3 Pemakai Sistem Pakar Perancangan Sistem Pakar Tes Eq (Emotional Quotient) Untuk Mengetahui Aspek Kepribadian Dengan Metode Forward Chaining

4. Sulit dikembangkan. Hal ini tentu saja karena ketersediaan pakar masih sedikit di bidangnya. 5. Sistem pakar tidak 100 bernilai benar.

2.4. 3 Pemakai Sistem Pakar

Melalui sistem pakar, sistem melakukan ekstraksi informasi tambahan dari user dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan permasalahan selama berkonsultasi. Sistem pakar biasanya digunakan oleh: 1. Orang awam yang bukan pakar untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. 2. Seorang asisten yang berkemampuan seperti seorang pakar. Sistem pakar merupakan program yang dapat menggantikan keberadaan seorang pakar. Alasan mendasar mengapa sistem pakar dikembangkan untuk menggantikan seorang pakar: a. Dapat menyediakan kepakaran setiap waktu di berbagai lokasi. b. Secara otomatis mengerjakan tugas-tugas rutin yang membutuhkan seorang pakar. c. Seorang pakar akan pensiun atau pergi. d. Menghadirkanmenggunakan jasa seseorang pakar memerlukan biaya yang mahal. e. Kepakaran dibutuhkan juga pada lingkungan yang tidak bersahabat hostile environment.

2.4.4 Ciri-ciri Sistem Pakar:

Adapun ciri-ciri sistem pakar, antara lain: 1. Terbatas pada bidang yang spesifik. 2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti. 3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami. 4. Berdasarkan pada rule atau kaidah tertentu. 5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap. 6. Output nya bersifat nasihat atau anjuran. Universitas Sumatera Utara 7. Output tergantung dari dialog dengan user. 8. Knowledge base dan inference engine terpisah. Umumnya sistem pakar diharapkan untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut Bratko, 1990: 1. Penyelesaian masalah, kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan tepat pada domain yang spesifik dengan informasi yang terbatas dan diperlukan tidak harus lengkap. 2. Berinteraksi dengan user, sistem pakar harus dapat berinteraksi dengan user dan menjelaskan suatu sistem dan kesimpulan-kesimpulan selama dan setelah proses penyelesaian masalah. Dengan fungsi-fungsi sistem pakar tersebut, diharapkan sistem pakar dapat menggantikan keahlian dari seorang pakar pada domain yang sama. Karena pada kenyataannya, kemampuan kerja seorang ahlipun dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya perasaan pakar tersebut, kondisi pakar tersebut labil atau tidak, tingkat emosi pakar, dan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pakar, berbeda dengan sistem pakar yang bekerja pada kemampuan kerja yang terus konsisten, dimana pada beberapa kasus dapat diselesaikan lebih cepat oleh sistem pakar itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sistem pakar lebih unggul dibandingkan pakar itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena pada sistem pakar ada kemungkinan salah menemukan kesimpulan yang dihasilkan meskipun data-data yang diberikan adalah valid. Berikut ini adalah salah satu contoh kesalahan pada sistem pakar, misalnya untuk sistem pakar yang digunakan untuk mengidentifikasikan binatang. Setelah sistem pakar melakukan konsultasi dengan userpemakai, didapatkan data berwarna putih, dapat bergerak, harus mendapatkan energi dari luar, mempunyai gigi, dan moncong. Ternyata yang diidentifikasikan oleh sistem pakar adalah sebuah mobil sedan yang berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa dalah sistem pakar tersebut di atas masih ditemukan adanya kesalahan. Yang diketahui oleh sistem pakar ini adalah mengolah data-data yang telah ada sehingga menghasilkan suatu konklusi. Konklusi ini terlepas dari sesuai dari kenyataan atau tidak. Beberapa keunggulan dan kelemahan sistem pakar dibandingkan seorang ahli dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Perbandingan antara Sistem Pakar dan Ahli Iskandar, 1998 Faktor Sistem Pakar Ahli Kemampuan mengenali bidang permasalahan Tidak Ya Kemungkinan lupa atau salah perhitungan Tidak mungkin terjadi Mungkin terjadi Lebih bijaksana dengan keadaan lapangan Tidak Ya Biaya Relatif rendah Tinggi Ketersediaan waktu Setiap waktu Jam kerja Unjuk kerja Konsisten Tergantung keadaan Tempat berada Di mana saja Lokal Kecepatan penyelesaian Konsisten Tergantung keadaan

2.4.5 Kategori Sistem Pakar

Berdasarkan tujuan pembuatannya, sistem pakar dikategorikan menjadi: 1. Interpretasi Interpreting Dengan tujuan menganalisa data yang tidak lengkap, tidak teratur dan data yang kontradiktif yang biasanya diperoleh melalui sensor. Contoh: analisis citra. 2. Prediksi Predicting Dengan tujuan untuk memberikan kesimpulan mengenai akibat atau efek yang mungkin terjadi dari sejumlah alternatif situasi yang diberikan. Contoh: financial forecasting. 3. Diagnosa Diagnosing Dengan tujuan untuk melakukan diagnosa yang menentukan sebab-sebab gagalnya suatu sistem dalam situasi kompleks yang didasarkan pada pengamatan terhadap gejala-gejala yang diamati. Prinsipnya adalah untuk menemukan apa masalah atau kerusakan yang terjadi. Contoh: computer troubleshooting. Universitas Sumatera Utara 4. Desain Designing Dengan tujuan untuk menentukan konfigurasi yang cocok dari komponen-komponen yang ada pada sebuah sistem sehingga diperoleh kemampuan kerja yang memuaskan walaupun terdapat keterbatasan di dalamnya. Contoh: layout circuit. 5. Perencanaan Planning Dengan tujuan untuk mendapatkan tahapan secara urut dari tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sebelumnya dari suatu kondisi awal tertentu. Contoh: lengan robot yang dapat memindahkan lima blok dengan susunan tertentu dari susunan asal yang acak. 6. Pengamatan Monitoring Dengan tujuan membandingkan perilaku yang diamati dalam suatu sistem dengan perilaku yang diharapkan untuk mengenal variasi perilaku yang terdapat di dalamnya. Contoh: control instalasi nuklir. 7. Pelacakan dan Perbaikan Debugging and Repairing Dengan tujuan untuk menentukan dan melakukan perbaikan pada kegagalan suatu sistem. Contoh: tahap uji coba software computer 8. Instruksi Instructing Dengan tujuan untuk mendeteksi dan memperbaiki kekurangan perilaku siswa dalam memahami bidang informasi tertentu. Contoh: program tutorial. 9. Kontrol Controlling Dengan tujuan untuk mengatur perilaku kerja sistem dalam suatu lingkungan yang kompleks, termasuk di dalamnya adalah penafsiran, perkiraan, pengawasan dan perbaikan perilaku kerja sistem tersebut. Contoh: control terhadap proses manufacturing lengkap. 10. Klasifikasi Classifying Dengan tujuan menentukan kriteria dari sejumlah kategori yang diberikan. Contoh: menentukan bidang pekerjaan yang cocok untuk seorang calon pegawai.

2.4.6 Tiga Unsur Manusia dalam Sistem Pakar

Unsur manusia yang berpartisipasi dalam pengembangan dan pemakaian sistem pakar: 1. Domain Expert Mendefinisikan apakah yang dimaksud dengan pakar itu adalah sangat sulit. Dimana masalahnya adalah berapa banyak keahlian yang harus dimiliki seseorang sebelum dapat Universitas Sumatera Utara dikualifikasikan sebagai seorang pakar. Pakar adalah seorang yang mempunyai pengetahuan khusus, pendapat, keahlian dan metode serta kemampuan menggunakannya di dalam memberikan nasehat untuk memecahkan suatu masalah. Tugas dari para pakar ini adalah menyediakan pengetahuan bagaimana dia melaksanakan tugasnya, pengetahuan ini kemudian diserap dan diduplikasikan ke sistem pakar. Karakteristik sistem pakar: a. Saling berkomunikasi dengan pakar-pakar lain b. Menyelesaikan masalah secara cepat dan akurat c. Menjabarkan apa dan bagaimana mereka melakukannya d. Merubah sudut pandang agar dapat disesuaikan dengan persoalan e. Mampu membagikan pengetahuan f. Mempertimbangkan apakah kesimpulan yang dihasilkan sudah benar g. Belajar dari pengalaman Keahlian expertise pakar dapat diperoleh dari training, membaca atau dari praktekpengalaman. Untuk pakar yang ingin menambah keahlian, sistem pakar bertindak sebagai kolega atau teman sejawat. 2. Knowledge Engineer Knowledge engineer adalah pihak yang membuat sistem pakar. Knowledge engineer ini bertugas untuk menyerap dan mengambil pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki oleh para pakar serta mengimplementasikannya ke dalam sebuah software sistem pakar. Tugas ini cukup sulit karena seorang knowledge engineer tidak boleh memasukkan perkiraan atau perasaannya ke dalam pengetahuan yang diperolehnya. Di samping itu, knowledge engineer juga harus pandai memperoleh informasipengetahuan pakar karena kadangkala seorang pakar tidak dapat menjelaskan semua keahliannya. 3. User Pemakai adalah pihak yang mempergunakan sistem pakar. Kemampuan sistem pakar dikembangkan untuk mempermudah dan menghemat waktu dan usaha user. Universitas Sumatera Utara

