Perumusan Masalah 2 Magnet Permanen 7 Perkembangan Magnet Permanen 7 Kurva Histerisis . 8 Barium Heksaferit 10 Metode Metalurgi Serbuk 13 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Penelitian 20 Variabel Eksperimen 26 Karakterisasi 26 Karakterisasi S

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan i Pernyataan ii Penghargaan iii Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii Daftar Tabel ix Daftar Gambar x Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2 1.4 Batasan Masalah 3 1.5 Manfaat Penelitian 3 1.6 Sistematika Penulisan 4 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Meteran Air 5

2.2 Magnet Permanen 7

2.3 Perkembangan Magnet Permanen 7

2.4 Kurva Histerisis . 8

2.5 Barium Heksaferit 10

2.6 Metode Metalurgi Serbuk 13

2.7 Sintering 14 2.8 Analisa dan Karakterisasi 16

2.8.1 Densitas 16

2.8.2 Porositas 17 2.8.3 Pengujian DTA 18 2.8.4 Pengujian XRD 18 Bab 3 Metode Penelitian

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

20

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian 20

3.2.1 Bahan 20 3.2.2 Peralatan Penelitian 21 3.3 Tahapan Penelitian 22

3.3.1 Pencampuran Bahan Baku 24

3.3.2 Proses Pengeringan 24

3.3.3 Proses Kalsinasi 24

3.3.4 Pembuatan Sampel Uji 25

Universitas Sumatera Utara

3.3.5 Proses Sintering 25

3.4 Variabel Eksperimen 26

3.4.1 Variabel Penelitian 26

3.4.2 Variabel Percobaan yang Diuji 26

3.5 Karakterisasi 26

3.5.1 Densitas 26

3.5.2 Porositas 27

3.5.3 Susut Bakar 27

3.5.4 Sifat Magnet 28

3.5.5 Struktur Kristal

28 3.5.6 Scanning Electron Microscope SEM 29 Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Uji DTA 30

