Persiapan profesional dan pelatihan

54 eklektik mempunyai cara kerja yang sangat bagus yang bisa disesuaikan dengan kondisi klien.

5. Persiapan profesional dan pelatihan

Menurut Tri Dayaksini dan Salis Yuniardi 2008: 183-184 perbedaan kebudayaan daerah yang ada di Negara kita melandasi adanya pemikiran untuk memberikan pengalaman-pengalaman profesional yang sesuai secara kultur dalam pelatihan konselor. Sehingga diperlukan persiapan profesional menasihati konseli yang beragam budaya. Menurut Pedersen Tri Dayaksini dan Salis Yuniardi, 2008: 184 program pelatihan konseling multikultural untuk para profesional kesehatan mental diperlukan untuk beberapa pertimbangan: a. Sistem pelayanan jasa kesehatan mental yang tradisional mempunyai suatu bias budaya yang menguntungkan kelas sosial tertentu yang dominan yang dapat counterproductive bagi suatu distribusi pelayanan yang adil. b. Berbagai kelompok budaya sudah menemukan model coping dan treatment yang indigenious berasal dari pribumi yang bekerja lebih baik untuk mereka dan mungkin dapat berguna diberlakukan bagi lain kelompok. c. Pelayanan atau jasa kesehatan masyarakat adalah mahal ketika mereka gagal; pelatihan multikultural mungkin mencegah beberapa program dari kegagalan. 55 d. Metode pelatihan yang meliputi orang-orang yang berasal dari pribumi sebagai nara sumber secara langsung dalam pelatihan konselor cenderung mencerminkan kenyataan dari kultur yang berbeda. e. Membangun sistem pelayanan jasa kesehatan mental yang lebih adil dan terbuka untuk semuan kultur sehingga dapat mencegah konselor secara cultural encapculated untuk menjadi alat dari sistem politik, sosial atau ekonomi. f. Meningkatkan saling ketergantungan yang melintasi batas-batas kesukuan dan sosiobudaya, memerlukan perhatian langsung ke kultur sebagai bagian dari pelatihan kesehatan mental. Sementara D’andrea dan Daniels dalam Lewes dan Hayes Tri Dayaksini dan Salis Yuniardi, 2008: 184 mengusulkan dua tingkat pendidikan koselor, yaitu: a. Tingkat cultural encapculation dimana teori konseling diajarkan dengan latar belakang budaya dimana teori aslinya dikembangkan kasus di Amerika yang dimaksudkan adalah golongan menengah kulit putih. Pada tingkat ini, konseling diajarkan berdasarkan stereotip dosennya pengajarnya, alih-alih memperhatikan pandangan kelompok budaya tertentu. Perbedaan budaya cenderung diabaikan, dan hanya memakai asumsi dari latar budaya konselor sendiri. b. Tingkat conscientious dimana kandidat konselor mempelajari peran penting bagi budaya, ras, jenis kelamin, faktor kelas sosial dalam perkembangan seseorang, dan perubahan-perubahan konseptual yang 56 perlu agar konseling dapat bersifat multikultural. Bahan pengajaran dapat diambil dari jurnal yang memuat hasil-hasil penelitian mutakhir, atau dari praktikum studi kasus.

6. Kontak budaya dalam proses konseling