan kerja pemberi kerja atau pengusaha. Pekerja yang tidak bekerja pada pengusaha secara yuridis,
tidak dianggap telah melakukan hubungan kerja, sehingga tidak dilindungi oleh UU No.13 Tahun 2003 Asri Wijayanti: 2011, 115.
Ketentuan Pasal 66 UU 132003 merupakan pasal penjelas dari Pasal 64, yang mengatur tentang outsourcing pekerja dirumuskan sebagai berikut :
“Pekerjaburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi” Syarat perusahaan penyedia jasaburuh
perusahaan outsourcing adalah: ada hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan penyedia jasaburuh; memenuhi syarat PKWT berdasarkan Pasal 59; memberi
perlindungan, ada perjanjian tertulis antara perusahaan pengguna dan perusahaan penyedia jasaburuh; berbadan hukum. Rumusan Pasal 66 UU 132003 merupakan rumusan yang
kabur, tidak menimbulkan kepastian hukum. Kata-kata “jasa pekerja” dapat diinterpretasikan sebagai pekerja karena jasa dari
pekerja melekat pada tubuh pekerja itu. Berbeda dengan pekerjaan, yang baru melekat pada diri pekerja apabila telah dilaksanakan. Jasa pekerja tidak sama dengan jasa. Seharusnya
bukan jasa pekerja tetapi pekerjaan yang menghasilkan jasa. Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum antara pemberi kerja dengan pekerja mengenai dilaksanakannya suatu
pekerjaan dengan pemberian imbalan berupa upah. Pekerjaan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu pekerjaan yang menghasilkan barang dan pekerjaan yang menghasilkan jasa.
Kesalahan pemikiran pada pembuat Undang-Undang mengakibatkan pekerja sebagi obyek dari hubungan kerja.
Pekerja adalah orang, di dalam teori dan filsafat hukum, selamanya orang tidak dapat menjadi obyek dari suatu hubungan hukum. Penempatan orang sebagai obyek hukum adalah
sebagai perbudakan modern modern slavery. Syarat badan hukum bagi perusahaan pemborngan pekerjaan dan perusahaan penyedia jasaburuh berdasarkan, ketentuan Pasal 65
Universitas Sumatera Utara
ayat 3 UU 132003 jo Pasal 66 ayat 3 jo Pasal 3 ayat 2 Kepmenaker 2202004, yaitu perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum,kecuali
14
a. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang pengadaan barang; :
b. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultansi yang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut
mempekerjakan pekerjaburuh kurang dari 10 sepuluh orang. Tujuan disyaratkan badan hukum adalah tidak relevan, mengingat setiap pelaku usaha tetap dapat dimintai
pertanggungjawaban apabila melakukan suatu pelanggaran, tidak menunggu pelaku usaha berbentuk badan hukum.
Melakukan pemborongan pekerjaan bukanlah monopoli suatu perusahaan yang sudah berbadan hukum, tetapi menjadi hak setiap pelaku usaha. Batasan ini akan mengakibatkan
pelaku usaha khususnya usaha kecil dan menengah kehilangan haknya disamping juga dapat mematikan program kemitraan atau community social development program suatu
perusahaan dengan lingkungan sosial disekitarnya yang sudah berjalan. MochSyamsudin: 2007, 174
15
B. Peraturan-peraturan pelaksana terkait Perjanjian Penyedia Jasa Pekerja Buruh
Perusahaan penyedia jasa pekerja yang merupakan salah satu bentuk dari outsourcing, harus dibedakan dengan lembaga penempatan tenaga kerja swasta
laboursupplier. Sebagaimana diatur dalam Pasal 35, 36, 37 dan 38 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu apabila tenaga kerja telah ditempatkan, maka
hubungan kerja yang terjadi sepenuhnya adalah pekerja dengan perusahaan pemberi kerja bukan dengan lembaga penempatan tenaga kerja swasta tersebut.
