6.5 Pendugaan Nilai Ekonomi Hutan Mangrove
Pemanfaatan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia, terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah
pesisir dan lautan, diperlukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan
dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi Supriharyono 2000. Pendugaan nilai ekonomi sumberdaya adalah suatu upaya menilai manfaat
dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan, atau disebut sebagai valuasi ekonomi. Valuasi ekonomi sumberdaya
perikanan tersebut bertujuan untuk menentukan alokasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam, yang efisien dan berkelanjutan melalui pendugaan nilai
ekonomi total. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan rumah tangga
sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam. Kramer et al. 1994 diacu dalam Ramdan et al. 2003 mengatakan bahwa penentuan nilai ekonomi
sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka.
Penilaian barang dan jasa diperoleh melalui pendekatan nilai pasar, yaitu berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Penilaian sumberdaya hutan
secara total khususnya, melalui penilaian semua fungsi dan manfaat hutan baik yang marketable maupun nonmarketable, yang merupakan upaya peningkatan
informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap manajemen sumberdaya hutan yang lestari Ramdan et al. 2003.
Hutan mangrove di Kecamatan Barru baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. Berdasar
hal tersebut maka diperlukan suatu konsep pengelolaan, yang diawali dengan mengetahui seberapa besar total nilai ekonomi dari hutan mangrove, yang
menjamin keberlanjutan sumberdaya. Total nilai ekonomi hutan mangrove di Kecamatan Barru dihitung dari
manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan.
a Manfaat Langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari sumberdaya. Nilai yang diperoleh dari kegiatan konsumsi atau produksi. Setelah dilakukan
wawancara dengan masyarakat sekitar hutan mangrove, maka dapat diidentifikasi jenis pemanfaatan langsung dari hutan mangrove oleh rumah tangga perikanan.
Manfaat langsung tersebut berupa 1 manfaat usaha tambak, 2 manfaat dari hasil kayu, kayu bangunan, 3 manfaat penangkapan hasil perikanan seperti
kepiting, bibit alam berupa benur dan nener, kerang dan 4 manfaat dari bibit bakau. Adapun hasil identifikasi jenis dan nilai manfaat langsung hutan
mangrove berdasarkan surplus konsumen dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Manfaat Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove berdasarkan Surplus
Konsumen Tahun 2005
No Jenis Pemanfaatan
Manfaat Ekonomi Rp
Biaya Rp Keuntungan
Rp
1. Tambak Ikan Bandeng 568.371.849,90 135.034.600,00
433.337.249,90 2. Kayu Bangunan
434.935,98 121.750,00
313.185,98 3. Kayu Bakar
2.669.854,14 1.694.849,98
975.004,16 4. Bibit Alam Nener
2.631.020,70 1.599.016,68
1.032.004,02 5. Kepiting
123.172.078,40 1.272.500,00
121.899.578,40
Total 697.279.739,12 139.722.716,66
557.557.022,46
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Tabel 29 menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi diperoleh dari hasil
tambak Ikan Bandeng berdasarkan nilai ekonomi dari utility dan surplus konsumen, adalah sebesar Rp433.337.249,90. Hasil kayu bangunan memberikan
keuntungan yang paling rendah sebesar Rp313.185,98. Hasil kepiting juga menunjukkan keuntungan yang tinggi, yaitu sebesar Rp121.899.578,40.
Manfaat langsung ekosistem hutan mangrove yang aktual dapat diidentifikasi berdasarkan hasil olahan data primer yang didapat dari wawancara
dan pengisian kuosioner oleh rumah tangga perikanan dengan perhitungan manual. Nilai langsung dari manfaat hasil ekosistem hutan mangrove diperoleh
setelah mengalikan setiap jenis manfaat dengan harganya. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove berdasarkan Pemanfaatan Aktual Tahun 2005
No Jenis Pemanfaatan Manfaat Rp Biaya Rp
Keuntungan Rp
1. Tambak Udang 575.000,00
3.715.700,00 3.140.700,00 2. Tambak Ikan
Bandeng 131.986.250,00 111.381.300,00 20.604.950,00
3. Tambak Ikan Bandeng + Udang
23.374.692,00 23.653.300,00 278.608,00
4. Kayu Bangunan 291.000,00
121.750,00 169.250,00
5. Kayu Bakar 2.170.600,00
1.694.850,00 475.750,00
6. Bibit Alam 4.070.185,00
1.599.017,00 2.471.168,00
7. KerangTude 480.000,00
85.000,00 395.000,00
8. Kepiting 15.960.000,00
1.272.500,00 14.687.500,00 9. Bibit Bakau
706.250,00 403.000,00
303.250,00
Total 179.613.977,00 143.926.417,00 35.687.560,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005 Total keuntungan pemanfaatan ekosistem hutan mangrove yang aktual
diperoleh nilai tertinggi juga dari hasil tambak Ikan Bandeng, yaitu sebesar Rp20.604.950,00 per tahun, dengan total manfaat sebesar Rp131.986.250,00 per
tahun dan biaya sebesar Rp111.381.300,00 untuk 28 rumah tangga perikanan. Selanjutnya total keuntungan dari hasil kepiting juga tinggi, yaitu sebesar
Rp14.687.500,00 per tahun, total manfaat sebesar Rp15.960.000,00 dan biaya Rp1.272.500,00 per tahun untuk 6 enam RTP. Keuntungan kepiting besar
karena biaya yang dikeluarkan rendah sedangkan harga pasar kepiting bakau cukup tinggi dan jumlah trip tiap rumah tangga juga tinggi yaitu rata-rata 200 trip.
Total keuntungan aktual yang terendah sebesar Rp3.140.700,00 per tahun dari hasil tambak udang, dimana total manfaat hanya sebesar Rp575.000,00 namun
biaya yang dikeluarkan lebih besar yaitu sebesar Rp3.715.700,00 per tahun, untuk 2 dua rumah tangga perikanan.
Jenis pemanfaatan tambak polikultur juga menunjukkan total keuntungan yang rendah, adalah sebesar Rp278.608,00, manfaat sebesar Rp23.374.672,00
dengan biaya sebesar Rp23.653.300,00 per tahun termasuk upah tenaga kerja, data tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak memberikan keuntungan karena
biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Nilai tersebut untuk 10 sepuluh RTP.
K ay u B a n gun a n , 0 .1 6
K ep it in g, 8 .8 9
R a n t in g K a y u, 1 .2 1
B I bit A la m , 2 .2 7 K er a n gT ude 0 .2 7
T am ba k I k a n + U da n g, 1 3 .0 1
T am ba k U da n g, 0 .3 2
B ibit B a k a u, 0 .3 9
T am ba k I k a n , 7 3 .4 8
T am ba k U da n g T am ba k I k a n
T am ba k I k a n + U da n g K ay u B a n gun a n
R a n t in g K a y u B I bit A la m
K er a n gT ude K ep it in g
B ibit B a k a u
Gambar 11. Proporsi Total Nilai Manfaat Langsung Pemanfaatan Ekosistem Hutan Mangrove
Gambar 11, memperlihatkan besarnya proporsi total nilai manfaat optimal untuk masing-masing pemanfaatan ekosistem hutan mangrove. Proporsi paling
besar dibandingkan jenis pemanfaatan lain adalah hasil tambak Ikan Bandeng 73,48 dari total manfaat langsung. Jenis polikultur Ikan Bandeng + udang
dengan proporsi 13,01, kemudian hasil pemanfaatan dari jenis kepiting, 8,89 dari total manfaat langsung yang aktual. Jenis pemanfaatan bibit alam benur +
nener sebanyak 2,27 dari total manfaat. Usaha pemanfaatan dari usaha monokultur udang, ranting kayu bakar, kayu bangunan, bibit bakau dan
kerangtude memiliki proporsi yang lebih kecil, masing-masing 0,32, 1,21, 0,16 dan 0,27 dari total manfaat langsung yang aktual. Total manfaat
langsung dari ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Barru yang aktual dengan perhitungan manual adalah sebesar Rp179.613.977,00 per tahun. Total biaya
aktual diperoleh sebesar Rp145.525.434,00, sehingga diperoleh keuntungan pada kondisi aktual sebesar Rp35.687.560,00. Kondisi aktual pada saat penelitian
dimana luas hutan mangrove 6,23 ha dan tambak monokultur udang 2,50 ha, tambak monokultur Ikan Bandeng 104,05 ha dan polikultur udang + Ikan
Bandeng 21,00 ha.
b Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya, dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung. Ekosistem
hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Dahuri et al 1996,
menyatakan bahwa secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi.
Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove di Kecamatan Barru adalah manfaat fisik dan manfaat biologi. Manfaat tidak langsung berupa fisik adalah
sebagai penahan abrasi pantai yang diestimasi melalui replacement cost dengan pembuatan beton pantai untuk pemecah gelombang break water. Hasil yang
diperoleh berdasarkan biaya pengganti dari nilai pemecah gelombang, yang diacu dari estimasi yang dilakukan Aprilwati 2001 yaitu bahwa biaya pembangunan
fasilitas pemecah gelombang break water ukuran 1 m x 11 m x 2,5 m panjang x lebar x tinggi dengan daya tahan 10 tahun sebesar Rp4.153.880,00.
Panjang pantai hutan mangrove di Kecamatan Barru adalah 2.156 m, maka biaya pembuatan pemecah gelombang dengan daya tahan 10 sepuluh tahun
seluruhnya adalah Rp8.955.765.280,00 sedangkan per tahunnya sebesar Rp895.576.528,00 dan per ha luas hutan mangrove sebesar Rp143.752.251,00.
Selain manfaat tidak langsung berupa fisik, hutan mangrove juga memberikan manfaat biologi. Manfaat biologi dapat berupa hutan mangrove
sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground. Teknik untuk menilai manfaat biologi tersebut adalah melalui pendekatan produktivitas
productivity approach, karena hutan mangrove memiliki fungsi sebagai tempat pembesaran ikan nursery ground. Luas hutan mangrove akan menjadi indikator
bagi tingkat produktivitas hasil tangkapan ikan oleh rumah tangga perikanan. Produksi perikanan laut oleh nelayan pada tahun 2004 senilai
Rp143.897.900,00 sedangkan produksi per ha luas mangrove sebesar Rp23.097.576,00. Total manfaat tidak langsung hutan mangrove dari manfaat
fisik dan biologi adalah sebesar Rp166.849.827,00 per ha dan Rp1.039.474.428,00 per tahun.
c Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan adalah nilai potensial yang dapat dimanfaatkan untuk masa akan datang, memperhitungkan manfaat keanekaragaman hayati biodiversity
dari ekosistem mangrove, dengan menggunakan metode benefit transfer. Menurut Krupnick 1993 diacu dalam Fauzi 2004 bahwa benefit transfer bisa
dilakukan jika sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistem yang sama, baik dari segi tempat maupun karakteristik pasar market characteristic. Mengacu pada
nilai keanekaragaman hayati hutan mangrove di Teluk Bintuni Irian Jaya adalah sebesar US 15 per ha per tahun oleh Ruitenbeek 1991 diacu dalam Budiyana
2005. Nilai manfaat pilihan diasumsikan sama dengan nilai biodiversity di Teluk Bintuni Irian Jaya.
Nilai manfaat pilihan didapatkan dengan mengalikan nilai biodiversity dengan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar pada saat penelitian yaitu sebesar
Rp9.315,00 01 Mei 2005 harga beli Rp9310,00 dan harga jual Rp9.320,00. Berdasarkan perhitungan maka diperoleh hasil bahwa nilai manfaat pilihan hutan
mangrove di Kecamatan Barru adalah sebesar Rp139.725,00 per hektar per tahun US 15 per hektar per tahun dikalikan dengan Rp9.315,00 per US. Luas hutan
mangrove di Kecamatan Barru sebesar 6,23 ha, sehingga nilai manfaat pilihan option value secara keseluruhan adalah nilai manfaat pilihan per ha per tahun
Rp139.725,00 dikalikan dengan luasan mangrove tersebut. Total manfaat pilihan hutan mangrove di Kecamatan Barru sebesar Rp870.486,75 per tahun.
Nilai manfaat pilihan dapat juga dikatakan sebagai nilai dari barang publik sebagai manfaat potensial yang dapat diambil Sasmitawidjaya 2000. Nilai
tersebut dijadikan dasar untuk melindungi sumberdaya alam dari kemungkinan pemanfaatannya untuk masa yang akan datang.
d Manfaat Keberadaan
Manfaat keberadaan adalah nilai guna yang berdasarkan pada kepedulian akan keberadaan sumberdaya. Manfaat keberadaan hutan mangrove di
Kecamatan Barru diperoleh dengan menggunakan teknik valuasi yang didasarkan pada survei, sehingga keinginan membayar atau WTP Willingness to pay
diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Secara teknik, WTP diperoleh dengan menggunakan metode
Contingent Valuation Method CVM atau dikatakan juga sebagai teknik
pengukuran secara langsung dengan menanyakan kepada rumah tangga perikanan maupun non rumah tangga perikanan tentang keinginan membayar barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Rumah tangga perikanan yang menjadi responden diberikan pertanyaan
seputar penghasilan dan kesanggupan mereka untuk membayar nilai manfaat keberadaan dari hutan mangrove. Jumlah responden yang diambil sebagai sampel
adalah 103 orang. Responden dipilih secara purposive atau sengaja dengan mempertimbangkan pendidikan, pendapatan, umur, jumlah tanggungan dalam
keluarga dan lama domisili. Untuk pertimbangan tingkat pendidikan, responden dapat dibagi dalam 3 tiga tingkatan pendidikan yaitu pendidikan rendah SD,
pendidikan sedang SMP dan pendidikan tinggi SMA dan Perguruan Tinggi, pendapatan responden cukup bervariasi berdasarkan mata pencaharian sebagai
petambak, nelayan, petani, wiraswasta, staf kelurahandesa, staf kecamatan, dsb. Umur responden juga beragam, jumlah tanggungan dalam keluarga responden
rata-rata cukup tinggi dan tergolong keluarga besar, sedangkan lama domisili dari responden pada lokasi usaha juga umumnya sudah menetap lama dan merupakan
warga asli. Jumlah responden untuk masing-masing lokasi tempat tinggal, ditentukan
berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah populasi rumah tangga perikanan. Dimana jumlah responden yang berdomisili di Kelurahan Coppo sebanyak 39
responden, Kelurahan Mangempang sebanyak 14 responden, Desa Siawung sebanyak 26 responden, dan lainnya berdomisili di Makassar dan di Kota Barru.
Tabel 31. Manfaat Keberadaan Hutan Mangrove dan KarakteristikResponden
No Tingkat Pendidikan
Nilai Keberadaan Rp Jumlah
Responden Total Nilai Keberadaan Rp
1. Rendah SD
1.000.000,00 1.500.000,00
2.000.000,00 2.500.000,00
3.000.000,00 3.500.000,00
4.000.000,00 4.500.000,00
5.000.000,00 7.000.000,00
15.000.000,00 30.000.000,00
4 5
8 8
5 4
4 1
3 1
1 1
4.000.000,00 7.500.000,00
16.000.000,00 20.000.000,00
15.000.000,00 14.000.000,00
16.000.000,00
4.500.000,00 15.000.000,00
7.000.000,00 15.000.000,00
30.000.000,00
Sub Total 74.500.000,00
45 164.000.000,00
2. Sedang SMP
2.000.000,00 2.500.000,00
3.000.000,00 3.500.000,00
4.000.000,00 4.500.000,00
5.000.000,00 5.500.000,00
10.000.000,00 15.000.000,00
20.000.000,00 30.000.000,00
4 3
3 7
1 2
1 1
1 1
1 1
8.000.000,00 7.500.000,00
9.000.000,00 24.500.000,00
4.000.000,00 9.000.000,00
5.000.000,00 5.500.000,00
10.000.000,00 15.000.000,00
20.000.000,00 30.000.000,00
Sub Total 105.000.000,00
26 149.000.000,00
3. Tinggi SMA dan S1
1.000.000,00 1.500.000,00
3.000.000,00 4.000.000,00
4.500.000,00 5.000.000,00
5.500.000,00 6.500.000,00
7.500.000,00
10.000.000,00 15.000.000,00
20.000.000,00 30.000.000,00
50.000.000,00 1
1 4
3 2
9 2
1 2
2 1
1 1
2 1.000.000,00
1.500.000,00 12.000.000,00
12.000.000,00 9.000.000,00
45.000.000,00 11.000.000,00
6.500.000,00 15.000.000,00
20.000.000,00 15.000.000,00
20.000.000,00 30.000.000,00
100.000.000,00
Sub Total 162.500.000,00
32 298.000.000,00
Total 103
609.500.000,00 Median MWTP
3.500.000,00
Sumber : Data Primer setelah Diolah, 2005 Tabel 31, menunjukkan, bahwa kelompok responden dengan tingkat
pendidikan rendah atau SD, kemampuan untuk membayar paling rendah sebesar Rp1.000.000,00 sebanyak 4 empat responden, nilai keberadaan sebesar
Rp2.000.000,00 oleh 8 delapan responden dan Rp2.500.000,00 juga sebanyak 8 delapan responden, nilai yang paling tinggi sebesar Rp30.000.000,00 sebanyak 1
satu responden. Tingkat pendidikan sedang atau SMP, nilai keberadaan paling rendah sebesar Rp2.000.000,00 oleh 4 empat responden, nilai Rp3.500.000,00
ditaksir paling banyak oleh responden sebanyak 7 tujuh responden, nilai tertinggi sebesar Rp30.000.000,00 oleh 1 satu responden. Tingkat pendidikan
tinggi atau SMA,D2-D3 dan S1, kemampuan responden membayar paling rendah adalah sebesar Rp1.000.000,00 oleh 1 satu responden, nilai Rp5.000.000,00
ditaksir responden paling banyak yaitu 9 sembilan responden, nilai tertinggi sebesar Rp50.000.000,00 oleh 2 dua responden. Nilai manfaat keberadaan hutan
mangrove didasarkan pada nilai median dari willingness to pay WTP, untuk mengurangi bias pada data yang ada. Nilai median yang merupakan kemampuan
responden untuk menilai hutan mangrove sebesar Rp3.500.000,00 per ha per tahun.
Memperkirakan kurva lelang bid curve yang diperoleh dengan meregresikan WTPWTA sebagai variabel tidak bebas dependent variable
dengan variabel bebas yang merupakan karakteristik responden diantaranya pendidikan, pendapatan, umur, jumlah tanggungan dan lama domisili. Persamaan
regresi untuk mengetahui hubungan antara nilai WTP dengan karakteristik responden ditunjukkan dalam Tabel 32.
Tabel 32.Hubungan WTP Hutan Mangrove dengan Karakteristik Responden
No Karakteristik
Responden X
n
Persamaan Regresi Koefisien
Korelasi
1. Pendidikan
1
2160502 1365739
X WTA
WTP +
= 0.334255
33.42
2. Pendapatan
2
232884 .
5395892 X
WTA WTP
+ =
0.282434 28.24
3. Umur
3
2 .
129680 2
. 992147
X WTA
WTP +
= 0.139345
13.93
4. Jumlah Tanggungan
4
6 .
644225 3127916
X WTA
WTP +
= 0.159108
15.91
5. Lama Domisili
5
41 .
28190 6618404
X WTA
WTP −
= 0.047679
4.76 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005
Responden memberikan nilai keberadaan hutan mangrove melalui pengukuran WTPWTA, sehingga besaran WTPWTA yang dinilai sangat
dipengaruhi oleh karakteristik dari responden. Berdasarkan Tabel 32, dapat dilihat bahwa hubungan antara variabel WTPWTA oleh responden dengan
variabel pendidikan, dimana setiap kenaikan variabel pendidikan sebesar satu tingkatan, akan menaikkan variabel WTPWTA sebesar Rp2.160.502,00 per
tahun, koefisien korelasi sebesar 33.42 yang menunjukkan bahwa korelasi antara variabel pendidikan dengan WTP tidak erat. Apabila variabel pendidikan
sama dengan nol maka WTPWTA akan sebesar Rp1.365.739,00. Penggambaran dari hubungan tersebut terlihat pada Gambar 12.
y = 2 E+ 0 6 x + 1 E+ 0 6 R
2
= 0 .1 1 1 7
- 1 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 0 , 0 0 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 , 0 0 0
4 0 , 0 0 0 , 0 0 0 5 0 , 0 0 0 , 0 0 0
6 0 , 0 0 0 , 0 0 0
- 1
2 3
4 5
6
P EN D ID IK A N W
T P
Gambar 12. Plot Hubungan antara WTPWTA dengan Pendidikan Hubungan antara variabel WTAWTP dengan variabel pendapatan, dapat
ditunjukkan melalui persamaan regresi seperti terlihat pada Tabel 32, dimana setiap kenaikan variabel pendapatan sebesar satu satuan, maka akan
mempengaruhi variabel dependent WTPWTA hanya sebesar 0.232884 satuan Rupiah, hubungan ini sangat rendah atau tidak erat, sehingga variabel
pendapatan tidak mempengaruhi besarnya nilai WTPWTA dari responden, hal ini juga ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi antar variabel tersebut sebesar
28.24. Pendapatan dari responden di Kecamatan Barru tergolong rendah, namun tidak mempengaruhi nilai WTPWTA karena umumnya responden
memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan mangrove. Apabila variabel pendapatan menunjukkan nilai nol, maka WTPWTA akan sebesar
Rp5.395.892,00. Plot hubungan antara variabel terlihat pada Gambar 13.
y = 0 .2 3 2 9 x + 5 E+ 0 6 R
2
= 0 .0 7 9 8
- 1 0 , 0 0 0 ,0 0 0
2 0 , 0 0 0 ,0 0 0 3 0 , 0 0 0 ,0 0 0
4 0 , 0 0 0 ,0 0 0 5 0 , 0 0 0 ,0 0 0
6 0 , 0 0 0 ,0 0 0
2 0 ,
0 0 0 ,
0 0 -
2 0 ,
0 0 0 ,
0 0 4
0 , 0 0
0 , 0 0
6 0 ,
0 0 0 ,
0 0 8
0 , 0 0
0 , 0 0
1 0 0
,0 0 0
,0 00
1 2 0
,0 0 0
,0 00
P END AP A T A N W
T P
Gambar 13. Plot Hubungan antara WTPWTA dengan Pendapatan Responden Plot pada Gambar 13 memperlihatkan rata-rata pendapatan per responden
berkisar di bawah Rp20.000.000,00 per tahun, namun ada salah satu diantara responden tersebut, yang memiliki pendapatan jauh lebih tinggi dari rata-rata.
Responden tersebut memiliki usaha perikanan yang skala besar berupa bagan Rambo dengan produksi diatas 100 ton per bulan.
Variabel WTPWTA berhubungan dengan variabel umur, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan regresi pada Tabel 32. Variabel WTPWTA akan
berbanding lurus dengan umur dari responden, dimana apabila variabel umur mengalami kenaikan sebesar satu satuan, maka WTPWTA juga akan naik sebesar
Rp129.680,00 per tahun. Apabila variabel umur menunjukkan nilai nol, maka WTPWTA akan sebesar Rp992.147,20. Koefisien korelasi antar variabel sebesar
13.93 yang menunjukkan hubungan yang tidak erat. Plot hubungan variabel WTPWTA dengan variabel umur, disajikan pada Gambar 14.
y = 1 0 6 7 2 0 x + 2 E+ 0 6 R
2
= 0 .0 1 4 2
- 1 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 0 , 0 0 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 , 0 0 0
4 0 , 0 0 0 , 0 0 0 5 0 , 0 0 0 , 0 0 0
6 0 , 0 0 0 , 0 0 0
1 0 2 0
3 0 4 0
5 0 6 0
7 0 U M U R
W T
P
Gambar 14. Plot Hubungan antara WTPWTA dengan Umur Responden Selanjutnya persamaan regresi untuk melihat hubungan antar variabel
WTPWTA dengan jumlah tanggungan keluarga responden, mengindikasikan bahwa setiap kenaikan variabel jumlah tanggungan dalam keluarga sebesar satu
satuan orang, maka akan menaikkan variabel WTPWTA sebesar Rp644.226,00 per tahun. Apabila variabel jumlah tanggungan keluarga menunjukkan nilai nol,
maka nilai WTPWTA akan sebesar Rp3.127.916,00. Nilai koefisien korelasi sebesar 15.91, menunjukkan korelasi antara variabel jumlah tanggungan dengan
WTPWTA juga tidak erat.
y = 5 0 2 5 5 7 x + 4 E+0 6 R
2
= 0 .0 1 6 5
- 1 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 0 , 0 0 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 , 0 0 0
4 0 , 0 0 0 , 0 0 0 5 0 , 0 0 0 , 0 0 0
6 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 4
6 8
1 0 JU M L A H T A N G G U N G A N
W T
P
Gambar 15. Plot Hubungan Antar Variabel WTPWTA dengan Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
Karakteristik terakhir adalah lama domisili, berdasarkan hubungan antara variabel lama domisili dengan WTPWTA yang dinyatakan dalam persamaan
regresi yang diperoleh seperti pada Tabel 32, artinya bahwa setiap kenaikan variabel lama domisili sebesar satu satuan tahun, maka akan menurunkan
variabel WTPWTA sebesar Rp28.190,00 per tahun. Apabila nilai untuk variabel lam domisili menunjukkan nilai nol maka nilai untuk variabel WTPWTA akan
sebesar Rp6.618.404,00. Koefisien korelasi menunjukkan hubungan sangat tidak erat dengan nilai sebesar 4.79. Plot dari hubungan antar variabel terlihat pada
Gambar 16.
y = -4 4 7 7 .3 x + 6 E+ 0 6 R
2
= 6 E-0 5
- 1 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 0 , 0 0 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 , 0 0 0
4 0 , 0 0 0 , 0 0 0 5 0 , 0 0 0 , 0 0 0
6 0 , 0 0 0 , 0 0 0
2 0 4 0
6 0 8 0
1 0 0 L A M A D O M IS IL I
W T
P
Gambar 16. Plot Hubungan Antar Variabel WTPWTA dengan Lama Domisili Berdasarkan uji statistik yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa
setidaknya ada satu variabel yang sangat nyata α 0.01 mempengaruhi WTP.
Berdasarkan Probabilitas P-Value, maka pendidikan sangat nyata, pendapatan tidak nyata, umur tidak nyata, jumlah tanggungan keluarga tidak nyata, dan
lama domisili tidak nyata mempengaruhi WTPWTA, dimana koefisien korelasi sebesar 0.433112 atau sebesar 43.31, menunjukkan korelasi antara semua
variabel dengan WTP tidak erat. Dengan demikian median nilai manfaat keberadaan ekosistem hutan
mangrove di lokasi penelitian adalah sebesar Rp3.500.000,00 per ha per tahun. Apabila hasil tersebut dikalikan dengan luasan hutan mangrove di Kecamatan
Barru yang seluas 6,23 ha, maka akan diperoleh total manfaat keberadaan hutan mangrove sebesar Rp21.805.000,00 per tahunnya.
Alasan dari responden menilai sumberdaya seperti nilai diatas, karena responden baik yang berhubungan langsung dengan hutan mangrove maupun
yang tidak berhubungan langsung, akan bersedia untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk melindungi suatu ekosistem, dimana mungkin tanpa memperdulikan
apa yang tinggal di ekosistem tersebut. Umumnya responden mempunyai kesadaran bahwa melindungi lingkungan
dan sumberdaya alam merupakan tanggungjawab setiap manusia agar tetap dapat mendukung kehidupannya secara berkelanjutan.
6.6 Pendugaan Total Nilai Ekonomi Hutan Mangrove