Respon Produktivitas Respon Produktivitas Tanaman Padi Terhadap Kekeringan di Kawasan Jawa dan Bali (Pendekatan Model Simulasi Pertanian Berbasis Spasial)

Merujuk pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa sawah dengan produktivitas tinggi semakin berkurang ketika terjadi penurunan curah hujan. Sebaran spasial produktivitas tanaman padi tanpa penurunan curah hujan cenderung mengikuti pola klasifikasi Oldeman yang ditunjukan pada Gambar 3.

4.4. Respon Produktivitas

Respon kekeringan pada kawasan Jawa dan Bali dapat dikuantifikasikan dengan menggunakan nilai slope yang dibentuk antara penurunan curah hujan setiap 10 sebagai peubah bebas sumbu x dan persentase penurunan produktivitas sebagai peubah terikat sumbu y. Persamaan yang menghubungkan kedua variabel tersebut dapat ditunjukkan dengan persamaan regresi linear y= mx . Nilai m merupakan nilai slope yang dapat digunakan sebagai indikator pengaruh kekeringan terhadap produktivitas. Satu satuan nilai slope m=1 memiliki arti bahwa, untuk setiap penurunan sepuluh persen curah hujan akan memberikan pengaruh terhadap satu persen penurunan produktivitas tanaman padi. Rata-rata penurunan produktivitas tanaman padi setiap 10 penurunan curah hujan pada kawasan Jawa dan Bali adalah 5.8. Penurunan produktivitas tanaman padi tadah hujan sebesar 11.6 sedangkan sawah irigasi sebesar 4.4 untuk setiap 10 penurunan curah hujan. Penurunan produktivitas pada sawah tadah hujan Jawa dan Bali rata-rata 65 lebih besar dari pada penurunan produktivitas di sawah irigasi. Menurut Boling 2004, penurunan produktivitas pada sawah tadah hujan di Jawa Tengah rata-rata 20 lebih besar dari pada penurunan produktivitas pada sawah irigasi. Nilai ini berbeda dengan hasil yang didapatkan melalui simulasi model, penurunan produktivitas 38 lebih besar dibandingkan sawah irigasi jika terjadi kekeringan pada kawasan tersebut. Pengaruh jenis sawah pad respon produktivitas tanaman padi terhadap kekeringan lebih besar dari pada pengaruh pola curah hujan. Pola curah hujan dapat mempengaruhi respon produktivitas tanaman padi terhadap kekeringan. Sawah irigasi dengan zona D yang tersebar di bagian Utara Jawa memiliki respon yang lebih kecil dari pada sawah irigasi dengan zona C. Meskipun jumlah bulan basah pada zona D lebih kecil dari pada zona C, karakteristik sawah dengan zona agroklimat D memiliki fluks radiasi matahari yang lebih besar dari pada zona C sehingga tanaman padi dapat berproduksi lebih baik. Merujuk pada Lampiran 2, sawah irigasi yang memiliki respon yang tinggi terhadap kekeringan adalah sawah irigasi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 5.3 penurunan produktivitas, dan yang paling rendah adalah Provinsi Jawa Barat 3.8 penurunan produktivitas. Keadaan ini mengakibatkan kawasan Jawa Barat merupakan sentra produksi padi yang baik karena respon terhadap kekeringan pada sawah di provinsi ini relatif lebih kecil dari pada provinsi lainnya. Respon produktivitas pada sawah tadah hujan lebih besar daripada sawah irigasi pada setiap provinsi di Jawa dan Bali. Provinsi Banten dan Jawa Barat merupakan kawasan yang tidak terlalu sensitif terhadap kekeringan. Penurunan setiap 10 curah hujan pada kawasan ini hanya berdampak pada penurunan 9 produktivitas. Perbedaan respon sawah tadah hujan dan irigasi yang paling besar adalah sawah pada kawasan Jawa Timur yang memiliki respon dua kali lipat dibandingkan sawah irigasi. Perbedaan respon yang besar antara sawah tadah hujan dan irigasi pada Provinsi Jawa Timur menunjukan bahwa sistem irigasi akan berdampak besar bila dikembangkan pada kawasan ini sehingga dengan kondisi wilayah yang sebelumnya rentan terhadap kekeringan memiliki respon sebesar 14.1 persen penurunan setiap 10 penurunan curah hujan menjadi daerah irigasi yang jauh lebih baik dalam menghadapi kekeringan dengan respon sebesar 3.9 penurunan produktivitas setiap 10 penurunan curah hujan. Dalam kondisi seperti ini, sawah di Jawa Timur lebih membutuhkan pengembangan tekhnologi irigasi dibandingkan sawah di provinsi lainnya. Sebaran spasial pengaruh kekeringan terhadap produktivitas tanaman padi di kawasan Jawa dan Bali dapat dibagi menjadi tiga kelas kerentanan rentan merah, sedang kuning dan sedikit rentan hijau ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Sebaran Penurunan Produktivitas Tanaman Padi setiap 10 Penurunan Curah Hujan di Jawa dan Bali A: Sawah Irigasi dan Tadah Hujan, B:Sawah Irigasi, C:Sawah Tadah Hujan Merujuk pada Gambar 6 bagian A dapat diinterpretasikan bahwa jika digabungkan antara sawah tadah hujan dan sawah irigasi, maka sebagian besar sawah irigasi akan dikelompokan ke dalam kelas sedikit rentan dan sedang. Kelas yang sedikit rentan memiliki kisaran nilai slope 0 hingga 4. Pada kelas ini, 10 persen penurunan curah hujan hanya berdampak pada penurunan produktivitas hingga 4 . Kawasan dengan kelas sedikit rentan seperti Banten dan Jawa Barat bagian Utara akan mengalami penurunan produktivitas tanaman padi hingga 4 dari keadaan normal. Produktivitas tanaman padi pada Provinsi Banten pada tahun 2009 menurut BPS sebesar 5.55 tonha sedangkan Jawa Barat sebesar 5.81 tonha. Dengan penurunan 4 pada kawasan pantai Utara kedua provinsi tersebut, jika terjadi penurunan curah hujan sebesar 10 akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman padi sebesar 0.2 tonha. Nilai 0.2 tonha mendekati nilai 0 tonha sehingga sawah sawah pada zona sedikit rentan hampir tidak terpengaruh oleh kekeringan. B C A 0-4 4-9 9 Sawah irigasi relatif tidak terpengaruh oleh penurunan curah hujan. Pada sawah jenis ini, penurunan curah hujan berdampak terhadap penurunan produktivitas pada kisaran nilai 0 hingga 9 setiap 10 penurunan curah hujan. Sifat sawah irigasi yang relatif tidak rentan dapat terlihat dari Gambar 6 bagian B. Merujuk pada Gambar 6 bagian B, sawah irigasi didominasi oleh kelas sedang dan sedikit rentan. Kedua kelas ini relatif tidak rentan terhadap kekeringan bila dibandingkan kelas rentan yang dilambangkan dengan warna merah. Sawah irigasi yang berada pada kelas tidak rentan tersebar pada sisi Utara Provinsi Banten, Jawa Barat, sedikit pada kawasan Jawa Tengah, Utara Jawa Timur dan Selatan Provinsi Bali. Sawah irigasi yang masuk ke dalam kelas sedang lebih mendominasi dibandingkan kelas yang dilambangkan tidak rentan. Pola penyebaran secara spasial kelas kerentanan identik dengan pola sebaran spasial kelas iklim Oldeman pada Gambar 3. Keidentikan pola sebaran kerentanan pada sawah irigasi menunjukkan bahwa pada sawah jenis ini masih terpengaruh oleh pola curah hujan bulanan. Selain pola curah hujan bulanan perbedaan fluks radiasi juga berpengaruh terhadap kerentanan pada sawah irigasi, hal ini dapat dilihat dari sawah irigasi yang memiliki zona D yang tersebar pada bagian Utara Jawa lebih tidak rentan dibandingkan dengan zona C yang berada di bagian Tengah Jawa. Sebaran spasial respon produktivitas terhadap kekeringan pada sawah tadah hujan di kawan Jawa dan Bali ditunjukan oleh Gambar 6 bagian C. Mengacu pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa ada kawasan sawah tadah hujan tingkat kerentanan terhadap kekeringan berada pada kelas yang sedang dilambangkan dengan warna kuning. Sawah tadah hujan yang memiliki karakteristik seperti ini terpusat di Provinsi Banten bagian Tenggara dan Jawa Barat bagian Selatan. Respon terhadap kekeringan yang relatif lebih kecil pada kawasan ini karena sawah pada kawasan tersebut memiliki zona agroklimat B Gambar 3. Zona agroklimat B pada sistem klasifikasi Oldeman memiliki jumlah bulan basah relatif lebih banyak dari pada zona agroklimat lainnya sehingga zona ini memiliki kemampuan bertahan dari kekeringan. Berbeda dengan Jawa Barat, sawah tadah hujan di daerah Jawa dan Bali termasuk ke dalam kelas yang rentan. Tingkat respon produktivitas pada jenis sawah tadah hujan di Jawa dan Bali sebesar 9 penurunan produktivitas tanaman padi untuk setiap penurunan 10 curah hujan.

4.5. Tingkat Respon pada setiap Zona