Dalam penyediaan jasa pekerja, perusahaan pemberi kerja tidak berhak memperkerjakan pekerja untuk melaksanakan kegiatan pokok kegiatan yang berhubungan
dengan proses produksi dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakankegiatan jasa penunjang kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan
dimaksud, antara lain usaha pelayanan kebersihan cleaningservice, usaha penyedia makanan bagi pekerja catering, usaha tenaga pengaman satuan pengaman security usaha
14
Ibid, hal.6.
15
Moch Syamsudin dalam Asri Wijayanti, ibid, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan serta usaha penyedia angkutan pekerja. Di samping persyaratan yang berlaku untuk pemborongan pekerjaan, perusahaan penyediaan
jasa pekerja bertanggung jawab dalam hal perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
Pasal 50 undang-undang ketenagakerjaan menegaskan bahwa : “hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerjaburuh. Pasal diatas
menetapkan pentingnya perjanjian kerja sebagai dasar mengikatnya suatu hubungan hukum yaitu hubungan kerja, dengan kata lain untuk mengatakan ada tidaknya suatu hubungan kerja
maka maka landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja. Perjanjian kerja dibuat dengan memperhatikan syarat sahnya perjanjian, syarat ini
telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Ketenagakerjaan pada pasal 52 ayat 1 yaitu :
1. Kesepakatan kedua belah pihak
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akibat hukum yang sah adalah perjanjian itu mengikat para pihak layaknya UU.
Jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian tersebut yang berakibat merugikan pihak lain maka disebut wanprestasi.
Sebelum berlakunya Kepmenaker No.19 tahun 2012 Peraturan lain terkait pelaksana perjanjian penyedia jasa pekerja buruh diatur lebih lanjut dalam Keputusan
Menakertrans Keputusan Menakertrans No. 220 Tahun 2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, dimana dalam
Keputusan tersebut perjanjian kerja terdapat dalam pasal 5 yakni “setiap perjanjian pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak
pekerjaburuh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perunndang- undangan” ,
Dalam Keputusan Menakertrans No. 101 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa PekerjaBuruh diatur dalam pasal 4 yakni sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberian pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-
kurangnya memuat : a.
Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerjaburuh dari perusahaan jasa b.
Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa
dengan pekerjaburuh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja dan perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja buruh
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa buruh bersedia menerima pekerja
diperusahaan penyedia jasa pekerjaburuh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerja yang terus menerus ada diperusahaan pemberi kerja dalam dalam hal
terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja buruh.
Selanjutnya dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa : “perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupatenkota tempat perusahan penyedia jasa pekerjaburuh melaksanakan pekerjaan”.
Sejak Permenakertrans No. 19 tahun 2012 resmi diberlakukan, hal ini yang membuat dua peraturan menteri yang lain sebelumnya menjadi tidak berlaku. Yaitu Keputusan
Menakertrans No 220 Tahun 2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain dan Keputusan Menakertrans No 101 Tahun 2004 tentang
Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa PekerjaBuruh. Dimana Permen No 19 ini ternyata banyak mengubah pengaturan soal syarat dan tata-cara penyerahan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lain yang diatur dalam Kepmen 220 dan Kepmen 101. Secara umum, Permen No 19 ini terlihat lebih memperketat keberadaaan perusahaan outsourcing.
