Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pada Ekosistem

6.4 Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pada Ekosistem

Hutan Mangrove Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, khususnya sumberdaya perikanan oleh rumah tangga perikanan RTP sekarang ini memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan menggunakan pendekatan model rumah tangga household models untuk jenis-jenis pemanfaatan hutan mangrove, maka nilai optimal dapat diperoleh melalui fungsi tujuan dan kendala berikut : a Usaha Tambak Polikultur Udang + Ikan Bandeng per tahun per ha l x x x x x x x q q Max b u 2500 14600 9230769 . 976 5138539 . 68 507924 . 28 043478 . 1113 2050 235294 . 1028 526316 . 2335 257423 . 326 7 6 5 4 3 2 1 − − − − − − − − + = π 23653300 2500 14600 9230769 . 976 5138539 . 68 507924 . 28 043478 . 1113 2050 235294 . 1028 ; 0932 . ; 000528 . ; 03 . ; 70614 . 8 ; 3165 . 3 ; 03 . ; 03 . ; 039 . ; 193 ; 095 . 1 ; 61 ; 1890 ; 6159 ; 55 ; 57 ; 81 ; 217 ; 1857 : .. 7 6 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1 ≤ + + − + + + + = − = − = − = − = − = − = − = − ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ l x x x x x x x l q x q x q x q x q x q x q x q l x x x x x x x q q to Subject ub ub ub b u ub ub ub b u b Usaha Tambak Monokultur Udang per tahun per ha l x x x x x x l q x q x q x q x q x q x q l x x x x x x q to Subject l x x x x x x q Max u u u u u u u u u 2500 14600 1000 7317 . 20 1100 2100 8182 . 1001 3715700 ; 9 . 1 ; 0215 . ; 769 . ; 62 . 94 ; 38 . ; 38 . ; 385 . 3 ; 245 ; 8 . 2 ; 100 ; 12300 ; 50 ; 50 ; 440 ; 130 : .. 2500 14600 1000 7317 . 20 1100 2100 8182 . 1001 2 . 1769 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 + + + + + + ≤ = − = − = − = − = − = − = − ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ − − − − − − − = π c Usaha Tambak Monokultur Ikan Bandeng per tahun per ha 111381300 2500 200 7054 . 821 04733 . 119 445 . 1166 874 . 1884 721 . 1033 ; 172 . ; 2 . ; 06 . ; 8195 . 6 ; 12 . ; 15 . ; 104 . ; 101 ; 125 ; 37 ; 4010 ; 32 . 72 ; 8 . 85 ; 2 . 61 ; 588 : .. 2500 200 7054 . 821 04733 . 119 445 . 1166 874 . 1884 721 . 1033 16679 . 2157 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 ≤ + + + + + + = − = − = − = − = − = − = − ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ − − − − − − − = l x x x x x x l q x q x q x q x q x q x q l x x x x x x q to Subject l x x x x x x q Max bg bg bg bg bg bg bg bg bg π d Penangkapan Kepiting per trip 17250 1000 16250 ; 136 . ; 00214 . ; 95 . ; 015 . ; 7 : .. 1000 16250 1900 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q tahun total to Subject l x q Max k k k k k k k k π e Kepiting per tahun 1272500 1000 16250 ; 136 . ; 00214 . ; 1140 ; 18 ; 8400 : .. 1000 16250 1900 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q tahun total to Subject l x q Max k k k k k k k k π f Pengambilan Kayu Bakar per trip 15314 1200 6 . 14113 ; 955 . ; 00819 . ; 955 . ; 00819 . ; 1 : .. 1200 14113 1616 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x q Max y y y y y y y y π g Pengambilan Kayu Bakar per tahun 1694850 1200 6 . 14113 ; 955 . ; 00819 . ; 1283 ; 11 ; 1343 : .. 1200 14113 1616 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x q Max y y y y y y y y π h Pengambilan Kayu Bangunan per trip 14219 2000 12219 ; 46 . ; 307 . ; 1 ; 67 . ; 17 . 2 : .. 2000 12219 31 . 11192 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x Max bgn bgn bgn bgn bgn bgn bgn bgn π i Pengambilan Kayu Bangunan per tahun 121750 2000 12219 ; 46 . ; 307 . ; 12 ; 8 ; 26 : .. 2000 12219 31 . 11192 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x Max bgn bgn bgn bgn bgn bgn bgn bgn π j Pengambilan KerangTude per trip 3500 1000 2500 ; 5 . ; 0125 . ; 1 ; 025 . ; 2 : .. 1000 2500 3000 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q tahun total to Subject l x q Max t t t t t t t t π k Pengambilan KerangTude per tahun 85000 1000 2500 ; 5 . ; 0125 . ; 80 ; 2 ; 160 : .. 