Faktor Biologi yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Fitoplankton

62

4.2.2. Faktor Biologi yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Fitoplankton

Fitoplankton dalam bentuk jasad renik, memegang peranan yang penting dalam ekosistem perairan laut, disebabkan kedudukan dari fitoplankton sebagai dasar dalam rantai makanan Ryther 1969 diacu dalam Hoong-Gin et al. 2000. Selain itu kehadiran dari fitoplankton di perairan juga dapat memberikan informasi tentang ukuran kemampuan perairan dalam mendukung kehidupan organisme di dalamnya. Secara umum dari hasil penelitian di perairan Teluk Kendari, genera Chaetoceros sp., Rhizosolenia sp., Coscinodiscus sp. dan Thallasiosira sp. merupakan kelas dari Bacillariophyceae, dimana genera tersebut merupakan genera yang paling sering dijumpai dengan kelimpahan yang tinggi di perairan Teluk Kendari baik secara horizontal ke arah laut mulut teluk maupun secara vertikal. Sedang dari kelas Dinophyceae dijumpai dari genera Ceratium sp. dan Peridinium sp. Berlimpahnya kelas Bacillariophyceae terutama genus Chaetoceros sp. diduga karena kemampuan dari genus tersebut yang mampu menunjukkan pertumbuhan yang baik terhadap kondisi rasio unsur hara yang rendah N sebagai pembatas yang dijumpai selama penelitian, hal ini sejalan dengan penelitian Lagus at al. 2004 bahwa genus Chaetoceros sp. akan memberikan respon pertumbuhan yang cepat tidak hanya pada konsentrasi unsur hara N yang tinggi tetapi juga pada rasio konsentrasi unsur hara yang rendah N sebagai pembatas, Selain itu Thomas et al. 1978 diacu dalam Egge dan Aksnes 1992 menyatakan bahwa diatom diduga memiliki kemampuan yang baik dalam memanfaatkan kondisi unsur hara N yang rendah, hal ini disebabkan antara lain karena diatom mempunyai nilai saturasi kejenuhan yang rendah dalam mengambil nitrat dan amonium di perairan. Menurut MacIsaac dan Dugdale 1969 dan Eppley et al. 1969 diacu dalam Valiela 1995 nilai saturasi kejenuhan diatom neritik dalam mengambil nitrat yaitu 0,4-5,1 µg atoml dan amonium yaitu 0,5-9,3 µg atoml. Dihubungkan dengan unsur hara silikat, kelas Bacillariophyceae membutuhkan banyak silikat untuk membangun dinding sel dari tubuhnya. Konsentrasi silikat yang diperoleh selama penelitian yaitu berkisar antara 0,11- 0,77 mgl. Konsentrasi silikat tersebut masih berada pada konsentrasi yang sesuai 63 untuk pertumbuhan Diatom Bacillariophyceae. Menurut Guilford dan Hecky 2000 bahwa indikasi dominansi diatom Bacillariophyceae ketika konsentrasi silikat di atas 2 µM atau 0,12 mgl. Namun ketika konsentrasi silikat dibawah 2 µM, kondisi perairan masih juga didominansi oleh diatom, hal ini disebabkan perairan tersebut dalam kondisi transisi konsentrasi silikat yang tinggi dan dominansi diatom akan berhenti ketika konsentrasi silikat tetap berada di bawah 2 µM. Hubungannya dengan kondisi fisika-kimia perairan selama penelitian, nilai salinitas dan suhu yang diperoleh yaitu 20,75-30,18 o oo dan 28,9-30,4 o C merupakan kisaran salinitas dan suhu yang baik bagi pertumbuhan genera yang melimpah tersebut. Hal ini disebabkan karena kelompok Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup pada kisaran salinitas yang lebih luas Nwankwo 1998 diacu dalam Akoma 2008, yang sebagian besar hidup pada kisaran salinitas di atas 20 ‰ Sachlan 1972. Sejalan dengan penelitian Mallin 1994 yaitu pertumbuhan genera Chaetoceros spp. berkisar pada salinitas 26-35 o oo euhaline. Menurut Haslam 1995 diacu dalam Effendie 2000 kisaran suhu bagi pertumbuhan diatom adalah 20-30 o C, sedang nilai pH yang dijumpai selama penelitian berkisar 7,28-7,65, juga sejalan dengan Ray dan Rao 1964 bahwa pH optimal untuk perkembangan diatom antara 7,0-9,0. Kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae merupakan kelas yang paling jarang dijumpai serta memiliki kelimpahan yang relatif rendah. Hal ini sperti yang dikemukakan oleh Nybakken 1988 dan Romimohtarto dan Juwana 1999 bahwa Cyanophyceae alga hijau biru, Coccolithophorids kokolitofor dan Silikoflagellata Dyctyochaceae, Chrysophyceae merupakan fitoplankton yang minoritas di laut. Umumnya kelas Chlorophyceae kurang toleran terhadap salinitas dan hanya terbatas pada perairan tawar di daerah estuari Opute 2000 diacu dalam Akoma 2008. Selain itu rasio N:P yang rendah di perairan akan mendukung ledakan Cyanophyceae pengikat nitrogen Howarth 1988, Paerl dan Millie 1996, namun tidak semua perairan yang memiliki rasio N:P yang rendah dapat terjadi ledakan Cyanophyceae Howarth 1988, Piehler et al. 2002, hal ini 64 dapat disebabkan karena kekurangan unsur trace seperti besi dan molybdenum Howarth 1988. Berdasarkan distribusi vertikal selama penelitian menunjukkan bahwa kelas Bacillariophyceae diatom merupakan kelas yang paling sering dijumpai pada semua kedalaman inkubasi, dibandingkan ketiga kelas lainnya. Hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya, dimana diatom memperlihatkan toleransi yang agak luas terhadap intensitas cahaya yang tinggi sebelum dihambat pada kisaran intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi. Sedang kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae mengalami penghambatan laju pertumbuhan pada intensitas cahaya yang rendah Richardson 1986 diacu dalam Valiela 1995. Distribusi vertikal kelimpahan sel fitoplankton menunjukkan pola yang sama pada semua stasiun penelitian. Dimana kelimpahan fitoplankton meningkat sampai kedalaman intensitas cahaya 50 dan menurun sampai kedalaman intensitas cahaya 1. Hal ini sejalan dengan distribusi fotosintesis di perairan, umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu cahaya saturasi. Di atas nilai optimum, cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis cahaya penghambat, sedang dibawah nilai optimum merupakan cahaya pembatas sampai pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi Parsons et al. 1984, Valiela 1984. Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO 2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Sebaran nilai klorofil-a selama penelitian secara horizontal maupun vertikal memperlihatkan nilai yang tidak terlalu bervariasi. Nilai klorofil-a pada stasiun A dan B relatif sama yaitu berturut-turut 0,73 mgm 3 dan 0,74 mgm 3 , namun relatif rendah pada stasiun C yaitu 0,63 mgm 3 . Kondisi seperti ini berbeda dengan kondisi yang umum terjadi di perairan. Umumnya nilai klorofil-a tertinggi dijumpai pada daerah-daerah yang lebih kaya akan unsur hara. Hal ini berhubungan dengan ukuran sel dari fitoplankton, dimana ukuran sel fitoplankton pada daerah yang kaya akan unsur hara didominasi oleh ukuran sel yang besar, sehingga hal ini mempengaruhi jumlah klorofil-a yang dikandung masing-masing sel fitoplankton. 65 Pada penelitian ini unsur hara tertinggi dijumpai pada stasiun C dibandingkan stasiun A dan B. Namun pada penelitian ini stasiun yang memiliki unsur hara tertinggi mempunyai nilai klorofil-a terendah. Hal ini diduga akibat pengaruh kekeruhan yang tinggi pada stasiun tersebut, sehingga mempengaruhi ketersediaan cahaya di perairan. Kondisi seperti ini akan menghambatkan pertumbuhan fitoplankton yang membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis. Secara umum distribusi biomassa fitoplankton klorofil-a selama penelitian memperlihatkan distribusi yang sama dengan kelimpahan fitoplankton. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan klorofil-a sejalan dengan penambahan dan penurunan kelimpahan fitoplankton. Namun distribusi klorofil-a tidak bersesuaian dengan distribusi unsur hara. Hal ini terlihat bahwa pada stasiun bagian atas teluk depan muara sungai klorofil-a yang dijumpai relatif rendah, padahal unsur hara pada stasiun ini tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya koefisien peredupan yang disebabkan oleh kekeruhan dan TSS yang tinggi sehingga intensitas cahaya yang masuk ke perairan sangat rendah. Rendahnya nilai intensitas cahaya yang masuk ke perairan dapat menyebabkan proses fotosintesis oleh fitoplankton terhambat.

4.2.3. Produktivitas Primer Fitoplankton