Sebelumnya, untuk mengingatkan, UU Ketenagakerjaan membedakan mekanisme penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi dua cara. Pertama, dengan
pemborongan pekerjaan. Dan kedua adalah lewat penyediaan jasa pekerjaburuh. Dalam praktik, cara yang kedua yang biasa dikenal dengan outsourcing. Sebut saja soal syarat
bentuk badan hukum perusahaan outsourcing. Bila Kepmen 101 menyatakan perseroan terbatas PT dan koperasi boleh dipilih sebagai bentuk badan hukum perusahaan
outsourcing, tidak demikian dengan Permen No 19 yang hanya membolehkan perusahaan outsourcing berbentuk PT. Boleh jadi, koperasi memang tidak layak menjadi pelaku
outsourcing. Masih soal ‘baju perusahaan’, Permen No 19 ini juga bakal melarang
Universitas Sumatera Utara
perusahaan pemborong pekerjaan yang tidak berbadan hukum. Berbeda dengan Kepmen 220 yang masih memberikan keleluasaan kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum
sepanjang bergerak di bidang pengadaan barang, atau jasa pemeliharaan dan perbaikan. Hal lain yang diatur dalam Permen No 19 ini adalah kewajiban mendaftarkan perjanjian
pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja kepada instansi ketenagakerjaan setempat. Praktik sebelumnya, kewajiban pendaftaran ini hanya berlaku untuk penyediaan
jasa pekerja. Perbedaan lain yang mencolok adalah soal izin operasional perusahaan penyedia jasa
pekerja. Kepmen 101 menyatakan izin operasional diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan berlaku di seluruh Indonesia. Sedangkan Permen No 19 hanya tiga tahun dan hanya
berlaku di satu provinsi. Untuk melindungi pekerja outsourcing, Permen ini juga mencantumkan hak apa saja dari pekerja outsourcing yang harus dipenuhi oleh perusahaan
penyedia jasa. Semisal hak cuti, jaminan sosial, tunjangan hari raya, hingga hak mendapatkan ganti rugi bila diputuskan hubungan kerjanya oleh perusahaan outsourcing.
Surat Edaran Menakertans No: SE.04MENVIII2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, Mengatur lebih lanjut mengenai perjanjian penyedia jasa pekerja buruh. Dalam Surat Edaran ini ketentuan tentang persayaratan
perjanjian penyedia jasa pekerjaburuh adalah 1.
Perjanjian penyediaan jasa pekerjaburuh dibuat secara tertulis. 2.
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi, meliputi: a. usaha pelayanan kebersihan cleaning service;
b. usaha penyediaan makanan bagi pekerjaburuh catering; c. usaha tenaga pengaman securitysatuan pengamanan;
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerjaburuh.
3. Perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh di larang menyerahkan pelaksanaan sebagian
atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikannya kepada perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Memuat jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerjaburuh dariperusahaan
penyedia jasa pekerjaburuh. 5.
Memuat penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh bersedia menerima pekerjaburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh sebelumnya
untuk jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh.
6. Memuat penjelasan mengenai hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa
pekerjaburuh dengan pekerjaburuh berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu PKWTT.
Dalam hal Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu PKWTT, maka :
a. perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh mencatatkan perjanjian kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh dengan pekerjaburuhnya kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pekerjaan dilaksanakan ; b. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota meneliti isi
perjanjian kerja, meliputi: 1 jaminan kelangsungan bekerja;
2 jaminan terpenuhinya hak-hak pekerjaburuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan, yaitu:
a hak atas cuti apabila telah memenuhi syarat masa kerja; b hak atas jaminan sosial;
c hak atas tunjangan hari raya; d hak istirahat paling singkat 1 satu hari dalam 1 satu minggu;
e hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir bukan karena kesalahan
pekerja; f hak atas penyesuaian upah yang diperhitungkan dari akumulasi masa kerja yang telah
dilalui; dan g hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan danatau perjanjian
kerja sebelumnya. 3 jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa
pekerjaburuh untuk menetapkan upah. Untuk itu perusahaan perlu membuat skala upah yang disesuaikan dengan masa kerja pekerjaburuh.
Universitas Sumatera Utara
c. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota mengeluarkan bukti pencatatan perjanjian kerja tersebut.
Dalam Surat Edaran ini, setelah seluruh persyaratan perjanjian penyediaan jasa pekerjaburuh ini dilaksanakan, maka :
a. perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh mendaftarkan perjanjian penyediaan jasa pekerjaburuh kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupatenkota tempat pekerjaan dilaksanakan. b. berdasarkan pengajuan tersebut, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupatenkota meneliti isi perjanjian penyedia jasa pekerjaburuh, meliputi: 1 kelengkapan persyaratan perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas PT.
2 jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerjaburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh;
3 penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh bersedia menerima pekerjaburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh sebelumnya untuk jenis
pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh; dan
4 hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh dengan pekerjaburuh yang dipekerjakannya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu. c. apabila telah memenuhi persyaratan, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran perjanjian penyedia jasa pekerjaburuh .
d. Apabila tidak memenuhi persyaratan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pekerjaan dilaksanakan dapat menolak pendaftaran .
Dari sisi isisubstansi, Permen No 19 tahun 2012 ini banyak mengubah dan mengatur hal-hal yang sebelumnya tidak ada antara lain
16
a. pengaturan soal syarat dan tata-cara penyerahan sebagian pekerjaan kepada
perusahaan lain sebagaimana pernah diatur dalam Kepmen 220 dan Kepmen 101. :
16
Agusmidah, Makalah, Analisis Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 19 tahun 2012.Tentang Syarat- SyaraPenyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, Makalah dipresentasikan dalam
Pertemuan Komite Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Dinas Tenaga Kerja Prov. Sumut, pada Jumat, 21 Desember 2012, Hotel Mulia Medan hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
b. syarat bentuk badan hukum perusahaan outsourcing. Bila Kepmen 101 menyatakan
perseroan terbatas PT dan koperasi boleh dipilih sebagai bentuk badan hukum perusahaan outsourcing, tidak demikian dengan Permen No 19 yang hanya
membolehkan perusahaan outsourcing berbentuk PT. c.
Permenakertrans No 19 ini juga bakal melarang perusahaan pemborong pekerjaan yang tidak berbadan hukum. Berbeda dengan Kepmen 220 yang masih
memberikan keleluasaan kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum sepanjang bergerak di bidang pengadaan barang, atau jasa pemeliharaan dan perbaikan.
d. Permenakertrans No. 19 memuat kewajiban mendaftarkan perjanjian pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja kepada instansi ketenagakerjaan setempat. Praktik sebelumnya, kewajiban pendaftaran ini hanya berlaku untuk penyediaan
jasa pekerja. e.
izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja. Kepmen 101 menyatakan izin operasional diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan berlaku di seluruh
Indonesia. Sedangkan Permen No 19 hanya tiga tahun dan hanya berlaku di satu provinsi.
f. Permenakertrans No. 19 tahun 2012 juga mencantumkan hak apa saja dari pekerja
outsourcing yang harus dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa, meliputi hak cuti, jaminan sosial, tunjangan hari raya, dan hak mendapatkan ganti rugi bila
diputuskan hubungan kerjanya oleh perusahaan outsourcing. g.
Perusahaan pemberi pekerjaan melaporkan jenis kegiatan yang akan diborongkan kepada instansi di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota
h. Pemborongan pekerjaan itu dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan yang
bersifat penunjang dan dalam pelaksanaannya akan mensyaratkan adanya pembuatan alur proses pelaksanaan pekerjaan oleh asosiasi sektor usaha.
i. Penegasan jenis kerja yang dapat di outsourcing yaitulima jenis pekerjaan: usaha
pelayanan kebersihan, penyediaan makanan bagi pekerja, usaha tenaga pengamansecurity, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta
penyediaan angkutan bagi pekerjaburuh. j.
Perusahaan yang menempatkan pekerjaburuh perusahaan outsourcing dapat dikenai sanksi berupa beralihnya status pekerjaburuh yang ditempatkannya dari
PKWT menjadi PKWTT apabila perlindungan kerja tidak dicantumkan dalam perjanjian waktu tertentu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
k. Dibuka kesempatan bagi pekerjaburuh yang tidak memperoleh jaminan
kelangsungan bekerja, maka pekerjaburuh dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
l. Digunakannya prinsip dialihkannya tanggungjawab perlindungan pekerja pada
perusahaan pemborongan kerja yang baru.
C. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan