kebahagiaan akhirat. Untuk itu, Allah Swt mengajarkan kepada hamba-hambanya supaya tidak bermalas-malasan dalam
beribadah. Namun pada saat yang sama, manusia juga dianjurkan bersikap imbang dalam urusan ibadah. Rasulullah Saw bersabda,
Agama ini sangat kuat dan tangguh. Untuk itu, bersabarlah dan janganlah memaksa diri beribadah kepada Allah Swt dengan
ketidaksukaan. http:indoforum.orgshowthread.php Novel Elizabeth Gilbert berjudul EAT PRAY LOVE ini adalah
novel yang populer dimasyarakat. Karena realitas yang diceritakan dalam novel ini, sering muncul seiring dengan perkembangan
masyarakat perkotaan mengenai keseimbangan hidup seseorang. Novel ini adalah novel Best Seller yang terjual mencapai 10 juta
eksemplar. www.surabayapost.co.id Dari latar belakang permasalahan di atas, akhirnya peneliti
mengambil judul “Representasi Keseimbangan Hidup Dalam Novel Elizabeth Gilbert Berjudul EAT PRAY LOVE “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah: Bagaimana representasi keseimbangan
hidup dalam novel Elizabeth Gilbert berjudul EAT PRAY LOVE ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana Elizabeth Gilbert membangun keseimbangan antara kegembiraan
duniawi dan surgawi, dengan ”Representasi Keseimbangan Hidup Dalam Novel Elizabeth Gilbert Berjudul EAT PRAY LOVE”.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seseorang. Bahwa diantara Makan, Doa, Cinta dapat
menggambarkan sesuatu yang dapat terjadi dalam diri seseorang ketika seseorang mengklaim bertanggung jawab
atas kebahagiaan dirinya sendiri. Sehingga Makan, Doa, Cinta membuat peneliti merasa penting untuk mengetahui
penggambaran keseimbangan hidup yang di representasikan dalam Novel Elizabeth Gilbert Berjudul EAT PRAY LOVE.
1.4.2 Secara Praktis
Penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan pada masyarakat akan pemaknaan keseimbangan hidup dalam
Novel Elizabeth Gilbert Berjudul EAT PRAY LOVE. Serta menjadi bahan masukan pada pembaca novel tersebut.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karya Sastra Novel Sebagi Media Komunikasi Massa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel
merupakan hasil karya naratif dan fiksi yang bukan menyajikan kenyataan di dunia ini tetapi perlambangan atau model dari
kenyataan itu, wujud dari perlambangan itu berupa kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi sekaligus untuk
merasakan dan berfikir tentang realitas yang tergantikan oleh kata-kata tersebut.
Menurut Ducan dalam Ratna 2003:142, karya sastra sebagi proses komunikasi menyediakan pemahaman yang
sangat luas. Dalam sebuah karya sastra terkandung bentuk- bentuk ideal komunikasi, karena karya sastra menyajikan
pengalaman dalam kualitas antar hubungan. Dalam suatu karya sastra, hubungan antara pengarang
dan pembaca mesti dipahami dengan hubungan yang bermakna, sebagai pola-pola hubungan yang terbuka dan
produktif dengan implikasi sosial, bukan sebagai kausalitas yang berbentuk tunggal dan linier. Karya sastra khususnya
novel, dengan peralatan formalnya, makin lama makin
11
dirasakan sebagai aktivitas yang benar-benar memiliki fungsi integral dalam struktur sosial. Ratna, 2003:134
2.1.2 Representasi
Chris Barker
menyebutkan bahwa Representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies. Representasi
sendiri dimaknai sebagai bagaiman dunia dikostruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita didalam
pemaknaan tertentu. Cultural studies memfokuskan diri kepada bagaimana proses pemaknaan representasi itu sendiri. Barker,
2006:9 Representasi adalah elemen-elemen yang ditandakan
secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Elemen-elemen
tersebut diStransmisikan kedalam kode representasional yang memasukkan diantara bagaimana objek digambarkan :
karakter, narasi, setting, dialog, dan sebagainya. Eriyanto, 2001 115
Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga berarti proses
perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk- bentuk konkret.
Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial. Pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia :
dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas representasi merupakan produksi makna melalui
bahasa. http:kunci.or.idesainws04representasi.htm. Menurut Stuart Hall 1997, representasi merupakan salah
satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudaan
menyangkut “pengalaman berbagi”. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia
yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara bahasa yang
sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. http:kunci.or.idesainws04representasi.htm.
Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang “sesuatu”
yang ada dikepala kita masing-masing peta konseptual. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak.
Kedua, “bahasa” yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita
dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dan simbol-simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi
antara sesuatu dengan sistem “peta konseptual” dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mereprasentasikan konsep-
konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu”, “peta konseptual” dan “bahasasimbol” adalah jantung dari produksi
makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan
representasi. Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada
pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Intinya adalah: makna
tidak inheren dalam sesuatu didunia ini, ia selalu dikonstruksikan diproduksi lewat representasi. Ia adalah hasil
dari praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu
2.1.3 Keseimbangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001, Keseimbangan berasal dari kata dasar “Imbang” yang artinya
setimbang ; sebanding ; sama. Keseimbangan adalah keadaan yang seimbang.
2.1.4 Keseimbangan Makan
Makan adalah kegiatan memasukkan makanan atau sesuatu ke dalam mulut untuk menyediakan nutrisi bagi
binatang dan makhluk hidup, dan juga energi untuk bergerak dan juga untuk pertumbuhan, yaitu dengan memakan
organisme. Makhluk karnivora memakan binatang, makhluk herbivora memakan tumbuhan, sedangkan omnivora memakan
keduanya. Foster, 2009:15 Makan adalah bahan, yang biasanya berasal dari hewan
atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk
memberikan tenaga dan nutrisi. Zaidan, 2005:24
Makan adalah salah satu kebutuhan pokok, setiap orang membutuhkan makanan termasuk minuman untuk
kelangsungan hidup manusia. Makanan sangat beragam jenisnya yang berbeda-beda dari bentuk, aroma, dan rasanya.
http:indonesia.siutao.comtetesankeseimbangan.php
Keseimbangan Makan adalah makanan yang bercita rasa
tinggi sesuai selera dan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dengan menjamin tersedianya zat-zat yang diperlukan tubuh
serta ekonimis. Tentunya untuk mendapatkan suatu masakan yang baik harus tersedia resep dimana yang terpenting dari
semua itu adalah adanya suatu keseimbangan yang terkontrol
dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang terbaik. http:indonesia.siutao.comtetesankeseimbangan.php
2.1.5 Keseimbangan Doa
Doa atau Meditasi adalah praktisi disiplin mental yang berusaha untuk mendapatkan refleksif berpikir yang
melampaui pikiran dalam keadaan yang lebih relaksasi atau kesadaran. Meditasi merupakan sebuah komponen dari banyak
agama, dan telah dipraktekkan sejak jaman dahulu. Hal ini juga dipraktekkan di luar tradisi keagamaan. Disiplin meditatif yang
berbeda-beda mencakup berbagai praktek-praktek spiritual atau psikofisik yang mungkin mempunyai tujuan yang berbeda-beda
dari pencapaian keadaan yang lebih tinggi dari kesadaran, untuk lebih menjadi lebih fokus, kreativitas atau kesadaran diri,
atau hanya kegiatan santai dalam kerangka untuk berpikir jernih. Dioma, 2002:6
Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih tinggi dengan tujuan untuk memperluhur
jiwa. Di dalam praktek yoga, meditasi sering dilakukan dengan cara mengulang-ulang di dalam hati suatu mantra tertentu,
yang telah diberkati dengan tenaga spiritual oleh seorang Guru. Dan dengan mengulang-ulang mantra tersebut, kekuatan
spiritual yang luhur dan suci akan hadir di dalam diri siswa meditasi untuk memurnikan jiwanya. Khrisnamurti, 1997:25
Dalam kebatinan Hindu, meditasi merupakan latihan pengendalian mental yang dipraktekkan melalui yoga. Yoga
adalah seorang bangsa India penganut agama Hindu yang mempunyai tujuan utama untuk melatih pikiran dan tubuh
sebagai satu keseluruhan. Untuk mencapai wawasan spiritual dan ketenangan yang dicapai melalui latihan serangkaian
postur khusus yang disebut asana, latihan pernafasan yang disebut pranayama, pengendalian mental melalui meditasi,
berbagai teknik pembersihan dalam, dan pengendalian serta memanipulasi suatu energi fundamental yang disebut prana.
Gandhi, 2007:63 Tujuan seseorang melakukan praktek yoga adalah untuk
mempersatukan ketiga unsur tersebut dan mencapai persatuan dengan “Sang Tuhan” atau “Pikiran Alam Semesta”. Dalam
meditasi yoga ada usaha untuk mencapai persatuan At-man dengan Brahman, antara diri self manusia kepada diri Alam.
Menurut Merta dalam Majalah Gatra, 7 Agustus 1999, hlm.26, pendiri Bali Usaha Meditasi, teknik meditasi ada dua.
Pertama meditasi kosentrasi, yang menerapkan teknik memfokuskan pikiran ke satu obyek, hingga terjadi penyatuan
dengan cara menyebut mantra-mantra tertentu, memandang
cahaya lilin, dan sebagainya. Dengan cara itu, muncullah kekuatan supranatural, sesuai dengan arah yang dikehendaki.
Kedua, meditasi kebijaksanaan, teknik untuk menghilangkan reaksi buruk didalam memori : keserakahan, kebencian, dan
kebodohan. Sehingga akhirnya seseorang menjadi orang yang baik, sesuai agama masing-masing.
http:www.yabina.orgartikel.htm
Keseimbangan Doa adalah bagian yang tidak tepisahkan
dari latihan untuk membangkitkan kekuatan batin dalam diri manusia dan yang ditujukan untuk mencari ketenangan hidup,
relaksasi, dan kelepasan. Dalam agama kebatinan patheismistik maupun yang mempercayai animisme dan
magisme, praktek meditasi atau yang sekarang diperhalus disebut kontemplasi atau kosentrasi, merupakan salah satu
cara populer untuk membangkitkan energi vitaltenaga hidup dalam diri manusia disamping cara lain seperti latihan
pernafasan dan gerakan tubuh. Untuk mengalami tenaga hidup sepenuhnya, seseorang harus mengendalikan pikiran dari
perasaan diri sendiri. Hal itu harus menguasai keterampilan menjernihkan pikiran dan berkosentrasi dengan cara
bermeditasi. http:azrl.wordpress.comhidup-seimbang
2.1.6 Keseimbangan Cinta
Dalam psikoanalisis, Sigmund Freud mengemukakan teori cinta yang membahas cinta seksual dimana objek cinta adalah
lawan jenis, ini semua merupakan objek-objek normal yang memiliki insting seksual. Semua jenis cinta lain misalnya cinta
diri, cinta familial, persahabatan dan cinta akan kemanusiaan, cinta terhadap objek konkrit maupun abstrak, dibentuk lewat
pengalihan objek normal atau rintang atau lewat penyimpangan dari tujuan normal. Santas, 2002:36
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang.
Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksikegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan
diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan
apapun yang diinginkan objek tersebut. Rosyadi, 2000:18
Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Penggunaan perkataan cinta juga
dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah seperti menurut tanggapan, fahaman dan penggunaan
di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeza. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin
berbeza daripada abad-abad yang lalu. http:id.wikipedia.orgwikiCinta
Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Menurut Erich Fromm, ada empat syarat untuk
mewujudkan cinta kasih, yaitu:Pengenalan, Tanggung jawab, Perhatian, Saling menghormati. Widianti, 2007:19
Cinta identik dengan ungkapan perasaan sayang, suka sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Ada yang mengatakan
cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan begitu indahnya hingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,
hanya bisa dirasakan. Tidak ada batasan yang jelas tentang arti cinta, oleh karena itu kita sering secara tidak sadar
berdialektika sendiri untuk menemukan arti cinta ynag sesungguhnya. Setiap orang mempunyai pemikiran dan
pendapat sendiri mengenai cinta, hal ini berkaitan dengan pengalaman, latar belakang dan tingkat kepekaan individu.
