apa-apa dan tidak ada karinahnya, dan ‘ur dikenal memiliki arti yang sama walaupun berlainan mafhum.
46
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ‘urf adalah
segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia dan yang menjadi atau tradisi yang dianggap baik, bisa berupa ucapan, perbuatan atau
pantangan-pantangn yang disebut juga dengan adat.
2. Macam-Macam ‘Urf
Pembagian ‘urf dapat ditinjau dari dua segi, pertama dari segi
jangkauannya dan yang kedua dapat dilihat dari segi keabsahannya. Ditinjau dari segi jangkauannya
‘urf dibagi menjadi dua macam
47
, yaitu: a.
Al-‘Urf al-Amm Yaitu kebiasaan yang bersifat umum dan berlaku bagi sebagian besar
masyarakat dalam berbagai wilayah yang luas. Misalnya membayar ongkos kendaraan umum dalam harga tertentu, tanpa perincian jauh
tidaknya jarak tempuh, membayar sewa kamar dengan harga tertentu tanpa membatasi jumlah fasilitas yang digunakan. Yang dibatasi
hanyalah waktu dan penggunaannya. b.
Al-‘urf al-Khashsh Yaitu adat kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu
masyarakat tertentu, atau wilayah tertentu saja. Misalnya kebiasaan masyarakat jambi menyebut “satu tumbuk tanah” untuk menunjuk
46
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqi, Pengantar Hukum Islam Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1997, 227.
47
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 210.
pengertian tanah 10 X 10 meter. Atau kebiasan masyarakat tertentu menjadikan kuitansi sebagai alat bukti tanpa disertai dua orang saksi.
Selanjutnya, ditinjau dari segi keabsahannya, al-‘urf dapat pul dibagi
menjadi dua macam
48
, yaitu: a.
Al-‘Urf ash-Shahihah Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia yang
tidak berlawanan dengan dalil syara’, disamping itu tidak menggugurkann kewajiban dan tidak menghalalkan yang haram.
49
Untuk menjadikan ‘urf sebagai sumber hukum dalam
menetapkan hukum, maka disyaratkan: 1
‘urf tidak bertentangan dengan nash dan qoth’i. 2
‘urf berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku 3
‘urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan tersebut diadakan.
Seorang mujtahid harus memperhatikan ‘urf shahih dalam
membentuk suatu produk hukum, karena kebiasaan adalah bagian dari kebutuhan dan sesuai dengan kemaslahatan.
50
Islam mengatur keberadaan adat dan tradisi yang tidak mengandung unsur
mafsadah dan tidak bertentangan dengan dalil
48
Ibid, 210-211.
49
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Bandung: Risalah, 1985, 132.
50
Abdul Ghafur Anshori, Hukum Islam, Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta:
Kreasi Total media, 2006, 187.
syara’. Sehingga berlaku kaidah “ Adat kebiasaan dapat dikukuhkan
sebagai hukum ةدﺎ ا
ﺔ ﻜ ا ”.
51
b. Al-‘Urf al-Fasidah
Yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan syara’, menghalalkan yang haram, atau membatalkan
kewajiban. Para ‘ulama sepakat bahwa ‘urf al-Fasidah tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum, dan kebiasan tersebut batal demi
hukum.
52
3. Kedudukan ‘urf sebagai Dalil Syara’