EFEK HEPATOPROTEKTIF SEDUHAN BEKATUL BERAS HITAM (Oryza sativa L. Japonica) PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

(1)

commit to user i

EFEK HEPATOPROTEKTIF SEDUHAN BEKATUL BERAS HITAM (Oryza sativa L. Japonica) PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI

PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Vicky Kurniawan Burkie G0007169

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Efek Hepatoprotektif Seduhan Bekatul Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol

Dosis Toksik

Vicky Kurniawan Burkie, NIM: G0007169, Tahun: 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, 22 Desember 2010 Pembimbing Utama

Nama : M. Titiek Marminah, Dra., Apt., S.U.

NIP : 19480125 197903 2 004 (...)

Pembimbing Pendamping

Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes.

NIP : 19680704 199903 2 001 (...)

Penguji Utama

Nama : Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes.

NIP : 19650718 199802 1 001 (...)

Anggota Penguji

Nama : Subandrio, dr., Sp.BTKV

NIP : 19550911 198402 1 001 (...)

Surakarta,... 20.. Ketua Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes. NIP: 19660702 199802 2 001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. H. AA. Subijanto, dr., M.S. NIP: 19481107 197310 1 003


(3)

commit to user iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 22 Desember 2010

Vicky Kurniawan Burkie NIM. G0007169


(4)

commit to user iv ABSTRAK

Efek Hepatoprotektif Bekatul Beras Hitam pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik

Vicky Kurniawan Burkie, M. Titiek Marminah1, Jarot Subandono1, Setyo Sri Rahardjo1, Subandrio2

Tujuan Penelitian : Beras hitam telah lama dikonsumsi sebagai makanan kesehatan karena mengandung antosianin. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan efek seduhan bekatul beras hitam dengan vitamin E terhadap penurunan SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol dosis toksik.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian true experemintal randomized control trial with posttest only group design. Tiga puluh ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 200 gr dibagi secara acak kedalam enam kelompok perlakuan, yaitu: kelompok tanpa parasetamol (K), vitamin E + parasetamol (P1), parasetamol saja (P2), seduhan bekatul dosis 270 mg/200 gr BB + parasetamol (P3), seduhan bekatul dosis 540 mg/200 gr BB + parasetamol (P4) dan kelompok yang diberi seduhan bekatul dosis 1080 mg/200 gr BB + parasetamol (P5). Masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor tikus. Pada hari ke-15 tikus diambil darahnya dan diperiksa kadar SGPT. Data dianalisis dengan SPSS versi 17.0 untuk Windows.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini diperoleh jumlah rerata SGPT pada kelompok K sebesar 24.63±6.15 IU, P1 58.80±7.09 IU, P2 176.18±118.80 IU, P3 67.93±11.85 IU, P4 56.08±7.50 IU dan P5 sebesar 99.90±42.22 IU. Hasil uji statistik komparatif Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keenam kelompok penelitian p=0,03 (p<0,05). Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Simpulan Penelitian : Seduhan bekatul beras hitam dosis 270 mg/200 gr BB, 540 mg/200 gr BB dan 1080 mg/200 gr BB berefek hepatoprotektif. Nilai rerata SGPT kelompok tikus yang diberi seduhan bekatul 540 mg/200 gr BB lebih rendah dibandingkan yang diberi vitamin E peroral 100 IU/hari.

Kata kunci : beras hitam, vitamin E, keracunan parasetamol, kerusakan hati

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

2


(5)

commit to user v ABSTRACT

The Hepatoprotective Effect of Black Rice Bran in White Rats Induced Toxic Dose of Paracetamol

Vicky Kurniawan Burkie, M. Titiek Marminah1, Jarot Subandono1, Setyo Sri Rahardjo1, Subandrio2

Objective : Black rice has long been consumed as health food because of its anthocyanin. The purpose of this study was to compare the effect of steeping black rice bran with vitamin E toward the decline of SGPT in white rats induced toxic doses of paracetamol.

Method : This is a true experimental randomized control trial with posttest only group design. Thirty male white rats (Rattus norvegicus) strain Wistar 2-3 months old and weighed about 200 g were randomly divided into six treatment groups, they are: without paracetamol group (K), vitamin E + paracetamol group (P1), paracetamol only (P2), black rice bran doses 270 mg/200 g BB + paracetamol (P3), black rice bran doses 540 mg/200 g BB + paracetamol (P4) and black rice bran doses 1080 mg/200 g BB + paracetamol (P5). Each groups consist five male rats. On the 15th day, the rat’s blood were collected and tested for ALT levels. Data were analyzed by SPSS version 17.0 for Windows.

Result : The data showed that average number of ALT serum group K is 24.63±6.15 IU, P1 58.80±7.09 IU, P2 176.18±118.80 IU, P3 67.93±11.85 IU, P4 56.08±7.50 IU and P5 is 99.90±42.22 IU. The results of comparative Kruskal-Wallis statistical test showed a significant difference among the six study groups p=0,03 (p <0,05). Then, The result analyzed with Mann-Whitney Test.

Conclusion : The experiment shows steeping black rice bran doses 270 mg/200 g BW, 540 mg/200 g BW and 1080 mg/200 g BW have hepatoprotective effect. The mean of ALT level doses 540 mg/200 g BW is lower than vitamin E orally 100 IU/day

Key words : black rice, vitamin E, paracetamol poisoning, liver damage

1

Faculty of Medicine, SebelasMaret University, Surakarta, Indonesia

2


(6)

commit to user vi PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Seduhan Bekatul Beras Hitam (Oryza sativa

L. Japonica) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik.”

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kepada:

1. Prof. DR. AA. Subijanto, dr., M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.

3. M. Titiek Marminah, Dra., Apt., S.U. selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengarahkan serta memberikan masukan kepada penulis.

4. Jarot Subandono, dr., M.Kes. selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, kritik dan saran demi sempurnanya penulisan skripsi ini.

5. Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes. selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.

6. Subandrio, dr., Sp.BTKV selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.

7. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc., Ph.D sebagai penasehat dalam penyusunan statistika dan metodologi penelitian.

8. Staf Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis dalam memperlancar penyusunan skripsi.

9. Orang tua penulis Bapak Jimmy Kurniawan. dan Ibu Lanny yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menjadi sumbangan bagi ilmu kedokteran selanjutnya.

Surakarta, 22 Desember 2010


(7)

commit to user vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica) ... 5

2. Hepar ... 9

3. Farmakologi Parasetamol ... 11

4. Vitamin E dan Antioksidan Lainnya ... 15

5. Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT) ... 17

6. Mekanisme Perlindungan Seduhan Bekatul Beras Hitam terhadap Kerusakan Sel Hepar Akibat Paparan Parasetamol .. 19

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 22

C. Subjek Penelitian... 22

D. Teknik Sampling ... 23

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

G. Rancangan Penelitian ... 27

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ... 28

I. Cara Kerja ... 28

J. Analisis Statistik ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... 31

B. Analisis Data ... 32

BAB V PEMBAHASAN ... 34

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Simpulan ... 38

B. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(8)

commit to user viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Kimiawi Fraksi Pigmen pada Beras Hitam ... 7 Tabel 2.2 Fungsi Utama Hepar ... 10 Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Rerata SGPT Tikus ... 31


(9)

commit to user ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1a Oryza satia ... 6

Gambar 2.1b Bulir Beras ... 6

Gambar 2.2 Parasetamol ... 11

Gambar 2.3 Mekanisme Aksi Antioksidan Vitamin E ... 16

Gambar 2.4 Reaksi Transminasi Dikatalis oleh Aspartat Transferase ... 18

Gambar 2.5 Reaksi Transminasi Dikatalis oleh Alanin Transferase ... 18


(10)

commit to user x LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Hasil Pengukuran SGPT Tikus Putih Setelah Perlakuan Lampiran 2 Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan

Lampiran 3 Tabel Deskriptif Rerata SGPT Tikus Putih.

Lampiran 4 Tabel Hasil Uji Normalitas Rerata SGPT Tikus Putih Lampiran 5

Lampiran 6 Lampiran 7

Tabel Hasil Uji Kruskal-Wallis Tabel Hasil Uji Mann-Whitney


(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia adalah Beras Putih. Beras Putih ini sudah kehilangan banyak nutirisi dan serat yang terkandung dalam kulit ari beras. Beras putih hanya mengandung karbohidrat dan gula sehingga bila dikonsumsi dapat menjadikan gemuk dan kadar gula naik. Proses penggilingan dan pemolesan padi sampai menjadi Beras Putih telah membuang 80% vitamin B1, 70% vitamin B3, 90% vitamin B6, 50% mangan (Mn), 50% fosfor (P), 60% zat besi (Fe) serta 100% serat dan asam lemak esensial yang terkandung di dalam padi. Kurangnya konsumsi bekatul di masyarakat dapat menimbulkan beragam penyakit akibat terganggunya metabolisme tubuh (Putra, 2006)

Beras Hitam khususnya telah lama dikonsumsi penduduk Korea, Cina, dan Jepang dan telah dianggap sebagai makanan kesehatan karena kulit ari biji Beras Hitam mengandung antosianin yang dicirikan warna ungu gelap sampai hitam (Park et al., 2008). Menurut pengobatan Timur, Beras Hitam berharga sebagai sebuah blood toner yang membantu keseimbangan chi tubuh. Dalam istilah Barat, di dalam beras hitam banyak terkandung zat besi (Forristal, 1999)

Antosianin merupakan pigmen alami pada tanaman yang larut dalam air dan mewakili senyawa flavonoid. Banyak penelitian telah membuktikan


(12)

commit to user

bahwa antosianin bersifat antioksidan alami, menyumbang sebuah elektron negatif (e-) pada peroxyl radical yang terbentuk sepanjang rentetan peroksidasi lipid (Kowalczyk et al., 2003). Pigmen kaya antosianin ini bermanfaat sebagai zat antikarsinogenik, meningkatkan kadar trombosit dan memiliki kadar antioksidan yang tinggi yang berguna bagi kesehatan tubuh. Pigmen ini juga kaya akan zat flavonoid yang dapat mencegah pengerasan pembuluh nadi. Kadar zat flavonoid yang terkandung dalam beras hitam lima kali lebih tinggi dibandingkan zat flavonoid yang terdapat dalam beras putih biasa (Zhang et al., 2010).

Parasetamol merupakan obat analgesik-antipiretik yang digunakan secara luas dan dapat diperoleh secara bebas untuk medikasi masyarakat. Penggunaan parasetamol pada dosis terapetik memiliki tingkat keamanan yang tinggi, tetapi ketika dipakai dalam dosis tinggi (200-250 mg/kg BB) atau dosis rendah akumulatif perhari dapat menimbulkan efek toksik yaitu kerusakan hati akut (Defendi, 2009; Wilmana dan Sulistia, 2007).

Sejak Tahun 1970 di Amerika jumlah overdosis dari parasetamol meningkat. Dewasa ini parasetamol sering menyebabkan keracunan obat di United Kingdom. Antara tahun 1993-1997, di Inggris dan Wales didapatkan 500 kematian akibat overdosis parasetamol tiap tahunnya (Sheen et al., 2002). Data tahun 2004, terdapat 94 kematian dikarenakan overdosis parasetamol di United Kingdom. Menurut Mahadevan (2006), overdosis parasetamol kira-kira 10% dari hasil penyelidikan tentang penyebab keracunan di United


(13)

commit to user

ke Toxic Exposure Surveillance Scheme of the American Association of

Poison Control Centres.

Enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan sel hepar

adalah aminotransferase. Kerusakan sel-sel parenkim hepar akan

meningkatkan kadar Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT) dan

Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dalam plasma. SGPT

lebih spesifik dibanding SGOT. SGOT lebih banyak dalam miokardium daripada di sel hepar, juga SGOT ada dalam otot lurik, ginjal, dan otak (Widmann, 1996; Sacher dan Richard, 2004).

Dampak yang ditimbulkan oleh keracunan parasetamol cukup besar, maka perlu ditemukan hepatoprotektor baru yang alami dan relatif sedikit menimbulkan efek samping. Salah satu tanaman yang menarik untuk diteliti sebagai hepatoprotektor adalah Beras Hitam. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Beras Hitam mengandung beberapa senyawa aktif seperti flavonoid dan antosianin (Ling et al., 2002; Xia et al., 2003; Kaneda et al., 2006; Kim, 2006). Flavonoid dalam tanaman diketahui sebagai antioksidan dan berpotensi mencegah kerusakan sel-sel tubuh, di antaranya sel hepar. Hou

et al. (2010) melaporkan pemberian ekstrak kaya antosianin dari Beras Hitam

secara signifikan menurunkan ALT, AST, dan GGT serum pada tikus Wistar jantan yang diinduksi etanol kronis (3,7 gr etanol/kg BB tikus/hari selama 45 hari). Oleh sebab itu, perlu penelitian apakah ada efek hepatoprotektif dari ekstrak bekatul Beras Hitam pada tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik, berdasarkan perubahan kadar SGPT.


(14)

commit to user B. Perumusan Masalah

Apakah seduhan bekatul Beras Hitam memiliki efek hepatoprotektif pada tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbandingan efek hepatoprotektif seduhan bekatul Beras Hitam dengan vitamin E terhadap penurunan SGPT tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Untuk mengetahui bahwa efek antioksidan pada seduhan bekatul Beras Hitam dapat melindungi sel hepar dari kerusakan akibat diinduksi parasetamol dosis toksik.

2. Manfaat Aplikatif

Apabila terbukti bahwa seduhan bekatul Beras Hitam mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektor maka diharapkan penelitian ini dapat menjadi langkah awal untuk penelitian kerusakan hati.


(15)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica)

a. Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, Beras Hitam diklasifikasikan sebagai berikut

1) Kingdom : Plantae

2) Subkingdom : Tracheobionta

3) Super Divisi : Spermatophyta

4) Divisi : Magnoliophyta

5) Subdivisi : Angiospermae

6) Kelas : Monocotyledoneae

7) Subkelas : Commelinidae

8) Ordo : Glumiflorae

9) Famili : Poaceae/Gramineae

10) Subfamili : Oryzoideae

11) Suku : Oryzeae

12) Genus : Oryza

13) Spesies : Oryza sativa L.