4.2 Karakterisasi Struktur 31

4.3 Sifat Fisis 32

4.3.1 Densitas, Porositas dan Susut Bakar 32

4.3.2 Analisa Mikrostruktur dengan SEM 37

4.4 Sifat Magnet 40

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 46

Daftar Pustaka Lampiran Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman Tabel 4.1 Nilai Densitas, Porositas dan Susut Bakar 33 4.2 Nilai Fluks Density 40 4.3 Nilai Remanensi, Koersivitas, Energi Produk Barium Heksaferit 44 Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 Meteran Air dengan tipe Multi jet 5 2.2 Magnet untuk meteran air 7 2.3 Kurva Histerisis Untuk Ferromagnetik dan Ferrimagnetik 8 2.4 Kurva Histerisis Material Magnetik 10 2.5 Kurva Histerisis material magnet lunak dan keras 11 2.6 Sel Satuan Barium Heksaferit 12 2.7 Sekamtis prose sintering 15 2.8 Tahapan yang terjadi dalam proses sintering 16 2.9 Geometri sebuah XRD 18 3.1 Diagran alir penelitian 23 4.1 Kurva DTA a stoikiometri b non stoikiometri 30 4.2 Grafik pola difraksi Barium Heksaferit 31 4.3 Grafik hubungan suhu sintering dengan susut bakar 34 4.4 Grafik hubungan suhu sintering dengan densitas 35 4.5 Grafik hubungan suhu sintering dengan porositas 36 4.6 Hasil SEM Barium Heksaferit dengan suhu sintering 1170 C untuk Stoikiometri 37 4.7 Hasil SEM Barium Heksaferit dengan suhu sintering 1170 C untuk Non stoikiometri 38 4.8 Hasil SEM EDX Barium Heksaferit dengan suhu sintering 1170 C untuk stoikiometri dan non stoikiometri 39 4.9 Hubungan antara kuat magnet dengan suhu sintering 41 4.10 Kurva Histerisis Barium Heksaferit dengan aditif Boric Acid 0,5 42 4.11 Kurva Histerisis Barium Heksaferit a stoikiometri b non stoikiometri 43 Universitas Sumatera Utara PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BARIUM HEKSAFERIT UNTUK APLIKASI SENSOR METERAN AIR ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit dari bahan baku BaCO 3 dan Fe 2 O 3 teknis dengan memvariasikan komposisi bahan baku BaCO 3 dan Fe 2 O 3 secara Stoikiometri 1:6 dan Non-Stoikiometri 1:6,5. Proses preparasi dengan mencampur secara basah bahan baku menggunakan Plenatery Ball Milling PBM lalu dilakukan pengujian Differential Temperature Analyze DTA untuk mengetahui temperatur kalsinasinya. Kemudian serbuk dikalsinasi pada suhu 1000 C dan ditahan selama 2 jam. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan X-Ray Diffractometer XRD dan hasilnya menunjukkan telah terbentuk struktur BaO.6Fe 2 O 3 . Serbuk BaO.6Fe 2 O 3 digiling menggunakan mortar lalu diayak hingga lolos 400 mesh 38 µ m. Pada pencetakan ditambahkan seluna sebanyak 3 wt sebagai perekat dan aditif Boric Acid H 3 BO 3 sebanyak 0, 0,5, 1 wt. Pencetakan dilakukan secara anisotropi dengan menggunakan magnetic field press dan diberi tekanan sebesar 5 ton. Kemudian disintering dengan variasi temperatur 1120 C, 1150 C dan 1170 C, dan ditahan selama 2 jam. Karakterisasi meliputi : analisa XRD, pengukuran fluks density dengan gaussmeter, pengukuran densitas, porositas, susut bakar, morfologi BaO.6Fe 2 O 3 dengan SEM-EDX dan pengukuran BH curve dengan permagraf . Dari hasil penelitian bahwa magnet Barium Heksaferit yang memiliki kuat medan magnet tertinggi adalah magnet yang dibuat dengan perbandingan non stoikiometri tanpa penambahan aditif Boric Acid pada temperatur 1170 C , yaitu sebesar 544,2 Gauss dengan nilai Densitas = 4,0 gcm 3 , Porositas = 4,06, Susut Bakar = 21,37, Remanensi Br = 1,72 kG, Koersivitas HcJ = 2,41 kOe, Energi produk BH max = 0,63 MGOe. Kata kunci : Magnet permanen, BaO.6Fe 2 O 3, Meteran Air, SEM – EDX, BHcurve. Universitas Sumatera Utara MANUFACTURING AND CHARACTERISATION HARD MAGNET OF BARIUM HEKSAFERIT FOR FLOW METER ABSTRACT We have made hard magnetic Barium Heksaferit from BaCO 3 and Fe 2 O 3 technical with varying composition of BaCO 3 and Fe 2 O 3 in Stoichiometric ratio 1:6 and Non Stoichiometric ratio 1:6,5. Preparation process by wet mixing and grinding by using Plenatery Ball Milling PBM and dried, The testing of Analyze Temperature Differential DTA to determine the calcination temperature. The powder then calcined at 1000 C and held for 2 hours. Subsequently analyzed using X-Ray Diffractometer XRD and the results indicate that the structure has been formed BaO.6Fe 2 O 3 . Then do BaO.6Fe 2 O 3 milling powder using a mortar and sieved to pass 400 mesh 38μm. On printing Seluna added 3 wt as adhesives and additives Boric Acid H 3 BO 3 of 0, 0.5, 1 wt. Printing is done using a magnetic anisotropy field press and pressurized at 5 tons. Then sintered with temperature variation 1120 C, 1150 C and 1170 C, and held for 2 hours. Characterization includes: XRD analysis, flux density measurements with a gaussmeter, measure the density, porosity, shrinkage, BaO.6Fe 2 O 3 morphology with SEM-EDX and measurement BH curve with permagraf. From the research that has a magnetic Barium Heksaferit the highest magnetic field strength magnets are made with Non-Stoichiometric ratio without Boric Acid additives and sintered at 1170 C, is 544.2 Gauss, density = 4.0 gcm 3 , porosity = 4 , 06, shrinkage = 21.37, Remanensi Br = 1.72 kG, Coercivity HcJ = 2.41 kOe, Energy product BH max = 0.63 MGOe. Key Word : Hard Megnetic, BaO.6Fe 2 O 3 , Flow meter, SEM-EDX, BH curve. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan komponen magnet permanen di Indonesia belum dapat disediakan oleh industri dalam negri, sehingga masih bergantung dari luar negeri. Aplikasi magnet permanen banyak digunakan dalam bidang industri dan instrumentasi, salah satunya pada meter air. Saat ini para produsen meter air masih mengimpor komponen magnet permanen dari Cina. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan magnet permanen berbasis keramik magnet BaFe 12 O 19 yang nantinya dapat diaplikasi untuk meteran air. Priyo Sardjono, 2012 Telah dilakukan penelitian pembuatan magnet permanen berbasis ferit untuk aplikasi alat ukur aliran air atau meteran air yang nantinya magnet tersebut akan dikembangkan di PPF LIPI akan dicoba untuk memenuhi kebutuhan meteran air di Indonesia. Magnet permanen berbasis Ferit akan dicoba dibuat di PPF – LIPI dan hasilnya dikarakterisasi dan dibandingkan dengan produk magnet untuk meteran air. Umumnya magnet permanen untuk meter air memiliki kuat medan magnet fluks density sebesar 600 dan 950 Gauss. Proses pembuatan magnet permanen yang akan dilakukan mengacu pada standar ukuran magnet pada meter air. Proses pencetakan dilakukan dengan pemberian tekanan sebesar 30 tonfcm 2 terhadap sampel magnet isotropi. Setelah dicetak sampel kemudian disinter pada suhu 1280 C dan ditahan pada suhu tersebut selama 2 jam. Sampel yang telah mengalami proses sinter, kemudian dianalisa sifat fisisnya, seperti densitas sinter. Pengukuran sifat magnet fluks density dilakukan dengan menggunakan Gaussmeter. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai medan magnet rata-rata fluks density adalah sebesar 457,5 Gauss. Hasil ini masih belum mencapai spesifikasi magnet untuk meteran air . Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan magnet permanen dengan harga medan magnet sebesar 600 - 950 Gauss dan susut bakar yang sesuai dengan kebutuhan komponen magnet permanen untuk meter air. Iwan Yusan, 2012 Pada penelitian ini pembuatan magnet permanen untuk meter air berbasis Barium Heksaferit atau BaFe 12 O 19 merupakan bahan material hard magnet. Dari Universitas Sumatera Utara data penelitian bahwa Barium Heksaferit memiliki nilai induksi remanensi magnetic Br sebesar 3200 Gauss, koersivitas 3000 Oe, energi produk 2,5 MOe, temperatur curie T c 450 C, serta resistivitas ρ ~10 4 Ωm, ketahanan terhadap korosi yang sangat baik dan didukung oleh harganya yang relatif murah. Akmal Johan, 2010

1. 2. Perumusan Masalah

Barium Heksaferit adalah magnet permanen yang dibuat dengan metode powder metalurgi, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh komposisi bahan baku secara stoikiometri dan non- stoikiometri terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen. 2. Bagaimana pengaruh temperatur sinter terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen. 3. Bagaimana pengaruh komposisi aditif H 3 BO 3 terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen.