1000 2500 3000 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q tahun total to Subject l x q Max t t t t t t t t π l Penangkapan Bibit Alam per trip 25213 1500 23713 ; 0036 . ; 00017 . ; 93 . ; 0442 . ; 130 ; 131 : .. 1500 23713 467 . 17 764 . 17 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ ≤ − − + = l x l q x q l x q q to Subject l x q q Max bn bn bn bn bn n b bn n b π m Penangkapan Bibit Alam per tahun 1599017 1500 23713 ; 0036 . ; 00017 . ; 824 ; 39 ; 114758 ; 116280 : .. 1500 23713 467 . 17 764 . 17 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ ≤ − − + = l x l q x q l x q q to Subject l x q q Max b bn bn bn bn n b bn n b π n Pengambilan Bibit Bakau per trip 1050 1000 50 ; 002 . ; ; 29 . 1 ; 646 ; 646 : .. 1000 50 13 . 91 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x q Max bk bk bk bk bk bk bk bk π o Pengambilan Bibit Bakau per tahun 403000 1000 50 ; 002 . ; ; 15 ; 7750 ; 7750 : .. 1000 50 13 . 91 ≤ + = − = − ≤ ≤ ≤ − − = l x l q x q l x q to Subject l x q Max bk bk bk bk bk bk bk bk π Penyusunan model diatas, memperlihatkan bahwa fungsi tujuan dari optimalisasi tersebut memaksimalkan keuntungan, yang merupakan selisih dari total penerimaan dari produksi output dengan total biaya yang dikeluarkan dari pemakaian input dan upah tenaga kerja. Koefisien untuk masing-masing variabel merupakan harga atau biaya untuk tiap unit output atau input. Unsur kendala adalah keterbatasan sumberdaya yang merupakan variabel produksi output, keterbatasan biaya operasional dan biaya tetap, keterbatasan upah tenaga kerja dan keterbatasan modal usaha. Keterbatasan tersebut ditandai dengan pertidaksamaan lebih kecil = dan sama dengan =. Nilai pemanfaatan sumberdaya dibatasi sesuai dengan total pemanfaatan per hektar per tahun dan per hektar per trip, total pemakaian input per hektar per tahun, total hari kerja pria HKP per hektar per tahun. Koefisien untuk masing-masing variabel kendala adalah nilai atau besarnya pemakaian input untuk menghasilkan 1 satu satuan output kilogram atau ekor. Keuntungan π optimal atau maksimal per tahun yang merupakan fungsi tujuan berdasarkan selisih dari total revenue dengan total cost, upah labor, yang juga diperoleh dengan bantuan Maple. Hasil perhitungan diperoleh keuntungan optimal tertinggi dihasilkan oleh jenis pemanfaatan kepiting sebesar Rp12.883.900,00 untuk 11 sebelas rumah tangga perikanan. Keuntungan optimal terendah diperoleh dari hasil pemanfaatan monokultur udang sebesar Rp3.165.590,70. Selengkapnya hasil yang diperoleh dapat disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Nilai Manfaat Optimal Ekosistem Hutan Mangrove Tahun 2005 per Ha No Jenis Pemanfaatan Manfaat Optimal Rp Biaya Optimal Rp Keuntungan Optimal Rp 1. Tambak Udang 548.461,54 3.714.052,24 3.165.590,70 2. Tambak Ikan Bandeng 1.233.877,83 1.063.595,98 170.281,85 3. Tambak Ikan Bandeng + Udang 1.112.669,24 305.002,98 807.666,26 4. Kayu Bangunan 103.640,77 43.301,25 60.339,52 5. Kayu Bakar 2.170.600,00 1.693.649,98 476.950,02 6. Bibit Alam 4.070.167,24 0,00 4.070.167,24 7. KerangTude 102.000,00 1.260,00 100.740,00 8. Kepiting 14.156.900,00 1.273.000,00 12.883.900,00 9. Bibit Bakau 706.250,00 402.500,00 303.750,00 Total 24.204.296,62 8.496.352,43 15.707.944,19 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Pemecahan nilai optimal dari output dan pemakaian input untuk masing- masing jenis pemanfaatan dari ekosistem hutan mangrove diperoleh dengan menggunakan program Maple, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Nilai Optimal Output dan Input dari Pemanfaatan Ekosistem Hutan Mangrove oleh Petambak per hektar per Tahun Jmh Resp Petambak q u q bg X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 l 10 Polikultur 1.857 217 6.159 1.889 2 Monokultur Udang 311 0 1.052 118 118 29.410 100 6,7 590 28 Monokultur Ikan Bandeng 0 571 59 86 69 3.900 34 114 98 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 26 menunjukkan output optimal rata-rata per hektar per tahun untuk usaha monokultur udang sebanyak 311 ekor, pemakaian input lebih besar dari pola usaha lain, dimana input berupa bibit benur sebanyak 29.410 ekor, juga pemakaian input lain seperti kapur sebanyak 1.052 kg, 118 kg untuk pupuk urea, 118 kg untuk TSP, pestisida 100 kg untuk saponin dan 6.7 bgks untuk cap bintang. Hari kerja orang HKO untuk pola usaha tersebut sebanyak 590 HKO. Nilai optimal diperoleh dari 2 dua rumah tangga perikanan dan musim panen sebanyak 2 dua kali dalam setahun. Pola usaha monokultur udang tidak layak untuk diusahakan, karena menghasilkan manfaat optimal hanya sebesar Rp548.461,54. Selain itu keuntungan optimal yang diperoleh juga sangat rendah yaitu sebesar Rp3.165.590,70. Pemakaian input juga lebih besar dari pola usaha lain, sehingga petambak mengalami kerugian. Pola usaha monokultur Ikan Bandeng pada Tabel 26 diatas, juga memperlihatkan bahwa produksi atau output optimal dalam setahun per hektar untuk ikan sebanyak 571 ekor. Sedangkan pemakaian input optimal untuk pupuk sebanyak 59 kg, urea 86 kg, TSP 69 kg, pestisida saponin dan cap bintang masing-masing sebanyak 34 kg dan 114 bungkus. Penggunaan bibit nener yang optimal untuk menghasilkan output diatas sebanyak 3.900 ekor. Hari kerja orang HKO optimal untuk pola usaha tersebut sebanyak 98 HKO. Total manfaat optimal dari output optimal diperoleh sebesar Rp1.233.877,83 per ha, total biaya optimal dari penggunaan input optimal sebesar Rp1.063.595,98. Pola usaha tersebut cukup layak untuk diusahakan karena keuntungan optimal yang diperoleh sebesar Rp170.281,85 per ha. Pola usaha tambak polikultur udang dan ikan menghasilkan manfaat optimal sebesar Rp1.112.669,24 per ha dan biaya optimal sebesar Rp305.002,98, sehingga keuntungan optimal diperoleh sebesar Rp807.666,26. Output optimal rata-rata per tahun per hektar sebanyak 1.857 ekor untuk udang dan 217 ekor untuk ikan, dengan pemakaian input optimal berupa benur sebanyak 6.158 ekor dan nener 1.889 ekor. Input lain tidak memberikan nilai yang optimal atau nol. Polikultur untuk udang 2 dua kali musim panen dalam setahun, sedangkan untuk ikan hanya sekali panen dalam setahun. Nilai optimal tersebut diperoleh dari 10 sepuluh rumah tangga perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa diantara ketiga pola usaha tersebut, yang paling layak dan memberikan nilai optimal terbanyak per hektar per tahun adalah usaha polikultur udang dan Ikan Bandeng. Populasi petambak di Kecamatan Barru, lebih dominan mengoperasikan tambak dengan pola usaha monokultur Ikan Bandeng, karena menurut hasil wawancara dengan RTP, pola usaha tersebut tidak memerlukan modal besar dan resiko kegagalan panen relatif kurang. Karena dilokasi penelitian dominan responden dengan pola usaha monokultur Ikan Bandeng, sehingga produksi Ikan Bandeng juga tinggi dibandingkan hasil produksi dari komoditas-komoditas lain yang dibudidayakan. Jumlah responden untuk monokultur Ikan Bandeng sebanyak 28 rumah tangga perikanan RTP dan musim panen sekali dalam setahun. Pola usaha monokultur Ikan Bandeng menurut responden, ternyata tetap tidak memberikan keuntungan maksimal dan tidak meningkatkan kesejahteraan rumah tangga perikanan, karena selain pola usaha tersebut hanya sekali dalam setahun musim panen, juga karena ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan darat yang tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan kata lain harga pasar dari ikan tersebut cukup rendah. Hal ini berdasar pada data yang diperoleh, dimana harga konsumen rata-rata per ekor hanya sebesar Rp1.500,00 sampai Rp2.500,00. Berdasar pada kondisi tersebut, sebagian besar rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru mengusahakan mata pencaharian alternatif, yang bisa meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, seperti sebagai pemanfaat ekosistem hutan mangrove pencari kepiting, pengambil kayu bakar dan kayu bangunan, Pencari bibit alam berupa benur dan nener, bibit bakau, serta pencari kerangtude, buruh nelayan, petani dan berkebun serta sebagai wiraswastapedagang. Jenis pemanfaatan ekosistem hutan mangrove selain untuk tambak, juga untuk usaha-usaha lain yang komersial ataupun subsisten. Seperti penangkapan kepiting bakau dan pengambilan kayu bakar serta kayu bangunan dari vegetasi mangrove. Usaha tersebut juga menghasilkan output dan input yang optimal bagi rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru. Nilai optimal dari output dan input untuk jenis pemanfaatan dari hasil kepiting, kayu bakar dan kayu bangunan, dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Nilai Output dan Input Optimal Pemanfaatan Ekosistem Hutan Mangrove untuk Kepiting, Kayu Bakar dan Kayu Bangunan per ha. Nilai Optimaltahun Nilai Optimaltrip No Jenis Pemanfaatan q n X n L q n X n L 1 Kepiting 7.451 16 1.013 6,98 0,0149 0,94 2 Kayu Bakar 1.343 11 1.282 0,99 0,0082 0,95 3 Kayu Bangunan 9,30 2,84 4,3 1,08 0,33 0,49 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 27 menunjukkan bahwa hasil produksi atau output kepiting yang optimal per tahun sebanyak 7.451 ekor, sedangkan produksi optimal per trip sebanyak 7 tujuh ekor. Usaha penangkapan kepiting menggunakan input optimal sebanyak 16 unit per tahun dan 0,0149 per trip. Penggunaan tenaga kerja optimal sebanyak 1.013 HKO per tahun dan 0,94 HKO per trip. Total trip 1.200 per tahun dari keseluruhan responden rumah tangga perikanan dan rata-rata trip per responden per tahun sebanyak 200 trip. Total biaya optimal dari pemakaian input optimal adalah sebesar Rp1.273.000,00 per ha, seperti pada Tabel 25. Usaha pemanfaatan kepiting dari hutan mangrove di Kecamatan Barru menghasilkan manfaat optimal dari total output optimal diperoleh sebesar Rp14.156.900,00 per ha dan keuntungan optimal Rp12.883.900,00 per ha dan Rp12.079,14 per trip untuk 6 enam rumah tangga. Usaha pemanfaatan kepiting dari ekosistem hutan mangrove menghasilkan keuntungan optimal per tahun yang tertinggi, jika dibandingkan dengan usaha pemanfaatan lainnya. Hal tersebut selain disebabkan karena jumlah trip per tahun termasuk tinggi, juga karena harga jual kepiting cukup tinggi. Harga jual kepiting berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga perikanan, adalah berkisar dari Rp1.000,00 per ekor sampai Rp2.800,00 per ekor. Keuntungan optimal untuk kayu bakar per ha sebesar Rp476.950,02 Rp354,41 per trip. Jenis pemanfaatan dari hasil kayu bakar cukup menguntungkan karena manfaat optimal sebesar Rp2.170.600,00 namun mengeluarkan biaya hanya sebesar Rp1.693.649,98 dan untuk 11 sebelas rumah tangga perikanan. Pengambilan kayu bakar dari vegetasi hutan mangrove mempunyai nilai output optimal sebanyak 1.343 ikat per tahun, sedangkan produksi optimal per trip sebanyak 1 ikat. Input optimal yang digunakan sebanyak 11 unit per tahun dan 0,0082 per trip. Tenaga kerja optimal per tahun sebanyak 1.282 HKO dan 1 per trip. Rata-rata trip dalam setahun untuk tiap responden rumah tangga perikanan yang mengambil kayu bakar adalah 122 trip dan total trip dari keseluruhan responden sebanyak 1.343 trip. Keuntungan optimal untuk pengambilan kayu bangunan sebesar Rp60.339,52 per ha dan Rp7.057,10 per trip. Manfaat optimal dari output optimal diperoleh sebesar Rp103.640,77 dan biaya optimal dari pemakaian input optimal sebesar Rp43.301,25 per ha per tahun. Pengambilan vegetasi hutan mangrove jenis Avicennia sp yang dijadikan kayu untuk bangunan menghasilkan nilai output optimal sebanyak 9 batang per tahun, sedangkan per trip sebanyak 1 batang. Pemakaian input yang optimal digunakan sebanyak 3 unit dalam setahun dan 0.33 unit per trip. Tenaga kerja optimal dalam setahun sebanyak 4 HKO dan 0.49 HKO dalam setiap trip. Rata-rata trip setiap responden dalam setahun untuk mengambil kayu bangunan sebanyak 2 dua kali. Nilai optimal tersebut diperoleh oleh 7 tujuh responden rumah tangga. Selanjutnya bahwa rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru juga memanfaatkan bibit alam yang berupa benur dan nener. Keuntungan optimal yang diperoleh sebesar Rp4.070.167,24 per tahun dan Rp4.597,79 per trip per ha. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Nilai Output dan Input Optimal Pemanfaatan Hutan Mangrove dari Bibit Alam, KerangTude dan Bibit Bakau per ha. Nilai Optimaltahun Nilai Optimaltrip No Jenis Pemanfaatan q n X n L q n X n L 1 Bibit alamBenur+nener 231.037 261 2. KerangTude 34 0,42 0,21 1,39 0,0174 0,008 3. Bibit Bakau 7.750 7.750 15 20,19 20,19 0,04 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 28 menunjukkan bahwa penangkapan optimal untuk total bibit alam berupa benur dan nener per ha per tahun diperoleh sebanyak 231.037 ekor dan 261 ekor per trip. Penangkapan bibit benur yang optimal sebanyak 116.279 ekor dan nener sebanyak 114.758 ekor per ha per tahun dan 131 ekor benur dan 130 ekor nener per trip. Tenaga kerja dan pemakaian input tidak menghasilkan nilai optimal. Rata-rata trip dalam setahun, tiap responden sebanyak 80 trip. Manfaat optimal dari output optimal adalah sebesar Rp4.070.167,24. Jumlah rumah tangga perikanan yang menjadi responden dalam penelitian sebanyak 11 rumah tangga. Penangkapan bibit alam oleh responden di hutan mangrove dilakukan pada musim tertentu sesuai arah angin laut, menurut hasil wawancara musim panen bibit alam biasanya dalam jangka waktu mulai bulan November sampai bulan Februari. Menurut responden, yang paling layak dan lebih menguntungkan bagi rumah tangga perikanan adalah penangkapan bibit berupa nener dari alam, walaupun jumlah tangkapan nener lebih sedikit dari benur, selain bibit nener memiliki harga per ekor yang lebih tinggi, juga karena bibit nener alam lebih bagus kualitasnya daripada bibit benur alam. Pencari kerangtude, keuntungan optimal sebesar Rp100.740,00 per ha dan Rp4.137,16 per ha per trip. Output optimal yang dihasilkan sebanyak 34 kg per tahun dan 1,4 kg per trip, pemakaian input sebesar 0,42 unit per tahun dan 0,0174 per trip. Manfaat optimal dari output optimal diperoleh sebesar Rp102.000,00 per ha dan biaya optimal dari pemakaian input optimal adalah sebesar Rp1.260,00 per ha. Jumlah responden rumah tangga untuk usaha pencari kerang sebanyak 1 satu rumah tangga perikanan dengan jumlah trip sebanyak 80 trip per tahun. Jenis pemanfaatan berupa kerangtude tersebut oleh rumah tangga perikanan dijadikan sebagai mata pencaharian alternatif. Biasanya penangkapan dilakukan pada saat air laut di hutan mangrove surut adalah sore menjelang malam hari. Rumah tangga perikanan juga memanfaatkan hutan mangrove untuk pembibitan bakau. Menurut hasil wawancara, pembibitan dilakukan sejak adanya program rehabilitasi hutan mangrove oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Dinas Kehutanan setempat. Keuntungan optimal yang diperoleh dari usaha pembibitan bakau tersebut sebesar Rp303.750,00 per ha dan Rp790,12 per ha per trip untuk 2 dua responden rumah tangga perikanan. Manfaat optimal dari output optimal yang diperoleh sebesar Rp706.250,00 dan biaya optimal dari total pemakaian input optimal diperoleh sebesar Rp402.500,00. Rata-rata trip setiap responden sebanyak 6 enam kali dalam setahun. Hal tersebut karena pembibitan hanya akan dilakukan apabila ada pesanan dari LSM atau instansi terkait untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove. Tabel 28 diatas menyajikan bahwa hasil output optimal berupa bibit bakau per tahun sebanyak 7.750 bibit dan 20,19 bibit per trip. Penggunaan input optimal berupa plastik atau wadah pembibitan sebanyak 7.750 unit juga pertahun dan 20,19 unit per trip. Jumlah tenaga kerja optimal yang digunakan sebanyak 15 HKO per tahun dan 0,04 HKO per trip.

6.5 Pendugaan Nilai Ekonomi Hutan Mangrove