14) Sub Spesies : japonica / sinica


(16)

commit to user

b. Nama daerah

Di Indonesia Beras Hitam dikenal dengan nama beras wulung (Solo, Jawa Tengah), beras gadog (Cibeusi, Subang, Jawa Barat), beras jlitheng atau cempo ireng (Sleman), beras melik (Bantul). Orang Cina kuno mengenal Beras Hitam sebagai beras terlarang (forbidden rice) (Kristamtini,2009).

c. Deskripsi tanaman

Tanaman padi berakar serabut. Batang tanaman padi berbentuk ruas-ruas dengan rangkaian ruas-ruas pada batangnya mempunyai panjang yang berbeda. Pada ruas batang bawah pendek, semakin ke atas semakin panjang. Warna daun hijau muda hingga hijau tua, bertulang daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang. Bunga padi merupakan bunga telanjang tersusun majemuk. Buah padi bertipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang (IRRI, 2007).


(17)

commit to user

Sumber: Xia et al, 2003 d. Bekatul

Bekatul merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan gabah menjadi beras. Pada proses tersebut terjadi pemisahan endosperma beras dengan bekatul yang merupakan lapisan yang menyelimuti endosperma. Proses pertama hanya membuang sekam, menghasilkan beras pecah kulit. Beras pecah kulit terdiri atas bran (dedak dan bekatul), endosperm, dan embrio (lembaga). Setelah itu, beras pecah kulit ini masih harus mengalami proses penyosohan 1-2 kali lagi sehingga menghasilkan beras sosoh, dedak dan bekatul. Umumnya dari proses penggilingan gabah menghasilkan beras sebanyak 60-65%, sementara bekatul yang dihasilkan mencapai 8-12% (IRRI, 2009).

e. Kandungan kimia

Tabel 1. Kandungan Kimiawi Fraksi Pigmen pada Beras Hitam

Unsur Kadar (Unit/100 g)

1) Protein (g) 2) Lemak (g) 3) Karbohidrat (g) 4) Moisture (g) 5) Serat kasar (g) 6) Mineral (mg) 7) Fosfor (P) 8) Kalsium (Ca) 9) Kalium (K) 10) Magnesium (Mg) 11) Natrium (Na) 12) Besi (Fe) 13) Zinc (Zn) 14) Tembaga (Cu) 15) Selenium (Se) 16) Vitamin B1 (g)

17) Vitamin B2 (g)

18) Vitamin E (g) 19) Asam Nikotin 20) Flavonoid (g)

13,90 13,20 47,36 9,80 8,32 7420 1694,10 60,20 673,70 79,40 2,11 16,46 8,96 1,49 0,15 2,30 0,40 0,60 21,00 6,40


(18)

commit to user

Komponen utama pigmen beras adalah glikosida seperti sianidin-3-glukosid dan malvidin-3-glukosid. Xia et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan Beras Hitam atau bekatul Beras Hitam, dapat mengurangi pembentukan plak aterosklerotik pada mencit yang diberi diet tinggi kolestrol secara bermakna. Mekanisme utama aksi tersebut karena peningkatan status antioksidan mencit yang diberi makanan Beras Hitam; karena tingginya kandungan senyawa

phenolic, vitamin E, selenium, besi, dan zinc dalam Beras Hitam (Ling et al., 2002). Meskipun asam ferulat diketahui sebagai salah satu senyawa antioksidan pada bekatul Beras Putih, tetapi senyawa tersebut tidak ditemukan pada ekstrak bekatul Beras Hitam. (Kaneda

et al., 2006)

Kaneda et al., 2006 menemukan bahwa eksrak bekatul Beras Hitam mempunyai scavenging activities yang kuat atas Reactive

Oxygen Species (ROS). Mereka menegaskan scavenging activity

ekstrak bekatul Beras Hitam bervariasi berdasarkan tempat memanennya. Mereka melaporkan bahwa zat aktif di bekatul Beras Hitam identik dengan antosianin. Pada studi terkini, mereka menemukan kandungan sianidin-3-glukosid dan sianidin berperan utama sebaga zat antioksidan dalam bekatul Beras Hitam. Sedangkan rasa yang terdapat pada lapisan luar beras berpigmen adalah berasal dari zat yang mudah menguap (seperti ethalediol dan guaiakol), keton


(19)

commit to user

(seperti heksanal dan asam asetat), asam-asam organik dan aldehid (Kim et al., 2006).

2. Hepar

Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, berat hati pada orang dewasa normal lebih dari 1 kg. Fungsi hati dapat dibagi menjadi dua kategori umum.

a. Pertama, hati terlibat dalam proses zat-zat yang diabsorpsi, baik nutrien maupun toksik. Dengan kata lain, hati bertanggung jawab terhadap metabolisme berbagai zat yang dihasilkan dari pencernaan dan absorpsi makanan dari usus.

b. Kedua, hati memiliki fungsi eksokrin penting yang terlibat dalam: 1) Produksi asam empedu dan cairan alkali yang digunakan untuk

pencernaan dan absorpsi lemak dan untuk netralisasi asam lambung di usus.

2) Pemecahan dan produksi produk buangan metabolisme setelah pencernaan.

3) Detoksifikasi zat-zat beracun/berbahaya.

4) Ekskresi produk buangan dan detoksifikasi zat-zat di empedu. (Ward et al., 2007).


(20)

commit to user

Sumber: Price dan Lorraine, 2005

Tabel 2. Fungsi Utama Hepar

Fungsi Keterangan

a. Pembentukan dan ekskresi empedu

1) metabolisme garam empedu

2) metabolisme pigmen empedu

Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak serta vitamin larut-lemak di dalam usus.

Bilirubin produk akhir metabolisme pemecahan eritrosit tua; proses konjugasi berlangsung dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu. b. Metabolisme karbohidrat

1) glukoneogenesis 2) glikogenolisis 3) glukoneogenesis

Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

c. Metabolisme protein 1) sintesis protein

2) pembentukan urea 3) penyimpanan asam

amino

d. Metabolisme lemak 1) ketogenesis

2) sintesis kolestrol 3) penimbunan lemak e. Penimbunan vitamin dan

mineral

f. Metabolisme steroid

g. Detoksifikasi

h. Gudang darah dan filtrasi

Protein serum yang disintesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta (gamma globulin tidak).

Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen, protrombin, dan faktor V, VII, IX, dan X. Vitamin K merupakan kofaktor yang penting dalam sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari amoniak (NH3), yang kemudian diekskresi

dalam urin dan feses; NH3 dibentuk dari

deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.

Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorpsi dalam usus) menjadi asam lemak dan gliserol.

Hati memegang peranan utama dalam sintesis kolestrol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolestrol atau asam kolat. Vitamin larut lemak (A,D,E,K) disimpan dalam

hati; jga vitamin B12, tembaga, dan besi.

Hati berperan dalam menginaktifkan dan mensekresi glukokortikoid, aldosteron, estrogen, progesteron, dan testosteron. Hati bertanggung jawab atas biotransformasi

zat berbahaya (missal: obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal.

Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava; kerja fagositik sel kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.


(21)

commit to user Gb 2. Parasetamol 3. Farmakologi Parasetamol

Parasetamol di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. (Wilmana dan Sulistia, 2007). Parasetamol adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer (Katzung, 1997).

a. Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol dan fenastatin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat (Wilmana dan Sulistia 2007).

b. Farmakokinetik

Parasetamol peroral, absorbsinya tergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan kadar puncak di dalam darah biasanya tercapai setelah 30 menit. Parasetamol sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan


(22)

commit to user

diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. N-asetil-p-benzokuinon, suatu metabolit minor tetapi sangat aktif, pada dosis besar bersifat toksik terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh parasetamol 2-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Pada kadar toksik atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya bisa meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 1997). c. Indikasi

Walaupun efek analgesik dan antipiretiknya setara dengan aspirin (Styrt, 1990), parasetamol berbeda karena tidak mempunyai efek anti-inflamasi. Obat ini tidak mempengaruhi kadar asam urat dan tidak mempunyai sifat menghambat trombosit. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pascapersalinan, dan keadaan lain, sedangkan aspirin efektif sebagai analgesik.

Untuk analgesia ringan, parasetamol merupakan obat yang lebih disukai pada penderita yang alergi dengan aspirin atau jika salisilat tidak dapat ditoleransi. Obat ini lebih disukai daripada aspirin untuk penderita hemofilia atau dengan riwayat tukak lambung dan pada penderita yang mendapat bronkospasme yang dipicu aspirin. Perbedaan dengan aspirin adalah parasetamol tidak mengantagonis efek obat urikosurik; dapat diberikan bersama dengan probenesid pada


(23)

commit to user

pengobatan gout. Pada anak-anak, aspirin lebih disukai pada infeksi virus (Katzung, 1997).

d. Efek samping

Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul sedikit peningkatan enzim hati tanpa ikterus; reversibel bila obat dihentikan. Pada dosis yang lebih besar menimbulkan pusing, mudah terangsang, dan disorientasi. Pemakaian 15 gram parasetamol bisa berakibat fatal; kematian disebabkan oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut. Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Kerusakan hati karena parasetamol dapat dicegah dengan gugus sulfhidril dari asetilsistein yang menetralkan metabolit toksik N-asetil-p-benzokuinon.

Fenasetin dilaporkan dapat menimbulkan anemia hemolitik dan methemoglobinemia yang jarang ditemukan pada parasetamol. Nefritis interstisialis dan nekrosis papiler yang merupakan komplikasi berat fenasetin tidak terjadi pada pemakaian parasetamol yang luas dan menahun, meskipun kenyataannya sekitar 80% fenasetin cepat dimetabolisme menjadi parasetamol. Penggunaan fenasetin tidak menyebabkan perdarahan saluran cerna dan harus diperhatikan pada penderita penyakit hati.


(24)

commit to user e. Dosis

Nyeri akut dan demam dapat ditanggulangi dengan parasetamol dosis 325-400 mg 4 kali sehari dan untuk anak-anak dalam dosis yang lebih kecil yang sebanding. Kadar efektif dalam darah dicapai dalam satu hari. (Katzung, 1997)

f. Dosis toksik

Parasetamol dapat menimbulkan hepatotoksisitas pada pemberian dosis tunggal 10-15 gr (200-250 mg/kg BB) (Wilmana dan Sulistia, 2007). Toksisitas dapat juga terjadi pada pemberian dosis yang lebih kecil berkali-kali dalam 24 jam sampai melebihi batas dosis yang seharusnya atau bahkan dengan pemberian jangka panjang dosis serendah 4 gr/hari. Parasetamol dapat menimbulkan kematian pada pemberian 6 gr/hari secara kronis (Arnita, 2006).

g. Detoksifikasi

Pada umumnya terapi yang diberikan bagi penderita keracunan parasetamol meliputi tiga hal, yaitu: mengurangi absorbsi parasetamol dengan menggunakan arang aktif (activated charcoal), menggganti penurunan glutation hepar dengan menggunakan N-asetilsistein, dan terapi suportif dalam kasus gagal hati (Salgia dan Kosnik, 1999).

Studi telah membuktikan bahwa N-asetilsistein, baik oral atau secara intravena, dapat mencegah kerusakan hepar akibat keracunan parasetamol. Antidotum ini bekerja dengan cara


(25)

commit to user

menggantikan glutation sebagai prekursor sistein. Rekomendasi regimen dosis untuk N-asetilsistein peroral adalah dengan loading dose sebesar 140 mg/kg BB, diikuti dengan 70mg/kg BB setiap 4 jam untuk 17 kali dosis, dengan total durasi terapi adalah 72 jam. Asetilsistein oral memiliki bau menyengat yang sering menyebabkan muntah sehingga banyak pasien yang menolak untuk menyelesaikan terapinya, jika tanpa obat anti-emetik (Megarbane et al., 2008).

4. Vitamin E dan Antioksidan Lainnya

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif.

Antioksidan dikenal ada yang berupa enzim dan mikronutrien. Enzim antioksidan dibentuk dalam tubuh, yaitu super oksida dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase dan glutation reduktase. Antioksidan mikronutrien dikenal tiga z a t u t ama, yaitu: β-karoten, vitamin C dan vitamin E (Hariyatmi, 2004).

Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari campuran substansi tokoferol (α, β, γ, dan δ) dan tokotrietinol (α, β, γ, dan δ). Pada manusia α-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologis tubuh. Bentuk


(26)

commit to user

vitamin ini dibedakan berdasarkan letak berbagai gugus metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang vitamin E. Selenium (suatu mineral esensial yang merupakan komponen dari enzim antioksidan) mempunyai sifat yang sama (Frei, 1994).

Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel. Vitamin E berfungsi melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak muncul karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas.

G b 3 . M e k a n i s m e A k s i A n t i o k s i d a n V i t a m i n E V i t a m i n E menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas sehingga terbentuk radikal-vitamin E yang stabil dan tidak merusak seperti pada gambar 3. Mekanisme kerja


(27)

commit to user

vitamin E dalam mendonorkan ion hidrogen untuk menetralkan atau mengurangi kadar lemak peroksida darah dimulai dengan kerja α

-tokoferol radikal yang kemudian berubah menjadi α-tokoferol

peroksida. Dari dua α-tokoferol radikal berubah menjadi α-tokoferol dimer dan akhirnya menjadi α-tokokuinon yang oleh vitamin C dapat diregenerasi kembali menjadi α-tokoferol (Hariyatmi, 2004).

Vitamin E juga berfungsi mencegah penyakit hepar, mengurangi kelelahan, membantu memperlambat penuaan karena oksidasi, mensuplai oksigen ke darah sampai dengan ke seluruh organ tubuh. Vitamin E juga menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan mencegah kerusakan sel darah merah akibat racun. Vitamin ini juga membantu mencegah sterilitas dan distrofi otot. (National Institute of Health, 2010; Mateljan, 2007).

5. Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT)

Hati adalah organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Hati melakukan berbagai proses metabolik terhadap molekul-molekul produk sisa atau zat gizi dalam darah. Sebaliknya aktivitas hati banyak secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar dalam darah dan juga terdapat di cairan tubuh lain. Beberapa uji memanipulasi enzim-enzim hati berkorelasi baik dengan integritas sruktural dan fungsional hati. Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium darah secara biokimia ini disebut test fungsi hati (Sacher dan Richard, 2004).


(28)

commit to user

Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah aminotransferase yang mengkatalis pemindahan reversibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan sebuah asam alfa-keto.

Gb 4. Reaksi Transminasi Dikatalis oleh Aspartat Aminotransferase Aspartat aminotransferase/SGOT memperantarai reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat seperti pada gambar 4.

Gb 5. Reaksi Transminasi Dikatalis oleh Alanin Aminotransferase Alanin aminotransferase/SGPT memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat seperti pada gambar 5.

SGOT dan SGPT sering dianggap sebagai enzim hati karena tingginya konsentrasi keduanya dalam hepatosit, tetapi hanya SGPT yang spesifik; SGOT terdapat juga di miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sacher dan Richard, 2004).


(29)

commit to user

Secara kasar ada korelasi antara peningkatan kadar

aminotransferase dengan luas kerusakan sel-sel hepar. Nilai SGPT tertinggi (sering lebih dari 10.000 U/L) atau 20 kali nilai normal biasanya ditemukan pada pasien dengan keracunan akut (seperti overdosis parasetamol) atau iskemik akut pada hepar (Sacher dan Richard, 2004; David, 1999).

6. Mekanisme Perlindungan Seduhan Bekatul Beras Hitam terhadap Kerusakan Sel Hepar Akibat Paparan Parasetamol

Pada kondisi normal, parasetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat. Sebagian kecil paracetamol dihidroksilasi

dengan sitokrom P450 membentuk N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI),

yang kemudian oleh glutation hepar dirubah menjadi metabolit sistein dan metabolit merkapturat yang diekskresi lewat urin (Wilmana dan Sulistia, 2007).

Jika jumlah parasetamol yang dikonsumsi berlebih (dosis toksik), jalur konjugasi asam glukoronat dan asam sulfat menjadi jenuh sehingga terjadi peningkatan fraksi parasetamol yang diaktivasi oleh sistem sitokrom P450 membentuk NAPQI yang terlalu banyak. Jumlah simpanan glutation hepar tidak sebanding dengan jumlah produksi NAPQI sehingga NAPQI bebas mengikat secara kovalen dengan komponen membran lipid bilayer sel hepar, menimbulkan kerusakan dan kematian akut sel lobus sentral hepar (Defendi, 2009; Goodman dan Gilman’s, 2001).


(30)

commit to user

Fraksi antosianin dari bekatul Beras Hitam berefek

hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi parasetamol. Antosianin mencegah pengosongan glutation hepar juga meningkatkan aktivitas enzim glutation hepar dan glutation S-transferase. Selanjutnya, antosianin melindungi hepar dari toksisitas parasetamol dengan memblokir sitokrom P4502E1 (CYP2E1), suatu isozim mayor dalam bioaktivasi parasetamol, melalui peningkatan glutation hepar serta bertindak sebagai suatu free radical scavenger (Choi et al., 2009)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan Gambar

: Merangsang : Menghambat

Parasetamol Dosis Toksik

Seduhan Bekatul Antosianin

N-Asetil-p-Benzokuinon (Metabolit Reaktif) Diikat Asam Glukoronat

dan Asam Sulfat

Ikatan Kovalen dengan Makromolekul

Nekrosis Sentrolobular

Glutation P450

Metabolit Sistein dan Merkapturat Metabolit

Inaktif

Asetilsistein Gugus Sulfhidril

Vit E

Peroksidasi Membran


(31)

commit to user C. Hipotesis

Pemberian seduhan bekatul Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica) dapat mengurangi kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) akibat induksi parasetamol dosis toksik.


(32)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian true experemintal randomized control trial with posttest only group design. (Arief, 2004)

B. Lokasi Penelitian

Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian 1. Subjek

Tikus Putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar berusia 2–3 bulan dengan berat badan ± 200 g.

2. Jumlah subjek penelitian

Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer: (t-1) (n-1) > 15

Atau bisa juga sebagai berikut:

n > 1 + ( 15 / ( t – 1 ) ) ket

n > 1 + ( 15 / ( 6 – 1) ) n : jumlah sampel

n > 4 t : jumlah perlakuan


(33)

commit to user D. Teknik Sampling

Tiga puluh ekor tikus putih dibagi secara acak (random sampling) dalam enam kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri atas lima ekor tikus.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Bekatul Beras Hitam.

2. Variabel Terikat : kadar SGPT tikus.

3. Variabel Luar

a. Dapat dikendalikan : jenis makanan, variasi genetik, jenis

kelamin, umur, dan suhu udara.

b. Tidak Dapat dikendalikan : kondisi psikologis tikus, variasi

kepekaan tikus terhadap zat yang

digunakan, keadaan hati tikus,

bioavailibilitas pada tikus.

(Wilmana dan Sulistia, 2007) F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Pemberian seduhan bekatul dengan sonde lambung

Penggunaan bekatul Beras Hitam di masyarakat untuk terapi yaitu 30 gram.

Konversi dosis dari manusia (70 kg) terhadap tikus putih (200 gr) adalah 0,018 (Soehardjono, 1990).


(34)

commit to user

Dosis : 30 gr x 0,018 = 0,54 gr

= 540 mg

Maka dosis seduhan bekatul beras hitam untuk tikus putih

Dosis I : ½ x dosis = 270 mg/200 g BB

Dosis II : 1 x dosis = 540 mg/200 g BB

Dosis III : 2 x dosis = 1080 mg/200 g BB

Pemberian: 10 x dosis bekatul dosis I, II, III diseduh dengan air hangat secukupnya, diaduk rata kemudian disaring. Air hasil saringan disondekan ke lambung tikus.

b. Pemberian parasetamol

Dosis toksik parasetamol untuk manusia dengan berat 70 kg, yaitu: 250 mg/kg BB x 70 kg/BB = 17.500 mg. Setelah dikonversi untuk tikus dengan berat 200 gr menjadi 315 mg/200 gr BB. Parasetamol 500 mg diencerkan dengan 1,3 ml aquades maka pemberian dosis untuk tikus 0,8 ml/200 gr BB tikus/hari.

c. Pemberian vitamin E

Dosis vitamin E peroral yang berkhasiat hepatoprotektif adalah 100 IU (mg/kg BB)/hari (Olaleye etal., 2006).

Vitamin E dilarutkan ke dalam minyak goreng kemudian disondekan ke lambng tikus.


(35)

commit to user 2. Variabel Terikat

Kadar SGPT tikus Skala: rasio.

Parameter kerusakan hati diukur dengan kadar SGPT karena SGPT terutama paling banyak terdapat dalam sitoplasma sel hati, sedangkan dalam jaringan tubuh yang lain konsentrasinya rendah. Perubahan kadar SGPT terhadap kerusakan akibat peradangan akut hati, memiliki sensitivitas yang sangat tinggi dibandingkan SGOT, sehingga dapat mengukur sejauh mana efek hepatoprotektif dari eksrak bekatul beras hitam.

Pengukuran kadar SGPT, menggunakan metode IFCC tanpa

pyroxidal phospat. Aktivitas enzim dibaca pada suhu 370C, dinyatakan dalam UI / L.

(Widmann, 1996) 3. Variabel luar yang dapat dikendalikan

a. Genetik : galur Wistar.

b. Jenis kelamin : jantan.

c. Umur : ± 2-3 bulan.

d. Jenis makanan : pelet dan minuman dari air PAM

yang tidak terbatas.


(36)

commit to user 4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis

Lingkungan yang terlalu gaduh atau ramai, pemberian perlakuan yang berulang kali dan perkelahian antartikus dapat mempengaruhi kondisi psikologis tikus.


(37)

commit to user G. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Theposttest only control group design

Populasi (P)

Random Sampling Sederhana

Tikus putih jantan, umur 2-3 bulan, berat ± 200 gr

Sampel (S) N=30 Adaptasi selama 7 hari Kontrol Normal Kontrol Positif Uji Dosis I Uji Dosis II Uji Dosis III Diet standar Diet standar + Vitamin E 100 IU peroral + Parasetamol 315 mg 1 jam kemudian Diet standar + Seduhan bekatul 270 mg + Parasetamol 315 mg 1 jam kemudian Diet standar + Seduhan bekatul 540 mg + Parasetamol 315 mg 1 jam kemudian Diet standar + Seduhan bekatul 1080 mg + Parasetamol 315 mg 1 jam kemudian

Pengukuran akhir kadar SGPT (hari ke-15)

Analisa statistik One Way Anova atau Kruskall Walis

Post Hoc Test atau Mann Whitney Test

Simpulan Kontrol Negatif Diet standar + Parasetamol 315 mg


(38)

commit to user H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

1. Alat :

a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan digital

c. Sonde lambung

d. Alat-alat gelas (gelas beker, gelas ukur, batang pengaduk, tabung reaksi, pipet kapiler yang dibasahi heparin)

e. Spuit injeksi 1 ml f. Mesin sentrifuse g. Mikrokapiler 2. Bahan :

a. Tikus putih jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dengan berat badan ± 200 gr

b. Bekatul Beras Hitam c. Pelet jenis K-52

d. Senyawa hepatotoksin berupa parasetamol e. Vitamin E

f. Minyak goreng

g. Aquades

h. Monoreagen untuk pemeriksaan SGPT

I. Cara Kerja

1. Persiapan percobaan


(39)

commit to user

b. Dengan teknik random sampling sederhana, tikus dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok berisi 5 ekor.

c. Tikus ditimbang dan ditandai untuk menentukan dosis perlakuan. d. Pembuatan seduhan bekatul.

e. Melarutan parasetamol dalam aquades.

f. Melarutkan Vitamin E dalam minyak goreng.

2. Pelaksanaan percobaan

a. Kelompok K (kontrol normal) diberikan diet standar selama 14 hari.

b. Kelompok P1 (kontrol positif) diberikan diet standar dan Vitamin E 100 IU/200 gr BB tikus/hari peroral dan parasetamol 315 mg/200 gr BB tikus/hari selama 14 hari.

c. Kelompok P2 (kontrol negatif) diberikan diet standar dan parasetamol 315 mg/200 g BB tikus/hari selama 14 hari.

d. Kelompok P3 (uji dosis I) diberikan diet standar dan seduhan bekatul 270 mg/200 g BB tikus/hari dan parasetamol 315 mg/200 gr BB tikus/hari setelah satu jam pemberian seduhan, selama 14 hari.

e. Kelompok P4 (uji dosis II) diberikan diet standar dan seduhan bekatul 540 mg/200 gr BB tikus/hari dan parasetamol 315 mg/200 gr BB tikus/hari setelah satu jam pemberian seduhan, selama 14 hari.


(40)

commit to user

f. Kelompok P5 (uji dosis III) diberikan diet standar dan seduhan bekatul 1080 mg/200 gr BB tikus/hari dan parasetamol 315 mg/200 gr BB tikus/hari setelah satu jam pemberian seduhan, selama 14 hari.

3. Pengukuran hasil

a. Pada hari ke-15 setelah perlakuan, semua tikus kelompok I, II, III, IV, V, dan VI diambil darahnya dari medial kantus sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler sebanyak 2 ml.

b. Tabung tersebut kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 60 menit hingga didapatkan serum dan diukur SGPT tikus. c. Data SGPT masing-masing kelompok dirata-rata dan dianalisis. J. Analisis Statistik

Data mengenai kadar SGPT tikus masing-masing kelompok diuji kenormalannya dengan uji Boxplot. Selanjutnya, untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian seduhan bekatul dalam menghambat peningkatan kadar SGPT, maka dilakukan uji Anova bila data berdistribusi normal, akan tetapi bila distribusi data tidak normal dapat dilakukan uji Kruskall Walis sebagai altenatif uji Anova yang setara. Setelah itu analisis statistik dilanjutkan dengan Post Hoc Test bila distribusi data normal atau Mann Whitney Test

bila distribusi data tidak normal, kedua uji ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan efek hepatoprotektif kelompok perlakuan. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17.0 dengan taraf kepercayaan 95% (α=0,05) (Murti, 1994; Trihendradi, 2009).


(41)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Pada penelitian Efek Hepatoprotektif Seduhan Bekatul Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik, 30 ekor tikus putih dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu: kelompok tanpa parasetamol (K), vitamin E + parasetamol (P1), parasetamol saja (P2), seduhan bekatul dosis 270 mg/200 gr BB + parasetamol (P3), seduhan bekatul dosis 540 mg/200 gr BB + parasetamol (P4) dan kelompok yang diberi seduhan bekatul dosis 1080 mg/200 gr BB + parasetamol (P5).

Hasil penelitian, tikus putih diukur kadar SGPT dan didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Rerata SGPT Tikus Putih

Kelompok N Rerata SGPT±SD (IU)

Kontrol Normal (K) Kontrol Positif (P1) Kontrol Negatif (P2) Bekatul 270 mg/200 gr BB (P3) Bekatul 540 mg/200 gr BB (P4) Bekatul 1080 mg/200 gr BB (P5)

3 4 4 4 4 3

24.63±6.15 58.80±7.09 176.18±118.80

67.93±11.85 56.08±7.50 99.90±42.22


(42)

commit to user

Tabel 1. menunjukkan adanya perbedaan rerata SGPT tikus putih setelah diberi perlakuan selama 14 hari. Kelompok K mempunyai nilai rerata SGPT terendah yaitu 24.63±6.15 IU. Kelompok P2 mempunyai nilai rerata SGPT tertinggi diantara semua kelompok yaitu 176.18±118.80 IU. Semua kelompok yang diberi seduhan bekatul (kelompok P3, P4, dan P5) memiliki nilai rerata SGPT lebih kecil dibandingkan kelompok yang hanya diberi parasetamol saja, yaitu P3 67.93±11.85 IU, P4 56.08±7.50 IU dan P5 99.90±42.22 IU. Kelompok P4 mempunyai nilai rerata SGPT terendah di antara semua kelompok uji dosis. Kelompok P4 juga mempunyai nilai rerata lebih kecil dibandingkan kelompok pembanding P1 (58.80±7.09 IU).

B. Analisis Data

1. Uji Komparatif Kruskal-Wallis

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji komparatif Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian seduhan bekatul dalam menghambat peningkatan kadar SGPT.

Hasil Uji Kruskall-Wallis data rerata SGPT setelah perlakuan menunjukan nilai p=0.03 (lampiran 5). Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai p<0.05 yang berarti ada perbedaan rerata SGPT yang bermakna setelah diberi perlakuan selama 14 hari.


(43)

commit to user

2. Uji Komparatif Mann-Whitney

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji komparatif Mann-Whitney untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh efek hepatoprotektif antara dua kelompok perlakuan.

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai p<0.05 yang berarti ada perbedaan rerata SGPT yang signifikan antara dua kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok P1-P4, kelompok P3, kelompok P2-P5, kelompok P3-P4 dan kelompok P3-P5 (lampiran 6).


(44)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Data rerata SGPT setelah perlakuan (posttest) dianalisis menggunakan uji Kruskall-Walis sebagai altenatif uji Anova yang setara. Setelah itu analisis statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney karena data tidak berdistribusi normal. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 dengan taraf

kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan (α) 0,05 (Murti, 1994; Trihendradi,

2009).

Kelompok P2 mempunyai rerata SGPT tertinggi 176.18 IU. Normalnya, >90% dosis parasetamol yang dikonsumsi dimetabolisme di hepar akan berkonjugasi dengan asam sulfat dan asam glukoronat kemudian dibuang melalui urin. Dua persen dosis diekskresi oleh ginjal dalam bentuk utuh, sisanya dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 hepar menjadi suatu metabolit reaktif yaitu N-asetil-p-benzokuinon yang sangat toksik (Defendi, 2009; Gibson dan Skett, 1991; Vandenberghe, 1996). Pada pemberian parasetamol dosis toksik ini, cadangan glutation hepar kosong, metabolit NAPQI tidak dapat didetoksifikasi dan berikatan secara kovalen dengan protein membran lipid bilayer dari sel hepar menyebabkan nekrosis lobus sentral hepar (Defendi, 2009). Hasil analisis komparatif Mann-Whitney kelompok K-P2 (p=0.03) menunjukkan adanya perbedaan rerata SGPT yang bermakna setelah diberikan perlakuan.

Rerata SGPT Kelompok P1 (58.80 IU) lebih rendah dibandingkan kelompok P2. Menurut Hariyatmi (2004), vitamin E berada di lapisan fosfolipid


(45)

commit to user

membran sel dan berfungsi secara efektif memutus rantai terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas. Penelitian in vivo tikus putih tentang kemungkinan efek proteksi α-tokoferol pada kasus hepatotoksisitas akibat parasetamol telah diselidiki. Derivat vitamin E dan preparat farmakopenya memiliki efek membranotropik, menormalkan tingkat kolestrol total dan kolestrol bebas di mitokondria hepar serta dapat menurunkan aktivitas serum aminotransferase. Vitamin E juga dapat menurunkan tingkat generasi radikal anion superoksida (O2-), serta dapat meningkatkan

aktivitas enzim katalase dan glutation tereduksi di hepar. Aktivitas antioksidan α-tokoferol asetat dan derivatnya terdapat pada struktur dari cincin kromiumnya. Satu IU vitamin E setara secara biologis dengan 2/3 mg α-tokoferol asetat (Shaiakmetova et al., 2000).

Pemberian seduhan bekatul kelompok P3, P4 dan P5 terbukti mampu menurunkan kadar SGPT tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Beras Hitam mengandung beberapa senyawa aktif seperti flavonoid dan antosianin (Ling et al., 2002; Xia et al., 2003; Kaneda et al., 2006; Kim, 2006). Fraksi antosianin bekatul Beras Hitam berefek hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi parasetamol. Antosianin berkhasiat mencegah pengosongan glutation hepar. Antosianin juga berefek meningkatkan aktivitas enzim glutation hepar dan enzim glutation S-transferase. Selanjutnya, antosianin melindungi hepar dari toksisitas parasetamol dengan memblok sitokrom P4502E1 (CYP2E1), suatu isozim mayor dalam bioaktivasi parasetamol, serta bertindak sebagai suatu free radical scavenger (Choi et al., 2009).


(46)

commit to user

Pemberian seduhan bekatul kelompok P4 terbukti paling efektif melindungi hepar terhadap keracunan parasetamol. Hal ini tampak dari nilai rerata SGPT kelompok P4 paling rendah (56.08 IU) dibandingkan kelompok seduhan bekatul P3 dan P5. Dosis efektif bekatul ini setara dengan dosis penggunaan bekatul Beras Hitam di masyarakat untuk terapi yaitu 30 gr/70 kg BB.

Pada data rerata SGPT kelompok P3, P4 dan P5 menunjukkan bahwa peningkatan dosis seduhan bekatul tidak disertai dengan penurunan rerata SGPT tikus putih secara linier. Kurva hubungan antara peningkatan dosis seduhan bekatul dengan respon total penurunan rerata SGPT tikus putih tidak berbentuk garis lurus melainkan sigmoid. Puncak kurva tepat di tengah yaitu pada dosis 540 mg/200 gr BB (tersaji dalam lampiran 7).

Sesuai dengan key and lock theory, zat akif bekatul berikatan dengan reseptornya secara spesifik. Ikatan tersebut menghasilkan signal ke dalam sel

sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran, pembentukan second

messenger dan/atau mempengaruhi transkripsi gen. Respon yang dihasilkan

sebanding dengan jumlah reseptor yang berinteraksi, kadar zat aktif bekatul dan kompleks molekul reseptor-zat aktif bekatul (Kenakin, 1997). Pada dosis 270 mg/200 kg BB masih sedikit reseptor yang diduduki sehingga memberikan respon penurunan SGPT yang tidak terlalu besar. Pada dosis 540 mg/200 kg BB sudah banyak reseptor yang diduduki sehingga respon penurunan SGPT lebih besar dibandingkan dosis pertama. Seduhan bekatul yang ditingkatkan menjadi 1080 mg/200 gr BB tidak menyebabkan penurunan kadar SGPT yang bermakna. Dosis 1080 mg/200 gr BB bahkan dapat menyebabkan kematian 50% tikus dari


(47)

commit to user

kelompok dosis tersebut. Kemungkinan kematian tikus pada penelitian ini juga disebabkan kondisi hewan yang memburuk dan kandang yang belum standar.


(48)

commit to user BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian seduhan bekatul Beras Hitam dosis 270 mg/200 gr BB, 540 mg/200 gr BB dan 1080 mg/200 gr BB memiliki efek hepatoprotektif. Pada dosis 540 mg/200 gr BB paling efektif melindungi hepar tikus putih terhadap keracunan parasetamol.

B. Saran

Penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan:

1. Pengukuran kadar SGPT hewan uji sebelum perlakuan (pretest).

2. Pembuatan preparat histologi untuk mengetahui morfologi kerusakan hepar.

3. Penggunaan minyak zaitun sebagai pelarut vitamin E.

4.

Penggunaan kandang dan lingkungan pemeliharaan standar hewan

laboratorium.


(1)

commit to user 2. Uji Komparatif Mann-Whitney

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji komparatif Mann-Whitney untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh efek hepatoprotektif antara dua kelompok perlakuan.

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai p<0.05 yang berarti ada perbedaan rerata SGPT yang signifikan antara dua kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok P1-P4, kelompok P3, kelompok P2-P5, kelompok P3-P4 dan kelompok P3-P5 (lampiran 6).


(2)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Data rerata SGPT setelah perlakuan (posttest) dianalisis menggunakan uji Kruskall-Walis sebagai altenatif uji Anova yang setara. Setelah itu analisis statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney karena data tidak berdistribusi normal. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 dengan taraf

kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan (α) 0,05 (Murti, 1994; Trihendradi,

2009).

Kelompok P2 mempunyai rerata SGPT tertinggi 176.18 IU. Normalnya, >90% dosis parasetamol yang dikonsumsi dimetabolisme di hepar akan berkonjugasi dengan asam sulfat dan asam glukoronat kemudian dibuang melalui urin. Dua persen dosis diekskresi oleh ginjal dalam bentuk utuh, sisanya dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 hepar menjadi suatu metabolit reaktif yaitu N-asetil-p-benzokuinon yang sangat toksik (Defendi, 2009; Gibson dan Skett, 1991; Vandenberghe, 1996). Pada pemberian parasetamol dosis toksik ini, cadangan glutation hepar kosong, metabolit NAPQI tidak dapat didetoksifikasi dan berikatan secara kovalen dengan protein membran lipid bilayer dari sel hepar menyebabkan nekrosis lobus sentral hepar (Defendi, 2009). Hasil analisis komparatif Mann-Whitney kelompok K-P2 (p=0.03) menunjukkan adanya perbedaan rerata SGPT yang bermakna setelah diberikan perlakuan.

Rerata SGPT Kelompok P1 (58.80 IU) lebih rendah dibandingkan kelompok P2. Menurut Hariyatmi (2004), vitamin E berada di lapisan fosfolipid


(3)

commit to user

membran sel dan berfungsi secara efektif memutus rantai terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas. Penelitian in vivo tikus putih tentang kemungkinan efek proteksi α-tokoferol pada kasus hepatotoksisitas akibat parasetamol telah diselidiki. Derivat vitamin E dan preparat farmakopenya memiliki efek membranotropik, menormalkan tingkat kolestrol total dan kolestrol bebas di mitokondria hepar serta dapat menurunkan aktivitas serum aminotransferase. Vitamin E juga dapat menurunkan tingkat generasi radikal anion superoksida (O2-), serta dapat meningkatkan

aktivitas enzim katalase dan glutation tereduksi di hepar. Aktivitas antioksidan α-tokoferol asetat dan derivatnya terdapat pada struktur dari cincin kromiumnya. Satu IU vitamin E setara secara biologis dengan 2/3 mg α-tokoferol asetat (Shaiakmetova et al., 2000).

Pemberian seduhan bekatul kelompok P3, P4 dan P5 terbukti mampu menurunkan kadar SGPT tikus putih yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Beras Hitam mengandung beberapa senyawa aktif seperti flavonoid dan antosianin (Ling et al., 2002; Xia et al., 2003; Kaneda et al., 2006; Kim, 2006). Fraksi antosianin bekatul Beras Hitam berefek hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi parasetamol. Antosianin berkhasiat mencegah pengosongan glutation hepar. Antosianin juga berefek meningkatkan aktivitas enzim glutation hepar dan enzim glutation S-transferase. Selanjutnya, antosianin melindungi hepar dari toksisitas parasetamol dengan memblok sitokrom P4502E1 (CYP2E1), suatu isozim mayor dalam bioaktivasi parasetamol, serta bertindak sebagai suatu free radical scavenger (Choi et al., 2009).


(4)

commit to user

Pemberian seduhan bekatul kelompok P4 terbukti paling efektif melindungi hepar terhadap keracunan parasetamol. Hal ini tampak dari nilai rerata SGPT kelompok P4 paling rendah (56.08 IU) dibandingkan kelompok seduhan bekatul P3 dan P5. Dosis efektif bekatul ini setara dengan dosis penggunaan bekatul Beras Hitam di masyarakat untuk terapi yaitu 30 gr/70 kg BB.

Pada data rerata SGPT kelompok P3, P4 dan P5 menunjukkan bahwa peningkatan dosis seduhan bekatul tidak disertai dengan penurunan rerata SGPT tikus putih secara linier. Kurva hubungan antara peningkatan dosis seduhan bekatul dengan respon total penurunan rerata SGPT tikus putih tidak berbentuk garis lurus melainkan sigmoid. Puncak kurva tepat di tengah yaitu pada dosis 540 mg/200 gr BB (tersaji dalam lampiran 7).

Sesuai dengan key and lock theory, zat akif bekatul berikatan dengan reseptornya secara spesifik. Ikatan tersebut menghasilkan signal ke dalam sel sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran, pembentukan second

messenger dan/atau mempengaruhi transkripsi gen. Respon yang dihasilkan

sebanding dengan jumlah reseptor yang berinteraksi, kadar zat aktif bekatul dan kompleks molekul reseptor-zat aktif bekatul (Kenakin, 1997). Pada dosis 270 mg/200 kg BB masih sedikit reseptor yang diduduki sehingga memberikan respon penurunan SGPT yang tidak terlalu besar. Pada dosis 540 mg/200 kg BB sudah banyak reseptor yang diduduki sehingga respon penurunan SGPT lebih besar dibandingkan dosis pertama. Seduhan bekatul yang ditingkatkan menjadi 1080 mg/200 gr BB tidak menyebabkan penurunan kadar SGPT yang bermakna. Dosis 1080 mg/200 gr BB bahkan dapat menyebabkan kematian 50% tikus dari


(5)

commit to user

kelompok dosis tersebut. Kemungkinan kematian tikus pada penelitian ini juga disebabkan kondisi hewan yang memburuk dan kandang yang belum standar.


(6)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian seduhan bekatul Beras Hitam dosis 270 mg/200 gr BB, 540 mg/200 gr BB dan 1080 mg/200 gr BB memiliki efek hepatoprotektif. Pada dosis 540 mg/200 gr BB paling efektif melindungi hepar tikus putih terhadap keracunan parasetamol.

B. Saran

Penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan:

1. Pengukuran kadar SGPT hewan uji sebelum perlakuan (pretest).

2. Pembuatan preparat histologi untuk mengetahui morfologi kerusakan hepar.

3. Penggunaan minyak zaitun sebagai pelarut vitamin E.

4.

Penggunaan kandang dan lingkungan pemeliharaan standar hewan laboratorium.


Dokumen yang terkait

Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol

9 73 100

Kajian Ketahanan Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Penggerek Batang Padi Putih Scirpophaga innotata Wlk. (Lepidoptera ; Pyralidae) Di Rumah Kasa

4 78 81

Efek Nefroprotektif Ekstrak Tauge (Vigna radiata (L.) Terhadap Peningkatan Kadar Kreatinin Serum Tikus Wistar Yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik

2 11 4

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 3 10

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 7 11

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 5 11

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 5 11

EFEK INFUSA BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) PADA SERUM GLUTAMATE PIRUVAT TRANSAMINASE TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 4 8

EFEK EKSTRAK BEKATUL BERAS HITAM (Oryza sativa L) TERHADAP PERBAIKAN LUKA PADA MUKOSA LAMBUNG MENCIT YANG DIPAPAR ASPIRIN

4 15 54

EFEK INFUSA BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) PADA SERUM GLUTAMATE PIRUVAT TRANSAMINASE TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

0 0 5