Waktu dan Tempat Analisis Data Pembahasan

III. BAHAN DAN METODA PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai Februari 2008 di Pusat Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor PSIK-IPB, Ancol, Jakarta Utara serta di Laboratorium Nutrisi dan Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di Bogor. 3.2 Rancangan Penelitian dan Analisis Data 3.2.1 Rancangan Penelitian Desain penelitian ini merupakan model eksperimental laboratoris, dengan kondisi lingkungan homogen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap RAL yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap I dan tahap II.

3.2.2 Percobaan Tahap I

Percobaan tahap satu dimaksud untuk menentukan padat tebar dan berapa banyak amoniak hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh udang vaname setelah mengkonsumsi pakan.

3.2.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan tahap satu yaitu enam buah akuarium berukuran 60 x 40 x 50 cm. Empat buah toples berukuran 2,5 liter sebagai wadah tempat perlakuan ekskresi amoniak. Botol sampel bervolume 100 ml sebanyak 24 buah. Untuk mengukur bobot digunakan timbangan digital. Untuk mengukur kandungan total amoniak nitrogen TAN dari ekskresi digunakan alat spektrofotometer. Adapun bahan yang digunakan adalah 60 ekor udang vaname berukuran 6-7 gram yang berasal dari Lampung. Untuk pakan udang digunakan pakan komersil dengan kandungan protein 40.

3.2.2.2 Pelaksanaan Percobaan

Untuk mengetahui kepadatan udang yang paling baik yang akan digunakan pada pemeliharaan udang dan rumput laut di tahap 2 dilakukan pemeliharaan dalam enam buah akuarium dengan kepadatan 5, 10 dan 15 ekor udang100 liter air dengan dua ulangan selama satu minggu. Akuarium diisi air laut sebanyak 100 liter dan diberi aerasi. Suhu dipertahankan 27-30 o C dan salinitas 25-28 ppt. Pada malam hari wadah ditutup dengan plastik hitam untuk membuat kondisi media 12 jam terang dan 12 jam gelap. Pakan diberikan empat kali sehari yaitu pukul 07.00, 12.00, 17.00 dan 21.00 WIB. Pakan diberikan 3-4 dari biomassa udang per hari. Pakan buatan yang diberikan berupa pelet komersil dengan kandungan protein 40. Selama masa pemeliharaan tidak dilakukan penyiponan dan pergantian air. Dilakukan pengukuran bobot udang diawal sebelum ditebar dan di akhir masa pemeliharaan. Skema penelitian tahap I dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah penelitian diatas dilanjutkan dengan pengamatan ekskresi. Pengamatan ekskresi amoniak dilakukan untuk menganalisis berapa banyak amoniak yang dikeluarkan oleh udang uji setelah mengkonsumsi pakan yang diberikan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pengamatan ini udang dipuasakan terlebih dahulu selama 1 satu hari, kemudian ditimbang bobotnya. Setelah itu, udang diberi pakan sampai kenyang dan dibiarkan selama 1 jam agar udang beradaptasi. Udang yang telah diberi pakan ditimbang kembali dan selanjutnya siap dimasukkan ke dalam wadah. Sementara itu, empat buah wadah berupa toples bervolume 2,5 liter diisi air sebanyak 1 liter, diberi aerasi kuat, ditutup plastik dan disinari cahaya ultraviolet UV selama 8 jam bertujuan untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri yang memproduksi amoniak di wadah. Dua wadah tersebut diisi 2 ekor udang setiap toples, sedangkan dua wadah lainnya tidak dimasukkan udang yang digunakan sebagai kontrol K 1 dan K 2 . Sebanyak 24 buah botol sampel bervolume 100 ml disiapkan untuk pengambilan air sampel 75 mlbotol sampel. Pengambilan air sampel dilakukan sebanyak 6 kali di setiap wadah, yaitu pada jam ke- 0, 1, 2, 3, 4 dan 5. Pengambilan sampel pada jam ke 0 dilakukan sebelum udang uji dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian untuk mengukur kandungan total amoniak nitrogen TAN digunakan metode APHA. Pengukuran total amoniak nitrogen TAN dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2.3 Percobaan Tahap II

Percobaan tahap II dimaksud untuk menganalisis kemampuan rumput laut Gracilaria verrucosa dalam memanfaatkan nitrogen dari limbah budidaya udang vaname yang dipelihara secara polikultur. Pada percobaan tahap II ini, padat tebar udang digunakan dari hasil terbaik pada percobaan tahap satu. Sedangkan penetapan kepadatan rumput laut berdasarkan hasil penelitian terbaik dari Sukmarumaeti 2002. Percobaan tahap dua terdiri dari empat perlakuan dengan tiga ulangan sebagai berikut : Perlakuan A : padat tebar 0 gram rumput lautliter air Perlakuan B : padat tebar 3,125 gram rumput lautliter air Perlakuan C : padat tebar 6,250 gram rumput lautliter air Perlakuan D : padat tebar 9,375 gram rumput lautliter air Pada setiap perlakuan tersebut ditambahkan udang vaname dengan kepadatan 5 ekor per 100 liter air.