1. 3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menguasai teknik pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit 2. Menganalisa pengaruh komposisi bahan baku secara stoikiometri dan non stoikiometri terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen yang dibuat. 3. Menyelidiki pengaruh temperatur sintering terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen yang dibuat. 4. Menyelidiki pengaruh komposisi aditif H 3 BO 3 terhadap sifat magnet dan sifat fisis pada magnet permanen yang dibuat. 5. Menganalisa karakteristik magnet permanen untuk sensor meteran air terhadap karakteristik magnet permanen yang dibuat. Universitas Sumatera Utara

1. 4. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Magnet permanen Barium Heksaferit dibuat dengan menggunakan metode powder metalurgi dari bahan baku Barium karbonat BaCO 3 dan hematit Fe 2 O 3 . 2. Variasi komposisi bahan baku BaCO 3 dan Fe 2 O 3 secara stoikiometri 1:6 dan non stoikiometri 1:6,5 3. Variasi aditif H 3 BO 3 sebanyak 0, 0,5 dan 1 dalam persen berat. 4. Pengujian sifat fisis pada megnet permanen tersebut meliputi : densitas, porositas, dan persentase penyusutan. 5. Analisa struktur kristal dengan menggunakan X-Ray Diffractometer XRD. 6. Pengukuran kuat medan magnet fluks density dengan menggunakan Gaussmeter, sifat magnet BH curve dengan menggunakan permagraf dan melihat morfologi dengan SEM EDX.

1. 5. Manfaat Penilitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat membuat magnet permanen Barium Heksaferit dengan metode Metalurgi Serbuk yang menghasilkan kuat medan magnet 600-950 Gauss untuk mencapai karakteristik standar magnet permanen pada meter air.

1. 6. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan Skripsi ini mencakup beberapa bab dan subbab seperti dijelaskan di bawah ini : BAB 1 Pendahuluan Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB 2 Tinjauan Pustaka Universitas Sumatera Utara Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan. BAB 3 Metodologi Penelitian Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penenlitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, pembuatan sampel dan pengujian sampel. BAB 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian. BAB 5 Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diproleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan multiple port lubang disekitar measuring chamber untuk menghasilkan pancaran air yang berlawanan dengan impeler yang berbanding lurus dengan kecepatan aliran air yang melewati chamber tersebut. Magnet dan roda gigi mengubah jumlah putaran menjadi volume yang ditampilkan dalam display register. Meter air tipe multi jet diperlihatkan pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Meter air dengan tipe multi jet Pada gambar 2.1. dari penampang melintang tersebut tampak posisi turbin yang digunakan sebagai rotor yang dialiri air. Kecepatan putar turbin tersebut bergantung pada kecepatan aliran air debit. Posisi magnet permanen juga diperlihatkan berada di atas turbin yang disusun menyambung dengan magnet permanen. Pada fix gear terdapat magnet permanen yang dapat menghasilkan tegangan listrik yang digunakan sebagai sensor debit aliran air sesuai dengan hukum Faraday. Semakin cepat debit air yang melewati meter air tersebut maka tegangan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan memutar skala ukur air lebih cepat. Oleh karena itu, kekuatan magnet permanen pada meter air jenis multi jet ini menjadi sangat penting. Pada meteran tipe multi jet, aliran air akan memutar magnet permanen Barium Heksaferit sehingga akan dihasilkan perubahan fluks magnet sesuai dengan hukum Faraday yang dideteksi sebagai sinyal listrik induksi yang digunakan pada prinsip sensor meter air, seperti pada persamaan 2.1. Perubahan fluks magnet ∆Φ terhadap waktu inilah yang akan menghasilkan tegangan listrik Universitas Sumatera Utara ε untuk memutar angka penunjuk pada meter air sehingga dapat diketahui besar jumlah pemakaian air. Besarnya fluks magnet sangatlah dipengaruhi oleh luas permukaan A dan medan magnet permukaan B dari magnet permanen yang diperlihatkan pada persamaan 2.2. 2.1 Dimana : ∆Φ = fluks magnet ε = tegangan listrik ∆t = waktu dengan diketahui, 2.2 Dimana : ∆Φ = fluks magnet B = medan magnet permukaan A = luas permukaan Pada penelitian sebelumnya telah dibuat magnet permanen Barium Heksaferit untuk komponen meter air dengan beberapa metode, antara lain solid- solid mixing dan koopresipitasi. Berdasarkan hasil magnet skala lab tersebut telah dihasilkan magnet permanen dengan spesifikasi remanensi magnet Br sebesar 2,67 kG, koersivitas 89,4 kAm, dengan densitas magnet yang mencapai 4,34 gcm 3 . Namun nilai tersebut belum memenuhi syarat bila digunkan sebagai komponen meter air impor yang memiliki spesifikasi Br = 2,45 kG, koersivitas = 135,2 kAm, BHmax 1,13 MGOe, densitas = 5,00 gcm 3. Novrita idayanti, 2002 Ukuran Magnet sensor untuk alat meter air memiliki diameter luar sekitar 8 mm dan diameter dalam 4 mm dan tebal 3,5 mm. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Magnet untuk meter air Dalam pembuatan magnet permanen ini bahan baku yang digunakan adalah BaCO 3 dan Fe 2 O 3 yang menghasilkan Barium Heksaferit atau BaFe 12 O 19. Iwan Yusan dkk, 2012 2.2.Magnet Permanen Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas intrinsik, Hc serta temperatur Curie, Tc yang tinggi. Azwar Manaf, 2013 2.3.Perkembangan Magnet Permanen Di awal abad 19, baja martensit digunakan sebagai magnet permanen. Baja tersebut dengan kandungan Co ~ 30-40 dapat menghasilkan magnet permanen dengan Br ~0,90 T dan maximum energy product BH max ~7,6 kJ.m -3 . Magnet baja martensit dengan kandungan cobalt ini merupakan magnet terbaik pada waktu tersebut. Namun dalam beberapa puluh tahun belakangan, telah terjadi perkembangan yang pesat dalam penelitian dibidang magnet permanen sehingga sejumlah fasa magnetik baru dengan energi yang lebih tinggi telah ditemukan. Magnet Alnico misalnya, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an, terdiri dari sejumlah elemen logam transisi Fe, Co, Ni memiliki nilai BH max dua kali lebih besar dari magnet baja. Pada tahun 1950-an, dikembangkan magnet permanen kelas keramik dengan formula MOFe 2 O 3 6 dimana M adalah Barium atau Stronsium yang Universitas Sumatera Utara kemudian dikenal sebagai magnet ferit. Bila dibandingkan dengan magnet alnico, magnet ferit memiliki energi dan remanen yang lebih rendah tetapi memiliki koersitivitas yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1970-an untuk pertama sekali ditemukan magnet kelas logam tanah jarang rare earth permanent magnets. Fasa magnetik SmCo 5 dan Sm 2 Co 17 memiliki polarisasi total, J s dan medan anisotropi, H A yang sangat tinggi sehingga berpeluang memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, sebagai keharusan untuk mendapatkan magnet permanen dengan nilai BH max yang tinggi. Popularitas magnet ini dikalangan industri menurun karena harga Co yang sangat mahal serta ketersediaan unsur Sm yang terbatas di bumi. Pada tahun 1980-an, ditemukan magnet tanah jarang baru berbasis fasa magnetik RE 2 Fe 14 B. Unsur RE dapat membentuk fasa RE 2 Fe 14 B tetapi dari sederatan fasa magnetik yang mungkin dari kelas ini, fasa Nd 2 Fe 14 B yang sangat berpeluang untuk memiliki energi yang paling tinggi. 2.4.Kurva Histerisis Sifat-sifat kemagnetan suatu bahan dapat diperlihatkan dalam kurva histerisis yaitu kurva hubungan intensitas magnet H terhadap medan magnet B. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.3 merupakan kurva histerisis untuk ferromagnetik dan ferrimagnetik. Gambar 2.3 Kurva histerisis untuk ferromagnetik dan ferrimagnetik. Pada dasarnya kurva tersebut mempresentasikan suatu proses magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet Universitas Sumatera Utara bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet luar tertentu. Dengan melakukan sederetan proses magnetisasi yaitu penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan serta meningkatkan besar medan magnet luar pada rah tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula maka, magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen membentuk suatu loop. Nicola Spaldine, 2011. Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras. Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 2.4. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Pada gambar 2.4 tampak bahwa setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat negatif dengan membalik arus lilitan, kurva BH akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva BH akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai Universitas Sumatera Utara koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen. Gambar 2.4 Kurva histerisis material magnetik. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan momen koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang yang lebih baik adalah hasil kali BH. BaFe 12 O 19 mempunyai nilai –Hc yang sangat besar, tetapi BHmaks sedang-sedang saja, karena rapat fluks lebih rendah dibandingkan bahan magnet permanen lainnya. 2.5.Barium Heksaferit Magnet dapat dikategorikan menjadi magnet “lunak” dan magnet “keras”. Magnet keras menarik material yang mengalami magnetisasi menuju dirinya. Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang lama. Magnet lunak dapat mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat magnetiknya hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Magnet lunak tidak mengalami magnetisasi yang permanen.Van Vlack, 2004. Untuk hard magnetik material memiliki koersivitas kuat dengan nilai koersivitas diatas 10 kAm dan soft magnetik material mempunyai koersivitas yang lemah dengan nilai koersivitas dibawah 1 kAm Hasan, 2008. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis Gambar 2.5. B Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 histeris material magneta Material lunak, b Material keras Diagram histeresis diatas menunjukkan kurva histeresis untuk material magnetic lunak pada gambar a dan material magnetic keras pada gambar b. H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual, Br yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada gambar 2.5 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet Am dan induksi V.detm 2 merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen. Erini Afza, 2011 Barium Heksaferit termasuk dalam kategori magnet “keras”. Barium Heksaferit tergolong dalam ferimagnetik, Ferimagnetik memiliki arah atom- magnetik yang berlawanan, tetapi tidak seimbang, jadi magnet ini memiliki suatu Universitas Sumatera Utara magnetisasi total. Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, Barium Heksaferit merupakan tipe-M. Tipe-M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit BaM merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya. Darminto dkk, 2011 Barium M-heksaferit atau dikenal dengan sebutan BaM memiliki rumus kimia BaO.6Fe 2 O 3 BaFe 12 O 19 dan struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63mmc. Sel komplek BaM tersusun atas 2 sistem kristal yaitu struktur kubus-pusat-sisi face-centered-cubic dan heksagonal mampat hexagonal-close- packed seperti terlihat pada gambar 2.6. Keduanya tersusun dengan lapisan atom yang sama, satu lapisan di atas lapisan yang lain, dalam setiap lapisan, atom terletak di pusat jaringan. Gambar 2.6 Sel satuan Barium Heksaferit. Sel satuan BaM berisi 2 molekul, atau totalnya 2 x 32 = 64 atom. Inilah yang membuat strukturnya sangat panjang ke arah sumbu z dengan c = 23,2 A ˚ dan a = 5,88 A˚. Ion-ion Ba 2+ dan O 2- memiliki ukuran yang besar, hampir sama dan bersifat non magnetik. Keduanya tersusun dalam model close packed tertutup. Ion Fe 3+ menempati posisi interstisi. Universitas Sumatera Utara Dalam sel satuan BaM, terdapat 10 lapisan dari ion-ion besar Ba 2+ dan O 2 , dengan 4 ion di setiap lapisannya. Delapan dari lapisan-lapisan tersebut adalah oksigen, sedangkan 2 lainnya berisi masing-masing satu ion barium. Seluruh blok dari 10 lapisan tersusun atas 4 blok, 2 blok kubus dan 2 blok heksagonal. Dalam blok kubus tersusun atas ion-ion oksigen yang memenuhi struktur tetrahedral dan oktahedral. Dalam setiap blok heksagonal, ion barium mengganti ion oksigen den letaknya di lapisan tengah, seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Ion yang bersifat magnet dalam barium ferit hanyalah ion Fe 3+ , tiap-tiap ion dengan nilai momen magnetik 5μB yang terletak dalam 3 jenis struktur kristalografi yang berbeda jenisnya yaitu tetrahedral, oktahedral dan heksahedral. Ion-io Fe 3+ searah dengan bidang lapisan oksigen, yang bisa sejajar atau tegak lurus dengan sumbu-z dalam 0001. Dalam setiap sel satuan terdapat 24 ion Fe 3+ , 4 ion berada di sistem tetrahedral, oktahedral dan 2 ion dalam heksahedral. Terdapat 16 ion dengan spin searah dan 8 ion dengan spin berlawanan. Momen magnet setiap selnya adalah 16 –8 5μB = 5μB sel satuan atau 5μB molekul dari BaO.6Fe2O3. Jumlah ini sebanding dengan 100 emug yang diukur pada magnetisasi saturasi di 0 K. Barium heksaferit merupakan material magnetik dengan medan anisotropik yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan pada frekuensi yang lebih tinggi daripada ferit spinel atau garnet di atas 30 GHz. Kristal magnet anisotropik berasal dari strukturk kristal dengan anisotropik yang tinggi. Pertumbuhan butir struktur kristal tersebut juga bersifat anisotropik, dengan bentuk morfologi seperti bidang heksagonal yang memberikan peningkatan sisi anisotropiknya. Akibatnya, BaM menghasilkan koersifitas tinggi. Syarat itulah yang mestinya harus dimiliki oleh magnet permanen.Noer A’idah, dkk, 2011 2.6.Metode Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk adalah suatu kegiatan yang mencakup pembuatan benda komersial, baik yang jadi atau masih setengah jadi disebut kompak mentah, dari serbuk logam melalui penekanan. Proses ini dapat disertai pemanasan akan tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan Universitas Sumatera Utara atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya meningkat. Produk hasil metalurgi serbuk dapat terdiri dari produk campuran serbuk berbagai logam atau dapat pula terdiri dari campuran bahan bukan logam untuk meningkatkan ikatan partikel dan mutu benda jadi secara keseluruhan. Metalurgi serbuk merupakan proses konvensional yang utama digunakan dalam pembuatan magnet permanen pada skala industri. Baik magnet keramik ferit maupun logam tanah jarang dapat dibuat dengan proses ini. Secara umum, tahapan proses metalurgi serbuk terdiri dari tahapan preparasi alloy dengan komposisi nominal yang direncanakan. Bongkahan alloy dipecahkan menjadi ukuran beberapa mm dalam tahapan pre-milling dan dilanjutkan dengan penghalusan menjadi serbuk berukuran single domain particle pada tahapan milling. Setiap serbuk dengan demikian adalah serbuk kristal tunggal. Serbuk halus ini kemudiaan dipadatkan di dalam suatu cetakan pada tahapan compaction untuk menghasilkan bakalan dengan densitas ~75-80 densitas penuh. Untuk membangkitkan sifat anisotropi magnet permanen, maka proses pemadatan pada tahapan ini harus dilakukan di bawah pengaruh medan magnet. Sampel magnet dengan densitas penuh dapat dicapai dengan proses sintering dan dilanjutkan dengan proses annealing untuk menghasilkan mikrostrukrtur yang tepat. Tahapan proses berikutnya adalah machining agar dicapai bentuk magnet permanen dengan dimensi yang akurat. Sifat permanen kemagnetan magnet permanen diperoleh dalam tahapan akhir yaitu magnetizing. Magnet permanen yang dipersiapakn dengan teknik ini kemudian juga dikenal sebagai magnet sinter.Azwar Manaf, 2013. 2.7.Sintering Sintering adalah suatu proses pengikatan partikel melalui proses pemanasan di bawah titik lebur yang dilakukan selama proses penekanan atau sesudah penekanan. Hampir semua bahan keramik harus disinter untuk menghasilkan struktur mikro dengan sifat yang dibutuhkan. Pada suhu tinggi suhu sintering atom dapat bergerak lebih mudah dan cepat bermigrasi sepanjang permukaan partikel Universitas Sumatera Utara Difusi. Pada temperatur sintering kristalit baru terbentuk pada titik kontak sehingga antar-partikel asli batas menghilang, menjadi batas butir baru rekristalisasi. Leher-seperti sambungan terbentuk antara partikel yang berdekatan seperti dapat dilihat pada gambar 2.7. Sintering disertai dengan peningkatan energi bebas dari sistem. Sumber-sumber yang menimbulkan jumlah energi bebas yang sering disebut sebagai kekuatan pendorong untuk sintering. Kekuatan pendorong utama mungkin adalah Kelengkungan permukaan partikel. Secara skematis proses sintering dapat ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut : Gambar 2.7. Skematis proses sintering. Ada tiga tahapan dibedakan dalam sintering. Tahap pertama, dua hal terjadi pada partikel bubuk ketika mobilitas atom permukaan telah menjadi cukup tinggi, permukaan awalnya kasar dari partikel adalah merapikan dan pembentukan leher terjadi. Tahap Kedua, densifikasi dan penyusutan pori. Jika batas butir terbentuk setelah tahap pertama, ini adalah sumber baru atom untuk mengisi daerah cekung yang mengurangi permukaan luar partikel. Tahap ketiga, pertumbuhan butir terjadi, pori-pori pecah dan membentuk gelembung bola tertutup. Tahap dalam sintering kering dapat ditampilkan pada gambar 2.8 sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8. Tahapan yang terjadi dalam proses sintering. Enam mekanisme yang terjadi pada proses sintering yaitu evaporasi dan kondensasi, difusi permukaan, difusi kisi pada permukaan, difusi batas butir, Difusi kisi dari batas butir, diufusi volum. 2.8.Analisa dan karakterisasi 2.8.1. Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa m dengan volume v dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut M M. Ristic, 1989 : 2.3 Dimana: ρ = Densitas gramcm 3 m = Massa sampel gram v = Volume sampel cm 3 Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur bulk density digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 2.4 Dimana: Dimana : ρ = Densitas sampel gcm 3 ρ air = Densitas air gcm 3 = Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jam g Massa sampel dalam air g

2.8.2. Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-

lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat volume kosong dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 sampai dengan 90 tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: 2.5 Dimana: Dimana: P = Porositas = Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jam dan direbus 1 jam g Universitas Sumatera Utara

2.8.3. Pengujian DTA

Serbuk hasil sintesis yang telah dikeringkan selanjutnya diuji DTA untuk mengetahui temperatur terjadinya transformasi fasa pada bahan. DTA Differential Termal Analizer merupakan analisis termal yang mengukur perbedaan suhu ΔT antara sampel dan material referen yang inert sebagai fungsi dari suhu. DTA adalah alat untuk melakukan analisis termal dengan tujuan penentuan reaksi keadaan padat, dekomposisi termal, terjadinya transisi fasa dan penentuan diagram fasa.

2.8.4. Pengujian XRD

Uji difraksi sinar X XRD dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar- X dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer berikut : 2.6 dengan D adalah ukuran diameter kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan λ = 0,154056 nm, adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih. Gambar 2.9 : Geometri sebuah Difraktometer sinar X. Ada 3 komponen dasar suatu difraktometer sinar X yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Sumber Sinar X 2. Spesimen Bahan Uji 3. Detektor sinar X Ketiganya terletak pada keliling sebuah lingkaran yang disebut Lingkaran pemfokus. Sudut antara permukaan bidang spesimen dan sumber sinar X adalah sudut Bragg Ө. Sudut antara projeksi sumber sinar X dan detektor adalah 2Ө. Atas dasar ini pola difraksi sinar X yang dihasilkan dengan geometri ini sering dikenal sebagai Penyidikan scans Ө - 2Ө theta-dua theta. Pada geometri Ө - 2 Ө sumber sinar X-nya tetap, dan detektor bergerak melalui suatu jangkauan range sudut . Jejari radius lingkaran pemfokus tidak konstan tetapi bertambah besar bila 2 Ө berkurang. Range pengukuran 2Ө biasanya dari 0 hingga sekitar 170 . Pada eksperimen tidak diperlukan menyidik seluruh sudut tersebut, pemilihan rangenya tergantung pada struktur kristal material jika dikenal dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh pola difraksinya. Untuk spesimen yang tak dikenal range sudut yang besar sering dilakukan karena posisi refleksi- refleksinya belum diketahui. Geometri Ө - 2Ө umumnya digunakan, walaupun masih ada geometri yang lain seperti geometri Ө - Ө theta-theta dimana detektor dan sumber sinar X keduanya bergerak pada bidang vertical dalam arah yang berlawanan di atas pusat spesimennya. Pada beberapa bentuk analisis difraksi sinar X sampel dapat dimiringkan dan dirotasikan sekitar suatu sumbu ψ psi . Lingkaran difraktometer pada gambar 2.9 berbeda dari lingkaran pemfokusnya. Lingkaran difraktometer berpusat pada specimen dan detektor dengan sumber sinar X keduanya berada pada keliling lingkarannya. Jejari lingkaran difraktometer adalah tetap. Lingkaran difraktometer juga dinyatakan sebagai lingkaran goniometer. Goniometer adalah komponen sentral dari suatu difraktometer sinar X dan mengandung pemegang sampel sample holder. Pada kebanyakan difraktometer serbuk goniometernya adalah vertikal. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 1 April sampai 31 Juni 2013 dibeberapa tempat laboratorium, yaitu: 1. Laboratorium Rekayasa Material, Pusat Penelitian Fisika P2F Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI kawasan Puspiptek, Serpong. 2. Sentra Teknologi Polimer STP Badan Pengkajian Teknologi Polimer BPPT Puspiptek, Serpong. 3. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi P2ET LIPI Bandung. 4. Pusat Laboratorium Terpadu PLT Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2.Bahan dan Peralatan Penelitian 3.2.1. Bahan 1. Barium Karbonat BaCO 3 Berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet permanen Barium Heksaferit. 2. Hematit Fe 2 O 3 Berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet permanen Barium heksaferit. 3. Boric Acid H 3 BO 3 Berfungsi sebagai bahan additve untuk meningkatkan densitas magnet permanen yang akan dibuat. 4. Polimer Celuna WE – 518 Berfungsi sebagai perekat matriks bahan magnet permanen 5. Aquades Berfungsi sebagai media pencampur wet milling bahan baku pada saat proses milling dengan menggunakan Planetary Ball Milling PBM. Universitas Sumatera Utara

3.2.2. Peralatan Penelitian

1. Planetary Ball Mill PBM Berfungsi untuk menggiling dan campuran bahan baku sehingga relatif lebih homogen. 2. Impulse Magnetizer K-series Berfungsi untuk memberikan medan magnetik luar pada sampel magnetisasi. 3. Thermolyne Furnace High Temperature tipe 46200 Berfungsi untuk proses kalsinasi dan proses sintering sampel dengan temperatur maksimal 1200 C. 4. Oven Berfungsi untuk mengeringkan sampel setelah mengalami pencampuran dan pencetakan. 5. Magnetic Field Press Berfungsi untuk menyearahkan domain-domain partikel magnet. 6. Hydraulic Press Hydraulic Jack Berfungsi untuk mencetak serbuk magnet dengan cara cold compaction sehingga terbentuk sampel uji dengan kekuatan tekan tertentu dengan kapasitas maksimum tekanan 100 ton. 7. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C Berfungsi sebagai alat karakterisasi intensitas magnetik dari sampel. 8. X-Ray Difraktometer XRD Berfungsi sebagai alat karakterisasi struktur kristal fasa dari sampel. 9. Scanning Electron Microscope SEM EDX Berfungsi sebagai alat untuk melihat morfologi sampel. 10. Gaussmeter Berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet flux density sampel. 11. Jangka Sorong Berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal sampel. Universitas Sumatera Utara 12. Neraca Digital Berfungsi untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan magnet. 13. Molding Berfungsi untuk mencetak sampel berbentuk pelet desk yang berdiameter 2cm. 14. Spatula Berfungsi sebagai alat bantu untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk. 15. Gelas ukur pyrex, 1000 ml Berfungsi untuk mengukur volume aquades, proses pencampuran serbuk dan sebagai tempat aquades saat pengukuran densitas sampel. 16. Mortar Berfungsi sebagai alat bantu penghancuran serbuk sehingga menjadi butiran kecil. 17. Seive 400 mesh Berfungsi sebagai pengayak serbuk magnet. 18. Bola-bola besi Berfungsi sebagai pengaduk bahan pada saat proses milling agar homogen. 3.3.Tahapan Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi: preparasi serbuk, pencampuran dalam media aquades menggunakan Planetary Ball Milling PBM, pengeringan, kalsinasi, penghalusan butiran media penggerusan dengan mortar, pencetakan, proses sinter, magnetisasi, dan pengukuran karakterisasi bahan. Berikut ini adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan: Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1 Tahapan Peneletian Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Permanen Barium Heksaferit DTA Sintering dengan variasi temperatur 1120, 1150, 1170 C ditahan selama 2 jam Karakterisasi : - sifat fisis : densitas, porositas, susut bakar, SEM EDX. - sifat magnet : fluks density, intensitas magnet. Timbang serbuk BaCO 3 secara stoikiometri dan non stoikiometri. Timbang serbuk Fe 2 O 3 secara stoikiometri dan non stoikiometri. Campur dan wet milling selama 20 jam. Pengeringan di oven 100 C selama 24 jam Kalsinasi 1000 C selama 2 jam Penggerusan dan Pengayakan lolos 400 mesh Pencampuran seluna 3 wt dan Boric Acid 0; 0,5; 1 wt Pencetakan kompaksi dengan tekanan 5 ton dan orientasi anisotropi. XRD Universitas Sumatera Utara

3.3.1. Pencampuran Bahan Baku

Tahapan preparasi serbuk Barium Heksaferit dilakukan dengan menggunakan serbuk Hematite Fe 2 O 3 dan serbuk Barium Carbonate BaCO 3 secara stoikiometri dan non stoikiometri. Hematit dan Barium Karbonat dicampur dengan media aquades dan menggunakan Planetary Ball Milling PBM. Proses pencampuran dilakukan selama 20 jam.

3.3.2. Proses Pengeringan

Tahap selanjutnya adalah pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan campuran hematite dan barium carbonat berbentuk solid untuk selanjutnya dikalsinasi. Pengeringan dilakukan pada temperatur 100 C selama 24 jam dengan menggunakan oven.

3.3.3. Proses Kalsinasi

Tahap selanjutnya kalsinasi, kalsinasi adalah proses pembakaran serbuk untuk mereaksikan bahan baku menjadi fasa yang diinginkan. Kalsinasi dilakukan pada temperatur 1000 C dengan kenaikan 3 C per menit ditahan selama 2 jam. Tujuan dari kalsinasi ini untuk mereaksikan Hematite Fe 2 O 3 dan Barium Carbonate BaCO 3 yang akan membentuk Barium Heksaferit, dan mendapatkan serbuk keramik dengan ukuran yang maksimum. Serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fasa kristalin. Pemanasan saat kalsinasi membuat sampel mengeras dan berubah menjadi gumpalan, oleh karena itu setelah kalsinasi dilakukan penghalusan menggunakan mortar dengan cara digerus. Untuk mengetahui fasa dari serbuk hasil kalsinasi, maka dilakukan analisa struktur dengan menggunakan X-Ray Diffractometer XRD. Universitas Sumatera Utara

3.3.4. Pembuatan Sampel Uji

Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry pressing cetak kering. Proses pembentukan sampel dengan penekanan dry pressing ini dengan tambahan seluna WE-518 sebagai bahan perekat sebanyak 3wt dan Boric Acid sebagai aditif sebanyak 0, 0,5, 1 wt yang dicampurkan merata dengan serbuk Barium Heksaferit. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam cetakan, dinding cetakan terlebih dahulu dilapisi diolesi dengan pelumas agar mempermudah proses kompaksi penekanan. Serbuk magnet dimasukkan ke dalam cetakan dan dilakukan penekanan dengan magnetic field press ditahan selama 2 menit kemudian dilakukan penekanan kompaksi dengan hydraulic Jack press kapasitas 5 ton 150kgfcm 2 ditahan selama 1 menit. Proses kompaksi ini melalui orientasi partikel magnet anisotropi, dimana medan magnet yang dihasilkan oleh arus listrik pada coil. Adapun desain alat magnetisasi disesuaikan dengan cetakan agar mudah dikeluarkan dari cetakan dan tidak hancur pada saat pengeringan. Hasil cetakan berupa pelet dengan ukuran rata-rata diameter luar 70 mm dan diameter dalam 20 mm dan tebal 10 mm.

3.3.5. Proses Sintering

Sintering adalah pengikatan massa partikel pada sampel oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan temperatur sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan magnet permanen keramik ini. Proses sintering pada magnet permanen dilakukan dengan cara pemanasan sampel yang telah dicetak dalam tungku listrik furnace pada suhu 1120 C, 1150 C dan 1170 C ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dimagnetisasi dengan Magnetizer pada tegangan 1500 volt. Universitas Sumatera Utara 3.4.Variabel Eksperimen 3.5.1. Variabel Penelitian Variasi komposisi perbandingan Barium Carbonate BaCO 3 dan Hematite Fe 2 O 3 secara stoikiometri yaitu 1 : 6 dan non stoikiometri yaitu 1 : 6,5.

3.5.2. Variabel Percobaan yang Diuji

a. Sifat Fisis - Densitas, Porositas dan susut bakar. b. Analisis Struktur Kristal - XRD X-Ray Diffractometer c. Analisis sifat Magnet - Kurva Histerisis – Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C - Fluks density – Gaussmeter. 3.5.Karakterisasi Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : sifat fisis densitas, porositas dan susut bakar, analisis struktur kristal, analisis sifat magnet kurva Histerisis dan Fluks Density, dan morfologi magnet dengan SEM-EDX.

3.5.1. Densitas

Nilai densitas suatu sampel adalah ukuran kepadatan dari suatu sampel yang dapat dihasilkan dari beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan metode Archimedes dengan air sebagai medianya. Langkah kerja untuk menentukan besarnya densitas gcm 3 suatu sampel yaitu: 1. Sampel yang telah disinter dikeringkan di oven pada temperatur 80 C selama 1 jam. 2. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca. 3. Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan kawat sebagai massa sampel kering Mk. Universitas Sumatera Utara 4. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker. 5. Mencelupkan sampel ke dalam beaker glass yang berisi air, sebagai massa dalam air Mg. 6. Merendam sampel dalam media air selama 24 jam, kemudian dilap dan ditimbang sebagai massa basah Mb. 7. Menghitung densitas sampel dengan persamaan 2.4.

3.5.2. Porositas

Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini juga menghasilkan perbandingan sampel mana yang memeiliki nilai terbaik. Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas suatu sampel yaitu: 1. Tuangkan aquadesh kira-kira ¾ dari volume gelas beaker ke dalam beaker gelas, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira- kira 100 C. 2. Sampel dicelupkan ke dalam gelas beaker yang berisi air panas selama 1 jam. 3. Sampel yang telah direndam dalam aquades panas kemudian direndam dalam aquades dingin selama 24 jam. 4. Sampel ditimbang sebagai massa basah Mb. 5. Sampel dikeringkan di oven pada temperatur 80 C selama 1 jam, kemudian ditimbang sebagai masa kering Mk. 6. Dihitung densitas sampel dengan persamaan 2.5.

3.5.3. Susut Bakar

Susut bakar merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering. Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO 2 dan difusi partikel. Langkah kerja untuk menentukan besarnya susut bakar suatu sampel yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Sampel yang telah dicetak diukur diameter cm dan tebal cm dengan menggunakan jangka sorong, sebagai diameter awal d dan tebal awal t . 2. Timbang massa sampel g sebagai massa awal m . 3. Dihitung volumenya cm 3 sebagai volume awal v . 4. Sampel disintering dengan temperatur yang telah ditentukan. 5. Sampel yang telah disinter diukur diameter cm dan tebal cm dengan menggunakan jangka sorong, sebagai diameter sinter d s dan tebal sinter t s . 6. Timbang massa sampel g sebagai massa sinter m s . 7. Dihitung volumenya cm 3 sebagai volume awal v . 8. Dihitung penyusutan dengan yang terjadi dengan persamaan berikut : Dimana : sb = persen penyusutan V = Volume sebelum disintering V s = Volume sesudah disintering

3.5.4. Sifat Magnet

Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan nilai induksi remanensi Br dan gaya koersif Hc. Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.

3.5.5. Struktur Kristal

Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian X-Ray Diffraction XRD. X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi 2 ϴ dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah 3.1 Universitas Sumatera Utara untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.

3.5.6. Scanning Electron Microscope SEM

Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah untuk mengetahui morfologi suatu material. SEM berkerja dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis.Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh tumbukan dengan elektron sampel. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Differential Temperature Analysis DTA

Pada gambar 4.1 menunjukkan hasil kurva DTA dari material magnet Barium Heksaferit dengan perbandingan bahan baku yang dilakukan secara stoikiometri dan non stoikiometri. Gambar 4.1. Hasil DTA a stoikiometri dan b non stoikiometri Untuk komposisi bahan baku yang dilakukan secara stoikiometri, dimana reaksi mulai terbentuknya fasa Barium Heksaferit BaO.6Fe 2 O 3 yaitu pada puncak endotermis seperti terlihat pada gambar 4.1 a adalah pada suhu 816 C. a b Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk komposisi non stoikiometri seperti terlihat pada gambar 4.1 b adalah pada suhu 810 C. Dari hasil penelitian R.Nowosielski et al 2007 diketahui bahwa untuk perbandingan antara BaO : Fe 2 O 3 yaitu 1:6 dan 1:6,5 suhu terbentuknya fasa Barium Heksaferit adalah berkisar antara 800 - 1500 C. Oleh karena itu berdasarkan hasil kurva DTA dan penelitian R.Nowosielski et al maka pada penelitian ini ditetapkan suhu kalsinasi adalah 1000 C dan ditahan pada suhu tersebut selama 2 jam.

4.2. Karakterisasi Struktur