I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekeringan merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Sejak tahun 1970
kekeringan mulai menunjukkan peningkatan intensitas
kejadiannya, diduga hal
ini dikarenakan oleh kontribusi kegiatan manusia
Bates 2008. Menurut Alen 2010 dan Mishra 2010, selain intensitas kejadian
yang semakin besar, dampak dari kekeringan juga tidak dapat dianggap kecil karena
banyak aspek penting yang terpengaruh oleh kekeringan. Kekeringan dapat mempengaruhi
aspek ekonomi, aspek lingkungan serta aspek sosial. Sektor-Sektor dari aspek
ekonomi yang terpengaruh kekeringan antara lain
pertanian, kehutanan,
perikanan, rekreasi, transportasi, perbankan, dan sektor
energi. Pertanian merupakan salah satu sektor yang terpengaruh secara langsung oleh
kekeringan Wilhite 2005.
Banyak komoditi
pertanian yang
dikembangkan di Indonesia, akan tetapi yang menjadi komoditi utama karena menjadi
bahan pangan
pokok sebagian
besar masyarakat Indonesia adalah tanaman padi.
Tanaman padi di Indonesia secara umum dibudidayakan pada dua jenis sawah yaitu
sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan merupakan sawah yang relatif
lebih rentan terhadap kejadian kekeringan dibandingkan dengan sawah irigasi Patuwan
2002
a
; Verulkar 2010. Untuk mengatasi hal tersebut hingga saat ini sudah banyak
dilakukan penelitian untuk mengkaji dampak kekeringan terhadap produktivitas pertanian,
khususnya kekeringan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim White 2011. Ada banyak
pendekatan
yang digunakan
dalam melakukan
kajian tentang
pengaruh kekeringan
terhadap produksi
maupun produktivitas pertanian. Salah satunya adalah
dengan menggunakan pendekatan Model Simulasi Cai 2011; Mo 2005.
Bates 2008 juga menambahkan bahwa fenomena kekeringan sudah banyak terjadi di
berbagai kawasan Asia termasuk Indonesia. Jawa dan Bali merupakan kawasan penting
dan dapat disebut sebagai sentra produksi padi di Indonesia. Hal ini dikarenakan lebih
dari 50 produksi padi di Indonesia dihasilkan di kawasan Jawa dan Bali BPS
2009. Kekeringan yang sering terjadi di kawasan Jawa dan Bali menyebabkan
produktivitas pada
kawasan tersebut
berkurang Boling 2004. Daerah-daerah terkena dampak kekeringan yang semakin
luas serta intensitas kejadian kekeringan yang meningkat menunjukan bahwa kekeringan
merupakan salah satu isu yang penting untuk dipahami penyebab, mekanisme serta akibat
yang ditimbulkan agar proses adaptasi dan mitigasi terhadap kekeringan lebih efisien
dan efektif. Oleh karena itu kajian tentang respon
produktivitas padi
terhadap kekeringan khususnya pada kawasan Jawa
dan Bali perlu dilakukan agar tingkat kerugian yang ditimbulkan kekeringan dapat
diketahui, ditanggulangi
serta dapat
diperkecil.
2.1 Tujuan
Penelitian ini
bertujuan mengetahui
respon serta tingkat perubahan produktivitas tanaman
padi yang
diakibatkan oleh
kekeringan di kawasan Jawa dan Bali serta sebaran spasial dampak kekeringan terhadap
produktivitas tanaman padi pada setiap kelas iklim menurut Oldeman.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Iklim
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis. Menurut McGregor dan
Nieuowolt 1977 wilayah indonesia masuk ke dalam dua zonasi iklim yaitu Equatorial
Moonson Climates pada hampir semua wilayah Indonesia dan Dry and wet Monsoon
Climates pada wilayah bagian Tenggara Indonesia. Variasi curah hujan di Indonesia
lebih besar dibandingkan suhu, oleh karena itu klasifikasi iklim di Indonesia pada
umumnya hanya menggunakan unsur iklim curah
hujan sebagai
dasar klasifikasi
Tjasyono 2004. BMKG 2009 membagi curah hujan Indonesia menjadi tiga pola
curah hujan dominan yaitu moonsonal, equatorial dan lokal. Sebaran pola curah
hujan bulanan umum di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1 yang diterbitkan
BMKG.
Gambar 1 Tipe Curah Hujan Bulanan Umum Indonesia sumber: BMKG Merujuk pada Gambar 1, kawasan Jawa
dan Bali merupakan kawasan yang memiliki curah hujan bulanan bertipe moonsonal yang
memiliki puncak curah hujan pada Bulan Desember hingga Januari. Wilayah Jawa dan
Bali dalam keadaan normal memiliki bulan kering pada Bulan April hingga Oktober dan
bulan basah pada Bulan Oktober hingga April Krave 2007. Menurut penelitian Boling
2004 di Jawa Tengah, meskipun memiliki tipe curah hujan moonsonal, kawasan ini
memiliki kondisi curah hujan yang bervariasi secara temporal. Boling juga menambahkan
bahwa tahun-tahun di Provinsi Jawa Tengah dapat dibedakan menjadi tahun-tahun basah
pada tahun 1997-1998, tahun kering pada tahun 1999 dan tahun moderat. Perbedaan
kondisi curah hujan yang seperti ini merupakan salah satu penyebab variasi
produktivitas
tanaman padi
yang dibudidayakan. Hal yang sama juga berlaku
bagi kawasan Jawa dan Bali, meski secara umum tipe curah hujan pada kawasan ini
adalah moonsonal, variasi kondisi curah hujan pada kawasan ini cukup besar. Variasi
pola curah hujan juga dapat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman padi di
kawasan ini Boling 2010.
2.2 Klasifikasi Iklim Oldeman