Perbandingan Hasil Pengukuran Kadar Nikel Dengan Metode ICP (Inductively Couple Plasma) Dan Titrasi Kompleksiometri Pada Sampel Air Minum

(1)

(2)

Parameter Air Minum menurut PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010

NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE

1 BAU - Tidak berbau Organoleptis

2 RASA - Tidak berasa Organoleptis

3 Fe mg/L 0.3 APHA 3030,22nd ed.2010

4 Mn mg/L 0.4 APHA 3030,22nd ed.2010

5 Zn mg/L 3 APHA 3030,22nd ed.2010

6 Cd mg/L 0.003 APHA 3030,22nd ed.2010

7 Pb mg/L 0.01 APHA 3030,22nd ed.2010

8 Hg mg/L 0.001 APHA 3030,22nd ed.2010

9 As mg/L 0.01 APHA 3030,22nd ed.2010

10 Ba mg/L 0.7 APHA 3030,22nd ed.2010

11 Cu mg/L 2 APHA 3030,22nd ed.2010

12 Ni mg/L 0.07 APHA 3030,22nd ed.2010

13 Se mg/L 0.01 APHA 3030,22nd ed.2010

14 Al mg/L 0.2 APHA 3030,22nd ed.2010

15 Na mg/L 200 APHA 3030,22nd ed.2010

16 NITRIT mg/L 3 SNI 06.6989.9.2004

17 FLUORIDA mg/L 1.5 Spektrofotometri

18 SIANIDA mg/L 0.07 Spektrofotometri

19 pH - 6.5-8.5 IKM/BTKL-MDN/KI

20 NITRAT mg/L 50 Spektrofotometri

21 AMONIAK mg/L 1.5 Spektrofotometri

22 SUHU OC DEVIASI 3OC IKM/BTKL-MDN/K3

23 KLORIDA mg/L 250 SNI 6989.19:2009

24 KROMIUM mg/L 0.05 Spektrofotometri

25 WARNA TCU 15 Spektrofotometri

26 TDS mg/L 500 Elektroda

27 SULFAT mg/L 250 Spektrofotometer

28 KESADAHAN mg/L 500 SNI 06-6989.12-2004

29 KEKERUHAN NTU 5 Spektrofotometri

30 KMnO4 mg/L 10 SNI 06-6989.22-2004


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi I. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Effendi, H. 2002. Telaah Kualitas Air.Yogyakarta : Kanisius.

Gandjar, I.B. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ginting, P. 2006. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Jakarta : Wrama Widya.

Montaser, A. 1992. Inductively Coupled Plasma In Atomic Spectrometry. 2nd Edition. New York : VCH Publiher.

Mulia, R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Graha Ilmu.

Mulyanto, H.R. 2007. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi kedua. Surabaya : AirlanggaUniversity Press.

Mukono, H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Sukandarrumidi. 2009. Geologi Mineral Logam Untuk Eksplorer Muda. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Underwood, A.L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Jakarta : Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.


(5)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma) 3.1.1. Alat dan Bahan

3.1.1.1. Alat

1. Inducktively coupled Plasma (ICP) 2. Pemanas Listrik

3. Pipet Volume pyrex 3, 5, 10, 25 ml 4. Labu ukur pyrex 100, 500 ml 5. Corong

6. Erlenmeyer pyrex 250 ml

3.1.1.2. Bahan

1. Larutan standar Ni 1000 mg/L 2. Air suling

3. HNO3 pekat

4. Kertas saring 5. Gas argon


(6)

3.1.2. Prosedur Kerja

3.1.2.1. Pembuatan Larutan Baku Nikel

A. Pembuatan Larutan Baku Nikel 5 mg/L

1. Pipet 5 mL larutan baku Ni 1000 mg/L ke dalam labu ukur 1000 mL 2. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera

B. Pembuatan Larutan Kerja Nikel

1. Pipet 0, 3, 5, 10, 15, 25 mL larutan baku Ni 5 mg/L ke dalam labu ukur 1000 mL

2. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh kadar Nikel 0 ; 0.015 ; 0.025 ; 0.050 ; 0.075 ; 0.125 mg/L

3. Masukkan masing-masing larutan kerja tersebut ke dalam erlenmeyer 250 mL

3.1.2.2. Prosedur Analisa

1. Atur alat ICP dan optimalkan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk pengujian kadar Nikel

2. Alirkan gas argon, tunggu 5 menit untuk purging 3. Hidupkan exhaust system

4. Hidupkan instrumen ICP, tunggu 10 menit untuk warming up 5. Hidupkan water chiller, tunggu 5 menit sampai termperatur stabil

(sekitar 23oC -24 oC)

6. Buka ICP software, klik instrument icon

7. Klik W/L Calib, tunggu sampai ICP selesai wavelength calibration 8. Tutup instrument page


(7)

9. Klik worksheet icon

10.Buat worksheet baru, klik New (jika sudah ada metode yang dibuat, langsung klik Open)

11.Klik edit method

12.Pilih elemen dan wavelength yang akan dianalisa 13.Kilk condition

14.Hidupkan plasma, tunggu 5 menit sampai stabil

15.Setting semua parameter yang diperlukan, sampai dihasilkan SBR terbesar. Setiap ada peribahan angka setting, klik read spectrum

16.Klik standard dan masukkan jumlah standard, nilai standard dan unit (satuan) 17.Tutup method editor dan update semua method setting yang telah dilakukan 18.Kilk sequence page

19.Klik sequence editor

20.Masukkan sampel number dan calibration solution 21.Setelah klik OK, tutup sequence editor

22.Klik manual sampel source 23.Klik analysis page

24.Isapkan larutan baku dan larutan sampel satu per satu ke dalam alat ICP melalui pipa injeksi alat.


(8)

3.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 3.2.1. Alat dan Bahan

3.2.1.1. Alat

1. Erlenmeyer 250 mL 2. Pipet volume 5, 10 mL 3. Matt pipet 5, 10 mL 4. Timbangan analitik 5. Gelas ukur 25, 50 mL 6. Beaker glass 50, 250 mL 7. Bola karet

8. Buret 25 mL skala 0.1 mL 9. Statif dan Klem

10.Pipet tetes 11.Botol aquadest 12.Spatula

13.Alu dan Lumpang

3.2.1.2. Bahan

1. Indikator Eriochrome Black T (EBT) 2. Larutan Penyangga pH 10 ± 0.1

3. Larutan Standar Kalsium Karbonat (CaCO3) 0.01 M


(9)

5. Larutan standar Magnesium Sulfat (MgSO4 ) 0.1 M

6. Aquadest

3.2.2. Prosedur

3.2.2.1. Pembuatan Bahan

a) Indikator Eriochrome Black T (EBT)

1. Timbang 200 mg EBT dan 100 g kristal NaCl, kemudian dicampur 2. Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 s/d 50 mesh 3. Simpan dalam botol yang tertutup rapat

b) Larutan Penyangga pH 10 ± 0.1

1. Larutkan 1.179 g Na2EDTA dihidrat dan 780 mg magnesium sulfat penta

hidrat (MgSO4.7H2O) dalam 50 mL air suling

2. Tambahkan larutan tersebut ke dalam 16.9 g NH4Cl dan 143 mL NH4OH

pekat, sambil dilakukan pengadukan

3. Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 250 mL Catatan:

1. Larutan penyangga ini disimpan dalam botol bertutup rapat dengan penyimpanan tidak boleh lebih dari 1 bulan.

2. Buang larutan penyangga ini jika 1 mL s/d 2 mL larutan tsb ditambahkan ke dalam larutan sampel tidak menghasilkan pH 10 ± 0.1 pada titik akhir titrasi.

c) Larutan Standar Kalsium Karbonat (CaCO3) 0.1 M


(10)

2. Larutkan dengan sedikit asam klorida (HCl) 1 : 1, tambah dengan 200 mL air suling

3. Didihkan beberapa menit untuk menghilangkan CO2, lalu dinginkan

4. Setelah dingin, tambahkan beberapa tetes inidikator metil merah

5. Tambahkan NH4OH 3 N atau HCl 1 : 1 sampai terbentuk warna orange

6. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 mL, kemudian tepatkan sampai tanda tera.

d) Larutan baku Dinatrium Etilen Tetra Asetat Dihidrat (Na2EDTA.2H2O

= C10H14N2Na2O8.2H2O = tritiplek) 0.1 M

1. Larutkan 9,3075 g Na2EDTA.2H2O dengan air suling di dalam labu ukur 250

mL, tepatkan sampai garis tanda.

e) Larutan standar Magnesium Sulfat Pentahidrat (MgSO4.5H2O ) 0.1 M

2. Larutkan 2,4648 g MgSO4.5H2O dengan air suling di dalam labu ukur 100

mL, tepatkan sampai garis tanda.

3.2.2.2. Standarisasi Larutan Na2EDTA ± 0.1 M

1. Pipet 10 mL larutan standar CaCO3 0.1 M, masukkan ke dalam labu

erlenmeyer 250 mL

2. Tambahkan 40 mL air suling dan 1 mL larutan penyangga pH 10 ± 0.1 3. Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai dengan 50 mg indikator EBT 4. Titrasi dengan larutan Na2EDTA 0.1 M sampai terjadi perubahan warna dari

merah keunguan menjadi biru


(11)

6. Hitung molaritas larutan baku Na2EDTA dengan menggunakan rumus sbb

MCaCO3 X VCaCO3

MEDTA =

VEDTA

Dengan pengertian :

MEDTA adalah molaritas larutan baku Na2EDTA (mmol/mL)

VEDTA adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA (mL)

VCaCO3 adalah volume rata-rata larutan CaCO3 yang digunakan (mL)

MCaCO3 adalah molaritas larutan CaCO3 yang digunakan (mmol/mL)

3.2.2.3. Prosedur Analisa

1. dimasukkan 25 ml sampel kedalam labu Erlenmeyer 250ml 2. ditambahkan 32 ml Na2EDTA 0,1 M

3. ditambahkan aquades hingga 200 ml 4. ditambahkan 4 ml larutan buffer pH 10 5. ditambahkan seujung spatula indikator EBT

6. dititrasi dengan menggunakan larutan standar MgSO4 0,1M hingga terjadi

perubahan warna dari biru menjadi merah anggur 7. dilakukan prosedur yang sama sebanyak 3 kali 8. dicatat hasilnya

9. dihitung kadar Nikel dalam satuan ppm dengan persamaan


(12)

Dimana :

Vol.A = Volume larutan MgSO4 0.1 M yang terpakai (mL)


(13)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Data hasil penentuan kadar Ni pada salah satu air minum dipaparkan pada Tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Ni dengan metode ICP (Inductively Coupled Plasma)

No. Sampel Kadar (ppm)

1 1278/am/04/13 0.33658

2 1278/am/04/13 0.33675

3 1278/am/04/13 0.33680

Rata-rata 0.33671

Tabel 4.2. Hasil Analisa Ni dengan menggunakan Metode Titrasi Kompleksiometri Secara Titrasi Balik, dengan menggunakan Na2EDTA 0.1 M sebagai larutan standar

dan MgSO4 0.1 M sebagai larutan ion logam.

No. Sampel Volume Na2EDTA

0.1 M (mL)

Volume MgSO4

0.1 M (mL)

1 1278/am/04/13 32 31.5

2 1278/am/04/13 32 31.6

3 1278/am/04/13 32 31.5


(14)

4.2. Perhitungan

4.2.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma)

_______________________

4.2.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 4.2.2.1. Standarisasi Na2EDTA 0.1 M

Tabel 4.3. Volume Na2EDTA 0.1 M (mL)

No. Volume Na2EDTA 0.1 M (mL)

1 11.6

2 11.5

3 11.5

Rata-rata 11.53

MCaCO3 X VCaCO3

MEDTA =

VEDTA

Dengan pengertian :

MEDTA adalah molaritas larutan baku Na2EDTA (mmol/mL)

VEDTA adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA (mL)

VCaCO3 adalah volume rata-rata larutan CaCO3 yang digunakan (mL)

MCaCO3 adalah molaritas larutan CaCO3 yang digunakan (mmol/mL)

MCaCO3 X VCaCO3

MEDTA =


(15)

0.1 M X 10 mL MEDTA =

11.53 mL = 0.087 M

4.2.2.2. Kadar Nikel

1 mL (Vol.A – Vol.B) = 5.871 mg Ni Dimana :

Vol.A = Volume larutan MgSO4 0.1 M yang terpakai (mL)

Vol.B = Volume larutan Na2EDTA 0,1 yang terpakai (mL)

1 mL (Vol.A – Vol.B) = 5.871 mg Ni (32 mL – 31.53 mL) = 5.871 mg Ni

mg Ni = 0.5 X 5.871 mg Ni = 2.9355 mg maka dalam satuan ppm, kadar Ni adalah

mg Ni 2.9355 mg

= = 2.9355 X 103 mg / L = 2935.5 ppm 10-3 L 10-3 L


(16)

4.3. Pembahasan

Dari hasil pemeriksaan sampel air badan air yang sudah tersedia di laboratorium yang dilaksanakan dilaboratorium BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit) pada bulan April 2013, diperoleh hasil analisa kadar nikel dengan metode ICP (Inductively Coupled Plasma) telah melewati batas normal berdasarkan baku mutu air menurut PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010. Dimana standar baku mutu air menurut PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk nikel adalah 0.07 ppm (mg/L).

Namun pada analisa kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi kompleksiometri diperoleh kadar sebesar 2935.5 ppm, dimana angka ini sangat jauh dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan alat ICP (Inductively Coupled Plasma).

Dalam melakukan analisa kuantitatif beberapa gangguan dan kesalahannya, antara lain :

1. Penimbangan yang tidak benar, demikian juga pemindahan analit dan baku yang sesuai

2. Ektraksi analit dari suatu matriks

3. Penggunaan buret, pipet, dan labu takar yang tidak benar 4. Pengukuran meggunakan alat yang tidak terkalibrasi 5. Kegagalan dalam melakukan analisis blanko


(17)

7. Kegagalan untuk menghilangkan gangguan oleh bahan tambahan dalam pengukuran analit (Gandjar, 2007).

Ada beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengerjaan percobaan dengan metode titrasi komplesiometri ini, antara lain :

1. Adanya senyawa-senyawa lain yang mungkin ada dalam larutan on logam dapat membentuk kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi yang diinginkan.(Underwood, 1998). Dimana kemungkinan dalam sampel air minum juga terdapat logam-logam bervalensi 2 seperti Zn2+, Cu2+, Mg2+, dan Ca2+, yang jika bereaksi dengan EDTA akan membentuk kompleks yang hampir mirip dengan kompleks yang dibentuk EDTA dengan logam nikel yang nantinya akan terhitung sebagai kadar nikel.

2. Tidak adanya upaya pemakaian masking agent untuk mengurangi efek gangguan pembentukan senyawa logam kompleks yang mirip dengan logam nikel. Karena pembentukan kompleks kadang-kadang dengan pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek dari pengompleks disebut penutupan (‘masking”) (Underwood, 1998).

3. Hidrolisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke kesitimbangan yang benar (Underwood, 1998). Dimana dalam percobaan ini digunakan penggunaan pH 10 dalam preparasi sampelnya, dan untuk analisa magnesium maupun kalsium juga digunakan pH 10 dalam preparasi sampelnya sehingga memungkinkan kadar Mg maupun Ca juga terhitung.


(18)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang telah dilakukan pada sampel air minum dengan menggunakan metode Inductively Couple Plasma (ICP) diperoleh kadar nikel : 0.33671 mg/L dan analisis menggunakan metode Titrasi Kompleksiometri diperoleh kadar nikel : 2935.5 mg/L. Kadar ini telah melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan dalam PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010.

5.2. Saran

a) Sebaiknya hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini dapat diketahui oleh masyarakat dan juga dilakukan penyuluhan mengenai bahaya logam jika sampaii melebihi ambang batas yang telah ditentukan.

b) Sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala untuk air minum yang biasa dikonsumsi oleh warga untuk mengurangi efek-efek buruk yang dapat timbul dari konsumsi air minum.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Saat ini, masalah yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk kebutuhan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolahan dan perlindungan sumber daya air saksama.

Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut : a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

langsung, tanpa pengolohan terlebih dahulu

b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum c. Golongan C, yaitu air dapat digunakan keperluan perikanan dan peternakan d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha


(20)

Pengelolahan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air. Mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Namun, sebelum melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang baik tentang terminology, karakteristik, dan interkoneksi parameter – parameter kualitas air (Effendi, 2003).

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari menyiapkan diri (mandi), membersihkan ruangan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan, dan minuman sampai dengan aktivitas – aktivitas lainnya.

Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air. Transportasi zat – zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Juga hara – hara dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar dalam bentuk larutannya (Achmad, 2004).

2.1.1. Sifat Air

Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak memiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:


(21)

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0°C (32°F) - 100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 100°C merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat didalam jaringan tubuh makhluk hidup maupun air yang terdapat dilaut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan ; sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka bumi, karena sekitar 60 % - 90 % bagian sel makhluk hidup adalah air.

2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas atau pun dingin seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah terjadinya stress pada makhluk hidup karena adanya perubahan suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sangat baik sebagai pendingin mesin.

3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas yang besar. Pelepasan energi ini merupakan salah satu penyebab mengapa kita merasa sejuk pada saat berkeringat. Sifat ini juga merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran panas secara baik di bumi.

4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga 35.000 mg/liter. Sifat ini


(22)

memungkinkan unsur hara (nutrient) terlarut diangkut ke seluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan memungkinkan bahan – bahan toksik yang masuk kedalam jaringan tubuh makhluk hidup dilarutkan untuk dikeluarkan kembali. Sifat ini juga memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk kebadan air.

5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik. Tegangan permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang kecil). Dengan adanya sistem kapiler dan sifat pelarut yang baik, air dapat membawa nutrient dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar, batang, dan daun). Adanya tegangan permukaan memungkinkan beberapa organisme, misalnya jenis – jenis insekta, dapat merayap di permukaan air.

6. Air merupakan satu – satunya senyawa yang merenggang ketika membeku. Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas (massa/volume) yang lebih rendah daripada air. Dengan demikian, es akan mengapung di air. Sifat ini mengakibatkan danau –danau didaerah yang beriklim dingin hanya membeku pada bagian permukaan (bagian di bawah pemukaan masih berupa cairan) sehingga kehidupan organisme akuatik tetap berlangsung. Sifat ini juga dapat mengakibatkan pecahnya pipa air pada saat air di dalam pipa membeku. Densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1 g/cm3 terjadinya pada suhu 3,95 °C. Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil dari 3,95 °C, densitas air lebih kecil dari satu (Effendi, 2003).


(23)

2.1.2. Masalah Pencemaran Air

Sesuai dengan sifat dan proses produksi terdapat pabrik-pabrik yang menggunakan bahan-bahan beracun dan berbahaya, baik dalam bentuk bahan baku, hasil produksi maupun hasil sampingan. Sifat bahaya dan racun yang ditimbulkannya dapat karena sentuhan, penyimpanan yang kurang baik maupun penggunannya melebihi lethal dosis. Bahan-bahan beracun dan bahaya timbul dalam proses ekstraksi, proses kimia. Bahan-bahan ini juga harus dijaga dalam sistem pengangkutan, maupun sistem penyimpanan serta penggunaannya. Bahan-bahan beracun dan berbahaya tergabung sebagai limbah karenaa tumpahan atau kebocoran. Suatu bahan tergolong beracun dan berbahaya dapat diketahui antara lain : mudah terbakar, sifat korosif, menyengat sifat oxidator, sifat membunuh serta menimbulkan luka-luka bila tersentuh. Bahan- bahan yang termasuk golongan ini adalah obat-obatan, insektisida, herbisida, pelarut-perlarut seperti aseton, karbon tetra khlorida, bahan-bahan pembersih detergent, amoiak, lem, cat dengan elemen dasar timbal.

Sifat-sifat beracun menunjukkan efek biologis, misalnya kemampuan bahan menciptakan luka bila tersentuh tubuh dan menimbulkan ancaman terhadap lingkungan hidup bila konsentrasinya melebihi nilai ambang batas. Sifat racun bahan kimia belum tentu menimbulkan bahaya, apabila penggunaan bahan dilakukan secara tepat dalam dosis yang tepat (Ginting, 2007).

Hampir sekitar 1,5 milyard penduduk bumi mengalami kekurangan air minum, sehingga paling sedikit menyebabkan 5 juta kematian setiap tahun karena penyakit yang dibawa air. Polusi air dapat berasal dari sumber terpusat yang


(24)

membawa pencemaran dari lokasi – lokasi khusus seperti pabrik – pabrik, instalasi pengolahan limbah dan tanker minyak, ddan sumber tak terpusat, yang ditimbulkan jika hujan dan salju cair mengalir melewati lahan dan menghanyutkan pencemar – pencemar diatasnya seperti pestisida dan pupuk dan mengendapkannya dalam danau, telaga, rawa, perairan, pantai, dan air bawah tanah.

Polusi air berasal dari aktivitas manusia : dari industri dibuang melewati pipa – pipa atau bocoran dari pipa – pipa itu dan tangki penyimpanannya. Air tercemar dapat juga berasal dari pertambangan ketika rembesan air melarutkan dan tercemar zat – zat kimia sisa proses produksi dan sisa galian.

Beberapa jenis bahan kimia beracun yang dijumpai manusia secara teratur dapat menimbulkan resiko – resiko kesehatan. Sisa pestisida pada sayur – mayur, merkuri dalam ikan dan banyak bahan kimia hasil industri dapat menimbulkan kanker, cacat bawaan, mutasi genetika atau bahan kematian (Mulyanto, 2007).

2.1.3. Sumber Pencemaran Air

Beberapa sumber pencemaran air, antara lain : a. Domestik (Rumah Tangga)

Yaitu yang berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus, dan dapur.

b. Industri

Secara umum jenis polutan air dari industri dapat dikelompokkan sebagai berikut :


(25)

1. Fisik

Pasir atau lumpur yang tercampur dengan limbah air. 2. Kimia

Bahan pencemar yang berbahaya: Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timah Hitam (Pb), pestisida, dan jenis logam berat lainnya.

3. Mikrobiologi

Berbagai macam bakteri, virus, parasit, dan lain – lainnya. Misalnya yang berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong, dan tempat pemerahan susu sapi.

4. Radioaktif

Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat pula menimbulkan pencemaran air. c. Pertanian dan Perkebunan

Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa: 1. Zat Kimia

Misalnya: berasal dari penggunaan pupuk, pestisida seperti (DDT, Dieldrin, dan lain-lain).

2. Mikrobiologi

Misalnya: virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak, dan cacing tambang di lokasi perkebunan.


(26)

3. Zat radioaktif

Berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumuhan tanaman (Mukono, 2000).

2.1.4. Persyaratan Air Minum

Agar air minum tidak menyebabkan gangguan kesehatan, maka air tersebut haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Di Indonesia, standar air minum yang berlaku dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/IX/1990.

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/IX/1990, persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia, parameter mikrobiologi, dan parameter radioaktivitas yang terdapat didalam air minum tersebut.

1. Parameter Fisika

Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah zat padat terlarut (TDS). Air yang baik idealnya tidak berbau. Air yang berbau busuk tidaak menarik dipandang dari sudut estetika. Selain itu, bau busuk juga bisa disebabkan proses penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air.

Air yang baik idealnya harus jernh. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Di samping


(27)

itu, air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba patogen dapat terlindung oleh partikel.

Air idelanya juga tidak memiliki rasa/tawar. Air yang tidak tawar mengindikasikan adanya zat-zat tertentu di dalam air tersebut. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu di dalam air, begitu juga rasa asam disebabkan adanya asam di dalam air dan rasa pahit disebabkan oleh adanya basa di dalam air tersebut.

Selain itu juga, air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar. Di Indonesia, suhu air idealnya ±3oC dari suhu udara. Air secara mencolokmempunyai suhu diatas atau dibawaah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut) atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi di dalam air.

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6) dan kloid (diameter 106-103mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik. Kesadahan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endaapan/kerak pada sistem perpipaan.

2. Parameter Kimiawi

Parameter kimiawi dikelompokkanmenjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum di Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya, dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, volatile organic chemical (zat kimia organik mudah menguap) zat-zatt berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen.


(28)

Sumber logam dalam air dapat berasal dari industri, pertambangan ataupun proses pelapukan secara alamiah. Korosi dari pipa penyalur air minum dapat juga menyebabkan kehadiran logam dalam air minum.

Bahan kimia organik dalam air minum dapat dibedakan menjadi 3 kategori. Kategori 1 adalah bahan kimia yang mungkin bersifat karsinogenik bagi manusia. Kategori 2 adalah bahan kimia yang tidak bersifat karsinogenik bagi manusia. Kategori 3 adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit kronis tanpa ada fakta karsinogenik.

3. Parameter Mikrobiologi

Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri koliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah, atau sumber alamiah lainnya. Istilah fecal coliform (koliform tinja) menunjukkan bakteri koliform berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas lainnya. Penetuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya patogen di dalam air minum.

4. Parameter Radioaktivitas

Apapun bentuk radio aktivitas efeknya sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel-sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruhnya sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi.

Sinar alpha, beta, dan gamma berbeda dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Sinar alpha sulit menembus kulit dan sinar gamma dapat menembus sangat


(29)

dalam. Kerusakan yang terjadi ditentukan oleh intensits serta frekuensi dan luasnya pemaparan (Mulia, 2005).

2.2. Nikel

Nikel adalah logam berwarna putih perak dengan berat jenis 8,5 dan berat atom 58,71 g/mol. Ni merupakan logam yang resistensi terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur tinggi sehingga bisa digunakan untuk memproduksi stainless steel. Bijih nickel lateric (nickel ore) mengandung kadar Ni tinggi, sedangkan ferronikel adalah paduan logam antara nikel dan besi. Logam nikel memiliki sifat kuat, dapat ditempa, serta tahan terhadap karat dan tahan terhadap oksidasi (Widowaty, 2008).

Nikel adalah logam yang cukup keras putih mengkilat terdapat didalam kerak bumi sebanyak kurang lebih 0.002%. Nikel terdapat pada batuan ultrabasa seperti dunit dan peridotit yang mengalami serpentinisasi dan lapuk yang menghasilkan mineral sekunder bijih nikel garnierit.

Nikel digunakan untuk membuat campuran logam (non-ferros alloy),misal alloy nikel-besi dengan kandungan nikel antara 50-80 %, sisanya besi. Alloy alni yaitu campuran alluminium, nikel, dan besi, yang dalam penggunaannya sama dengan penggunaan baja karbon. Alloy ferrit yang mengandung nikel oksida (NiO) dan oksida seng. Alloy tersebut biasanya dimanfaatkan untuk peralatan elektronika (Sukandarrumidi, 2009).

Pembuangan limbah yang mengandung Ni mengakibatkan pencemaran Ni pada tanah, air, dan tanaman. Total Ni dalam tanah bisa mencapai 5-500 ppm,


(30)

sedangkan kadar Ni pada air tanah mencapai 0,005-0,05 ppm dan kadar Ni pada tumbuhan tidak lebih dari 1 ppm (Sukandarrumidi, 2009).

Pada kondisi pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat. Pada pH > 9, nikel akan membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida dan karbonat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut.

Sumber nikel di perairan adalah niccolite (NiAs), pentladite [(Fe3Ni)9S8],

garnierite [(Ni,Mg)6(OH)6(Si4O11).H2O], limonite [(Ni,Fe)O(OH).nH2O], dan

pyrhotile. Nikel banyak digunakan dalam industri metalurgi, pelapisan logam, industri kimia, pembakaran minyak, dan pembakaran limbah.

Nikel merupakan unsur yang memiliki toksisitas rendah. Toksisitas nikel (EC50) terhadap Lemma minor adalah 0,45 mg/L. nilai LC50 nikel terhadap Daphina

magna adalah 19.5 mg/L, terhadap beberapa jenis ikan tawar dan ikan air laut berkisar antara 1-100 mg/L. Bersama-sama dengan Cu dan Zn, nikel memiliki sifat aditif. Urutan toksisitas beberapa logam dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi berturut adalah: Sn<Ni<Pb<Cr<Co<Cd<Zn<Cu<Ag<Hg (Effendi, 2003).

2.2.1. Manfaat Nikel

Nikel digunakan antara lain dalam produk-produk industry dan konsumen, temasuk stainless steel, magnet, mata uang, baterai isi ulang, string gitar listrik dan alloy khusus. Nikel digunakan secara besar-besaran untuk pembuatan baja tahab karat dan alloy lain yang bersifat tahan korosi, seperti Invar®,Monel®,dan Hastelloys®.


(31)

Alloy tembaga-nikel berbentuk tabung banyak digunakan untuk pembuatan instalasi proses penghilangan garam untuk mengubah air laut menjadi air segar. Nikel digunakan pula dalam industri keramik. Nikel yang sangat halus, digunakan sebagai katalis untuk menghidrogenasi minyak sayur (menjadikannya padat). Pembuatan magnet elnico. Baterai Penyimpanan Edison®. Koin 5 sen Amerika mengandung 75% Cu dan 25% Ni, di kanada Nikel digunakan antara 1922-1981 dengan kandungan 99,99% dan magnetik lain, di Negara lain ada juga yang menggunakan nikel untuk mata uang koin.

Nikel (Ni) merupakan zat gizi esensial untuk beberapa jenis hewan dan manusia. Ni terdapat pada DNA dan RNA. Ni berfungsi menstabilisasi struktur asam nukleat serta protein, dan sebagai kofaktor berbagai enzim. Defisiensi Ni bisa mengakibatkan kerusakan hati dan alat tubuh lain. Ni merupakan nonspesifik akifator enzim. Enzim yang mengandung Ni telah diidentifikasi dalam tanaman dan mikroorganisme, tetapi belum terdapat bukti mengenai enzim hewan yang diaktivasi oleh Ni. Ni spesifik untuk enzim urease dalam rumen sebagai Ni-metalloenzyme. Ni berperan dalam metabolisme tubuh bersama dengan vitamin B-12. Ni mengatur kadar lipid dalam jaringan dan Ni juga berperan dalam sintesis fosfolipid.

Pemberian suplemen Ni akan bermanfaat bagi ternak ruminansia yang diberi makanan tinggi konsentrat, tetapi rendah kadar protein. Ni juga bermanfaat untuk meningkatkan recycle Ni dalam rumen hewan dengan cara meningkatkan aktivitas urease dalam rumen. Ni merupakan komponen faktor F340 dan dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri metanogenik dalam rumen, yang secara in vitro Ni merangsang metanogenesis.


(32)

Kadar Ni dalam jaringan akan dijaga dan diatur oleh mekanisme kontrol homeostatik. Sebagai contoh, anak sapi membutuhkan Ni dalam makanan sejumlah lebih dari 250 ppm. Kebutuhan Ni untuk hewan nonruminansia lebih besarr dibandingkan hewan ruminansia sebesar < 200 µg/kg makanan. Kebutuhan Ni hewan ruminansia adalah sebesar 1 ppm. Hewan ruminansia akan mengalami defisiensi Ni apabila makanan mengandung 100 ppb. Manusia ada umumnya mengkonsumsi Ni dari makanan sebesar 150 µg/hari, sedangkan intake Ni makanan pada orang dewasa rata-rata sebesar 100-300 µg/hari (Widowati, 2008).

2.2.2. Bahaya Nikel

Daya racun yang dimiliki oleh kelas-kelas logam sebagai berikut :

1. Ion kelas B merupakan golongan ion-ion logam yang mempunyai daya racun besar (atau ion logam sangat beracun) karena :

a) Paling efektif untuk berikatan dengan gugus sulfihidril (-SH), seperti dalam sistein: dengan struktur molekul yang memiliki gugus nitrogen (N), seperti yang terdapat dalam lisin dan hstidin. Gugus sulfur dan nitrogen merupakan gugus aktif dari enzim-enzim logam (metalloenzim).

b) Dapat menggantikan posisi dari ion-ion logam kelas antara, seperti ion seng (Zn++) dari enzim logam (metalloenzim). c) Bersama dengan ion-ion logam kelas antara, ion-ion logam


(33)

dalam lemak (lipid soluble). Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak mampu melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam tersebut akan menumpuk (terakumulasi) di dalam sel dan organ-organ lain. Sebagai contoh ion-ion logam Hg, Pb, dan Sn.

d) Beberapa ion logam dari golongan ion-ion logam kelas B, dalam metallo-protein menunjukkan kemampuan oksidasi reduksi (redoks), seperti Cu2+ Cu+. Ion logam tembaga (Cu) ini akan mengubah kesatuan fungsional dari protein terkait. 2. Ion-ion logam kelas antara, merupakan golongan ion logam dimana daya

racun yang ada lebih disebabkan oleh kemampuan dari ion-ion logam ini untuk menggantikan ion-ion logam yang sudah ada secara alamiah pada molekulnya. Salah satu contoh dari kelompok ion-ion logam kelas antara ini adalah ion logam Nikel (Ni2+). Ion tersebut dapat menggeser gugus Zn2+ yang merupakan faktor aktif pada enzim karbonat anhidrase.

3. Ion-ion logam kelas A dapat dikatakan sebagai kelompok logam beracun yang daya racunnya rendah. Daya racun yang dibawa atau yang terdapat pada logam kelas A cenderung disebabkan oleh kemampuannya dalam menggantikan posisi ion-ion lain, tetapi masih dari satu golongan yang berfungsi pada enzim-enzim tertentu pula. Sebagai contoh adalah logam Be+2, akan dpat digantkan oleh ion logam Mg2+. Ion logam Mg 2+ itu karena menggantikan posisi dari ion logam Be2+ jadi beracun karena menghalangi kerja enzim yang ditempel atau yang berikatan dengannya (Palar, 2008).


(34)

Pada umumnya, orang bisa terpapar Ni ditempak kerja daalam produksi atau proses yang menggunakan bahan Ni atau bisa juga melalui kontak dengan perhiasan dengan perhiasan yang mengandung Ni, stainless steel, serta peralatan masak yang mengandung Ni atau berbahan asam tembakau.

Paparan nikel (Ni) bisa terjadi melalui inhalasi, oral, dan kontak kulit. Reaksi Ni dan karbonmonoksida (CO) menghasilkan nikel karbonil (Ni[CO]4) yang bisa

terurai menjadi Ni dan CO pada pemanasan 200oC. Proses tersebut merupakan metode yang mudah untuk pemurnian Ni. Nikel karbonil bersifat lebih toksik dan bisa mengganggu kesehatan masyarakat dibandingkan senyawa nikel lainnya dikarenakan nikel karbonil berbentuk cairan yang mudah menguap (volatile liquid) dan banyak digunakan dalam berbagai industri sehingga resiko manusia terkontaminasi nikel karbonil sangat tinggi. Gejala awal dari paparan (Ni[CO]4)

berupa sakit kepala, mual, muntah, epigatrik, sakit dada, yang disertai gejala batuk-batuk, hiperne, sianosis, sakit lambung dan usus, serta keadaan lemah. Gejala-gejala tersebut bisa disertai berbagai gejala demam, leukosistosis, dan pneumonia yang parah, kegagalan pernafasan, kadang-kadang edema sereberal, yang kemudian dapat mengakibatkan kematian. Berdasarkan hasil autopsi terhadap korban yang meninggal akibat paparan (Ni[CO]4) diketahui bahwa kadar Ni tertinggi adalah di paru-paru,

selanjutnya dalam jumlah rendah terdapat di ginjal, hati, dan otak.

Orang yang minum air terkontaminasi nikel sulfat atau nikel klorida akan mengalami gangguan neurologis. Paparan akut nikel klorida bisa mengakibatkan fibrosis pulmo atau edema ginjal.


(35)

Paparan Ni lewat kulit secara kronis bisa menimbulkan gejala, antara lain dermatitis nikel berupa eksema (kulit kemerahan, gatal) pada jari-jari, tangan pergelangan tangan, serta lengan. Paparan kronis Ni secara inhalasi bisa mengakibatkan gangguan pada alat pernafasan, berupa asma, penurunan fungsi paru-paru, serta bronkitis.

Tingginya kadar Ni dalam jaringan tubuh manusia bisa mengakibatkan munculnya berbagai efek samping, yaitu akumulaasi Ni pada kelenjar pituitari yang bisa mengakibatkan depresi sehingga mengurangi sekresi hormon prolaktin di bawah normal. Akumulasi Ni pada pankreas dapat menghambat sekresi hormon insulin (Widowati, 2008).

2.2.3. Penanggulangan Toksisitas Nikel

Untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran Ni, bisa dilakukan metode fitomidiasi atau bioremoval yang menggunakan mikroorganisme dan menggunakan modul membran.

Sodium dietilditiokarbamat, chelating agent seperti d-penicillamine, dan triethylenetraamine mampu mengurangi toksisitas Ni. British Anti Lewisite (BAL) atau 2,3-dimerkaptopropanol sebagai chelating agent bisa mengurangi toksisitas nikel, sedangkan dithicarb (dietilditiocarbanat) atau DDC bermanfaat sebagai obat untuk keracunan nikel karbonil.


(36)

2.3. ICP (Inductively Coupled Plasma)

ICP adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk mendeteksi jejak logam dalam sampel. ICP digunakan untuk menganalisis kadar unsur-unsur logam dari suatu sampel dengan menggunakan metode yang didasarkan pada pengukuran intensitas emisi pada panjang gelombang yang khas untuk setiap unsur.

Inductively Coupled Plasma pada saat ini banyak sekali digunakan untuk oprikal emisi spektrofotometri seperti yang sama dikemukakan oleh Valmer Fassel pada awal-awal tahun 1970-an. Gas argon diarahkan melalui obor yang terdiri dari tiga tabung konsentris yang terbuat dari kuarsa atau bahan lain yang cocok, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1. Penampang sebuah obor ICP dan kumparan beban yang menggambarkan urutan pengapian. A. argon gas yang berputar-putar melalui obor. B. daya RF diterapkan pada kumaran beban. C. percikan memproduksi beberapa elektron bebas dalam argon. D. elektron bebas yang dipercepat oleh medan RF


(37)

menyebabkan ionisasi lebih lanjut daan membentuk plasma. E. sampel aerosol membawa aliran ke nebulizer melalui lubang plasma.

Sebuah kumparan tembaga, disebut kumparan beban, mengelilingi ujung atas obor dan dihubungkan ke generator frekuensi radio (RF). Ketika daya RF (biasanya 700-1500 watt) diterapkan ke kumparan, atau berisolasi, pada tingkat yang sesuai dengan frekuensi generator. Dalam instrumen ICP paling frekuensi ini adalah baik 20 atau 40 megaherzt (MHz). Osilasi RF ini dari arus dalam kumparan menyebabkan medan listrik RF dan magnetik yang akan dibentuk di daerah pada bagian atas obor. Dengan gas argon yang berputar-putar melalui obor, percikan digunakan ke gas yang menyebabkan beberapa elektron akan dilucuti dari atom argonnya. Elektron ini kemudian akan tertangkap dalam medan magnet dan dipercepat oleh medan magnetnya. Menambah energi ke elektron dengan menggunakan kumparan dengan cara ini dikenal sebagai kopling induktif. Elektron berenergi tinggi ini pada gilirannya bertabrakan dengan atom argon lain, masih melepaskan elektron yang berlebih. Tumbukan ionisasi dari gas argon berlanjut dalam sebuah reaksi rantai, perpecahan gas menjadi plasma yang terdiri dari atom argon, elektron, dan argon ion, membentuk apa yang diketahui sebagai pengeluaran Induktif Coupled Plasma (ICP). Pengeluaran ICP kemudian dipertahankan dalam obor dan kumparan beban sebagai energi RF kemudian ditransfer melalui proses kopling induktif.

Kebanyakan sampel diubah sebagai cairan yang dinebulisasi menjadi aerosol, tetesan sampel menjadi kabut, untuk diperkenalkan ke alat ICP. Sampel


(38)

aerosol kemudian dibawa ke pusat plasma temperatur tinggi adalah untuk memindahkan larutan, pelarut, aerosolnya, biasanya meninggalkan sampel sebagai partikel garam mikroskopis. Langkah selanjutnya melibatkan dekomposisi partikel garamnya menjadi sebuah gas dari molekul tunggal (vaporasi) yang kemudian memisahkan diri menjadi atom (atomisasi). Proses-proses ini, dimana terjadi paling utama di zina pemanasan (PHZ). Proses yang sama terjadi dalam nyala api dan tungku yang digunakan untuk atom spektrofotometri serapan atom.

Gambar. 2.2. Proses yang terjadi ketika tetesan sampel diperkenalkan ke dalam debit ICP


(39)

2.3.1. Prinsip Kerja Alat ICP (Inductively Coupled Plasma)

Energi yang ditimbulkan oleh plasma pada ICP menyebabkan elektron terluar dari atom atau ion logam akan berpindah ke lintasan energi yang lebih tinggi dengan menyerap energi dari plasma. Saat kembali ke kondisi groundstate (kondisi energi terendah) terjadi pelepasan energi berupa cahaya, dimana intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan konsentrasi elemen logam yang akan di ukur.

1. Nebulizer

Nebulizer adalah perlatan yang mengubah cairan menjadi bentuk aerosol yang dapat dipindahkan kedalam plasma. Proses nebulasi adalah salah satu langkah yang palingpenting didalam ICP. Cara memperkenalkan sampel yang ideal akan menjadi salah satu pengantar dari semua sampel ke plasma pada satu bentuk dimana plasma mungkin akan kembali menghasilkan desolvate, uap, atomisasi, dan ionisasi. Karena hanya bercak-bercak kecil yang dapat digunakan daalam ICP. Kemampuan


(40)

untuk menghasilkan bercak kecil pada berbagai jenis sampel yang banyak tergantung pada keperluan dari sebuah nebulizer dari ICP.

2. Pompa Peristaltik (Pumb)

Pompa peristaltik adalah jenis pompa perpindahan yang digunakan untuk memompa berbagai cairan. Pompa ini menggunakan sebuah penggulungan yang mendorong larutan sampel dimana tabung menggunakan proses peristaltik. Tabung pompa peristaltik adalah satu bagian dari sitem ICP yang biasanya memerlukan penggantian yang sering. Analis harus memeriksa tabung pompa untuk pemakaian sehari-hari, yang umumnya ditandai dengan tekanan permanen di pipa yang dapat dirasakan dengan menjalankan jari seorang melalui pipa. Kegagalan untuk menggantikan tabung pompa yang aus dapat mengakibatkan kinerja instrumen menurun, karena ini dapat mencegah aliran sampel akan disampaikan ke nebulizer. Memakai tabung dapat dikurangi dengan melepaskan ketegangan pada pipa ketika pompa tidak digunakan.

3. Spray Chamber

Setelah aerosol dibuat oleh nebulizer, harus diangkut ke obor sehingga dapat disuntikkan ke dalam plasma. Karena tetesan sangat kecil hanya dalam aerosol yang cocok untuk diinjeksikan ke dalam plasma, spray chamber ditempatkan antara nebulizer dan obor. Fungsi utama spray chamber adalah untuk menghapus tetesan besar dari aerosol. Tujuan kedua dari spray chamber adalah untuk menurunkan tekanan yang terjadi selama nebulization, karena pemompaan dari larutan. Secara umum, spray chamber untuk ICP dirancang untuk memungkinkan tetesan dengan diameter sekitar 10 mm atau lebih kecil untuk lolos ke plasma. Dengan nebulizer


(41)

khas, kisaran tetesan merupakan sekitar 1-5% dari sampel yang diperkenalkan ke nebulizer. Yang tersisa 95-99% dari sampel dikeringkan kedalam wadah buangan. Spray chamber terbuat dari bahan tahan korosi yang memungkinkan analis untuk menggunakan sampel yang mengandung asam fluorida yang dapat merusak kaca ruang semprot.

4. Drains (Saluran Air)

Sementara itu adalah bagian yang tampaknya sederhana dari sistem pengenalan sampel, drain yang membawa sampel yang lebih dari ruang semprot untuk wadah buangan dapat berdampak pada kinerja instrumen ICP. Selain membawa pergi sampel berlebihan, sistem pembuangan menyediakan tekanan balik yang diperlukan untuk memaksa sampel aerosol membawa aliran gas melalui tabung nebulizer injektor obor masuk ke debit plasma. Jika sistem pembuangan tidak mengalr secara merata atau tidak memungkinkan gelembung untuk melewatinya, injeksi sampel ke dalam plasma mungkin terganggu dan dapat mnyebabkan kebisingan signal emisi. Saluran air untuk sistem pengenalan sampel ICP dapat dalam berbagai bentuk seperti loop, blok, tabung U, atau bahkan pipa dihubungkan ke pompa peristaltik. Untuk kinerja yang tepat, penting untuk menjaga tingkat cairan dengan sistem pembuangan pada posisi yang dianjurkan. Juga, ketika memperkenalkan sampel dasar organik ke dalam ICP, mungkin perlu untuk menggunakan pipa saluran pembuangan yang ditujukan untuk digunakan dengan pelarut organik.


(42)

5. Obor (Thorch)

Obor yang digunakan saat ini dalam ICP-OES sangat mirip dalam desain dan fungsi dengan yang dilaporkan oleh fassel di awal-awal ICP. Obor terdiri dari tiga tabung konsentris untuk aliran argon dan injeksi aerosol. Jarak antara dua tabung luar dijaga bersempitan sehingga gas yang dialirkan diantara mereka muncul dengan kecepatan tinggi. Chamber terluar seperti melanjutkan ke atas. Salah satu fungsi dari gas ini adalah untuk menjaga dinding kuarsa aliran obor dingin dan dengan demikian aliran gas ini awalnya disebut aliran pendingin atau aliran plasma tetapi sekarang disebut “pengeluaran” aliran gas. Untuk argon ICP, aliran gas luar sekitar 7-15 liter per menit.

6. Generator Frekuensi Radio

Generator Frekuensi Radio (RF) adalah perangkat yang menyediakan daya lanjutan dan memelihara ketahanan dari debit plasma. Tenaga ini, biasanya dimulai dari sekitar 700-1500 watt, yang sudah ditransfer ke gas plasma melalui kumparan beban sekitar bagian atas obor. Kumparan beban, yang bertindak sebagai antena untuk mentransfer daya RF untuk plasma, biasanya terbuat dari pipa tembaga dan diinginkan oleh air atau gas selama operasi.

7. Transfer Optik

Sampel yang sudah berbentuk aerosol sudah diubah oleh torch, akan dipancarkan ke transfer optik, kemudian cahaya polikromatik yang dipancarkan akan diubah menjadi cahaya monokromatik.


(43)

8. Microprocesor (Detektor)

Detektor berfungsi sebagai pendeteksi kadar logam. Setelah garis emisi yang tepat telah diisolasi dengan spektrometer, detektor, dan elektronik yang terkait digunakan untuk mengukur intensitas garis emisi. Sejauh ini detektor paling banyak digunakan untuk ICP adalah tabung photomultiplier atau PMT.

9. Komputer dan Prosesor

Bagian penting dari instrumen ICP adalah kontrol komputer dimasukkan ke dalam instrumen. Mayoritas fungsi otomatis instrumen ICP secara langsung dikontrol oleh on-board komputer. Untuk instrumen paling sederhana, analis berinteraksi langsung dengan on-board komputer melalui tombol atau keypad yang terletak pada instrumen. Namun, gunakan komputer eksternal, yang dihubungkan ke on-board komputer instrumen, untuk bertindak sebagai penghubung antara analis dan instrumen. Fungsi penting komputer ini adalah menunjukkan hasil kadar logam yang terkandung atau terdeteksi didalam sampel (Montaser, 1992).

2.4. Titrasi

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan voleme larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan daan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui.


(44)

Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, zat yang akan ditetapkan, dititrasi. Titik (saat) pada mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik-akhir teoritis (atau titik-akhir stoikiometri). Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tidak dapat disalah-lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri (misalnya kalium permanganat), atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suuatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara zat dan larutan standar praktis lengkap, indikator harus memberikan perubahan visual yang jelas (entah suatu perubahan warna atau pembentukan kekeruhan), dalam cairan yang sedang dititrasi. Titik (saat) pada mana ini terjadi, disebut titik akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik akhir yang terlihat, akan terjadi berbarengan dengan titik akhir stoikiometri atau teoritis. Namun, dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit; ini merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih sedemikian, sehingga perbedaan antara titik-akhir dan titik ekuivalen, adalah sekecil mungkin.

Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang, telah diganti dengan analisis titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu, dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu, disebut titran (titrant), dan zat yang sedang dititrasi disebut titrand. Namun alternatif ini tak diperluas untuk peralatan yang digunakan dalam berbagai operasi; jadi istilah alat-alat kaca volumetri dan labu-labu volumetri


(45)

masih dipertahankan, (tetapi mungkin lebih baik untuk memakai istilah alat kaca berskala dan labu berskala, seperti yang digunakan diseluruh buku ini).

Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut :

1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan dengan reagensia dalam proporsi yang stoikiometri atau ekuivalen.

2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengansangat cepat sekali (kebanyakan reaksi ionik memenuhi kondisi ini). Dalam beberapa keadaan, penambahan suatu katalis akan menaikkan kecepatan reaksi itu.

3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas, yang menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan pada titik-ekuivalen. 4. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat fisika (warna

atau pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir reaksi. Jika titik ekuivalen ini sering dapat ditetapkan dengan mengikuti hal-hal berikut selama jalannya titrasi :

a) Potensial antara sebuah elektrode indikator dan sebuah elektrode indikator dan sebuah elektrode pembanding (elektrode refrensi); titrasi potensiometri.

b) Perubahan dalam konduktifitas (daya hantar jenis) listrik larutan itu (Titrasi Koduktometri).


(46)

c) Arus listrikyang mengalir melalui sel titrasi antara sebuah elektrode indikator (Vogel, 1994).

2.4.1. Titrasi Kompleksiometri

Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus terkait pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) + H2O

Disini ligan (L) dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, dengan penggantian molekul-molekul air berturut-turut selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk kompleks MLn; n adalah bilangan-koordinasi dari ion logam

itu, dan menyatakan jumlah maksimum ligan monodentat yang dapat terikat padanya. Ada beberapa jenis titrasi kompleksiometri dengan EDTA, antara lain : 1) Titrasi langsung, larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan,

dibufferkan sampai ke pH yang dikehendaki (misalnya, sampai pH = 10 dengan NH4+ larutan-air NH3), dan titrasi langsung dengan larutan langsung

dengan larutan EDTA standar.

2) Titrasi balik, karena berbagai alasan, banyak logam tidak dapat dititrasi lansung; mereka mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkau pH yang perlu untuk dititrasi, atau mereka mungkin membentuk kompleks-kompleks yang inert, atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam


(47)

hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standart berlebih, larutan yang dihasilkan dibufferkan sampai ke pH yang dikehendaki, daan kelebihan reagensia dititrasi-balik dengan suatu larutan ion logam standar; larutan zink klorida atau sulfat atau magnesium klorida atau sulfat sering digunakan untuk tujuan ini. Titik-akhir dideteksi dengan bantuan indikator logam yang berespons terhadap ion logam yang ditambahkan pada titrasi-balik.

3) Titrasi pengganti atau titrasi substitusi, titrasi-titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tidak memuaskan) dengan indikator logam, atau untuk ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang stabil dari pada kompleks EDTA dari logam-logam lainnya seperti magnesium dan kalsium.

4) Titrasi alkalimetri, bila suatu larutan dinatrium etilendiamintetraasetat, Na2H2Y, ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung ion-ion logam,

terbentuklah kompleks-kompleks dengan disertai pembebasan dua ekuivalen ion hidrogen (Vogel, 1994).

2.4.2. Indikator Logam

Persyaratan untuk sebuah indiator logam untuk digunakan pada pendeteksi visual dari titik-titik-akhir meliputi :

1) Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, hampir semua logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat.


(48)

3) Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tidak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam itu. Perubahan dalam kesetimbangan dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus lebih tajam dan cepat.

4) Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.

5) Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik-ekuivalen.

6) Persyaratan di atas harus dipenuhi dalam jangkauan pH pada mana titrasi dilakukan (Vogel, 1994).


(49)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, petanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat (Chandra, 2006).

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain yang berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.


(50)

Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri. Pemerintah juga telah mencanangkan program-program penataan lingkungan yang pada dasarnya berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber daya air dan sumber daya alam lainnya, dalam rangka pengendalian dampak lingkungan.

Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi.

Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter – microgram/liter. Ion-ion renk di perairan meliputi : tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), flour (F), brom (Br), kobalt (Co), air raksa (Hg), kadmium (Cd), perak (Ag), kromium (Cr), vanadium (V), arsen (As), antimonium (Sb), timah (Sn), dan lain-lain. Beberapa dari ion renik tersebut dibutuhkan oleh organisme akuatik. Pada perairan alami, ion-ion tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dan dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau lebih kecil.

Kadar nikel pada perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter; sedangkan pada perairan laut berkisar antara 0,005 – 0,007 mg/liter. Kontak langsung dengan larutan yang mengandung garam-garam nikel dapat mengakibatkan dermatitis, sedangkan mengisap nikel terus-menerus dapat mengakibatkan kanker paru-paru (Effendi, 2003).


(51)

1.2. Permasalahan

Ketelitian prosedur analisis memberikan kepuasan pada hasil analisis tetapi sering suatu prosedur sulit dilakukan karena keterbatasan sarana peralatan, karena itu permasalahan tersebut diangkat yaitu, aplikasi analisis nikel dapat dikerjakan dengan metode ICP (Inductively Coupled Plasma) dan metode titrasi kompleksiometri.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui kadar nikel pada air minum, apakah masih memenuhi syarat Baku Mutu Air berdasarkan kelas menurut PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010.

1.4. Manfaat

Dapat memberikan informasi kadar kandungan nikel yang terdapat dalam air minum yang dihubungkan dengan syarat Baku Mutu Air berdasarkan kelas menurut PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010.

1.5. Metodologi

Air minum sebagai sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian diisapkan kedalam alat ICP melalui selang pengisap, maka sampel akan dianalisa dengan alat ICP, lalu akan muncul hasil dilayar komputer.


(52)

Air minum sebagai sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan EDTA berlebih, ditambahkan aquadest, ditambahkan larutan buffer pH 10, ditambahkan indikator, dititrasi dengan MgSO4 hingga terjadi perubahan warna, dilakukan


(53)

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

ABSTRAK

Terdapat tiga parameter dalam menentukan kualitas air yaitu parameter kimia, parameter fisika, dan parameter biologi. Pada penelitian ini digunakan parameter kimia yaitu penentuan kadar nikel (Ni). Penentuan kadar nikel ini dilakukan dengan metode Inductively Couple Plasma (ICP) dan metode Titrasi Kompleksiometri, dimana untuk kadar nikel yang diperoleh dinyatakan dalam mg/L (ppm). Dari hasil analisis menggunakan metode Inductively Couple Plasma (ICP) diperoleh kadar nikel : 0.33671 mg/L dan analisis menggunakan metode Titrasi Kompleksiometri diperoleh kadar nikel : 2935.5 mg/L. Dari hasil yang diperoleh kadar nikel pada air minum telah melewati batas normal yang sesuai dengan PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010 dimana baku mutu nikel pada air minum adalah 0,07 mg/L.


(54)

COMPARISON RESULT MEASURING QUANTITY OF NIKEL WITH ICP(INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) METHOD AND TITRATION

COMPLEXIOMETRY FROM DRINKS WATER’S SAMPLE

ABSTRACT

There are three parameters, those are parameter of chemistry, parameter of physic, parameter of biology to determined water quality. In this study, used parameter of chemistry to determine nikel (Ni) is done with Inductively Couple Plasma (ICP) method and titration of complexiometry method, where for the result of nikel (Ni) levels made in mg/L. The analisis result are gotten used Inductively Couple Plasma (ICP) method for nikel : 0.33671 mg/L and used titration of complexiometry method for nikel : 2935.5 mg/L. From the analysis result are gotten that nikel levels in drinks water had been over than normal range that according to PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010, where standart quality of nikel in drinks water is 0,07 mg/L.


(55)

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

TUGAS AKHIR

NOVA KRISTINA SIANTURI 102401062

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(56)

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

NOVA KRISTINA SIANTURI 102401062

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(57)

PERSETUJUAN

Judul : Perbandingan Hasil Pengukuran Kadar Nikel Dengan

Metode ICP (Inductively Couple Plasma) Dan Titrasi Kompleksiometri Pada Sampel Air Minum

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Nova Kristina Sianturi

Nim : 102401062

Program Studi : Diploma -3 Kimia Analis

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2013

Disetujui Oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing Ketua

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Nimpan Bangun, M.Sc

NIP. 195512181987012001 NIP. 195012221980031002

Depatemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan, M.Si NIP. 195408301985032001


(58)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

NOVA KRISTINA SIANTURI 102401062


(59)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dengan kebaikan, anugerah, kasih setia, dan kemurahan-Nya kepada penulis sehingga kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang ditetapkan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak lain dikarenakan ilmu yang diterima penulis masih sangat terbatas, adapun judul tugas akhir ini adalah “PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM”. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Diploma 3 program studi Kimia Analis FMIPA USU Medan.

Tugas akhir ini tersusun tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak membantu serta memberi arahan, motivasi, maupun bimbingan, antara lain :

1. Kepada seluruh keluarga besar penulis, ayahanda S. Sianturi dan ibunda E. Lumban gaol terima kasih buat motivasi dan memberi dukungan dana pada penulis, kakak ku Marselina Sianturi, serta adik-adik ku George Sianturi dan Jonatan W.B Sianturi yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis dalam penyelesaikan karya ilmiah ini, terima kasih buat cintanya.

2. Dr. Nimpan Bangun, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 3. Dr. Rumodang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 4. Seluruh Dosen FMIPA USU yang telah membantu dan mendidik penulis

selama perkuliahan.

5. Pimpinan dan seluruh staff Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan yang telah memberi tempat untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL), dan terutama bang Panji yang telah membantu dalam penelitian karya ilmiah ini.

6. Rekan-rekan di D3 Kimia Analis FMIPA USU 2010, terima kasih buat kebersamaannya selama 3 tahun ini semoga kita sukses.

7. Analis Cantik Anita Marpaung, Ira, Feny, Yohana, Yusventina, Novita, Martha, Dorly, dan analis kece Andriano, Farman, Arrye, Renald,terima kasih buat dukungan dan kebersamaannya selama ini, kalian yang terbaik teman-teman.


(60)

8. Teman-teman dan adik-adik di IMNASKA terima kasih buat doanya, semangat buat kita.

Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam penulisan tugas akhir ini dan penulis berharap semoga tulisan tugas akhir ini membawa manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya serta dapat memotivasi kita untuk meningkatkan pengetahuan sebagai bekal di masa ini dan di masa yang akan datang.


(61)

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

ABSTRAK

Terdapat tiga parameter dalam menentukan kualitas air yaitu parameter kimia, parameter fisika, dan parameter biologi. Pada penelitian ini digunakan parameter kimia yaitu penentuan kadar nikel (Ni). Penentuan kadar nikel ini dilakukan dengan metode Inductively Couple Plasma (ICP) dan metode Titrasi Kompleksiometri, dimana untuk kadar nikel yang diperoleh dinyatakan dalam mg/L (ppm). Dari hasil analisis menggunakan metode Inductively Couple Plasma (ICP) diperoleh kadar nikel : 0.33671 mg/L dan analisis menggunakan metode Titrasi Kompleksiometri diperoleh kadar nikel : 2935.5 mg/L. Dari hasil yang diperoleh kadar nikel pada air minum telah melewati batas normal yang sesuai dengan PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010 dimana baku mutu nikel pada air minum adalah 0,07 mg/L.


(62)

COMPARISON RESULT MEASURING QUANTITY OF NIKEL WITH ICP(INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) METHOD AND TITRATION

COMPLEXIOMETRY FROM DRINKS WATER’S SAMPLE

ABSTRACT

There are three parameters, those are parameter of chemistry, parameter of physic, parameter of biology to determined water quality. In this study, used parameter of chemistry to determine nikel (Ni) is done with Inductively Couple Plasma (ICP) method and titration of complexiometry method, where for the result of nikel (Ni) levels made in mg/L. The analisis result are gotten used Inductively Couple Plasma (ICP) method for nikel : 0.33671 mg/L and used titration of complexiometry method for nikel : 2935.5 mg/L. From the analysis result are gotten that nikel levels in drinks water had been over than normal range that according to PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010, where standart quality of nikel in drinks water is 0,07 mg/L.


(63)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstrack vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

1.5. Metodologi 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air 5

2.1.1. Sifat Air 6

2.1.2. Masalah Pencemaran Air 9

2.1.3. Sumber Pencemaran Air 10

2.1.4. Persyaratan Air Minum 12

2.2. Nikel 15

2.2.1. Manfaat Nikel 16

2.2.2. Bahaya Nikel 18

2.2.3. Penanggulangan Toksisitas Nikel 21

2.3. ICP (Inductively Coupled Plasma) 22

2.3.1. Prinsip Kerja Alat ICP (Inductively Coupled Plasma) 25

2.4. Titrasi 29

2.4.1. Titrasi Kompleksiometri 32

2.4.2. Indikator Logam 33

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma) 35

3.1.1. Alat dan Bahan 35

3.1.1.1. Alat 35

3.1.1.2. Bahan 35

3.1.2. Prosedur Kerja


(64)

3.1.2.2. Prosedur Analisa 36

3.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 38

3.2.1. Alat dan Bahan 38

3.2.1.1. Alat 38

3.2.1.2. Bahan 38

3.2.2. Prosedur Kerja 39

3.2.2.1. Pembuatan Bahan 39

3.2.2.2. Standarisasi Larutan Na2EDTA ± 0.1 M 40

3.2.2.3. Prosedur Analisa 41

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 43

4.2. Perhitungan 44

4.2.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma) 44

4.2.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 44

4.2.2.1. Standaarisasi Na2EDTA ± 0.1 M 44

4.2.2.2. Kadar Nikel 45

4.3. Pembahasan 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49


(65)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Ni dengan metode ICP

(Inductively Coupled Plasma) 43

Tabel 4.2. Hasil Analisa Ni dengan menggunakan Metode Titrasi Kompleksiometri Secara Titrasi Balik, dengan menggunakan Na2EDTA 0.1 M sebagai

larutan standar dan MgSO4 0.1 M sebagai larutan ion logam 43


(66)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Penampang sebuah obor ICP dan kumparan beban 22 Gambar 2.2. Proses yang terjadi ketika tetesan sampel

diperkenalkan ke dalam debit ICP 24


(1)

PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN KADAR NIKEL DENGAN METODE ICP (INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) DAN TITRASI

KOMPLEKSIOMETRI PADA SAMPEL AIR MINUM

ABSTRAK

Terdapat tiga parameter dalam menentukan kualitas air yaitu parameter kimia, parameter fisika, dan parameter biologi. Pada penelitian ini digunakan parameter kimia yaitu penentuan kadar nikel (Ni). Penentuan kadar nikel ini dilakukan dengan metode Inductively Couple Plasma (ICP) dan metode Titrasi Kompleksiometri, dimana untuk kadar nikel yang diperoleh dinyatakan dalam mg/L (ppm). Dari hasil analisis menggunakan metode Inductively Couple Plasma (ICP) diperoleh kadar nikel : 0.33671 mg/L dan analisis menggunakan metode Titrasi Kompleksiometri diperoleh kadar nikel : 2935.5 mg/L. Dari hasil yang diperoleh kadar nikel pada air minum telah melewati batas normal yang sesuai dengan PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010 dimana baku mutu nikel pada air minum adalah 0,07 mg/L.


(2)

COMPARISON RESULT MEASURING QUANTITY OF NIKEL WITH ICP(INDUCTIVELY COUPLE PLASMA) METHOD AND TITRATION

COMPLEXIOMETRY FROM DRINKS WATER’S SAMPLE

ABSTRACT

There are three parameters, those are parameter of chemistry, parameter of physic, parameter of biology to determined water quality. In this study, used parameter of chemistry to determine nikel (Ni) is done with Inductively Couple Plasma (ICP) method and titration of complexiometry method, where for the result of nikel (Ni) levels made in mg/L. The analisis result are gotten used Inductively Couple Plasma (ICP) method for nikel : 0.33671 mg/L and used titration of complexiometry method for nikel : 2935.5 mg/L. From the analysis result are gotten that nikel levels in drinks water had been over than normal range that according to PERMENKES 492/MENKES/PER/IV/2010, where standart quality of nikel in drinks water is 0,07 mg/L.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstrack vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

1.5. Metodologi 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air 5

2.1.1. Sifat Air 6

2.1.2. Masalah Pencemaran Air 9

2.1.3. Sumber Pencemaran Air 10

2.1.4. Persyaratan Air Minum 12

2.2. Nikel 15

2.2.1. Manfaat Nikel 16

2.2.2. Bahaya Nikel 18

2.2.3. Penanggulangan Toksisitas Nikel 21

2.3. ICP (Inductively Coupled Plasma) 22

2.3.1. Prinsip Kerja Alat ICP (Inductively Coupled Plasma) 25

2.4. Titrasi 29

2.4.1. Titrasi Kompleksiometri 32

2.4.2. Indikator Logam 33

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma) 35

3.1.1. Alat dan Bahan 35

3.1.1.1. Alat 35

3.1.1.2. Bahan 35

3.1.2. Prosedur Kerja

3.1.2.1. Pembuatan Larutan Baku Nikel 36


(4)

3.1.2.2. Prosedur Analisa 36

3.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 38

3.2.1. Alat dan Bahan 38

3.2.1.1. Alat 38

3.2.1.2. Bahan 38

3.2.2. Prosedur Kerja 39

3.2.2.1. Pembuatan Bahan 39

3.2.2.2. Standarisasi Larutan Na2EDTA ± 0.1 M 40

3.2.2.3. Prosedur Analisa 41

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 43

4.2. Perhitungan 44

4.2.1. Metode ICP (Inductively Coupled Plasma) 44

4.2.2. Metode Titrasi Kompleksiometri 44

4.2.2.1. Standaarisasi Na2EDTA ± 0.1 M 44

4.2.2.2. Kadar Nikel 45

4.3. Pembahasan 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Ni dengan metode ICP

(Inductively Coupled Plasma) 43

Tabel 4.2. Hasil Analisa Ni dengan menggunakan Metode Titrasi Kompleksiometri Secara Titrasi Balik, dengan menggunakan Na2EDTA 0.1 M sebagai

larutan standar dan MgSO4 0.1 M sebagai larutan ion logam 43

Tabel 4.3. Volume Na2EDTA 0.1 M (mL) 44


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Penampang sebuah obor ICP dan kumparan beban 22 Gambar 2.2. Proses yang terjadi ketika tetesan sampel

diperkenalkan ke dalam debit ICP 24