terpencil adalah simpul yang tidak satupun bertetangga dengan simpul-simpul lainnya Munir, 2003.
2.5.4 Derajat
Derajat suatu simpul pada graf tak-berarah adalah jumlah sisi yang bersisian dengan simpul tersebut. Loop dihitung berderajat dua. Alasan mengapa
loop mengkontribusikan dua untuk derajat simpulnya adalah karena loop direpresentasikan sebagai v, v, dan simpul v berinsiden dua kali pada sisi v, v
Munir, 2003. Simpul yang berderajat nol disebut simpul terasing atau simpul terpencil,
sedangkan simpul yang bersisian dengan tepat satu simpul disebut simpul pendant Munir, 2003.
2.6 Teorema Jabat Tangan
Jumlah semua derajat simpul pada suatu graf adalah genap yaitu dua kali jumlah sisi pada graf tersebut Munir, 2003.
Jika , maka
Bukti:
Setiap sisi berinsidensi dengan 2 simpul. Sehingga jika setiap sisi dihitung sebanyak dua kali jumlahnya maka hasilnya akan sama dengan jumlah derajat
simpulnya.
2.7 Beberapa Graf Sederhana yang Khusus
2.7.1. Graf Lengkap
Graf lengkap merupakan graf sederhana yang setiap simpulnya mempunyai jalur ke semua simpul lainnya. Graf lengkap dengan
buah simpul dilambangkan dengan
. Setiap simpul pada berderajat
. Jumlah jalur pada graf lengkap yang terdiri dari
buah simpul adalah Munir, 2003.
Contoh:
Gambar 2.7.1. Graf lengkap K
1
, K
2
, K
3
, K
4
, K
5
2.7.2 Graf Lingkaran
Graf lingkaran adalah graf sederhana yang setiap simpulnya berderajat dua. Graf lingkaran dengan
simpul dilambangkan dengan . Jika simpul-
simpul pada
adalah ,
maka sisinya
adalah dan
. Dengan kata lain, ada sisi dari simpul terakhir
ke simpul pertama Munir, 2003.
Contoh:
Gambar 2.7.2. Graf lingkaran C
3
, C
4
, C
5
, C
6
2.7.3 Graf Teratur Regular Graph
Graf yang setiap simpulnya mempunyai derajat yang sama disebut graf teratur. Apabila derajat setiap simpul adalah
, maka graf tersebut disebut sebagai graf teratur derajat
Munir, 2003.
Contoh :
Gambar 2.7.3.a. Graf teratur R
1
Gambar 2.7.3.b. Graf teratur R
2
Graf lengkap Kn juga merupakan graf teratur berderajat n-1. Demikian pula graf lingkaran Cn juga graf teratur berderajat 2. Jumlah sisi pada graf teratur
dengan derajat r dan n buah simpul adalah Munir, 2003.
2.7.4 Graf Bipartit
Graf G yang himpunan simpulnya dapat dipisah menjadi dua himpunan bagian V
1
dan V
2
, sedemikian sehingga setiap sisi pada G menghubungkan sebuah simpul dari V
1
ke sebuah simpul di V
2
disebut graf bipartit dan dinyatakan sebagai GV
1
, V
2
Munir, 2003. Tidak ada simpul yang beradjasensi dengan simpul yang ada di
himpunan simpul yang sama. Apabila setiap simpul di V
1
bertetangga dengan setiap simpul di V
2
, maka GV
1
, V
2
disebut bipartit lengkap yang dilambangkan K
m,n
. Jumlah sisi pada graf bipartit lengkap adalah mn.
Contoh:
Gambar 2.7.4 Graf bipartit lengkap K
3,3
2.8 Pemetaan
Misalkan diketahui dua himpunan S dan T yang keduanya tak hampa. Pemetaan f dari S ke dalam T ditulis
adalah suatu cara yang mengaitkan setiap unsur
dengan satu unsur Pengaitan ini ditandai dengan Arifin, 2000.
Pada dasarnya setiap unsur di S dapat dikaitkan dengan paling sedikit satu unsur di T. Misalnya unsur
dikaitkan dengan unsur dan
di T yang berbeda. Hal ini tidak dapat terjadi pada pemetaan
. Dengan demikian, pengaitan
untuk semua unsur akan mendefinisikan pemetaan jika dan hanya jika setiap dikaitkan dengan satu .
Dua pemetaan dan dikatakan sama jika memetakan
setiap unsur sama. Dengan kata lain jika untuk semua
. Untuk selanjutnya pemetaan yang difokuskan adalah
. Unsur dalam pengaitan ditandai dengan , jadi , dan disebut
bayangan atau peta dari oleh . Bayangan atau peta pemetaan
adalah himpunan semua unsur yang merupakan peta suatu unsur
Bayangan peta pemetaan ditandai dengan Peta . Jadi,
Unsur yang dipetakan oleh menjadi unsur disebut
prabayangan atau prapeta dari . Adapun himpunan dan dalam pemetaan
berturut-turut disebut daerah definisi dan daerah bayangan daerah peta. Dua pemetaan seperti
dan , dengan , , dan ketiganya himpunan tak hampa, dapat dilakukan berturut-turut; pertama
kemudian , dan kemudian diperoleh pemetaan dari ke dalam . Pemetaan baru
ini ditandai dengan dan disebut komposisi pemetaan dan . Ketiga
pemetaan ini dapat digambarkan dalam diagram komutatif sebagai berikut.
Gambar 2.8.1 Diagram Komutatif Pemetaan
Setiap unsur dipetakan oleh menjadi unsur di U menurut
hubungan
Perlu diperhatikan sebagai catatan bahwa komposisi didefinisikan
jika daerah definisi pemetaan sama dengan daerah peta pemetaan . Komposisi
didefinisikan untuk dua pemetaan. Untuk tiga pemetaan terdapat sifat sebagai berikut.
Sifat 2.8.1
Diketahui tiga pemetaan , , dan . Maka komposisinya
memenuhi sifat asosiatif Arifin, 2000.
Bukti:
Ambil sebarang unsur . Maka berlaku
Jadi
Dengan demikian menurut sifat 2.8.1 di atas, komposisi pemetaan terdefinisi, yaitu
. Demikian pula, jika terdapat n pemetaan komposisinya adalah
. Selanjutnya perspektif pemetaan dipandang dari
ke dalam dirinya sendiri. Pemetaan dari
ke dalam yang memetakan setiap unsur di dinamakan pemetaan kesatuan atau pemetaan identitas. Pemetaan ini ditandai dengan
T
U S
f g
gf
. Jika himpunan yang dimaksud terdefinisi dengan jelas, dapat dituliskan
. Sekali lagi ditekankan bahwa untuk pemetaan kesatuan berlaku
untuk semua . Ada dua sifat yang dimiliki oleh pemetaan kesatuan. Yang pertama, dua
unsur yang dipetakan sama, keduanya senantiasa sama. Yang kedua, setiap unsur senantiasa mempunyai prapeta. Kedua sifat ini dipertegas berturut-turut dalam dua
definisi berikut untuk pemetaan
Definisi 2.8.1
Pemetaan dikatakan satu-satu atau injektif, jika untuk setiap unsur
dan di
yang dipetakan sama oleh f, yaitu , berlaku
Arifin, 2000.
Definisi 2.8.2
Pemetaan dikatakan pada, atau surjektif, jika untuk setiap unsur
terdapat unsur yang memenuhi Arifin, 2000.
Menurut definisi di atas, pemetaan kesatuan bersifat satu-satu
dan pada, atau bijektif. Untuk pemetaan yang bersifat pada, seluruh
himpunan merupakan peta bayangan pemetaan , yaitu .
Selanjutnya akan dibuktikan sifat yang memberikan ciri kepada pemetaan satu- satu atau pada.
Sifat 2.8.2
Pemetaan bersifat satu-satu jika dan hanya jika terdapat pemetaan
yang memenuhi . Arifin, 2000.
Dalam diagram digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.8.2 Diagram Pemetaan Satu-satu
Bukti:
Misalkan bersifat satu-satu. Untuk setiap y T didefinisikan pengaitan
Karena bersifat satu-satu, untuk setiap hanya ada
satu yang memenuhi . Dengan demikian, setiap unsur
dikaitkan dengan satu unsur . Selanjutnya, dalam hal ,
setiap unsur dikaitkan dengan satu unsur
S. Kemungkinan kedua, dalam hal
pengaitan tidak dilakukan pengaitan pertama sudah meliputi semua unsur di
karena . Pengaitan di atas mendefinisikan pemetaan
. Setiap unsur memenuhi hubungan:
Di sini , maka diperoleh
Misalkan terdapat pemetaan yang memenuhi . Untuk
setiap unsur dan
di S yang memenuhi berlaku
Menurut definisi 2.8.1, pemetaan bersifat satu-satu.
g T
S S
f id
s
1-1
Pemetaan seperti dalam sifat 2.8.2 yang yang memenuhi
hubungan dinamakan balikan kiri invers kiri pemetaan
.
Sifat 2.8.3
Pemetaan bersifat pada jika dan hanya jika terdapat
pemetaan yang memenuhi
Arifin, 2000.
Dalam diagram digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.8.3 Diagram Pemetaan Pada
Bukti:
Misalkan bersifat pada. Untuk setiap unsur subhimpunan
Karena pada, untuk setiap subhimpunan
tak hampa. Selanjutnya, setiap unsur
dikaitkan dengan satu dan hanya satu unsur ;
diperoleh pengaitan . Pengaitan ini mendefinisikan pemetaan .
untuk semua berlaku
Di sini dan
. Dengan demikian diperoleh Sebaliknya, misalkan terdapat yang memenuhi
. Untuk unsur
pilih di S. diperoleh:
h T
S T
f id
T
pada
Ini menunjukkan bahwa pemetaan bersifat pada.
Pemetaan seperti dalam sifat 2.8.3 yaitu yang memenuhi
dinamakan balikan kanan invers kanan pemetaan . pemetaan
dimungkinkan untuk sekaligus bersifat satu-satu dan pada. Sifat berikut memberikan ciri kepada pemetaan yang bersifat demikian.
Sifat 2.8.4
Pemetaan bersifat satu-satu dan pada jika dan hanya jika terdapat
pemetaan yang memenuhi
dan . Pemetaan
juga bersifat satu-satu dan pada Arifin, 2000.
Dalam diagram digambarkan sebagai berikut
Gambar 2.8.4 Diagram Pemetaan Satu-satu dan Pada
Bukti:
Menurut sifat 2.8.2 dan sifat 2.8.3 berturut-turut terdapat dan
yang memenuhi hubungan dan
. Untuk melengkapi bukti, cukup ditunjukkan
.
S h
T
T f
id
T
S id
S
g
Dengan menerapkan sifat 2.8.1 diperoleh
Jadi dan
. Selanjutnya pemetaan juga
mempunyai balikan kiri dan balikan kanan, yaitu . Pemetaan ini bersifat
satu-satu dan pada.
Contoh di atas dimungkinkan untuk himpunan S yang tak hingga. Untuk himpunan S yang hingga dan tak hampa terdapat sifat sebagai berikut.
Sifat 2.8.5
Misalkan S suatu himpunan hingga yang tak hampa. Pemetaan bersifat
satu-satu jika dan hanya jika pemetaan bersifat pada Arifin, 2000.
Bukti:
Misalkan S memuat n unsur dan tulis Misalkan bersifat satu-satu dan andaikan tidak bersifat
pada. Ini berarti peta tidak semuanya berbeda; terdapat indeks
dan dengan . Karena satu-satu, maka berlaku
. Kesamaan yang terakhir ini mustahil. Dengan demikian haruslah pemetaan
bersifat pada. Misalkan bersifat pada. Maka terdapat
Dengan demikian untuk setiap dan
di S, dengan , berlaku
. Menurut definisi 2.8.1, pemetaan bersifat satu-satu.
Sehubungan dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa komposisi bersifat satu-satu dan pada. Secara umum sifat tersebut adalah sebagai berikut.
Sifat 2.8.6
Misalkan S, T, dan U adalah himpunan tak hampa. a.
Jika pemetaan dan bersifat satu-satu, maka komposisi
juga bersifat satu-satu. b.
Jika pemetaan dan bersifat pada, maka komposisi
juga bersifat pada Arifin, 2000.
Bukti a:
Menurut sifat 2.8.2 terdapat pemetaan dan
yang berturut-turut memenuhi hubungan
dan . Pandang komposisi
. dengan menggunakan sifat 2.8.1 Sifat asosiatif diperoleh
Hubungan ini mengatakan, bahwa pemetaan mempunyai balikan kiri
. Menurut sifat 2.8.2, pemetaan bersifat satu-satu.
Bukti b:
Menurut Sifat 2.8.3 terdapat pemetaan dan
yang berturut-turut memenuhi hubungan
dan serta
dan .
Pemetaan bersifat pada jika dan hanya jika terdapat pemetaan
yang memenuhi . Dengan menggunakan sifat 2.8.1
Sifat asosiatif diperoleh
Pemetaan yang memenuhi
dinamakan balikan kanan pemetaan
. Dengan demikian menurut sifat 2.8.3 pemetaan bersifat pada.
2.9 Isomorfisme Graf