3.2.3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan tahap kedua yaitu empat buah bak beton berukuran 1 x 3 x 1 m. Tiap bak dibagi tiga, disekat dengan papan dan dilapisi plastik agar air tidak saling mempengaruhi. Botol sampel bervolume 100 ml. Untuk menimbang udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa digunakan timbangan digital. Pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, amoniak, nitrat dan nitrit. Suhu diukur dengan termometer batang dan salinitas diukur dengan hand refraktometer, yang masing-masing diamati setiap hari. Oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrat dan nitrit diukur seminggu sekali dengan menggunakan DO-meter dan pH-meter sedangkan untuk mengukur kandungan amoniak, nitrat dan nitrit digunakan alat spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah udang vaname Litopenaeus vannamei dengan bobot 10-11 gram yang berasal dari Lampung. Rumput laut Gracilaria verrucosa yang berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Payau dan Udang BPBPLAPU Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sebelum diberi perlakuan, udang dan rumput laut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi laboratorium selama sebulan. Selama proses adaptasi, lingkungan wadah pemeliharaan dibuat optimal dengan suhu air dipertahankan pada kisaran 27-30 o C dan salinitas 25-28 ppt. Untuk pakan udang digunakan pakan komersial dengan kandungan protein 40.

3.2.3.2 Pelaksanaan Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di luar ruangan out door. Wadah pemeliharaan diberi naungan atap fiber fiberglass agar air hujan tidak mempengaruhi percobaan. Bak diisi air setinggi 50 cm dan diberi aerasi. Air media sebelum ditanami rumput laut di ukur kualitas air dan di analisis kandungan amoniak, nitrat dan nitrit. Penebaran atau penanaman bibit rumput laut ke dalam setiap petak bak dengan cara mengikat bibit pada tali ris ropeline berjarak 20 cm dengan ketinggian 30 cm dari dasar. Penanaman bibit dilakukan pada saat keadaan cuaca teduh yaitu pagi hari sebelum matahari meninggi. Setelah rumput laut ditebar baru dimasukkan udang. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi empat kali sehari, yaitu pukul 07.00, 12.00, 17.00 dan 21.00 WIB. Pakan yang diberikan sebanyak 3-4 dari biomassa udang per hari. Pakan buatan yang diberikan berupa pelet komersil dengan kandungan protein 40. Pada penelitian ini tidak dilakukan penyiponan dan pergantian air agar sisa metabolisme udang tetap didalam wadah budidaya. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu dan dilakukan pengamatan terhadap kelangsungan hidup udang, pertumbuhan udang, pertumbuhan rumput laut dan pengamatan kualitas air, yaitu: pH, salinitas, suhu, oksigen terlarut, nitrat, nitrit dan amoniak. Untuk mengetahui kandungan nitrogen didalam pakan, tubuh udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa, maka dilakukan analisis proksimat pakan sebelum penelitian, serta analisis proksimat pada udang dan rumput laut di awal dan akhir penelitian. Skema penelitian tahap II dapat dilihat pada Lampiran 4 .

3.3 Analisis Data

Parameter yang diuji secara statistik adalah bobot udang vaname dan rumput laut, laju pertumbuhan harian udang vaname dan rumput laut, kelangsungan hidup SR udang, retensi nitrogen udang dan rumput laut serta kandungan total amoniak nitrogen TAN, nitrat dan nitrit di media budidaya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji wilayah berganda Tukey Steel Torrie 1993 menggunakan perangkat komputer dengan piranti lunak SPSS versi 11,5. Data kualitas air dianalisis deskriptif sesuai dengan acuan.

3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data

3.4.1 Parameter yang Diukur 3.4.1.1 Kelangsungan Hidup SR Udang Vaname Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan dihitung dengan persamaan Effendie 1997: SR = N t N o x 100 keterangan: SR = kelangsungan hidup udang Nt = jumlah udang pada hari ke-t ekor No = jumlah udang tebar awal ekor

3.4.1.2 Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa ditentukan dengan menggunakan rumus Huisman 1976 : G = {ln W t – ln W o t} x 100 keterangan: G = pertumbuhan harian udangrumput laut per hari W t = bobot rata-rata udang atau rumput laut pada hari ke-t g W o = bobot rata-rata udang atau rumput laut awal g t = selang sampling hari

3.4.1.3 Retensi Nitrogen

Nilai retensi nitrogen pada udang dan rumput laut dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : Retensi N g = jumlah N di akhir – jumlah N di awal

3.4.14 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan terhadap pertambahan biomassa udang pada waktu tertentu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: FCR = jumlah pakan yang diberikan kgpertambahan biomassa udang kg

