Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 1 Perikanan Tangkap dan Budidaya

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 1 Perikanan Tangkap dan Budidaya

Kawasan pantai Kecamatan Barru yang membentang dari arah selatan menyisir ke bagian barat, menyusuri pesisir pantai hingga ke utara Kabupaten Barru, diperuntukkan untuk berbagai jenis pemanfaatan. Diantaranya perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pemanfaatan ekosistem mangrove. Ada beberapa komoditas unggulan hasil perikanan di Kabupaten Barru yang terlihat pada Tabel 14. Tabel 14. Volume dan Nilai Komoditas Unggulan di Kabupaten Barru No Jenis Volume Ton Nilai Rp1.000,00 1. Udang Windu 925,2 40.218.000,00 2. Ikan Bandeng 3.663,0 33.645.000,00 3. Ikan Kerapu 89,2 699.350,00 4. Ikan MerahBambangan 50,1 250.500,00 5. Ikan Cakalang 320,0 1.138.450,00 Jumlah 5.047,5 75.951.300,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru Tahun 2004. 5 0 0 1 0 0 0 1 5 0 0 2 0 0 0 2 5 0 0 3 0 0 0 3 5 0 0 4 0 0 0 P ro duks i to n J e nis Ik a n U d a ng W ind u Ik an B A nd eng Ik an K erap u Ik an M erahB amb anga n Ik an C ak alang Gambar 4. Volume Komoditas Unggulan di Kabupaten Barru Tahun 2004 Tabel 14 dan Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa komoditas unggulan yang paling tinggi produksinya adalah Ikan Bandeng sebanyak 3.663 ton, hasil tersebut diperoleh dari usaha budidaya Ikan Bandeng di tambak. Jumlah produksi untuk komoditas unggulan lainnya, lebih rendah seperti Udang Windu sebanyak 925,2 ton, Ikan Cakalang 320,0 ton, dan Ikan Kerapu 89,9 ton serta Ikan Merah Bambangan sebanyak 50,1 ton. Secara umum perkembangan dan perbandingan antara produksi perikanan tangkap dengan perikanan budidaya untuk Kabupaten Barru selama tahun 1994 – 2003 terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya di Kabupaten Barru Tahun 1994 – 2003. Produksi Perikanan Ton Nilai Produksi Rp1.000,00 No Tahun Tangkap Budidaya Tangkap Budidaya 1 1994 15.319,90 2.598,50 9.502.640,00 12.727.290,00 2 1995 15.326,10 2.624,60 9.530.225,00 14.259.230,00 3 1996 15.333,60 2.629,70 9.924.360,00 14.648.050,00 4 1997 15.351,00 2.687,50 10.260.815,00 21.564.390,00 5 1998 14.011,40 2,828.90 16.031.275,00 56.383.555,00 6 1999 15.402,40 2.890,90 20.940.425,00 44.794.345,00 7 2000 14.669,70 2.870,50 19.177.880,00 70.301.680,00 8 2001 16.336,60 2.835,00 22.973.755,00 63.084.750,00 9 2002 16.368,30 3.631,80 23.276.355,00 67.952.940,00 10 2003 16.599,70 3.651,60 23.785.225,00 68.176.500,00 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00 18000.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 T a h u n P roduks i ton P e rika n a n T a n g ka p P e rika n a n B u d id a y a Gambar 5. Perbandingan Volume Produksi Perikanan Tangkap dengan Perikanan Budidaya Tahun 1993 – 2003. Total produksi untuk perikanan tangkap setiap tahunnya dibandingkan perikanan budidaya sangat berbeda jauh. Hal tersebut karena ada berbagai jenis ikan yang ditangkap, selain komoditas unggulan diatas ada juga jenis ikan yang tidak dikategorikan sebagai komoditas unggulan diantaranya ikan peperek, ikan biji nangka, ikan layang, ikan selar, ikan kembung, ikan julung-julung, ikan lemuru, ikan tongkol, ikan japuh, ikan tetengkek, ikan tembang, ikan alu-alu, ikan tenggiri, ikan terbang, ikan cucut, cumi-cumi, ikan belanak, pari dan sotong. Tingginya volume produksi perikanan tangkap disebabkan karena populasi nelayan juga besar, dimana perikanan tangkap menjadi sumber penghasilan utama, khususnya di Kecamatan Barru. Hal tersebut berdasarkan data jumlah armada, jumlah nelayan dan jumlah produksi di Kecamatan Barru, seperti terlihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah Armada Perikanan per KelurahanDesa di Kecamatan Barru Tahun 2004. Kapal Motor unit No KelurahanDesa Perahu tanpa motor unit Motor Tempel unit 0 – 5 5 -10 1. Kel. Coppo 9 17 1 2. Kel.Mangempang 50 42 6 3. Desa Siawung 45 3 Jumlah 104 62 7 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2005 Tabel 16, menunjukkan bahwa jumlah armada terbanyak adanya di Kelurahan Mangempang untuk perahu tanpa motor, motor tempel maupun untuk kapal motor, karena di kelurahan tersebut pekerjaan utama dari penduduk adalah nelayan atau petambak dan domisilinya sebagian besar di wilayah pesisir. Kemudian di Desa Siawung armada yang dominan adalah perahu tanpa motor, sedangkan di Kelurahan Coppo armada motor tempel lebih banyak dari perahu tanpa motor. Secara umum jenis armada diatas menggambarkan bahwa umumnya daerah penangkapan oleh nelayan di kelurahandesa tersebut, dilakukan dibagian dalam wilayah perairan inner zone atau perikanan pantai, sedangkan hanya sebagian kecil dari nelayan yang melakukan penangkapan di daerah luar wilayah perairan Kabupaten Barru outter zone. Tabel 17. Jumlah Nelayan per KelurahanDesa di Kecamatan Barru Tahun 2004. Kapal Motor orang No KelurahanDesa Perahu tanpa motor orang Motor Tempel orang 0 – 5 5 -10 1. Kel. Coppo 9 34 15 2. Kel.Mangempang 50 84 16 3. Desa Siawung 45 9 00 Jumlah 104 127 31 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2005. Berdasarkan Tabel 17, maka dapat dilihat bahwa jumlah nelayan yang terbanyak juga adanya di Kelurahan Mangempang, karena memang jumlah armadanya juga yang terbanyak. Untuk jenis armada motor tempel, jumlah nelayannya lebih banyak tiap unit armada, biasanya dalam satu unit armada memiliki 2 dua sampai 3 tiga orang nelayan. Selanjutnya Desa Siawung, nelayannya dominan menggunakan perahu tanpa motor, sedangkan nelayan di Kelurahan Coppo lebih banyak menggunakan motor tempel. Jumlah nelayan yang menggunakan kapal motor untuk tiap unit armada biasanya 4 empat sampai 5 lima orang. Tabel 18.Jenis Alat Tangkap per KelurahanDesa di Kecamatan Barru Tahun 2004 No KelurahanDesa JIH BP BT RT PT Prgkp Pcing 1. Kel. Coppo 1 17 9 2. Kel.Mangempang 48 3 3. Desa Siawung 1 1 2 1 30 13 Jumlah 49 1 1 19 1 30 25 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2005 Ket : JIH = Jaring Insang Hanyut, BP = Bagan Perahu, BT = Bagan Tancap, RT = Rawai Tetap, PT = Pancing Tonda, Prgkap = Perangkap, Pcing = Pancing. Jenis alat tangkap yang terbanyak pada Tabel 18, adalah jaring insang hanyut di Kelurahan Mangempang, kemudian jenis perangkap di Desa Siawung, sedangkan di Kelurahan Coppo jenis rawai tetap lebih dominan. Untuk jenis pancing, digunakan oleh nelayan pada tiap kelurahandesa. Menurut responden selain karena pancing tersebut tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi, juga pengoperasian alatnya tidak sulit. Dengan pancing tersebut nelayan juga dapat menangkap jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu dan sunu. Tabel 19. Jumlah Produksi dan Nilai Penangkapan Ikan per Kelurahan Desa di Kecamatan Barru Tahun 2004. No KelurahanDesa Produksi Ton Nilai Rp1.000,00 1. Kel. Coppo 225,00 323.515,20 2. Kel.Mangempang 566,50 814.254,20 3. Desa Siawung 209,60 301.209,60 Jumlah 1.001,10 1.438.079,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2005 Jumlah produksi Tahun 2004 pada Tabel 19, menunjukkan yang terbanyak di Kelurahan Mangempang, sebesar 566,50 ton. Hal ini disebabkan karena di kelurahan tersebut, jumlah armada, nelayan dan alat tangkapnya memang paling banyak, penduduknya juga padat, selain itu karena wilayahnya juga paling luas dibandingkan Kelurahan Coppo dan Desa Siawung. 2 Ekosistem Mangrove Luas ekosistem mangrove sekitar 30,63 Ha. Berdasarkan hasil pemetaan hutan mangrove pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Barru dengan perincian seperti yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Pemetaan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Barru No Kecamatan DesaKelurahan Luas Ha Persentase 1 Mallusetasi Bojo Cilellang 3,25 0,10 10,61 0,33 Total 3,35 10,94 2 Soppeng Riaja Batu Pute Siddo Mangkoso Ajjakang Lawallu 0,28 3,75 1,20 0,12 1,50 0,91 12,24 3,92 0,39 4,90 Total 6,85 22,36 3 Perwakilan Balusu Takkalasi Madello 0,95 13,25 3,10 43,26 Total 6,23 46,36 4 Barru Siawung Mangempang Coppo 0,28 5,50 0,45 0,91 17,96 1,47 Total 6,23 20,34 Kabupaten Barru 30,63 100,00 Sumber : Pemerintah Kabupaten Barru, 2004 Jenis vegetasi hutan mangrove yang ada di Kabupaten Barru terdiri atas jenis bakau Rhizophora sp, api-api Avicennia sp, tancang Brugueria sp dan gogen Sonetharia sp, nipa Nypa fruticans. Penyebaran masing-masing jenis vegetasi tersebut cukup merata pada setiap pantai di kecamatan. Jenis vegetasi yang dominan adalah jenis bakau Rhizophora sp, api-api Avicennia sp dan gogen Sonetharia sp. Ketiga jenis vegetasi mangrove tersebut pertumbuhannya cukup baik dengan penutupan tajuk rata-rata rapat. Secara khusus, untuk Kecamatan Barru mempunyai data fisik hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Data Fisik Hutan Mangrove Kecamatan Barru Desa Kelurahan L m T m V K Kl cm pH ppm Pasut cm FL cm Siawung Mangempang Coppo 7–10 7-10 5-7 15-17 15-17 5-7 A,B,L A,B,L A,B Sedang-Rapat Sedang-Rapat Sedang 30-60 30-60 0 - 30 6,5 – 7 6,5 – 7 6,5 - 7 0-159 0-159 0-159 0,51-1 0,51-1 0,51-1 Sumber : Pemerintah Kabupaten Barru, 2004 Ket : L = Lebar Mangrove, T = Tinggi Tegakan Mangrove, V = Jenis Vegetasi A = Api-Api, B = Bakau, L = Lainnya, K = Kerapatan Mangrove, KL = Kedalaman Lumpur, pH = Derajat Kemasaman, Pasut = Besar Pasang Surut dan FL = Besar Gelombang Laut. Tabel 21 menggambarkan kondisi aktual fisik hutan mangrove di Kecamatan Barru, dimana lebar mangrove, tinggi tegakan mangrove, jenis vegetasi, kerapatan, kedalaman lumpur, untuk Kelurahan Mangempang dan Desa Siawung relatif sama. Lebar mangrove untuk dua desakelurahan tersebut sebesar 7 sampai 10 meter, tinggi 15 meter sampai 17 meter, jenis vegetasi juga relatif sama yaitu bakau Rhizophora sp, api-api Avicennia sp, tancang Brugueria sp dan gogen Sonetharia sp, nipa Nypa fruticans. Selanjutnya kerapatan sedang sampai rapat dan kedalaman lumpur antara 30 – 60 cm. Kelurahan Coppo, lebar 7 – 10 meter, tinggi 5 – 7 meter, jenis vegetasi hanya bakau Rhizophora sp dan api-api Avicennia sp. Kerapatan di Kelurahan Coppo tergolong sedang dengan kedalaman lumpur 0 – 30 cm. pH, pasut dan gelombang laut untuk ketiga desakelurahan, juga relatif sama, hal tersebut karena kondisi geografis wilayah tersebut masih dalam satu kesatuan. Derajat kemasaman tergolong normal yaitu antara 6,5 – 7 ppm, pasang surut berkisar 0 – 159 cm. Menurut Saenger et al. 1983 bahwa umumnya mangrove tumbuh pada level pasang surut yang rendah.

6.2 Identifikasi Pemanfaatan Hutan Mangrove