8 4.
Pemeriksaan diagnostik fungsi intervensi Untuk mempermudah perhitungan digunakan bantuan software Minitab 15 dan
STATISTICA 7. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Langkah awal untuk menganalisis runtun waktu dari sebuah data diperlukan plot data asli terlebih dahulu agar dapat dilakukan langkah selanjutnya dengan tepat. Adapun
plot runtun waktu data inflasi dari bulan Januari 2000 sampai bulan Oktober 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.1.a. Pola yang terjadi relatif stabil sejak Januari 2000 dan
sempat mengalami kenaikan cukup tinggi pada bulan Oktober 2005 namun segera baik kembali pada bulan berikutnya November 2005. Pada bulan Oktober 2005 tersebut
terjadi sumbangan inflasi kelompok cukup tinggi dari bahan makanan 1,6, perumahan 1,94 dan transportasi, komunikasi jasa keuangan 2,46 sehingga
mengakibatkan inflasi pada bulan tersebut mencapai 6,54. Pada bulan Desember 2008 terjadi penurunan BBM jenis premium sebanyak dua kali yaitu tanggal 1 dan 15 dengan
inflasi pada bulan tersebut sebesar -0,11, penurunan ketiga terjadi pada bulan Januari 2009 tanggal 15 Januari dengan inflasi 0,09 yang relatif meningkat dari bulan
sebelumnya. Dari boxplot dari inflasi Gambar 4.1.b, terlihat pada tahun 2005 memiliki mean yang relatif tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya, dengan rata-rata
inflasi sebesar 1,18 dan pada tahun 2009 data dari bulan Januari 2009 – Oktober 2009 memiliki mean paling rendah dibandingkan tahun-tahun yang lainnya, dengan
rata-rata inflasi sebesar 0,262.
a b
Gambar 4.1. Deskripsi data inflasi di kota Yogyakarta
9
4.2. Pemodelan ARIMA
Pada tahap pemodelan ARIMA dilakukan terhadap data sebelum intervensi yaitu pada bulan Januari 2000 sampai November 2008 107 bulan. Misal Y
t
menyatakan
inflasi pada saat t, t = 1, 2, …, 107.
Langkah awal dalam melakukan identifikasi model adalah dengan memeriksa kestasioneran data pada variansi dan rata-ratanya dengan menggunakan plot data asli
sebelum intervensi.
Gambar 4.2. Plot runtun waktu data inflasi, Januari 2000 – November 2008
Pada Gambar 4.2., terlihat bahwa data cenderung tidak berfluktuasi maka data sudah stasioner dalam variansi tetapi belum stasioner dalam rata-ratanya sehingga perlu
dilakukan pembedaan orde pertama.
a b
Gambar 4.3. Plot ACF a dan PACF b data sebelum intervensi setelah distasionerkan melalui pembedaan orde 1
Pada Gambar 4.3. a menunjukkan bahwa pada pola terputus setelah lag 1 sehingga model yang diperoleh adalah MA1 sedangkan Gambar 4.3.b menunjukkan bahwa
10 pola terputus pada lag 2 sehingga model yang diperoleh adalah AR2. Jika dengan
mengamati plot ACF dan PACF maka diperoleh model ARMA2,1. Karena data inflasi telah mengalami pembedaan orde pertama, diperoleh d = 1. Jadi model sementara yang
diperoleh adalah ARIMA2,1,1. Namun pada Gambar 4.3. terlihat bahwa plot ACF belum mengalami dies down sehingga perlu dilakukan pembedaan orde kedua. Serta
dicobakan pula model ARIMA2,2,1. Hasil pemeriksaan diagnostik meliputi uji independensi residual dan uji kenormalan residual dapat dilihat dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan diagnostik Model
Nilai Ljung Box-Pierce dengan lag 12
Nilai p-value Ljung Box-Pierce
Mean Square Error MSE
ARIMA2,1,1 8,8
0,454 0,6209
ARIMA2,2,1 15,8
0,071 0,8134
Keterangan : = residual memenuhi syarat berdistribusi Normal
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai p-value Ljung Box-Pierce pada ARIMA2,1,1, ARIMA2,2,1 lebih dari 0,05 sehingga tidak signifikan residual
merupakan suatu barisan yang independen. Model ARIMA2,1,1 mempunyai nilai MSE yang lebih kecil dari model ARIMA2,2,1.
4.3. Analisis Intervensi 4.3.1. Identifikasi Fungsi Intervensi