3.4.1.5 Ekskresi Amoniak

Nilai ekskresi amoniak dihitung dengan menggunakan rumus Yigid 2005: Eksresi amoniakNH 3 -N mg Ng tubuhjam = {N 2 – N 1 W x t 2–1 } keterangan : N 2 = konsentrasi amoniak pada akhir pengamatan mgl N 1 = konsentrasi amoniak pada awal pengamatan mgl V = volume air di dalam wadah T 2-1 = jarak waktu pengambilan sampling W = bobot udang g 3.4.2 Pengumpulan Data 3.4.2.1 Data Bobot Udang dan Rumput Laut Penentuan bobot udang uji dilakukan dengan cara mengambil 10 ekor udang secara acak dalam setiap wadah percobaan, kemudian ditimbang. Penimbangan ini dilakukan di awal dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan. Pengukuran bobot rumput laut dilakukan dengan menimbang bobot basah rumput laut pada masing-masing perlakuan. Rumput laut diambil secara acak sebanyak 10 rumpun dari setiap ulangan perlakuan. Cara penimbangan, yaitu rumput laut diangkat dan ditiriskan sampai air berhenti menetes, kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan di tempat terlindung dari sinar matahari langsung, yang dimaksudkan untuk menjaga agar tallus tidak mengalami kekeringan dan mengalami kerusakan. Data bobot rumput laut diamatin diawal dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan.

3.4.2.2 Data Kelangsungan Hidup SR Udang

Pengukuran kelangsungan hidup udang dapat dilakukan dengan menghitung jumlah udang di awal dan akhir serta mengamati jumlah udang yang mati setiap harinya selama masa penelitian.

3.4.2.3 Data Kualitas Air

Kualitas air meliputi suhu, salinitas dan pH dilakukan penggukuran setiap hari. Pengukuran DO, total amoniak nitrogen TAN, nitrat dan nitrit dilakukan seminggu sekali.

3.4.2.4 Data Proksimat

Analisis proksimat pakan dilakukan pada awal sebelum pemeliharaan, sedangkan untuk sampel udang dan rumput laut dilakukan uji proksimat pada awal dan akhir penelitian. Analisis yang dilakukan hanya kadar protein saja, ini dilakukan untuk mengetahui jumlah amoniak yang terdapat di tubuh udang vaname dan rumput laut. Analisis proksimat untuk nitrogen dilakukan dengan metode Kjeldahl dijelaskan pada Lampiran 1. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Penelitian Tahap I Penelitian tahap satu ini dilaksanakan dengan tiga perlakuan dan dua ulangan yaitu kepadatan udang vaname sebanyak 5, 10, dan 15 ekor100 liter air tiap akuarium. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kelangsungan hidup SR, bobot dan average daily gain ADG udang agar diketahui jumlah padat tebar yang baik untuk penelitian tahap kedua sehingga pada penelitian tahap kedua udang yang mati bukan karena terlalu padat tetapi memang dipengaruhi oleh perlakuan. Nilai pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang selama masa penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei selama penelitian tahap I Perlakuan ekor udang 100 liter Bobot Awal g Bobot Akhir g Average Daily Gain ADG ghari Kelangsungan Hidup Total Rata- rata Total Rata- rata 5 34,074 6,815 41,111 8,222 0,201 100,0 10 75,177 7,518 68,639 8,580 0,152 80,0 15 107,066 7,138 103,021 7,899 0,109 86,7 Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai kelangsungan hidup dan pertambahan berat harian dalam satu periode pemeliharaan udang vaname pada tahap I diperoleh hasil yang paling tinggi pada perlakuan padat tebar 5 ekor100 liter. Nilai kelangsungan hidup dan ADG udang vaname yang dipelihara secara sederhana dengan padat tebar 7 ekorm 2 di tambak BBPBAP Jepara sebesar 93 dan 2,24 gram per hari pada masa pemeliharaan 60 hari dengan berat rata-rata udang sebesar 8,97 gram Arifin et al. 2005. Dari data penelitian Budiardi 2008 diperoleh nilai kelangsungan hidup dan ADG udang vaname dengan padat tebar 85 ekorm 2 sebesar 88 dan 0, 199 gram per hari dengan pemeliharaan udang secara intensif di tambak pada masa pemeliharaan 60 hari dengan bobot rata-rata 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 1 2 3 4 Minggu ke- P e rt u m b u h a n H a ri a n A B C D 8,3 gram. Apabila dibandingkan nilai kelangsungan hidup dan ADG udang vaname pada penelitian tahap satu ini dengan hasil penelitian secara sederhana dan intensif diatas maka dapat disimpulkan perlakuan padat tebar 5 ekor per 100 liter yang paling baik karena berada pada kisaran yang normal. Dari hasil tersebut dipilih perlakuan 5 ekor100 liter untuk digunakan pada penelitian tahap kedua. Pengamatan selama 5 jam menunjukkan bahwa konsentrasi amoniak dalam air sampai jam ke-4 terus meningkat dan mulai menurun pada jam ke-5. Nilai ekskresi amoniak tertinggi pada jam ke-4. Nilai rata-rata ekskresi amoniak per jam sebesar 0,004 mgg tubuhjam. Konsentrasi amoniak di dalam air dan nilai ekskresi amoniak dapat dilihat pada Table 2. Tabel 2 Konsentrasi amoniak mgl dalam air selama 5 jam dan ekskresi amoniak rata-rata per jam mgg tubuhjam Perlakuan Waktu Pengamatan jam ke- Bobot Rata-rata Ekskresi Amoniak 1 2 3 4 5 Udang g mgg tubuhjam U1 0,356 0,438 0,535 0,603 0,671 0,620 7,890 0,005 U2 0,544 0,586 0,540 0,580 0,660 0,643 8,214 0,003 Rata-rata 0,450 0,512 0,537 0,591 0,665 0,631 8,052 0,004 4.1.2 Penelitian Tahap II 4.1.2.1 Pertumbuhan Udang Vaname Gambar 1 Laju pertumbuhan harian udang dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 Minggu ke- K e la n g su n g a n H id u p A B C D Bobot udang vaname pada minggu ke-2, 3 dan 4 berbeda nyata antar perlakuan P0,05 Lampiran 11. Bobot udang paling rendah pada perlakuan A tanpa rumput laut daripada perlakuan dengan rumput laut Lampiran 7 dan 11. Laju pertumbuhan harian udang setiap perlakuan terus menurun sampai akhir penelitian. Laju pertumbuhan harian udang tidak berbeda nyata P0,05 antar perlakuan tanpa rumput laut A dan perlakuan padat tebar rumput laut 3,123; 6,250 dan 9,375 gl di setiap minggu hingga akhir penelitian.

