lingkungan dan kesehatan

(1)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Kesehatan Masyarakat

2.1.1 peradaban awal

Secara umum, tidak ada catatan mengenai praktik kesehatan komunitas yang paling awal. Mungkin praktik tersebut berupa pantangan untu berdefekasi didalam wilayah permukiman suku atau didekat air minum. Mungkin juga berupa ritual yang berkaitan dengan pemakaman orang yang meninggal. Tentu saja, penggunaan ramuan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit dan bantuan masyarakat saat persalinan bayi merupakan praktik yang sudah ada mendahului keberadaan teknologi.

2.1.2 masyarakat kuno (sebelum 500 SM)

Temuan arkeologi dari lembah Indus di India Utara, bertanggal sekitar 2000 SM, memberikan bukti adanya kamar dan system drainase di dalam rumah dan saluran pembuangan air yang terletak lebih rendah dari permukaan jalan. System drainase juga ditemukan diantara reruntuhan Kerajaan Mesir Kuno pertengahan (2700-2000 SM). Orang-orang Myceneans, yang tinggal di Crete pada 1600 SM telah memiliki toilet, system pengontrolan, dan saluran pembuangan air. Resep onat tertulis untuk obat-obatan berhasil 2100 SM. Sampai akhir 1500 SM sudah lebih dari 700 obat yang telah dikenal orang Mesir.

Tulisan paling awal yanh berkaitan dengan kesehatan masyarakat adalah Hukum Hammurabi (Code of Hammurabi), raja terkenal dari Babiliona, yang hidup 3900 tahun lalu. Hukum Hammurabi juga membuat undang-undang yang berkaitan dengan praktik dokter dan kesehatan. Bible’s of Book of Leviticus, yang ditulis sekitar 1500 SM, memberikan petunjuk mengenai kebersihan personal, sanitasi perkemahan, desinfeksi sumur, isolasi penderita lepra, pembuangan sampah dan hygiene maternitas.

2.1.3 budaya klasik (500 SM-500 M)

Ilmu pengetahuan dari orang Babiliona, Mesir, Yahudi, dan suku lainnya di Mediterania timur tercakup dalam filosofi kesehatan dan kedokteran. Orang yunani juga aktif dalam menjalankan sanitasi komunitas, mereka memasok sumur-sumur kota setempat dnegan air yang diambil dari pegunungan. Kemudian, orang Romawi mengembangkan teknologi Yunani dengan membangun saluran air yang lebih panjang, membangun system pembuangan air, pembuangan sampah, pembersihan jalan dan perbaikannya.

2.1.4 abad pertengahan (500-1500 M)

Merupakan akhir dari kekaisaran romawi di wilayah barat sampai tahun 1500 M dan disebut “zaman kegelapan” karena banyak kepercayaan ritual umat kristiani yang menyalahgunakan kekuatan supranatural sebagai


(2)

penyebab penyakit. Penyakit epidemic yang paling mematikan adalah pes. Dengan kata lain, era spiritual kesehatan masyarakat (spiritual era of public health), dimana masa selama ababd pertengahan saat penyebab penyakit menular dikaitkan dengan dengan kekuatan spiritual.

2.1.5 zaman renaissance dan penjajahan (1500-1700 M)

Dizaman ini muncullah pemikiran tentang penyakit menular sejenis pes dikaenakan factor lingkungan bukan factor spiritual, karena penyakit pes menyerang orang yang suci dan orang pendosa. Contoh, istilah malaria (yang berarti udara kotor) merupakan sebutan khas untuk udara yang lembab dan basah yang kerap menjadi sarang nyamuk yang menularkan malaria. Observasi lebih lanjut menemukan pengenalan gejala dan akibat suatu penyakit. Observasi ini mengarah pada penyakit batuk rejan, tifus,scarlet fever, malaria sebagai penyakit khas yang berbeda. Epidemic penyakit cacar, malaria, pes ditularkan oleh penjajah, awak kapal kepada penduduk jajahanyan.

2.1.6 abad kedeapan belas

Abad ini ditandai dengan perkembangan era industry. Kondisi ini tidak kondusif untuk kesehatan. Dan pada tahun 1796, Dr. Edward Jenner berhasil memperagakan proses vaksinasi sebagai perlindungan terhadap penyakit cacar. Untuk mengatasi epidemic yang berkelanjutan dan banyak masalah kesehatan lainnya, misalnya kebersihan dan perlindungan tersediaan persedian air, dibentuklah beberapa lembaga kesehatan pemerintah. Yakni marine hospital service pada tahun 1798.

2.1.7 abad kesembilan belas

Pada paruh waktu di abad ini terjadi kemajuan luar biasa di bidang kesehatan. Karena metode pertanian yang lebih baik menyebabakan perbaikan gizi bagi banyak orang. Tapi, epedemi masih berlanjut ikota besar Eropa dan Amerika. Tahun 1849, epidemic kolera menyerang London. Dr. John Snow mempelajari epidemic ini dan mengajukan hipotesis bahwa penyakit ini disebabkan oleh konsumsi air dari pomo board street. Teori tersebut disebut dengan “teori miasmas”, menut teori ini uap dan bau tak sedap (miasmas) yang keluar dari tanah merupakan sumber dari bahan penyakit.

Era modern kesehatan masyarakat ditandai dalam tahun 1850, tapi ada beberapa kendala pada kembangan itu yaitu teori perkembangan spontan, pemikiran ini menyatakan organisme hidup dapat berkembang dari benda anorganik. Serupa dengan teori ini adalah pemikiran bahwa satu jenis mikroba dapat berubah menjadi organisme yang lain.

Periode bakteriologis kesehatan masyarakat (bacteriological period of public health) pada periode 1875-1900, yang selama itu banyak ditemukan penyebab penyakit bacterial.


(3)

Saat dimulai abad ke-20, angka harapan hidup masih kurang dari 50 ahun. Penyebaba kematian adalah penyakit menular-influensa, pneumonia, tuberkolosis, infeksi saluran pencernaan. Penyakit menular lain yakni demam tifoif, malaria, difteri. Jutaan anaka mengalami difensiai vitamin yang berjalan lambat yang ditandai dengan gejala diare tidak menular, gejala pellagra dan rakitis. Defisinsi vitamin adalah salah satu pemicunya, kesehatan gigi yang buruk. Tidak tersediaan layanan prenatal dan pascanatal menyebabkan kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran.

2.1.8 periode perkembangan sumber daya kesehatan (1900-1960)

Pada tahun-tahun ini, ditandai dengan pesatnya pertumbuhan fasilitas dan penyelenggaraan layanan kesehatan. Fase reformasi kesehatan masyarakat (reform phase of public health) periode tahun 1900-1920, ditandai dengan adanya pergerakan social untuk meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat di kota dan di tempat kerja.

2.1.9 periode rekayasa social (1960-1973)

Pada tahun 1960-an menandai awal suatu periode dengan pemerintah federal yang mulai aktif dalam menangani masalah kesehatan. Pada tahun 1935, kongres mengsahkan Medicare dan Medicaid bills. Medicare membantu dalam asuransi kesehatan dari pemerintah untuk lansia daan penyandang cacat. Medicaid asuransi kesehatan dari pemerintah untuk kaum miskin.

2.1.11 periode promosi kesehatan (1974-sekarang)

sebagian besar akademisi, pembuat keputusan dan praktisi dalam bidang promosi kesehatan memilih tahun 1974 sebagai titik balik yang menandai dimulainya promosi kesehatan sebagai komponen penting dalam kebijakan kesehatan nasional di adab-20. Health people tahun 2010 merupakan kumpulan dari ketiga tujuan khusus kesehatan pemerintah AS yang menetapkan agenda kesehatan Nasional dan memandu kebijakan ksehatannya (McKenzie, 2007).

2.1.11 Berikut sejarah perkembangan Kesehatan masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)

Abad Ke-16, Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Tahun 1807, Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888, Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan


(4)

Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi. Tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.

Tahun 1927, STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia. Tahun 1930, Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Tahun 1935, Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951, Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas. Tahun 1952, Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan. Tahun 1956, Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis. Tahun 1967, Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.

Tahun 1968, Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten. Tahun 1969, Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di


(5)

tiap Propinsi. Tahun 1979, Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.

Tahun 1984, Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi). Awal tahun 1990-an, Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Annonymous,2012).

2.2 Definisi kesehatan masyarakat

Kata health berasal dari hal, yang berarti “hale, sound, whole” (kuat, baik, utuh). Hal itu berkaitan dengan kesehatan manusia. Kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan social bukan saja tidak terdapatnya penyakit dan kelemahan fisik dan mental. Namun, kata tersebut mengambil pendekatan yang lebih holistic; Hanhn dan Payne menjelaskan kesehatan masyarakat dalam bentuk enam dimensi yang interaktif dan dinamis, yakni dimensi fisik, emosional, social, intelektual, spiritual, dan dimensi okupasional (MkKenzie, 2007).

Dimensi fisik, merupakan kesehatan fisik berfokus pada tubuh: seberapa baik tubuh itu berfungsi dan seberapa baik Anda merawatnya. Kesehatan fisik optimal meliputi aktif secara fisik, makan bergizi, dan mendapatkan tidur yang cukup, membuat putusan yang bijaksana mengenai seks, minuman keras, dan obat-obatan terlarang, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindari luka dan penyakit menular. Dimensi intelektual, merupakan kesehatan intelektual ditandai dengan kemauan untuk mengambil tantangan intelektual baru, suatu keterbukaan terhadap ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru, suatu kemampuan untuk berpikir secara kritis, dan suatu rasa humor dan ingin tahu. Orang-orang yang memiliki kesehatan intelektual tingkat tinggi tidak hanya mengenali masalah secara cepat, melainkan juga mencari dan menciptakan solusi. Sifat-sifat ini penting tidak hanya selama masa pendidikan formal Anda, tetapi juga sepanjang hayat Anda. Dimensi Psikologis, Kesehatan psikologis merupakan http://kuliah3.blogspot.com


(6)

kategori luas yang meliputi otonomi, penerimaan-diri, dan kemampuan untuk menanggapi dengan tepat lingkungan kita. Kategori ini juga mencakup kemampuan untuk mempertahankan hubungan yang sehat dengan orang lain dan untuk mengejar tujuan-tujuan yang bermakna. Akhirnya, orang-orang yang sehat-psikologis itu merasa bahwa mereka senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai individu.

Dimensi Spiritual, Terkait erat dengan kesehatan psikologis ialah kesehatan spiritual, yang dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai yang kita anut dan cara-cara pengungkapan kita--contohnya dalam kegiatan kemanusiaan, ibadah keagamaan, atau pun upaya untuk menjaga kelestarian alam. Kesehatan spiritual itu berkontribusi terhadap rasa makna hidup dan dapat menjadi sumber dukungan ketika kita menghadapi tantangan-tantangan. Dimensi Sosial, Kesehatan sosial memaparkan kualitas interaksi dan hubungan kita dengan orang-orang lain. Seberapa memuaskankah hubungan Anda dengan keluarga, teman, dosen, dan orang-orang lain di kehidupan Anda? Bagaimana perasaan Anda mengenai kemampuan Anda untuk memenuhi peran sosial, misalnya sebagai teman atau pun selaku sukarelawan di lingkungan tempat tinggal Anda? Kesehatan sosial yang baik itu juga ditandai dengan kemampuan untuk saling menyediakan dan menerima dukungan dengan orang lain. Dimensi lingkungan, kesehatan environmental memaparkan mutu lingkungan rumah, pekerjaan, sekolah, dan sosial kita--sebagaimana kesehatan planet kita. Kualitas udara, ketersediaan air bersih dan makanan bergizi, tingkat kejahatan, cuaca, polusi, dan keterlindungan terhadap zat-zat kimia merupakan beberapa gelintir saja dari variabel-variabel yang mempengaruhi kesehatan environmental. Dimensi pekerjaan, kesehatan okupasional memaparkan mutu hubungan Anda dengan pekerjaan Anda. Pekerjaan itu bukan hanya yang mendapatkan bayaran. "Pekerjaan" Anda bisa terdiri dari studi Anda, menjadi ibu rumah tangga, atau apa pun yang Anda anggap pekerjaan utama Anda. Apakah pekerjaan Anda ini terasa memuaskan? Apakah Anda memiliki peluang untuk maju dan belajar? Apakah Anda merasa dihargai oleh rekan kerja Anda? Tantangan terhadap kesehatan okupasional itu mencakup stres, kurangnya kepuasan kerja, hubungan yang buruk dengan rekan kerja, kompensasi yang tidak memadai, dan PHK mendadak (anonymous, 2013).

Jadi kesehatan adalah suatu kondisi atau keadaan dinamis yang sifatnya multidimensional dan merupakan hasil dari adaptasi seseorang terhadap lingkungannya; kesehatan merupakan sumber bagi kehidupan da nada dalam berbagai tingkatan. kesehatan masyarakat merupakan status kesehatan sekelompok orang tertentu berikut tindakan dan kondisi dari pihak pemerintah untuk meningkatkan, melindungi, dan mempertahankan kesehatan mereka (MkKenzie, 2007). Rangkaian Sakit-Bugar, Pada tahun 1975, pelopor kebugaran John W. Travis, M.D., menerbitkan sebuah buku tentang rangkaian sakit-bugar (the illness-wellness continuum). Ia memandang rangkaian itu dengan dua ujung


(7)

ekstrem: mati dini pada satu ujung dan bugar tingkat-tinggi pada ujung lain. (Lihat gambar di bawah ini.)

Hampir semua dari kita berada di antara keduanya, beralih antara keadaan merasa sakit, "netral", dan sehat walafiat. Arah umum Anda pada rangkaian tersebut (entah menuju kebugaran optimal, entah menuju kematian dini) itu lebih penting daripada posisi Anda pada waktu kapan saja. Anda mungkin masuk-angin, misalnya, dan terutama merasa tidak sehat--namun kalau Anda merawat diri dan bersikap positif, maka arah umum Anda akan menuju kebugaran yang lebih besar. Begitu pula, Anda mungkin menganggap diri sehat--namun kalau Anda berada di bawah tekanan, makan asal-asalan, dan minum minuman keras berlebihan, maka arah umum Anda pada rangkaian tersebut akan menuju berkurangnya kebugaran.

2.3 Peran serta masyarakat dan filosofi kesehatan 2.3.1 peran serta masyarakat

Peran serta masyarakat dalam kesehatan di atur dalam undang undang, yakni sebgai berikut:

http://kuliah3.blogspot.com

Pasal 71

(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.

(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan agar cepat lebih berdayaguna dan berhasilguna.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serta masyarakat di bidang kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerimah.

Pasal 72

(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan kesehatan dapat dilakukan melalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

UNDANG-UNDANG KESEHATAN BAB VII


(8)

PERAN SERTA MASYARAKAT (PSM) (D.A. Setyawan, 2008) adalah proses dimana individu, keluarga dan lembaga masyarakat termasuk swasta:

1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri, keluarga, dan masyarakat

2. Mengembangkan kemampuan untuk menyehatkan diri, keluarga, dan masyarakat

3. Menjadi pelaku perintis kesehatan dan pemimpin yang menggerakkan kegiatan masyarakat di bidang kesehatan berdasarkan atas kemandirian dan kebersamaan.

2.3.2 filosofi kesehatan

Dasar filosofis kesehatan masyarakat berdasarkan alur pemikiran filosofi memotong ranah kesehatan masyarakat dari keseluruhan alam ontologi, epistemologi, dan etika karena pijakan dasar berfikir adalah bagaimana memahami dan berusaha mengerti akan kesehatan masyarakat itu sendiri. garis tebal dari dasar filosofis kesehatan masyarakat adalah mengenai keseimbangan antara kepentingan masyarakat, populasi dan individu. kepentingan-kepentingan itu muncul dan bermuara pada satu hal yaitu pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.metode ilmiah, analisis dan sintesis memainkan peran kunci dalam filosofi kesehatan masyarakat. kesehatan masyarakat bergantung pada kekuatan kreatif seorang praktisi kesehatan masyarakat, penemuan ilmiah dan akumulasi pengetahuan yang secara obyektif bertumpu pada peristiwa probabilistik.

Dalam perluasan berfikir maka filosofi kesehatan masyarakat juga menggabungkan nilai dan tradisi masyarakat yang relevan dan memberikan landasaran intelektual untuk tindakan yang terorganisir yang meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. meskipun memiliki entitas yang unik, filosofi kesehatan masyarakat terkait erat dengan filsafat politik, ekonomi, sejarah, dan hokum dan beberapa filosofi lainnya (Anonymous,2012).

2.4 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat 1. Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model corestone penelitian kesehatan masyarakat, dan membantu menginformasikan kedokteran berbasis bukti (eveidence based medicine) untuk mengidentifikasikan faktor risiko penyakit serta menentukan


(9)

pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk kedokteran preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin (Universitas Brawijaya), saat ini epidemiologi telah berkembang pesat baik pendalaman ilmunya maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu epidemiologi saat ini juga mencakup epidemiologi bidang pertanian agrokompleks (termasuk perikanan, perkebunan, prikanan) dan mikrobiologi. Perluasan tersebut dirasa perlu karena manfaat epidemiolgi sangat nyata dirasakan dalam bidang-bidang ilmu tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya meliputi peramalan berbasis komputer dan pengelolaan agroekosistem.

Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan cara penanggulangannya.

2. Biostatistik

Biostatistik adalah data atau informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan.Statistik kesehatan sangat bermanfaat untuk kepentingan administratif, seperti merencanakan program pelayanan kesehatan, menentukan alternatif penyelesaian masalah kesehatan, dan melakukan analisis tentang berbagai penyakit selama periode waktu tertentu. Statistik kesehatan dikenal dengan istilah “biostatistik”. Biostatistik terdiri dari dua kata dasar yaitu bio dan statistik. Bio berarti hidup, sedangkan statistik adalah kumpulan angka-angka. Sehingga secara harfiah biostatistik adalah kumpulan angka-angka tentang kehidupan. 3. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Lingkungan menurut WHO adalah “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”. Sementara pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah ”Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

1) Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah : a. Menurut WHO


(10)

1) Penyediaan Air Minum

2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran 3) Pembuangan Sampah Padat

4) Pengendalian Vektor

5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6) Higiene makanan, termasuk higiene susu 7) Pengendalian pencemaran udara

8) Pengendalian radiasi 9) Kesehatan kerja

10) Pengendalian kebisingan 11) Perumahan dan pemukiman

12) Aspek kesling dan transportasi udara 13) Perencanaan daerah dan perkotaan 14) Pencegahan kecelakaan

15) Rekreasi umum dan pariwisata

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaanepidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.

17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

1) Penyehatan Air dan Udara

2) Pengamanan Limbah padat/sampah 3) Pengamanan Limbah cair

4) Pengamanan limbah gas 5) Pengamanan radiasi 6) Pengamanan kebisingan 7) Pengamanan vektor penyakit

8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.

4. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku

Pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi program-program-program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat dan yang mudah dilihat atau diukur, karena pendidikan merupakan behavioral investmen jangka panjang.

Pengetahuankesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku


(11)

kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan.

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan, dan dimensi tempat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya dapat, dapatdikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu 2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan dapat berlangsung diberbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan:

1. Promosi kesehatan, diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi. 2. Perlindungan khusus, misalnya program imunisasi.

3. Diagnosis dini dan pengobatan segera 4. Pembatasan cacat

5. Rehabilitasi, untuk memulihkan kecacatan dari suatu penyakit tertentu. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Perilaku kesehatan itu mencakup:

(1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Tingkat pencegahan penyakit:

 Perilaku peningkatan pemeliharaan kesehatan

 Perilaku pencegahan penyakit

 Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan

 Perilaku pemulihan kesehatan (2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. (3) Perilaku terhadap makanan

(4) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Perubahan-perubahan perilaku dalam diriseseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan


(12)

melalui panca indera. Belajar adalah suatu perubahan perilakku yang didasari oleh perilaku terdahulu.

Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mangolah rangsangan dari luar. Sedangan faktor ekstern meiputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

5. Administrasi Kesehatan Masyarakat

Jika dikaji secara mendalam batasan administrasi kesehatan sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Kornisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat tahun 1974, segera terlihat bahwa ruang lingkup administrasi kesehatan mencakup bidang yang amat luas, yang jika disederhanakan dapat dibedakan atas dua macam yakni:

1) Kegiatan Administrasi

Telah disebutkan bahwa melaksanakan pekerjaan administrasi sama artinya dengan melaksanakan sernua fungsi administrasi. Dengan pengertian yang seperti ini menjadi jelas bahwa kegiatan utama yang dilakukan pada administrasi tidak lain adalah melaksanakan fungsi administrasi itu sendiri, mulai dari fungsi perencanan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan (Terry).

Karena kegiatan utama pada administrasi adalah melaksanakan semua fungsi administrasi maka jelas pula bahwa melaksanakan pekerjaan administrasi tidak sama dengan melaksanakan pekerjaan tata usaha. Pekerjaan administrasi bukan sekedar mengetik, mengagenda dan ataupun menyimpan arsip surat menyurat (office work) yang merupakan pekerjaan pokok seorang tata usaha.

Seseorang yang mengerjakan pekerjaan administrasi berarti adalah seorang administrator atau manajer, karena dalarn mengerjakan administrasi, ia melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian untuk kemudian perencanaan berikutnya.

2) Objek dan Subjek Administrasi

Telah disebutkan bahwa objek clan sgbjek administrasi kesehatan adalah sistem kesehatan. Ini berarti untuk dapat menyelenggarakan administrasi kesehatan perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan sistem kesehatan. Pengertian tentang sistem kesehatan banyak macamnya. Menjabarkan batasan sebagaimana yang dirumuskan oleh WHO (1984), yang dimaksud dengan sistem kesehatan adalah suatu kumpulan dari berbagai faktor yang komplek


(13)

clan saling berhubungan yang terdapat pada suatu negara clan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan clan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok serta masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.

Sistem kesehatan itu sendiri mencakup hal yang amat luas. Jika disederhanakan dapat dibedakan atas dua subsistem. Pertama, subsistem pelayanan kesehatan. Kedua, subsistem pembiayaan kesehatan. Untuk dapat terselenggaranya upaya kesehatan yang baik, kedua subsistem ini perlu ditata clan dikelola dengan sebaik baiknya.

6. Gizi Masyarakat

Kajian selanjutnya dari ruang lingkup Kesehatan Masyarakat adalah Gizi. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari makanan dan minuman. Agar asupan makanan tersebut bermanfaat untuk kelangsungan fungsi-fungsi tubuh, tentu haru mengandung zat-zat yang baik atau disebut GIZI.

Disiplin ilmu yang mempelajari masalah asupan makanan tersebut dalam kesehatan masyarakat disebut ilmu Gizi dengan lingkup utamanya jelas gizi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Beberapa pengertian tentang konsep dasar ilmu gizi ini sangat sederhana, diantaranya:

Adapun ruang lingkup ilmu gizi keshatan masyarakat adalah sebagai berikut:

Nutrition. Hubungan gizi dan kesehatan, daur hidup, komposisi tubuh, zat-zat gizi (sumber & RDA), konsep penyusunan menu dan biokimia gizi.

Nutrition PRACTICE. Mengidentifikasi zat gizi dalam makanan secara kualitatif maupun kuantitatif.

 Gizi Masyarakat (Community Nutrition). Mengidentifikasi berbagai masalah gizi di masyarakat dan faktor penyebab masalah gizi serta mengatasinya.

 Ekologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition Ecology). Mengidentifikasi dan menjelaskan keterkaitan antara masalah gizi dengan lingkungan fisik, biologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

 Pengawasan dan keamanan Pangan (Food safety inspection). Mengidentifikasi ketidak-amanan pangan dan faktor-faktor penyebabnya, mengklasifikasikan tingkat ketidak-amanan pangan, serta menerapkan prinsip pengawasan pangan/ makanan.


(14)

 Ketahanan Pangan (Food security). Mengidentifikasi masalah yang terkait dengan ketersediaan pangan (produksi, distribusi, konsumsi), serta menetapkan kriteria kerawanan pangan.

 Peniliaian Status Gizi (Nutrition Assessement). Melakukan penilaian status gizi per individu dan atau masyarakat dengan berbagai metode, sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan konseling gizi.

 Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Program Gizi (Planning, Implementation and Evaluation of Nutrition Program)

 Gizi Institusi (Nutrition in Institution). Merencanakan dan menatalaksana-kan gizi dan makanan di institusi (Rumah Sakit, panti sosial, hotel, perusahaan, catering, dan lain-lain)

 Epidemiologi Gizi dan Surveilans (Epidemiology and Surveillance of Nutrition)

 Dietetik Masyarakat (Community Dietetic). Merencanakan/menyusun diet untuk tindakan pencegahan, pemeliharaan maupun perawatan/pengobatan, serta memberikan penyuluhan gizi.

 Gizi Daur Hidup (Life Cycle Nutrition). Menghitung kebutuhan/kecukupan zat gizi untuk berbagai kelompok umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis dan kegiatan, pertumbuhan dan perkembangan manusia dari janin, bayi sampai dengan lanjut usia (lansia).

 Teknologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition Technology)

 Komunikasi, informasi, edukasi dan koNseling Gizi (communication, information, education and conseling OF Nutrition)

CURRENTS ISSUE IN Nutrition. Mengidentifikasi, menganalisis dan merumuskan serta mempresentasikan masalah gizi kesehatan masyarakat yang bersumber dari jurnal dan isu-isu terkini yang ada dalam masyarakat.

Masalah Gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, aspek lain seperti ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya juga saling terkait. Jadi setidaknya yang perlu dikaji dan diperhatikan adalah hubungan antara ilmu gizi dasar manusia dan kesehatan masyarakat agar dapat tercapai produktivitas. Di dalamnya tercakup konsep-konsep mengenai usaha promotif dalam mengembangkan konsep gizi seimbang (gizi makro dan mikro) dan hidup sehat pada daur kehidupan manusia. Ditekankan juga bagaimana menilai status gizi dan mengetahui masalah gizi, terutama kelompok


(15)

golongan rawan gizi sebagai upaya preventif, mengenal dan merencanakan bermacam upaya gizi sebagai protektif agar tetap produktif.

6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. [1] K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu.[2] Praktek K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.

2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

7. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari


(16)

penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut:

1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi.

2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya.

3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural.

4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.

2.5 Masalah kesehatan masyarakat 2.5.1 Masalah perilaku

Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatn sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.

Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat.Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh


(17)

petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung. Perilaku sendiri menurut Lawrence Green dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu melakukan intervensi terhadap ketiga faktor tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

2.5.2 Masalah kesehatan lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.

1. Penyehatan lingkungan pemukiman

Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas dapur dan ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan dan masalah sosial.

2. Penyediaan air bersih

Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen (syarat


(18)

bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumber-sumber air minum dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern agar layak diminum. Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.

3.Pengelolaan limbah dan sampah

Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia. Pengelolaan limbah dan sampah yang tidak tepat akan menimbulkan polusi terhadap kesehatan lingkungan. Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan pengolahan limbah kotoran manusia berupa jamban dan septic tank harus memenuhi syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan kotoran.

Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik serta bahan berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah. Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air dan tanah sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah yang tidah berbahaya. Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air limbah dilakukan secara sederhana dan modern. Secara sederhana pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (SPAL/IPAL).

4. Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan

Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah, sekolah, pasar dan lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat pengolahan makanan (pabrik atau industri makanan) dan tempat penjualan makanan (toko, warung makan, kantin, restoran,


(19)

cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan, ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.

2.5.3 Masalah pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan hak

dasar masyarakat yang harus dipenuhi dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan kesehatan antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan; meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit; meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan meningkatkan penanganan masalah kesehatan di daerah bencana.


(20)

A. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan sosial ekonomi rendah, di kawasan timur Indonesia dan di daerah perdesaan masih tertinggal.

Permasalahan penting lainnya yang dihadapi adalah terjadinya beban ganda penyakit, yaitu belum teratasinya penyakit menular yang diderita oleh masyarakat seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare, serta munculnya kembali penyakit polio dan flu burung. Namun, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus dan kanker.

Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena tenaga medis sangat terbatas dan peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah, rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani masih rendah. Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pada tahun 2002, untuk setiap 100.000 penduduk hanya tersedia 3,5 Puskesmas. Itu pun sebagian penduduk, terutama yang tinggal daerah terpencil, tidak memanfaatkan Puskesmas karena keterbatasan sarana transportasi dan kendala geografis.

Pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah. Dalam era perdagangan bebas, kondisi kesehatan masyarakat makin rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Ketersediaan, mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar.

Perilaku masyarakat juga sering tidak mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (Napza), dan kematian akibat kecelakaan.


(21)

Selain permasalahan mendasar seperti itu, dalam sepuluh bulan terakhir, paling tidak terdapat lima isu penting di bidang kesehatan yang perlu penanganan segera, yaitu penjaminan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.

1) Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin

Secara nasional status kesehatan masyarakat telah meningkat. Akan tetapi, disparitas status kesehatan antara penduduk mampu dan penduduk miskin masih cukup besar. Berbagai data menunjukkan bahwa status kesehatan penduduk miskin lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk kaya. Hal ini antara lain dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi dan angka kematian balita pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 berbanding 17 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok terkaya. Demikian juga, angka kematian balita pada penduduk termiskin (77 per 1.000 kelahiran hidup) jauh lebih tinggi daripada angka kematian balita pada penduduk terkaya (22 per 1.000 kelahiran hidup). Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyulit kelahiran, juga lebih sering terjadi pada penduduk miskin.

Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terkait erat dengan terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, baik karena kendala geografis maupun kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan adalah ketiadaan uang (34 persen), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18 persen), serta adanya hambatan dengan sarana angkutan atau transportasi (16 persen).

Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk miskin, karena selama ini sebagian besar (87,2 persen) pembiayaan kesehatan bersumber dari penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan (kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah) hanya sebesar 6,3 persen dan yang berasal dari asuransi sebesar 5,2 persen. Artinya, penduduk harus menanggung biaya yang besar untuk mendapatkan


(22)

pelayanan kesehatan. Hal ini tentu amat memberatkan bagi penduduk miskin karena mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

2) Masalah Gizi Buruk

Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.

Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.

Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat 2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.

Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang.


(23)

Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga; (2) pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai; dan (3) ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.

3) Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular

Masalah kesehatan lainnya yang menjadi keprihatinan masyarakat adalah terjadinya KLB berbagai penyakit menular. Penyakit menular yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis paru yang saat ini menduduki urutan ke-3 terbanyak di dunia, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging diseases (penyakit yang baru berkembang) seperti HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan re-emerging diseases (penyakit yang sebelumnya mulai menurun, tetapi meningkat kembali) seperti demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.

Salah satu penyakit menular yang akhir-akhir ini menonjol adalah munculnya kasus polio di beberapa wilayah seperti Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan DKI Jakarta. Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan menetap atau kematian. Satu dari 200 kasus infeksi virus akan menyebabkan kelumpuhan, 5–10 persen pasien meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot pernapasan. Tidak ada obat untuk penyakit polio. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini aman dan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinyatakan halal.

Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia masih memiliki risiko terhadap virus polio impor dan risiko terhadap Vaccine Derived Polio Virus (VDPV) di daerah cakupan imunisasi rendah. Virus polio liar yang kembali muncul akhir-akhir ini di Indonesia diperkirakan berasal dari negara lain.

Kasus polio pertama dilaporkan pada bulan April 2005 pada anak umur 20 bulan di Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Setelah dilakukan surveilans epidemiologi, kasus polio juga ditemukan di Kabupaten


(24)

Lebak, Jawa Barat. Penularan kasus polio liar berkembang sangat cepat dan hingga saat ini sudah menyebar di lima provinsi yaitu Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Jumlah kasus positif yang dilaporkan sampai 1 Agustus 2005 berjumlah 189 kasus dengan 8 kasus di antaranya meninggal dunia. Selain polio, penyakit menular yang cukup menjadi perhatian adalah flu burung (avian influenza). Penyakit ini dilaporkan mulai menyerang ayam ternak di Provinsi Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal tahun 2004. Pada awal Juli 2005, ditemukan 3 kasus korban jiwa manusia yang positif menderita flu burung yang terjadi di Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan, kejadian ini juga mengakibatkan keresahan masyarakat dan kerugian ekonomi yang cukup besar, khususnya bagi peternak.

Berbagai emerging dan re-emerging diseases, kasus polio, dan flu burung dapat terjadi antara lain karena tingginya mobilitas penduduk antarnegara. Dengan demikian penularan penyakit antarnegara (transnasional) ini dapat terjadi dengan mudah, mengingat semakin mudahnya transportasi manusia, hewan, dan lain-lain antar negara.

Selain penyakit polio dan flu burung, penyakit DBD, malaria, TB paru, dan HIV/AIDS perlu pula mendapat penanganan yang memadai. Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat meskipun kasus kematian akibat DBD dapat ditekan. Sementara itu, meskipun angka kesakitan malaria cenderung menurun, prevalensi malaria masih cukup tinggi. Beberapa provinsi dengan angka kesakitan malaria yang tinggi adalah Provinsi Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Tengah, dan Bangka Belitung. Dalam hal jumlah kasus penyakit TB paru, Indonesia menduduki peringkat ke-3 terbesar di dunia, setelah India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2005, telah melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV. Jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.

4) Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah Bencana

Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah menimbulkan dampak yang besar di bidang kesehatan. Banyak sekali korban yang meninggal, hilang, dan luka-luka. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan banyak yang hancur dan tidak berfungsi secara optimal, seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, kantor dinas kesehatan,


(25)

balai laboratorium kesehatan (BLK), gudang farmasi, gudang vaksin, politeknik kesehatan (poltekes), dan kantor kesehatan pelabuhan. Bencana tsunami di Aceh mengakibatkan kerusakan pada 9 rumah sakit, 43 puskesmas, 59 puskesmas pembantu, 700 poliklinik desa, dan 55 pusksemas keliling, dan sarana lain seperti rumah sakit, laboratorium dan kantor dinas kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal atau hilang adalah 683 orang.

5) Masalah Tenaga Kesehatan

Indonesia saat ini mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan masyarakat, per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana kesehatan masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada tahun 2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena sistem pendidikan masih belum bisa menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, serta sistem perekrutan dan pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang optimal. Di samping itu, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih belum memadai sehingga banyak puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000 penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di DI Yogyakarta.

Kualitas tenaga kesehatan juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya, masih banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter umum. Akibatnya, banyak puskesmas, terutama di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Susenas 2004 menunjukkan bahwa masih banyak penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu setengah hingga satu jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.


(26)

Untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, kebijakan umum pembangunan kesehatan diarahkan pada

1. peningkatan upaya pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan derajat kesehatan dan status gizi terutama bagi penduduk miskin dan kelompok rentan;

2. peningkatan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit baik menular maupun tidak menular;

3. peningkatan kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi keluarga miskin, kelompok rentan dan penduduk di daerah terpencil, perbatasan, rawan bencana dan konflik;

4. peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan;

5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat produk obat, kosmetik, produk komplemen, dan produk pangan yang beredar, serta mencegah masyarakat dari penyalahgunaan obat keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; dan

6. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

2.5.4 Terberantasnya penyakit menular

Penyakit menular (infeksius) bukan lagi penyebab utama kematian, tetapi penyakit itu menjadi alasan utama hari absen-absen disekolah maupun kantor. Kesuksesan dalam mengurangi sifat yang mengancam dari penyakit tersebut dengan cara vaksinasi atau cara lain untuk menangani kasus ini. Dengan pengecualian cacar, tidak satupun penyakit tersebut yang dimusnahkan, walaupun beberapa diantaranya harus dimusnahkan misalnya campak. Lagipula, penyakit menular baru bermunculan dan penyakit lama yang bangkit kembali, terkadang dalam bentuk yang sudah kebal terhadap obat, memperlihatkan penyakit menular masih merupkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. 2.5.5 Tersedianya usaha kesehatan yang dibutuhkan masyarakat

Kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan tentunya harus diimbangi dengan adanya usaha kesehatan yang sesuai yang dibutuhkan masyarakat. Keberadaan puskesmas, posyandu atau pun klinik yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat tentunya diharapkan agar tujuan kesehatan masyarakat dapat tercapai.


(27)

 McKenzie, dkk. 2007. Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

 Soemirat, J.S.1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 Kurniawan, handri. 2013. Kesehatan masyarakat.

(http://handri-kurniawan.blogspot.com/2013/04/makalah-kesehatan-masyarakat.html). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

 Linda,ayu.2012. masalah kesehatan masyarakat indonesia

(http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/ ). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

 Annonymous, 2012. Pengertian kesehatan. Oline.

http://kuliah3.blogspot.com/2013/10/pengertian-kesehatan-itu-apa.html (diakses pada 2 oktober 2014)

 Anonymous. 2012. Filosofi kesehatan masyarakat. Online

http://iaridlo.wordpress.com/2012/10/30/filosofi-kesehatan-masyarakat-rethinking-public-health-part-1/ (diakses pada tanggal 2 oktober 2014)

 http://dwisriastuti.blogspot.com/p/ruang-lingkup-kesehatan-masyarakat.html

 http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/

buku PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo 2011

http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/konsep-dan-ruang-lingkup-administrasi.html

http://husnhy.blogspot.com/2013/11/gizi-dalam-kesehatan-masyarakat.html

http://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/

http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html

http://jhesenputra.blogspot.com/2013/11/makalah-biostatistik.html

NB :

Kertas A4

Spasi 1,5

Margin 4-4-3-3

Jumlah halaman minimal 17


(1)

pelayanan kesehatan. Hal ini tentu amat memberatkan bagi penduduk miskin karena mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

2) Masalah Gizi Buruk

Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.

Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.

Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat 2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.

Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang.


(2)

Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga; (2) pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai; dan (3) ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.

3) Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular

Masalah kesehatan lainnya yang menjadi keprihatinan masyarakat adalah terjadinya KLB berbagai penyakit menular. Penyakit menular yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis paru yang saat ini menduduki urutan ke-3 terbanyak di dunia, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging diseases (penyakit yang baru berkembang) seperti HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan re-emerging diseases (penyakit yang sebelumnya mulai menurun, tetapi meningkat kembali) seperti demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.

Salah satu penyakit menular yang akhir-akhir ini menonjol adalah munculnya kasus polio di beberapa wilayah seperti Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan DKI Jakarta. Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan menetap atau kematian. Satu dari 200 kasus infeksi virus akan menyebabkan kelumpuhan, 5–10 persen pasien meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot pernapasan. Tidak ada obat untuk penyakit polio. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini aman dan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinyatakan halal.

Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia masih memiliki risiko terhadap virus polio impor dan risiko terhadap Vaccine Derived Polio Virus (VDPV) di daerah cakupan imunisasi rendah. Virus polio liar yang kembali muncul akhir-akhir ini di Indonesia diperkirakan berasal dari negara lain.

Kasus polio pertama dilaporkan pada bulan April 2005 pada anak umur 20 bulan di Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Setelah dilakukan surveilans epidemiologi, kasus polio juga ditemukan di Kabupaten


(3)

Lebak, Jawa Barat. Penularan kasus polio liar berkembang sangat cepat dan hingga saat ini sudah menyebar di lima provinsi yaitu Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Jumlah kasus positif yang dilaporkan sampai 1 Agustus 2005 berjumlah 189 kasus dengan 8 kasus di antaranya meninggal dunia. Selain polio, penyakit menular yang cukup menjadi perhatian adalah flu burung (avian influenza). Penyakit ini dilaporkan mulai menyerang ayam ternak di Provinsi Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal tahun 2004. Pada awal Juli 2005, ditemukan 3 kasus korban jiwa manusia yang positif menderita flu burung yang terjadi di Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan, kejadian ini juga mengakibatkan keresahan masyarakat dan kerugian ekonomi yang cukup besar, khususnya bagi peternak.

Berbagai emerging dan re-emerging diseases, kasus polio, dan flu burung dapat terjadi antara lain karena tingginya mobilitas penduduk antarnegara. Dengan demikian penularan penyakit antarnegara (transnasional) ini dapat terjadi dengan mudah, mengingat semakin mudahnya transportasi manusia, hewan, dan lain-lain antar negara.

Selain penyakit polio dan flu burung, penyakit DBD, malaria, TB paru, dan HIV/AIDS perlu pula mendapat penanganan yang memadai. Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat meskipun kasus kematian akibat DBD dapat ditekan. Sementara itu, meskipun angka kesakitan malaria cenderung menurun, prevalensi malaria masih cukup tinggi. Beberapa provinsi dengan angka kesakitan malaria yang tinggi adalah Provinsi Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Tengah, dan Bangka Belitung. Dalam hal jumlah kasus penyakit TB paru, Indonesia menduduki peringkat ke-3 terbesar di dunia, setelah India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2005, telah melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV. Jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.

4) Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah Bencana

Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah menimbulkan dampak yang besar di bidang kesehatan. Banyak sekali korban yang meninggal, hilang, dan luka-luka. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan banyak yang hancur dan tidak berfungsi secara optimal, seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, kantor dinas kesehatan,


(4)

balai laboratorium kesehatan (BLK), gudang farmasi, gudang vaksin, politeknik kesehatan (poltekes), dan kantor kesehatan pelabuhan. Bencana tsunami di Aceh mengakibatkan kerusakan pada 9 rumah sakit, 43 puskesmas, 59 puskesmas pembantu, 700 poliklinik desa, dan 55 pusksemas keliling, dan sarana lain seperti rumah sakit, laboratorium dan kantor dinas kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal atau hilang adalah 683 orang. 5) Masalah Tenaga Kesehatan

Indonesia saat ini mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan masyarakat, per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana kesehatan masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada tahun 2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena sistem pendidikan masih belum bisa menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, serta sistem perekrutan dan pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang optimal. Di samping itu, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih belum memadai sehingga banyak puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000 penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di DI Yogyakarta.

Kualitas tenaga kesehatan juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya, masih banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter umum. Akibatnya, banyak puskesmas, terutama di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Susenas 2004 menunjukkan bahwa masih banyak penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu setengah hingga satu jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.


(5)

Untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, kebijakan umum pembangunan kesehatan diarahkan pada

1. peningkatan upaya pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan derajat kesehatan dan status gizi terutama bagi penduduk miskin dan kelompok rentan;

2. peningkatan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit baik menular maupun tidak menular;

3. peningkatan kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi keluarga miskin, kelompok rentan dan penduduk di daerah terpencil, perbatasan, rawan bencana dan konflik;

4. peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan;

5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat produk obat, kosmetik, produk komplemen, dan produk pangan yang beredar, serta mencegah masyarakat dari penyalahgunaan obat keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; dan

6. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

2.5.4 Terberantasnya penyakit menular

Penyakit menular (infeksius) bukan lagi penyebab utama kematian, tetapi penyakit itu menjadi alasan utama hari absen-absen disekolah maupun kantor. Kesuksesan dalam mengurangi sifat yang mengancam dari penyakit tersebut dengan cara vaksinasi atau cara lain untuk menangani kasus ini. Dengan pengecualian cacar, tidak satupun penyakit tersebut yang dimusnahkan, walaupun beberapa diantaranya harus dimusnahkan misalnya campak. Lagipula, penyakit menular baru bermunculan dan penyakit lama yang bangkit kembali, terkadang dalam bentuk yang sudah kebal terhadap obat, memperlihatkan penyakit menular masih merupkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. 2.5.5 Tersedianya usaha kesehatan yang dibutuhkan masyarakat

Kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan tentunya harus diimbangi dengan adanya usaha kesehatan yang sesuai yang dibutuhkan masyarakat. Keberadaan puskesmas, posyandu atau pun klinik yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat tentunya diharapkan agar tujuan kesehatan masyarakat dapat tercapai.


(6)

 McKenzie, dkk. 2007. Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

 Soemirat, J.S.1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 Kurniawan, handri. 2013. Kesehatan masyarakat.

(http://handri-kurniawan.blogspot.com/2013/04/makalah-kesehatan-masyarakat.html). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

 Linda,ayu.2012. masalah kesehatan masyarakat indonesia

(http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/ ). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

 Annonymous, 2012. Pengertian kesehatan. Oline.

http://kuliah3.blogspot.com/2013/10/pengertian-kesehatan-itu-apa.html (diakses pada 2 oktober 2014)

 Anonymous. 2012. Filosofi kesehatan masyarakat. Online

http://iaridlo.wordpress.com/2012/10/30/filosofi-kesehatan-masyarakat-rethinking-public-health-part-1/ (diakses pada tanggal 2 oktober 2014)

 http://dwisriastuti.blogspot.com/p/ruang-lingkup-kesehatan-masyarakat.html 

http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/ 

buku PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo 2011

http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/konsep-dan-ruang-lingkup-administrasi.html

http://husnhy.blogspot.com/2013/11/gizi-dalam-kesehatan-masyarakat.html

http://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/

http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html

http://jhesenputra.blogspot.com/2013/11/makalah-biostatistik.html NB :

Kertas A4

Spasi 1,5

Margin 4-4-3-3

Jumlah halaman minimal 17