2.4.7 Arsitektur Sistem Pakar

Saat seorang pakar memberikan penyelesaian dari suatu masalah, pakar mendapatkan fakta tentang masalah tersebut dan menyimpannya, kemudian pakar berusaha menganalisa masalah tersebut dengan cara mencocokkan fakta yang di dapat dengan pengetahuan yang pernah di dapatkannya. Dengan proses ini maka seorang pakar dapat mengambil suatu kesimpulan dan konklusi dari permasalahan tersebut. Secara garis besar user interface berperan sebagai bagian yang menangani input program, inference engine yang mempunyai peranan untuk mengambil keputusan berdasarkan basis pengetahuan yang ada. Antara user interface dan inference engine terjalin hubungan dua arah, hubungan ini terjadi saat proses dialog selama tanya jawab berlangsung. Pada bagian learning juga memiliki hubungan dua arah. Hal ini terjadi karena learning memerlukan inference engine untuk menambah pengetahuan baru yang di dapat. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai arsitektur sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Pakar Gunawan, 2001 Keterangan: 1. Knowledge base adalah representasi pengetahuan dari seorang atau beberapa pakar yang diperlukan untuk memahami, memformulasikan dan memecahkan masalah. Dalam hal ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi pada komputer. Knowledge base ini terdiri dari dua elemen dasar, yaitu fakta dan rules. 2. Inference engine merupakan otak dari sistem pakar yang mengandung mekanisme fungsi berpikir dan pola-pola penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar. Mekanisme ini yang menganalisa suatu masalah tertentu dan kemudian mencari solusi atau kesimpulan yang terbaik. 3. Explanation subsystem memberikan penjelasan saat mana user mengetahui apakah alasan yang diberikan sebuah solusi. Bagian ini yang secara konkrit membedakan sistem pakar Universitas Sumatera Utara dengan sistem aplikasi biasa. Pada bagian ini terdapat informasi tambahan mengapa dan darimana sebuah solusi diperoleh. 4. User interface merupakan pengendali input output dengan user atau sebagai sarana komunikasi antara user dengan sistem pakar tersebut. 5. Knowledge base editor merupakan bagian yang digunakan untuk menambah, menghapus atau memperbaiki basis pengetahuan. 6. Learning adalah suatu proses belajar dari suatu sistem pakar bila sistem pakar tersebut tidak menemukan solusi. 7. Certainty factor merupakan faktor keyakinan dari jawaban user.

2.4.7.1 Basis PengetahuanKnowledge Base

Basis pengetahuanknowledge base adalah suatu representasi pengetahuan oleh seseorang maupun oleh beberapa pakar yang dibutuhkan untuk memahami, menjelaskan, memformulasikan dan memecahkan permasalahan. Selain itu, knowledge base ini memiliki pengertian lain, yaitu informasi atau pengetahuan yang dijadikan sumber segala pengetahuan dari suatu sistem pakar. Sumber pengetahuan diperoleh dari berbagai macam cara, bisa berasal dari buku, literatur, aturan-aturan tertentu, artikel, pengalaman pakar ataupun pengalaman knowledge engine yang biasanya digunakan untuk memecahkan sebuah masalah. Knowledge base ini terdiri dari dua elemen dasar yaitu: special heuristic atau rule merupakan informasi tentang situasi tentang cara bagaimana membangkitkan fakta baru dari fakta yang sudah diketahui dan fakta yang berupa informasi tentang situasi permasalahan, teori dan area permasalahan, teori dan area permasalahan atau informasi tentang objek. Knowledge base atau basis pengetahuan merupakan sesuatu yang paling vital dari suatu sistem pakar karena keahlian para pakar disimpan di dalamnya.

2.4.7.2 Database

Bagian penting sistem pakar lainnya adalah database yang kadang-kadang disebut database global karena merupakan rangkaian informasi yang luas tentang status saat ini dari permasalahan yang sedang diselesaikan. Database merupakan bagian memori kerja dimana status proses pemecahan masalah disimpan. Database disebut basis fakta karena mencatat Universitas Sumatera Utara fakta-fakta suatu masalah. Awalnya, fakta-fakta yang sudah diketahui disimpan di basis, lalu ditambah fakta baru yang diperoleh dari proses inferensi.

2.4.7.3 Mesin Inferensi

Mesin inferensi inference engine merupakan pusat pengambilan keputusan pada sistem pakar dengan penyesuaian fakta-fakta pada memori dengan basis pengetahuan untuk mendapatkan kesimpulan dan jawaban dari permasalahan. Yang merupakan otak dan pemikir dari suatu sistem pakar adalah inference engine. Dalam inference engine ini dilakukan suatu penalaran yang dilandasi oleh basis pengetahuan didapat dari pakar yang dimiliki sistem sehingga menghasilkan sebuah keputusan. Proses penalaran ada dua macam dan biasanya lebih disebut dengan proses chaining.

2.4.7.4 Metode Inferensi

Metode inferensi ada dua, yaitu runut maju forward chaining dan runut balik backward chaining. Kedua metode ini mempunyai daya guna tersendiri, semua tergantung dari kondisi permasalahan yang dihadapi dan basis pengetahuan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua proses chaining tersebut:

2.4.7.4.1 Runut Maju Forward Chaining

Runut maju merupakan strategi pencarian yang memulai proses pencarian dari sekumpulan data atau fakta, dari data-data tersebut dicari suatu kesimpulan yang menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan yang premisnya sesuai dengan data-data tersebut, kemudian dari kaidah-kaidah tersebut diperoleh suatu kesimpulan. Runut maju memulai proses pencarian dengan data sehingga strategi ini disebut juga data-driven Sangirta, 2009. Universitas Sumatera Utara Metode inferensi runut maju cocok digunakan untuk menangani masalah pengendalian controlling dan peramalan prognosis Giarattano dan Riley, 1994. Metode inferensi ini yang akan digunakan dalam sistem pakar yang akan dibangun dengan contoh penalaran seperti pada Tabel 2.2 sebagai berikut : Tabel 2.2 Contoh Aturan penalaran Forward Chaining Kusumadewi, 2003 No. Aturan R-1 IF A B THEN C R-2 IF C THEN D R-3 IF A E THEN F R-4 IF A THEN G R-5 IF F G THEN D R-6 IF G E THEN H R-7 IF C H THEN I R-8 IF I A THEN J R-9 IF G THEN J R-10 IF J THEN K Pada Tabel 2.2 terlihat ada 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan. Fakta awal yang diberikan hanya: A dan E artinya : A dan E bernilai benar. Ingin dibuktikan apakah K bernilai benar hipotesis K ? Langkah-langkah inferensi adalah sebagai berikut : 1. Dimulai dari R-1, A merupakan fakta sehingga bernilai benar, sedangkan B belum bisa diketahui kebenarannya, sehingga C pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-2. 2. Pada R-2 kita tidak mengetahui informasi apapun tentang C, sehingga kita juga tidak bisa memastikan kebenaran D. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-3. 3. Pada R-3, baik A maupun E adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian F sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu F. Universitas Sumatera Utara Karena F bukan hipotesis yang hendak kita buktikan maka penelusuran kita lanjutkan ke R-4. 4. Pada R-4, A adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu G. Karena G bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-5. 5. Pada R-5, baik F maupun G bernilai benar berdasarkan aturan R-3, dan R-4. Dengan demikian G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu D. Karena D bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-6. 6. Pada R-6, baik A maupun G adalah benar berdasarkan fakta dari R-4. Dengan demikian H sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu H. Karena H bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-7. 7. Pada R-7, meskipun H benar berdasarkan R-6, namun kita tidak tahu kebenaran C sehingga, I pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-7 ini. Sehingga kita menuju ke R-8. 8. Pada R-8, meskipun A benar karena fakta, namun kita tidak tahu kebenaran I, sehingga J pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-8 ini. Sehingga kita menuju ke R-9. 9. Pada R-9, J bernilai benar karena G benar berdasarkan R-4. Karena J bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-10. 10. Pada R-10, K bernilai benar karena J benar berdasarkan R-9. Karena H sudah merupakan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka terbukti bahwa K adalah benar. Universitas Sumatera Utara Tabel munculnya fakta baru pada saat inferensi terlihat pada Tabel 2.3. sedangkan alur inferensi terlihat pada Gambar 2.3. Tabel 2.3. Fakta baru pada saat inferensi Kusumadewi, 2003 Aturan Fakta Baru R-3 F R-4 G R-5 D R-6 H R-9 J R-10 K A E F G D J K H Fakta Fakta R3 R6 R5 R4 R9 R10 Gambar 2.3 Alur inferensi Forward Chaining Kusumadewi, 2003

2.4.7.4.2 Runut Balik Backward Chaining

Backward chaining adalah suatu strategi pengambilan keputusan dimulai dari pencarian solusi dari kesimpulan kemudian menulusuri fakta-fakta yang ada hingga menemukan solusi yang sesuai dengan fakta-fakta yang diberikan pengguna Kusrini, 2006. Metode Backward Chaining merupakan strategi pencarian yang arahnya kebalikan dari Forward Chaining. Proses pencarian dimulai dari tujuan, yaitu kesimpulan yang menjadi solusi permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan yang kesimpulannya merupakan solusi yang ingin dicapai, kemudian dari Universitas Sumatera Utara kaidah-kaidah yang diperoleh, masing-masing kesimpulan backward chaining jalur yang mengarah ke kesimpulan tersebut. Jika informasi-informasi atau nilai dari atribut-atribut yang mengarah ke kesimpulan tersebut sesuai dengan data yang diberikan maka kesimpulan tersebut merupakan solusi yang dicari, jika tidak sesuai maka kesimpulan tersebut bukan merupakan solusi yang dicari. Backward chaining memulai proses pencarian dengan suatu tujuan sehingga strategi ini disebut juga goal-driven. Seperti halnya pada pada Tabel 2.2 terlihat ada 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan. Fakta awal yang diberikan: A dan E artinya A dan E bernilai benar. Ingin dibuktikan apakah A dan E bernilai benar hipotesis hanya K?. Langkah-langkah inferensi adalah sebagai berikut : 1. Pertama-tama kita cari terlebih dahulu mulai dari R-1, aturan yang mana memiliki konsekuen K. Ternyata setelah ditelusur, aturan dengan konsekuen K baru ditemukan pada R-10. Untuk membuktikan bahwa K benar maka perlu dibuktikan bahwa J benar. 2. Kita cari aturan yang memiliki konsekuen J. Kita mulai dari R-1, ternyata kita baru akan menemukan aturan dengan konsekuen J pada R-8. Untuk membuktikan bahwa J benar maka perlu dibuktikan bahwa I dan A benar. Untuk membuktikan kebenaran I, kita perlu cari aturan dengan konsekuen I, ternyata ada di R-7. 3. Untuk membuktikan bahwa I benar di R-7, kita perlu buktikan bahwa C dan H benar. Untuk itu kita pun perlu mencari aturan dengan konsekuen C dan ada di R-1. 4. Untuk membuktikan C benar di R-1, kita perlu buktikan bahwa A dan B benar. A jelas benar karena A merupakan fakta. Sedangkan B kita tidak bisa membuktikan kebenarannya, karena selain bukan fakta, di dalam basis pengetahuan juga tidak ada aturan dengan konsekuen B. Dengan demikian maka dari penalaran ini kita tidak bisa buktikan kebenaran dari hipotesis K. Namun demikian, kita masih punya alternatif lain untuk melakukan penalaran. 5. Kita lakukan backtracking. Kita ulangi lagi dengan pembuktian kebenaran C dengan mencari aturan lain dengan konsekuensi C. Ternyata tidak ditemukan. 6. Kita lakukan backtracking lagi dengan mencari aturan dengan konsekuen I, ternyata juga tidak ada. Universitas Sumatera Utara 7. Kita lakukan backtracking lagi dengan mencari aturan dengan konsekuen J, ternyata kita temukan pada R-9. Sehingga kita perlu buktikan kebenaran G. 8. Kita mendapatkan R-4 dengan konsekuen G. Kita perlu buktikan kebenaran A. karena A adalah fakta, maka terbukti bahwa G benar. Dengan demikian berdasarkan penalaran ini bisa dibuktikan bahwa K bernilai benar. 9. Berikutnya kita akan membuktikan kebenaran E, pertama-tama kita cari aturan yang memiliki konsekuensi K, ternyata konsekuensi K ditemukan pada R-10. Untuk membuktikan K benar maka perlu dibuktikan bahwa J benar. 10. Kita lihat pada aturan R-8, jika konsekuensi J benar maka I dan A adalah benar, karena A adalah fakta. 11. Kemudian kita lihat aturan R-7, jika konsekuensi I benar maka C dan H adalah benar. 12. Jika H terbukti benar maka kita lihat aturan R-6, kita perlu buktikan kebenaran E, karena E adalah fakta maka G terbukti benar. Dengan demikian berdasarkan penalaran ini bisa dibuktikan bahwa K bernilai benar. Alur inferensi dapat dilihat pada Gambar 2.4. berikut ini : K J I C A A H B R1 Fakta Tidak diketahui R7 R8 R10 a Pertama: Gagal K J G A R10 R4 R9 Fakta b Kedua: Sukses Gambar 2.4 Alur Inferensi Backward Chaining Kusumadewi, 2003 Universitas Sumatera Utara BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

3.1 Analisis