4.1.2.2 Kelangsungan Hidup

Nilai kelangsungan hidup udang vaname SR pada penelitian tahap II, pada minggu pertama sampai akhir penelitian tiap minggunya menunjukkan adanya perbedaan P0,05 antar perlakuan dengan rumput laut dan tanpa rumput laut Lampiran 13. SR udang pada perlakuan dengan rumput laut B, C dan D lebih tinggi daripada perlakuan tanpa rumput laut A. Pada Gambar 2 terlihat bahwa nilai kelangsungan hidup menunjukkan trend yang sama yaitu SR perlakuan A tanpa rumput laut selalu berada dibawah perlakuan dengan rumput laut. Nilai kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 gl B yaitu 82,67. Nilai kelangsungan hidup udang vaname dari awal sampai akhir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8. Gambar 2 Nilai kelangsungan hidup udang dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa

4.1.2.3 Pertumbuhan Rumput Laut

Pada Tabel 3 ditunjukkan kondisi biomassa rumput laut selama empat minggu pemeliharaan. Pertumbuhan tanaman berbeda antar padat tebar 3,125 gl dengan 6,250 gl dan 9,375 gl P0,05. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pertambahan bobot basah tanaman dari waktu ke waktu yang diamati setiap minggu. Pertumbuhan tanaman dari setiap periode pengamatan menunjukkan adanya peningkatan pada tahap awal masa pemeliharaan dan mengalami penurunan setelah minggu ketiga. Tabel 3 Bobot kg rumput laut Gracilaria verrucosa yang dipelihara bersama udang vaname dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl Perlakuan Minggu ke- 1 2 3 4 B 1,562 a 1,888 a 2,284 a 2,786 a 3,255 a C 3,125 b 3,777 b 4,564 b 5,307 b 5,963 b D 4,688 c 5,396 c 5,927 c 6,283 c 6,563 c Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antar perlakuan pada tiap tahap waktu pada taraf uji 5 Pada Lampiran 15 dijelaskan, bahwa peningkatan laju pertumbuhan harian rumput laut di minggu ke-1 dan ke-2 berbeda nyata antar perlakuan padat tebar 9,375 gl dengan padat tebar 3,125 gl dan 6,250 gl. Sedangkan pada minggu ke-3 dan 4 peningkatan laju pertumbuhan harian rumput laut berbeda antar petak P0,05. Peningkatan laju pertumbuhan harian rumput laut terdiri dari tiga kelompok, padat tebar 3,125 gl paling tinggi yaitu 2,62, sedang pada padat tebar 6,250 gl yaitu 2,31 serta kelompok dengan laju pertumbuhan harian paling rendah yaitu padat tebar 9,375 gl 1,20. Berdasarkan dari data laju pertumbuhan harian yang disajikan pada Gambar 3, bahwa dari pengamatan minggu ketiga pada perlakuan 3,125 gl mencapai maksimum dan menurut pada minggu ke-4. Nilai laju pertumbuhan yang berbeda pada perlakuan C dan D dibandingkan perlakuan B disebabkan adanya perbedaan padat tebar. Pemeliharaan dengan padat tebar yang tinggi mengakibatkan ketidakseimbangan nutrien yang tersedia di dalam air dengan kebutuhan untuk pertumbuhan rumput laut yang ada di dalam wadah sehingga nilai laju pertumbuhan hariannya lebih rendah. Gambar 3 Laju pertumbuhan harian rumput laut dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa

4.1.2.4 Rasio Konversi Pakan FCR dan Retensi Nitrogen

Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa FCR pakan pada penelitian ini tidak berbeda nyata P0,05. Nilai FCR terkecil pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 gl 1,99 dan terbesar pada perlakuan tanpa rumput laut dengan nilai 2,69. Tabel 4 Nilai konversi pakan FCR, retensi nitrogen udang dan rumput laut pada perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl dan tanpa rumput laut A Perlakuan FCR Retensi N gr Udang Rumput Laut A 2,69 a 0,59 b - B 1,99 a 2,73 a 14,62 a C 2,02 a 1,60 ab 8,54 c D 2,24 a 1,78 ab 12,46 b Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antar perlakuan pada tiap tahap waktu pada taraf uji 5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 1 2 3 4 M inggu ke- L aj u P er tu m b u h an H ar ia n B C D 0 .0 0 .2 0 .4 0 .6 0 .8 1.0 1.2 1.4 1.6 1 2 3 4 M ing g u ke- A B C D Nilai retensi nitrogen udang berbeda nyata pada setiap perlakuan P0,05 sehingga terjadi pengelompokan, yaitu perlakuan dengan retensi nitrogen udang tinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 gl, sedang 6,250 gl dan 9,375 gl serta rendah pada perlakuan A tanpa rumput laut. Dari Tabel 4 ditunjukkan bahwa nilai retensi nitrogen rumput laut Gracilaria verrucosa berbeda nyata antar perlakuan P0,05 dengan retensi pada perlakuan 3,125 gl lebih tinggi daripada padat tebar rumput laut 6,250 gl dan 9,375 gl.

4.1.2.5 Kualitas Air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi total amoniak TAN pada semua perlakuan pada minggu pertama meningkat terutama pada perlakuan kontrol A. Puncak konsentrasi TAN pada perlakuan tanpa rumput laut A dan B 3,125 gl rumput laut terjadi pada minggu ini Gambar 4. Pada minggu ke- 2 konsentrasi TAN menurun pada setiap perlakuan, sedangkan pada minggu ke- 3 konsentrasi TAN pada perlakuan B 3,125 gl rumput laut masih terus menurun sebaliknya pada perlakuan tanpa rumput laut, C 6,250 gl dan D 9,375 gl mulai naik kembali sampai akhir penelitian. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan D padat tebar rumput laut tertinggi yaitu 9,375 gl, yang berbeda nyata nyata dengan perlakuan lainnya Lampiran 19. Gambar 4 Perubahan konsentrasi total amoniak nitrogen TAN dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa 0 .0 0 .5 1.0 1.5 2 .0 2 .5 3 .0 1 2 3 4 M ing g u ke- A B C D 0 .0 0 .2 0 .4 0 .6 0 .8 1.0 1.2 1.4 1 2 3 4 M ing g u ke- A B C D Gambar 5 Perubahan konsentrasi nitrit dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa Gambar 6 Perubahan konsentrasi nitrat dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa Konsentrasi nitrit pada minggu pertama dari semua perlakuan meningkat pada perlakuan A dan C terus meningkat hingga minggu ke-2 dan baru turun pada minggu ke-3 hingga akhir penelitian, sedangkan pada perlakuan B dan D pada minggu ke-2 konsentrasi nitrit mulai turun dan terus menurun hingga akhir penelitian Gambar 5. Dari hasil analisis statistik, pada minggu ke empat nilai kandungan nitrit berbeda nyata P0,05 dengan perlakuan yang lainnya yaitu perlakuan tanpa rumput laut A lebih tinggi daripada padat tebar rumput laut 3,125 gl; 6,250 gl dan 9,375 gl. Konsentrasi nitrat meningkat di minggu ke-1, dan terjadi penurunan di minggu ke-3 sampai akhir penelitian Gambar 6. Kandungan nitrat pada minggu ke-1 berbeda antar perlakuan. Kandungan nitrat tertinggi pada perlakuan padat tebar tanpa rumput laut 9,375 gl yaitu 0,945 mgl. Hasil analisis statistik pada minggu ke-2, 3 dan 4 tidak berbeda P0,05 antar perlakuan. Pengamatan kualitas air pemeliharaan meliputi oksigen terlarut DO, suhu, salinitas dan pH. Salinitas dan oksigen terlarut pada media dengan rumput laut fluktuasinya lebih kecil dari pada media tanpa rumput laut. Sedangkan untuk suhu dan pH pada setiap perlakuan tidak ada perbedaan, suhu dan pH pada perlakuan dengan rumput laut dan tanpa rumput laut hampir sama sampai akhir penelitian Lampiran 10. Nilai dari keempat parameter kualitas air media pemeliharaan masih di dalam kisaran normal untuk hidup udang dan rumput laut Gracilaria verrucosa .

4.2. Pembahasan

Pemanfaatan nitrogen terlarut oleh rumput laut di perairan bertujuan untuk mengurangi beban dalam media budidaya. Pada minggu awal penelitian terlihat jelas Gambar 4 kandungan total amoniak nitrogen TAN pada perlakuan tanpa rumput laut A meningkat tiga kali lebih tinggi dari perlakuan dengan rumput laut B, C dan D. Kandungan TAN pada perlakuan dengan rumput laut bertambah tetapi tidak terlalu tinggi, dikarenakan rumput laut dapat memanfaatkan senyawa nitrogen Lampiran 9. Rumput laut dapat memanfaatkan N terlarut dalam perairan melalui proses difusi dengan seluruh bagian tubuhnya. Semakin tinggi kemampuan rumput laut mampu menyerap N terlarut di media budidaya, maka semakin besar nilai pertumbuhannya dalam artian akan semakin meningkat juga kandungan N dalam tubuh rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari kandungan N rumput laut yang meningkat. Kandungan N dalam berat kering tertinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut B 3,125 gl yaitu 3,93 kemudian perlakuan C 9,375 gl sebesar 2,92 dan terendah pada perlakuan C 6,250 gl yaitu 2,33. Bukti penyerapan total amoniak nitrogen TAN dapat dilihat secara statistik Lampiran 15 adanya perbedaan antar perlakuan laju pertumbuhan harian rumput laut pada padat tebar 9,375 gl lebih rendah daripada perlakuan lainnya. Nitrogen sangat penting bagi rumput laut dalam pengaturan metabolisme dan reproduksi. Pertumbuhan dan biomas dapat tercapai dengan baik bila tanaman laut ini tercukupi nitrogen. Pengambilan nitrogen oleh tanaman laut bukan hanya fungsi dari konsentrasi N eksternal tetapi juga konsentrasi N internal di dalam jaringan tanaman. Pengambilan dan penyimpanan N oleh rumput laut dapat dipengaruhi oleh konsentrasi N anorganik terlarut di dalam air dan juga dipengaruhi oleh fluktuasi ekologis N dalam jaringan tumbuhan dan kecepatan pertumbuhan. Konsentrasi N yang rendah di lingkungan tidak dapat mencukupi kebutuhan tanaman akan N untuk penggunaan selanjutnya. Tetapi rumput laut mempunyai kemampuan untuk mengasimilasi dan menyimpan nutrien dari lingkungannya khususnya pada saat konsentrasi rendah. Kandungan N dalam berat kering pada perlakuan C dan D lebih kecil dari B diduga walaupun jumlah N di air tinggi tetapi dalam bentuk nitrat dan nitrit, Gracilaria kurang mampu memanfaatkannya. Hal ini sesuai yang dikemukan oleh Patadjai 1993 dan Sukmarumaeti 2002, bahwa nitrogen dalam bentuk amoniak yang paling utama diserap oleh rumput laut. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhannya, N cadangan yang tersimpan di dalam jaringan dipergunakan terlebih dahulu untuk pertumbuhan Risjani 1999. Kemampuan penyerapan N dari limbah budidaya udang tiap perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut tertinggi pada perlakuan B 3,125 gl yaitu 14,62 g kemudian 9,375 gl sebesar 12,46 g dan terkecil pada perlakuan C 6,250 gl sebesar 8,54 g Lampiran 9. Pada perlakuan B selama empat minggu pemeliharaan, rumput laut mampu memanfaatkan 14,62 g N terlarut dari limbah budidaya udang sehingga bobot rumput laut bertambah menjadi dua kalinya. Jika dihitung dalam per jam, rumput laut mampu menyerap N terlarut sebesar 0,013 g Nkg tubuhjam. Walaupun pemanfaatan N oleh rumput laut pada penelitian ini lebih kecil dari hasil pengukuran Harris et al. 2008 yaitu rumput laut Gracilaria sp. mampu memanfaatkan N di media budidaya multi-tropik dari 0,6 ppm pada pengukuran jam 06.00 menjadi 0-0,125 ppm pada jam 16.45, tetapi kemampuan penyerapan ini sudah 3 kali lebih besar dari nilai produksi N eksresi udang per kilogram tubuh per jam pada penelitian tahap satu. Artinya N terlarut dari hasil ekskresi udang mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh rumput laut. Pemanfaatan amoniak perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut C 6,250 gl dan D 9,375 gl lebih besar dari pada pelakuan B 3,125 gl hanya di awal penelitian saja. Keadaan tersebut tidak bertahan lama karena jumlah amonium sudah berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutriennya rumput laut memanfaatkan nitrat dan nitrit. Ini dapat dilihat dari semakin menurunnya kandungan nitrat dan nitrit di media budidaya Gambar 5 dan 6. Alga umumnya menyerap nitrogen secara bertahap, yaitu: Amonium nitrat nitrit. Pemanfaatan nitrat dan nitrit oleh rumput laut kurang efisien karena nitrat dan nitrit harus terlebih dahulu direduksi sebelum digunakan oleh sel-sel rumput laut. Nitrat dimanfaatkan oleh rumput laut untuk metabolisme dengan bantuan enzim nitrat reduktase yang dihasilkannya Patadjai 1993. Penyerapan nitrat dan nitrit oleh rumput laut dipengaruhi oleh konsentarsi amonium dalam media. Karena yang dimanfaatkan rumput laut pada perlakuan C dan D nitrat dan nitrit, pertumbuhannya tidak secepat pada awal penelitian yang lebih banyak memanfaatkan amonium. Pertumbuhan rumput laut di dua minggu pertama cepat kemudian menurun hingga akhir penelitian. Hal yang sama dengan penelitian Soriano 2002, pemeliharaan rumput laut Gracilaria sp. di saluran pembuangan tambak udang vaname 15 hari pertama mencapai 8,8 kemudian trus menurun. Hal ini juga dipengaruhi keadaan cuaca yang tidak mendukung, pada minggu ketiga hingga akhir penelitian terjadi hujan dan banjir. Rumput laut memerlukan proses fotosintesi untuk pertumbuhannya. Proses fotosintensi dapat berjalan lancar bukan karena adanya nutrien saja tetapi membutuhkan sinar matahari. Rendahnya pertumbuhan juga dikarenakan kepadatan rumput laut dalam satu rumpun yang terlalu tinggi. Rumput laut yang diikat dan padat tebarnya tinggi bila rumpunnya sudah makin besar mengurangi ruang gerak dari rumput laut itu sendiri, hal ini merupakan gejala yang normal. Padat tebar yang tinggi, ruang gerak menjadi sempit sehingga susah untuk berkembang dan kebutuhan akan nutrien terus meningkat Sidik et al. 2002. Pada perlakuan B dengan padat tebar rumput laut paling rendah 3,125 gl pertumbuhan maksimal dicapai pada minggu ketiga. Dari minggu ke minggu pengurangan TAN pada perlakuan B terus meningkat hingga mencapai minimum. Penyerapan amoniak yang bertahap dapat meningkatkan pertumbuhan yang baik sehingga diperoleh nilai laju pertumbuhan harian terbesar. Perlakuan B 3,125 gl rumput laut karena dapat memanfaatkan amoniak dalam waktu yang lama sehingga pertumbuhannya bisa lebih baik dan cepat dari pada perlakuan C dan D yang harus memproses nitrat dan nitrit untuk memenuhi kekurangan kebutuhan akan nutrien. Hal ini dapat dilihat dari jumlah N di rumput laut akhir penelitian yang meningkat dari 3,04 menjadi 3,93. Budidaya rumput laut Gracilaria parvispora dengan mengunakan air buangan dari tambak udang dapat meningkatkan kandungan nitrogen di tallus dari 1 menjadi 3,5 dengan laju pertumbuhan 8-9 per hari lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan rumput laut yang diberi pupuk kimia hanya 4-5 per hari Glenn et al. 2002. Pada penelitian ini nilai laju pertumbuhan harian rata-rata rumput laut tertinggi pada perlakuan B yaitu 2,62, kemudian C 2,31 dan terendah pada perlakuan D 1,20. Walaupun nilai laju pertumbuhan ini lebih kecil dari penelitian Sukmarumaeti 2002; Soriano 2002 tetapi masih dalam kisaran normal yang lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan Hendrajat dan Mangampa 2007 dengan laju pertumbuhan 1,08-2,09. Perbedaan produksi biomassa yang diperoleh terutama dikarenakan sistem budidaya dan spesies rumput laut yang digunakan. Pada minggu kedua perlakuan tanpa rumput laut A kandungan total amoniak nitrogen TAN turun drastis. Hal ini dikarena adanya oksidasi amoniak menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Terlihat pada Gambar 5 dan 6 nilai kandungan nitrat dan nitrit terus meningkat hingga mencapai puncak. Ini sangat mungkin terjadi dikarenakan pada media budidaya diberi aerasi sehingga kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi terpenuhi. Bukti yang mendukung terjadinya proses oksidasi dapat dilihat dari kandungan oksigen terlarut pada perlakuan A dari minggu ke minggu hingga akhir penelitian terus berkurang. Boyd 1981 menyatakan bahwa untuk proses oksidasi amoniak sebagai sumber energi, CO 2 sebagai sumber karbon dan O 2 untuk proses oksidasinya. Pada perlakuan dengan rumput laut oksidasi terjadi juga tetapi karena amoniak banyak yang dimanfaatkan oleh rumput laut maka yang dioksidasi menjadi nitrit lebih sedikit ini dapat dilihat dari Gambar 5. Proses oksidasi amoniak sedikit, pengurangan oksigen terlarut di media budidaya juga sedikit. Dilain pihak rumput laut juga menyumbang oksigen dari hasil fotosintesis. Izzati 2005 menyatakan rumput laut Gracilaria sp. dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut 14,5 di perairan tambak. Walaupun terjadi proses respirasi tetapi konsentrasi oksigen terlarut dari proses fotosintesis oleh rumput laut lebih tinggi. Rumput laut Gracilaria sp. mampu menyuplai oksigen terlarut sekitar 2,86 mgL selama 24 jam ke media pemeliharaan ikan bandeng, udang vaname dan rumput laut Harris et al . 2008; Neori et al. 2004. Pada minggu keempat penelitian, nilai kandungan total amoniak nitrogen TAN kembali meningkat pada semua perlakuan. Nilai tertinggi pada perlakuan D 9,375 gl rumput laut. Hal ini dikarenakan adanya pemberian pakan serta makin banyaknya sisa ekskresi dan feses yang dikeluarkan udang dan adanya rumput laut yang mati. Selain itu pertumbuhan maksimal rumput laut telah dicapai pada minggu ketiga. Bila pertumbuhan maksimal sudah tercapai, kemampuan menyerap N akan menurun oleh sebab itu rumput laut lebih baik di panen pada minggu ketiga. Pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur dan kualitas air Hamsiah 2000. Peningkatan biomassa merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan menjadi biomas udang. Tingkat pemanfaatan pakan dapat terindikasi dari peningkatan biomassa total dan peningkatan jumlah pakan yang diberikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pertambahan bobot rata-rata individu udang pada setiap perlakuan sampai akhir penelitian. Udang pada perlakuan dengan rumput laut bobot rata-rata individunya lebih tinggi dari pada perlakuan tanpa rumput laut. Namun karena adanya perbedaan kualitas air lingkungan budidaya pertumbuhan dari tiap perlakuan pun berbeda. Kualitas air yang baik mampu mendukung kehidupan udang, sehingga mampu meningkatkan nafsu makan udang. Hal ini dapat dilihat dari nilai FCR dan retensi tiap perlakuan. Nilai FCR mengindikasikan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh udang sekaligus mempengaruhi beban limbah nutrien yang terbuang ke lingkungan perairan. Kontribusi N yang berasal dari pakan terhadap beban limbah akan dipengaruhi oleh nilai FCR dan retensi nutrien dalam biomassa udang. Perbedaan jumlah N yang terdapat di dalam pakan dan udang yang diproduksi merupakan jumlah beban N yang masuk ke dalam media budidaya. Pada perlakuan B 3,125 gl rumput laut dengan nilai FCR terkecil 1,99 memberikan biomassa 350,16 g dan nilai kelangsungan hidup tertinggi 82,67. Pada perlakuan B ini pakan yang diberikan banyak dimanfaatkan oleh udang. Pakan yang diberikan dimakan, dicerna dan diretensi oleh tubuh sebagai pertumbuhan, hal ini dapat dilihat dari nilai retensi nitrogen udang pada perlakuan B paling besar 2,73 g sehingga dapat meningkatkan biomassa udang. Pakan yang tidak dapat dicerna dan yang dikeluarkan melalui ekskresi serta sisa pakan yang tidak termakan jumlahnya lebih sedikit dari pada perlakuan A, C dan D, ini dapat dilihat dari kandungan N di air. Pada perlakuan B nilai total amoniak nitrogen TAN dan nitrit lebih rendah daripada perlakuan yang lainnya. Untuk menumbuhkan udang dari 265,95 g menjadi 350,20 g ternyata dikeluarkan limbah N sebanyak 15,36 g Lampiran 9. Sebahagian besar dari limbah tersebut 14,62 g mampu diretensi oleh pertumbuhan rumput laut sebanyak 1,69 kg dan sisa limbahnya sebanyak 0,74 g N masih tersisa di dalam air Lampiran 9. N yang tersisa di bak pemeliharaan semakin kecil mendekati 0 menunjukkan keefektifan tingkat pemanfaatan N terlarut oleh rumput laut. Pada perlakuan B sisa N di bak pemeliharaan paling rendah. Kemampuan rumput laut dalam memanfaatkan nitrogen terlarut di perairan dapat membuat lingkungan budidaya lebih baik dan dapat mendukung kehidupan udang yang dipelihara bersamanya. Ini terlihat dari nilai kelangsungan hidup udang selama pelaksanaan penelitian. Dari hasil analisis statistik Lampiran 13 bahwa perbedaan padat tebar rumput laut berpengaruh nyata P0,05 terhadap nilai kelangsungan hidup udang. Nilai kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan B 3,125 gl yang mencapai 82,67. Pada perlakuan dengan rumput laut selain mampu meyerap N di perairan, pada media ini N yang tersisa di perairan lebih banyak dalam bentuk nitrat. Sedangkan pada perlakuan tanpa rumput laut N di media perlakuan banyak dalam bentuk amoniak dan nitrit, bentuk ini berbahaya terhadap udang. Hal ini dapat menyebabkan udang mati karena keracunan dan kekurangan oksigen. Dikarenakan adanya penambahan aerasi di setiap perlakuan, sehingga kebutuhan oksigen untuk respirasi dan perombakan oleh bakteri masih terpenuhi. Pada penelitian ini kandungan amoniak dalam air masih berada dalam kisaran yang aman bagi pemeliharaan udang 0,05-0,10 mgl tetapi kandungan nitrit yang sudah diluar ambang batas yang baik yaitu 0,01-0,05 mgl Fatimah 2004. Namun karena konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan 5 mgl maka udang masih dapat hidup normal. Secara umum kualitas air salinitas, suhu dan pH berada dalam kisaran yang aman untuk hidup dan tumbuhnya udang dan rumput laut. V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan