6.4 Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pada Ekosistem
Hutan Mangrove
Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, khususnya sumberdaya perikanan oleh rumah tangga perikanan RTP sekarang ini memerlukan
pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan menggunakan pendekatan model rumah tangga household models untuk
jenis-jenis pemanfaatan hutan mangrove, maka nilai optimal dapat diperoleh melalui fungsi tujuan dan kendala berikut :
a Usaha Tambak Polikultur Udang + Ikan Bandeng per tahun per ha
l x
x x
x x
x x
q q
Max
b u
2500 14600
9230769 .
976 5138539
. 68
507924 .
28 043478
. 1113
2050 235294
. 1028
526316 .
2335 257423
. 326
7 6
5 4
3 2
1
− −
− −
− −
− −
+ =
π
23653300 2500
14600 9230769
. 976
5138539 .
68 507924
. 28
043478 .
1113 2050
235294 .
1028 ;
0932 .
; 000528
. ;
03 .
; 70614
. 8
; 3165
. 3
; 03
. ;
03 .
; 039
. ;
193 ;
095 .
1 ;
61 ;
1890 ;
6159 ;
55 ;
57 ;
81 ;
217 ;
1857 :
..
7 6
5 4
3 2
1 7
6 5
4 3
2 1
7 6
5 4
3 2
1
≤ +
+ −
+ +
+ +
= −
= −
= −
= −
= −
= −
= −
= −
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
l x
x x
x x
x x
l q
x q
x q
x q
x q
x q
x q
x q
l x
x x
x x
x x
q q
to Subject
ub ub
ub b
u ub
ub ub
b u
b Usaha Tambak Monokultur Udang per tahun per ha
l x
x x
x x
x l
q x
q x
q x
q x
q x
q x
q l
x x
x x
x x
q to
Subject l
x x
x x
x x
q Max
u u
u u
u u
u u
u
2500 14600
1000 7317
. 20
1100 2100
8182 .
1001 3715700
; 9
. 1
; 0215
. ;
769 .
; 62
. 94
; 38
. ;
38 .
; 385
. 3
; 245
; 8
. 2
; 100
; 12300
; 50
; 50
; 440
; 130
: ..
2500 14600
1000 7317
. 20
1100 2100
8182 .
1001 2
. 1769
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
+ +
+ +
+ +
≤ =
− =
− =
− =
− =
− =
− =
− ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ −
− −
− −
− −
= π
c Usaha Tambak Monokultur Ikan Bandeng per tahun per ha
111381300 2500
200 7054
. 821
04733 .
119 445
. 1166
874 .
1884 721
. 1033
; 172
. ;
2 .
; 06
. ;
8195 .
6 ;
12 .
; 15
. ;
104 .
; 101
; 125
; 37
; 4010
; 32
. 72
; 8
. 85
; 2
. 61
; 588
: ..
2500 200
7054 .
821 04733
. 119
445 .
1166 874
. 1884
721 .
1033 16679
. 2157
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
6 5
4 3
2 1
≤ +
+ +
+ +
+ =
− =
− =
− =
− =
− =
− =
− ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
≤ −
− −
− −
− −
=
l x
x x
x x
x l
q x
q x
q x
q x
q x
q x
q l
x x
x x
x x
q to
Subject l
x x
x x
x x
q Max
bg bg
bg bg
bg bg
bg bg
bg
π
d Penangkapan Kepiting per trip
17250 1000
16250 ;
136 .
; 00214
. ;
95 .
; 015
. ;
7 :
.. 1000
16250 1900
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q tahun
total to
Subject l
x q
Max
k k
k k
k k
k k
π
e Kepiting per tahun
1272500 1000
16250 ;
136 .
; 00214
. ;
1140 ;
18 ;
8400 :
.. 1000
16250 1900
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q tahun
total to
Subject l
x q
Max
k k
k k
k k
k k
π
f Pengambilan Kayu Bakar per trip
15314 1200
6 .
14113 ;
955 .
; 00819
. ;
955 .
; 00819
. ;
1 :
.. 1200
14113 1616
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x q
Max
y y
y y
y y
y y
π
g Pengambilan Kayu Bakar per tahun
1694850 1200
6 .
14113 ;
955 .
; 00819
. ;
1283 ;
11 ;
1343 :
.. 1200
14113 1616
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x q
Max
y y
y y
y y
y y
π
h Pengambilan Kayu Bangunan per trip
14219 2000
12219 ;
46 .
; 307
. ;
1 ;
67 .
; 17
. 2
: ..
2000 12219
31 .
11192
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x Max
bgn bgn
bgn bgn
bgn bgn
bgn bgn
π
i Pengambilan Kayu Bangunan per tahun
121750 2000
12219 ;
46 .
; 307
. ;
12 ;
8 ;
26 :
.. 2000
12219 31
. 11192
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x Max
bgn bgn
bgn bgn
bgn bgn
bgn bgn
π
j Pengambilan KerangTude per trip
3500 1000
2500 ;
5 .
; 0125
. ;
1 ;
025 .
; 2
: ..
1000 2500
3000
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q tahun
total to
Subject l
x q
Max
t t
t t
t t
t t
π
k Pengambilan KerangTude per tahun
85000 1000
2500 ;
5 .
; 0125
. ;
80 ;
2 ;
160 :
.. 1000
2500 3000
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q tahun
total to
Subject l
x q
Max
t t
t t
t t
t t
π
l Penangkapan Bibit Alam per trip
25213 1500
23713 ;
0036 .
; 00017
. ;
93 .
; 0442
. ;
130 ;
131 :
.. 1500
23713 467
. 17
764 .
17
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ ≤
− −
+ =
l x
l q
x q
l x
q q
to Subject
l x
q q
Max
bn bn
bn bn
bn n
b bn
n b
π
m Penangkapan Bibit Alam per tahun
1599017 1500
23713 ;
0036 .
; 00017
. ;
824 ;
39 ;
114758 ;
116280 :
.. 1500
23713 467
. 17
764 .
17
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ ≤
− −
+ =
l x
l q
x q
l x
q q
to Subject
l x
q q
Max
b bn
bn bn
bn n
b bn
n b
π
n Pengambilan Bibit Bakau per trip
1050 1000
50 ;
002 .
; ;
29 .
1 ;
646 ;
646 :
.. 1000
50 13
. 91
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x q
Max
bk bk
bk bk
bk bk
bk bk
π
o Pengambilan Bibit Bakau per tahun
403000 1000
50 ;
002 .
; ;
15 ;
7750 ;
7750 :
.. 1000
50 13
. 91
≤ +
= −
= −
≤ ≤
≤ −
− =
l x
l q
x q
l x
q to
Subject l
x q
Max
bk bk
bk bk
bk bk
bk bk
π
Penyusunan model diatas, memperlihatkan bahwa fungsi tujuan dari optimalisasi tersebut memaksimalkan keuntungan, yang merupakan selisih dari
total penerimaan dari produksi output dengan total biaya yang dikeluarkan dari pemakaian input dan upah tenaga kerja. Koefisien untuk masing-masing variabel
merupakan harga atau biaya untuk tiap unit output atau input. Unsur kendala adalah keterbatasan sumberdaya yang merupakan variabel
produksi output, keterbatasan biaya operasional dan biaya tetap, keterbatasan upah tenaga kerja dan keterbatasan modal usaha. Keterbatasan tersebut ditandai
dengan pertidaksamaan lebih kecil = dan sama dengan =. Nilai pemanfaatan sumberdaya dibatasi sesuai dengan total pemanfaatan per hektar per tahun dan per
hektar per trip, total pemakaian input per hektar per tahun, total hari kerja pria HKP per hektar per tahun. Koefisien untuk masing-masing variabel kendala
adalah nilai atau besarnya pemakaian input untuk menghasilkan 1 satu satuan output
kilogram atau ekor. Keuntungan π optimal atau maksimal per tahun yang merupakan fungsi
tujuan berdasarkan selisih dari total revenue dengan total cost, upah labor, yang juga diperoleh dengan bantuan Maple. Hasil perhitungan diperoleh keuntungan
optimal tertinggi dihasilkan oleh jenis pemanfaatan kepiting sebesar Rp12.883.900,00 untuk 11 sebelas rumah tangga perikanan. Keuntungan
optimal terendah diperoleh dari hasil pemanfaatan monokultur udang sebesar Rp3.165.590,70. Selengkapnya hasil yang diperoleh dapat disajikan pada Tabel
25.
Tabel 25. Nilai Manfaat Optimal Ekosistem Hutan Mangrove Tahun 2005 per Ha
No Jenis
Pemanfaatan Manfaat
Optimal Rp Biaya
Optimal Rp
Keuntungan Optimal Rp
1. Tambak Udang 548.461,54
3.714.052,24 3.165.590,70 2. Tambak Ikan Bandeng
1.233.877,83 1.063.595,98
170.281,85 3.
Tambak Ikan Bandeng + Udang
1.112.669,24 305.002,98
807.666,26 4. Kayu Bangunan
103.640,77 43.301,25
60.339,52 5. Kayu Bakar
2.170.600,00 1.693.649,98
476.950,02 6. Bibit Alam
4.070.167,24 0,00
4.070.167,24 7. KerangTude
102.000,00 1.260,00
100.740,00 8. Kepiting
14.156.900,00 1.273.000,00 12.883.900,00
9. Bibit Bakau 706.250,00
402.500,00 303.750,00
Total 24.204.296,62
8.496.352,43 15.707.944,19
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Pemecahan nilai optimal dari output dan pemakaian input untuk masing-
masing jenis pemanfaatan dari ekosistem hutan mangrove diperoleh dengan menggunakan program Maple, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Nilai Optimal Output dan Input dari Pemanfaatan Ekosistem Hutan Mangrove oleh Petambak per hektar per Tahun
Jmh Resp
Petambak q
u
q
bg
X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
l
10 Polikultur
1.857 217 6.159 1.889
2 Monokultur Udang
311 0 1.052 118 118
29.410 100
6,7 590 28
Monokultur Ikan Bandeng
0 571 59
86 69
3.900 34 114
98
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 26 menunjukkan output optimal rata-rata per hektar per tahun untuk
usaha monokultur udang sebanyak 311 ekor, pemakaian input lebih besar dari pola usaha lain, dimana input berupa bibit benur sebanyak 29.410 ekor, juga
pemakaian input lain seperti kapur sebanyak 1.052 kg, 118 kg untuk pupuk urea, 118 kg untuk TSP, pestisida 100 kg untuk saponin dan 6.7 bgks untuk cap
bintang. Hari kerja orang HKO untuk pola usaha tersebut sebanyak 590 HKO. Nilai optimal diperoleh dari 2 dua rumah tangga perikanan dan musim panen
sebanyak 2 dua kali dalam setahun. Pola usaha monokultur udang tidak layak untuk diusahakan, karena menghasilkan manfaat optimal hanya sebesar
Rp548.461,54. Selain itu keuntungan optimal yang diperoleh juga sangat rendah
yaitu sebesar Rp3.165.590,70. Pemakaian input juga lebih besar dari pola usaha lain, sehingga petambak mengalami kerugian.
Pola usaha monokultur Ikan Bandeng pada Tabel 26 diatas, juga memperlihatkan bahwa produksi atau output optimal dalam setahun per hektar
untuk ikan sebanyak 571 ekor. Sedangkan pemakaian input optimal untuk pupuk sebanyak 59 kg, urea 86 kg, TSP 69 kg, pestisida saponin dan cap bintang
masing-masing sebanyak 34 kg dan 114 bungkus. Penggunaan bibit nener yang optimal untuk menghasilkan output diatas sebanyak 3.900 ekor. Hari kerja orang
HKO optimal untuk pola usaha tersebut sebanyak 98 HKO. Total manfaat optimal dari output optimal diperoleh sebesar Rp1.233.877,83 per ha, total biaya
optimal dari penggunaan input optimal sebesar Rp1.063.595,98. Pola usaha tersebut cukup layak untuk diusahakan karena keuntungan optimal yang diperoleh
sebesar Rp170.281,85 per ha. Pola usaha tambak polikultur udang dan ikan menghasilkan manfaat optimal
sebesar Rp1.112.669,24 per ha dan biaya optimal sebesar Rp305.002,98, sehingga keuntungan optimal diperoleh sebesar Rp807.666,26. Output optimal rata-rata per
tahun per hektar sebanyak 1.857 ekor untuk udang dan 217 ekor untuk ikan, dengan pemakaian input optimal berupa benur sebanyak 6.158 ekor dan nener
1.889 ekor. Input lain tidak memberikan nilai yang optimal atau nol. Polikultur untuk udang 2 dua kali musim panen dalam setahun, sedangkan untuk ikan
hanya sekali panen dalam setahun. Nilai optimal tersebut diperoleh dari 10 sepuluh rumah tangga perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa diantara
ketiga pola usaha tersebut, yang paling layak dan memberikan nilai optimal terbanyak per hektar per tahun adalah usaha polikultur udang dan Ikan Bandeng.
Populasi petambak di Kecamatan Barru, lebih dominan mengoperasikan tambak dengan pola usaha monokultur Ikan Bandeng, karena menurut hasil
wawancara dengan RTP, pola usaha tersebut tidak memerlukan modal besar dan resiko kegagalan panen relatif kurang. Karena dilokasi penelitian dominan
responden dengan pola usaha monokultur Ikan Bandeng, sehingga produksi Ikan Bandeng juga tinggi dibandingkan hasil produksi dari komoditas-komoditas lain
yang dibudidayakan. Jumlah responden untuk monokultur Ikan Bandeng
sebanyak 28 rumah tangga perikanan RTP dan musim panen sekali dalam setahun.
Pola usaha monokultur Ikan Bandeng menurut responden, ternyata tetap tidak memberikan keuntungan maksimal dan tidak meningkatkan kesejahteraan
rumah tangga perikanan, karena selain pola usaha tersebut hanya sekali dalam setahun musim panen, juga karena ikan bandeng merupakan salah satu komoditas
perikanan darat yang tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan kata lain harga pasar dari ikan tersebut cukup rendah. Hal ini berdasar pada data yang
diperoleh, dimana harga konsumen rata-rata per ekor hanya sebesar Rp1.500,00 sampai Rp2.500,00.
Berdasar pada kondisi tersebut, sebagian besar rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru mengusahakan mata pencaharian alternatif, yang bisa
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, seperti sebagai pemanfaat ekosistem hutan mangrove pencari kepiting, pengambil kayu bakar dan kayu bangunan,
Pencari bibit alam berupa benur dan nener, bibit bakau, serta pencari kerangtude, buruh nelayan, petani dan berkebun serta sebagai wiraswastapedagang.
Jenis pemanfaatan ekosistem hutan mangrove selain untuk tambak, juga untuk usaha-usaha lain yang komersial ataupun subsisten. Seperti penangkapan
kepiting bakau dan pengambilan kayu bakar serta kayu bangunan dari vegetasi mangrove. Usaha tersebut juga menghasilkan output dan input yang optimal bagi
rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru. Nilai optimal dari output dan input untuk jenis pemanfaatan dari hasil kepiting, kayu bakar dan kayu bangunan, dapat
dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Nilai Output dan Input Optimal Pemanfaatan Ekosistem Hutan
Mangrove untuk Kepiting, Kayu Bakar dan Kayu Bangunan per ha.
Nilai Optimaltahun Nilai Optimaltrip
No Jenis
Pemanfaatan q
n
X
n
L q
n
X
n
L
1 Kepiting 7.451
16 1.013 6,98 0,0149
0,94 2 Kayu Bakar
1.343 11
1.282 0,99 0,0082 0,95
3 Kayu Bangunan 9,30
2,84 4,3 1,08
0,33 0,49
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 27 menunjukkan bahwa hasil produksi atau output kepiting yang
optimal per tahun sebanyak 7.451 ekor, sedangkan produksi optimal per trip
sebanyak 7 tujuh ekor. Usaha penangkapan kepiting menggunakan input optimal sebanyak 16 unit per tahun dan 0,0149 per trip. Penggunaan tenaga kerja
optimal sebanyak 1.013 HKO per tahun dan 0,94 HKO per trip. Total trip 1.200 per tahun dari keseluruhan responden rumah tangga perikanan dan rata-rata trip
per responden per tahun sebanyak 200 trip. Total biaya optimal dari pemakaian input
optimal adalah sebesar Rp1.273.000,00 per ha, seperti pada Tabel 25. Usaha pemanfaatan kepiting dari hutan mangrove di Kecamatan Barru
menghasilkan manfaat optimal dari total output optimal diperoleh sebesar Rp14.156.900,00 per ha dan keuntungan optimal Rp12.883.900,00 per ha dan
Rp12.079,14 per trip untuk 6 enam rumah tangga. Usaha pemanfaatan kepiting dari ekosistem hutan mangrove menghasilkan keuntungan optimal per tahun yang
tertinggi, jika dibandingkan dengan usaha pemanfaatan lainnya. Hal tersebut selain disebabkan karena jumlah trip per tahun termasuk tinggi, juga karena harga
jual kepiting cukup tinggi. Harga jual kepiting berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga perikanan, adalah berkisar dari Rp1.000,00 per ekor sampai
Rp2.800,00 per ekor. Keuntungan optimal untuk kayu bakar per ha sebesar Rp476.950,02
Rp354,41 per trip. Jenis pemanfaatan dari hasil kayu bakar cukup menguntungkan karena manfaat optimal sebesar Rp2.170.600,00 namun
mengeluarkan biaya hanya sebesar Rp1.693.649,98 dan untuk 11 sebelas rumah tangga perikanan. Pengambilan kayu bakar dari vegetasi hutan mangrove
mempunyai nilai output optimal sebanyak 1.343 ikat per tahun, sedangkan produksi optimal per trip sebanyak 1 ikat. Input optimal yang digunakan
sebanyak 11 unit per tahun dan 0,0082 per trip. Tenaga kerja optimal per tahun sebanyak 1.282 HKO dan 1 per trip. Rata-rata trip dalam setahun untuk tiap
responden rumah tangga perikanan yang mengambil kayu bakar adalah 122 trip dan total trip dari keseluruhan responden sebanyak 1.343 trip.
Keuntungan optimal untuk pengambilan kayu bangunan sebesar Rp60.339,52 per ha dan Rp7.057,10 per trip. Manfaat optimal dari output optimal
diperoleh sebesar Rp103.640,77 dan biaya optimal dari pemakaian input optimal sebesar Rp43.301,25 per ha per tahun. Pengambilan vegetasi hutan mangrove
jenis Avicennia sp yang dijadikan kayu untuk bangunan menghasilkan nilai output
optimal sebanyak 9 batang per tahun, sedangkan per trip sebanyak 1 batang. Pemakaian input yang optimal digunakan sebanyak 3 unit dalam setahun dan 0.33
unit per trip. Tenaga kerja optimal dalam setahun sebanyak 4 HKO dan 0.49 HKO dalam setiap trip. Rata-rata trip setiap responden dalam setahun untuk
mengambil kayu bangunan sebanyak 2 dua kali. Nilai optimal tersebut diperoleh oleh 7 tujuh responden rumah tangga.
Selanjutnya bahwa rumah tangga perikanan di Kecamatan Barru juga memanfaatkan bibit alam yang berupa benur dan nener. Keuntungan optimal
yang diperoleh sebesar Rp4.070.167,24 per tahun dan Rp4.597,79 per trip per ha. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Output dan Input Optimal Pemanfaatan Hutan Mangrove dari Bibit Alam, KerangTude dan Bibit Bakau per ha.
Nilai Optimaltahun Nilai Optimaltrip
No Jenis Pemanfaatan
q
n
X
n
L q
n
X
n
L
1
Bibit alamBenur+nener 231.037
261
2.
KerangTude 34
0,42 0,21
1,39 0,0174 0,008
3.
Bibit Bakau 7.750 7.750
15 20,19 20,19
0,04
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 28 menunjukkan bahwa penangkapan optimal untuk total bibit alam
berupa benur dan nener per ha per tahun diperoleh sebanyak 231.037 ekor dan 261 ekor per trip. Penangkapan bibit benur yang optimal sebanyak 116.279 ekor
dan nener sebanyak 114.758 ekor per ha per tahun dan 131 ekor benur dan 130 ekor nener per trip. Tenaga kerja dan pemakaian input tidak menghasilkan nilai
optimal. Rata-rata trip dalam setahun, tiap responden sebanyak 80 trip. Manfaat optimal dari output optimal adalah sebesar Rp4.070.167,24. Jumlah rumah tangga
perikanan yang menjadi responden dalam penelitian sebanyak 11 rumah tangga. Penangkapan bibit alam oleh responden di hutan mangrove dilakukan pada
musim tertentu sesuai arah angin laut, menurut hasil wawancara musim panen bibit alam biasanya dalam jangka waktu mulai bulan November sampai bulan
Februari. Menurut responden, yang paling layak dan lebih menguntungkan bagi rumah tangga perikanan adalah penangkapan bibit berupa nener dari alam,
walaupun jumlah tangkapan nener lebih sedikit dari benur, selain bibit nener
memiliki harga per ekor yang lebih tinggi, juga karena bibit nener alam lebih bagus kualitasnya daripada bibit benur alam.
Pencari kerangtude, keuntungan optimal sebesar Rp100.740,00 per ha dan Rp4.137,16 per ha per trip. Output optimal yang dihasilkan sebanyak 34 kg per
tahun dan 1,4 kg per trip, pemakaian input sebesar 0,42 unit per tahun dan 0,0174 per trip. Manfaat optimal dari output optimal diperoleh sebesar Rp102.000,00 per
ha dan biaya optimal dari pemakaian input optimal adalah sebesar Rp1.260,00 per ha. Jumlah responden rumah tangga untuk usaha pencari kerang sebanyak 1
satu rumah tangga perikanan dengan jumlah trip sebanyak 80 trip per tahun. Jenis pemanfaatan berupa kerangtude tersebut oleh rumah tangga perikanan
dijadikan sebagai mata pencaharian alternatif. Biasanya penangkapan dilakukan pada saat air laut di hutan mangrove surut adalah sore menjelang malam hari.
Rumah tangga perikanan juga memanfaatkan hutan mangrove untuk pembibitan bakau. Menurut hasil wawancara, pembibitan dilakukan sejak adanya
program rehabilitasi hutan mangrove oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Dinas Kehutanan setempat. Keuntungan optimal yang diperoleh dari usaha pembibitan
bakau tersebut sebesar Rp303.750,00 per ha dan Rp790,12 per ha per trip untuk 2 dua responden rumah tangga perikanan. Manfaat optimal dari output optimal
yang diperoleh sebesar Rp706.250,00 dan biaya optimal dari total pemakaian input optimal diperoleh sebesar Rp402.500,00. Rata-rata trip setiap responden
sebanyak 6 enam kali dalam setahun. Hal tersebut karena pembibitan hanya akan dilakukan apabila ada pesanan dari LSM atau instansi terkait untuk
melakukan rehabilitasi hutan mangrove. Tabel 28 diatas menyajikan bahwa hasil output optimal berupa bibit bakau
per tahun sebanyak 7.750 bibit dan 20,19 bibit per trip. Penggunaan input optimal berupa plastik atau wadah pembibitan sebanyak 7.750 unit juga pertahun dan
20,19 unit per trip. Jumlah tenaga kerja optimal yang digunakan sebanyak 15 HKO per tahun dan 0,04 HKO per trip.
6.5 Pendugaan Nilai Ekonomi Hutan Mangrove