Keseimbangan cinta adalah bagaimana memberikan cinta kepada orang yang disayangi dan bagaimana orang yang
disayangi memberikan cintanya seimbang atau cukup untuk kita. Semua itu tergantung bagaimana kita menyikapinya. cinta
dapat berupa apa aja yang bisa membahagiakan pasangan kita. Variabel kontrolnya disini adalah perasaan bahagia dan
senang dari pasangan. Hal ini tidak harus kita menuruti kehendak pasangan kita, yang jelas disini adalah bagaimana
pasangan kita bisa merasakan kebahagiaan dan ketengan saat kita berada di sisinya dan satu lagi. Ini yang biasanya dilupakan
banyak pasangan. Dia atau pasangan kita juga harus tenang saat kita tidak berada disisinya karena dia yakin dan percaya
pada kita. http:ardlian.netkeseimbangan-cinta Keseimbangan cinta merupakan kunci kehidupan untuk
bahagia, namun hal yang lebih penting.
2.1.7 Keseimbangan Hidup
Pada dasarnya orang perlu hidup berdasarkan konsep yang dipilihnya. Dan pada umumnya, orang menetapkan tujuan
hidup, kemudian menjalankan kehidupan sehari-hari agar tujuan hidup bisa tercapai.
Kalau seseorang belum punya konsep, maka ada usul atau rekomendasi para ahli bahwa seseorang mengejar tiga aspek
tujuan hidup: a. Kualitas pribadi, agar aspek fisik, mental, dan spiritual
semakin bertumbuh istimewa. b. Aset sosial dan ekonomi, agar tidak miskin dan bergantung
pada orang lain.
c. Petualangan, hobby dan kesenangan, yang memberikan berbagai thrills dan surprises.
Jadi hidup yang seimbang adalah hidup yang mengejar tiga aspek ini secara seimbang. Pastikan anda mengalokasikan
hari-hari anda pada pencapaian ketiga aspek ini. http:azrl.wordpress.comhidup-seimbang
Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yaitu keadaan yang membedakan organisme makhluk
hidup dengan benda mati. http:id.wikipedia.orgwikiKehidupan
2.1.8 Semiologi Semiologi atau semiotika berakar dari studi klasik dan
skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. Akar namanya sendiri adalah “Semeion”, nampaknya diturunkan dari
kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simptomatologi dan diagnostik inferensial Sinha, 1988:3
dalam Kurniawan, 2001 :49 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upayah berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-
tengah manusia dan bersama-sama manusia. Sobur, 2004;15
Semiologi adalah ilmu tentang bentuk-bentuk, karena hal
itu mempelajari pertandaan terlepas dari kandungannya. Barthes, 2007 :299
Dalam devinisi Saussure Budiman, 1990:107, Semiologi
merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda ditengah masyarakat dan dengan demikian, menjadi bagian
dari displin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta
kaidah-kaidah yang mengaturnya Sobur, 2004:12 Sejak kemunculan Saussure dan Peirce, maka semiologi
menitikberatkan dirinya pada studi tentang tanda dan segala yang berkaitan tentang tanda dan segala yang berkaitan
dengannya. Meskipun semiotika Pierce masih ada kecenderungan meneruskan tradisi Skolastik yang mengarah
pada inferensi Pemikiran logis dan Saussure menekankan pada linguistik, pada kenyataanya semiologi juga membahas
signifikasi dan komunikasi yang terdapat dalam sistem tanda non linguistik. Sementara itu, bagi Barthes 1988:179
semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memakai hal-hal things. Kurniawan, 2001;53
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader.
Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan
keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara penjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai
sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh
paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem pertama. Sistem kedua ini oleh
Barthes desebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies- nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem
pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja
CobleyJansz,1999:
Gambar 2.1.4 Peta Tanda Roland Barthes
Dalam Konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua
bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaanya. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai
“mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan 1.signifier
Penanda 2. signified
petanda 3. denotative sign tanda denotative
4. conotative signifier penanda konotatif
5. conotative signified petanda konotatif
6. conotative sign tanda konotatif
pembenaran bagi nilai-nilai dominasi yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Sobur, 2004:69-71
Mitos, menurut Barthes 1993:109, adalah sebuah sistem komunikasi yang dengan demikian dia adalah sebuah pesan.
Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah objek, sebuah konsep, atau sebuah ide, karena mitos adalah sebuah
mode penandaan yakni sebuah bentuk. Mitos sebagai bentuk tidak dibatasi oleh obyek pesannya.
Suatu karya atau teks merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila tidak hendak menemukan maknanya, maka yang
dilakukan adalah rekonstruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tak lain adalah teks itu sendiri. Sebagai sebuah proyek
rekonstruksi, maka teks tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia atau satuan bacaan tertentu.
Leksia ini dapat berupa satu kata, beberapa kata, satu kalimat, beberapa kalimat, sebuah paragraf, atau beberapa paragraf.
Kurniawan, 2001:93 Lima Kode yang ditinjau Barthes adalah Lechte, 2001:196
Kode sebagai sistem makna luar yang lengkap sebagai acuan dari setiap tanda, menurut Barthes terdiri atas lima jenis : kode
hermeneutik kode teka-teki, kode semik makna konotatif, kode simbolik, kode proaretik logika tindakan, dan kode
gnomik atau kultural yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.
Pertama, kode hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi
pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam
narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian dalam cerita.
Kedua, kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca
menyusun tema suatu teks. Ia melihat konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata
atau frase yang mirip. Ketiga, kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi
yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada
gagasan bahwa makna yang berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan, baik dalam proses produksi wicara
maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Keempat, kode proaretik atau kode tindakanlakuan
dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang. Antara lain semua teks yang bersifat naratif.
Kelima, kode gnomik atau kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah
diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, reslisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah
diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal- hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis
bertumpu. Tujuan Analisis Barthes ini, menurut Lechte 2001:196,
bukan hanya untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur- unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk
menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian paling meyakinkan atau teka-teki yang paling menarik,
merupakan produka buatan, dan bukan tiruan yang nyata. Sobur,2004:66
Semiologi, bagaimanapun sejauh ini tetaplah sebuah metode untuk mendekati kebudayaan dalam beragam
bentuknya.
2.2 Kerangka Berfikir Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam
memaknai suatu obyek atau peristiwa. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda pada
setiap individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan
komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan melalui teks novel, maka seorang penulis novel dalam menyampaikan pesan yang
dituliskan didalam bukunya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Dua hal diatas ini juga nantinya mempengaruhi
peneliti dalam memaknai pesan yang terdapat dalam teks novel tersebut
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan pada novel Elizabeth Gilbert
berjudul EAT,PRAY,LOVE. Dalam merepresentasikannya menggunakan metode semiologi Roland Barthes, dengan
menggunakan leksia dan lima kode pembacaan. Representasi Keseimbangan yang terdapat pada novel Elizabeth Gilbert berjudul
EAT,PRAY,LOVE akan diintepretasiakn melalui tahap pemaknaan. Novel EAT,PRAY,LOVE akan dipilah penanda-penandanya
kedalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebut leksia atau satuan bacaan, yaitu satuan pembacaan units of reading
dengan menggunakan kode-kode pembaca yang terdiri dari lima kode. Kelima kode tersebut meliputi kode hermeneutik, kode semik,
kode simbolik, kode proaretik, kode kultural. Leksia ini dapat berupa satu kata, beberapa kata, satu kalimat, beberapa kalimat, atau
beberapa paragraf.
Dengan demikian pada akhirnya peneliti akan menghasilkan interpretasi yang mendalam dan tidak dangkal.
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Novel Elizabeth Gilbert berjudul
EAT,PRAY,LOVE Analisis
Menggunakan Metode Semiologi
Roland Barthes
Hasil intepretasi Data
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian