BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat pembuangan akhir TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam proses pengelolaanya sejak mulai timbul dari sumber
sampah, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan. Tempat pembuangan akhir tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama berada di kota-
kota besar di Indonesia yang bertujuan untuk mengatasi masalah persampahan dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh sampah Sarudji, 2010.
Salah satunya adalah tempat pembuangan akhir Suwung yang terletak di Desa Suwung Kauh Kecamatan Denpasar Selatan Bali. Tempat pembuangan akhir
Suwung merupakan tempat pembuangan akhir yang memiliki luas wilayah sekitar 40 hektar dimana
d
alam sehari TPA Suwung mampu menampung kurang lebih 1.500 ton sampah yang didominasi oleh sampah rumah tangga kiriman dari kota Denpasar,
Badung, Gianyar dan Tabanan. Di kawasan tempat pembuangan akhir Suwung Denpasar Selatan banyak
dijumpai para pemulung, mereka merupakan orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih
dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual. Barang- barang bekas yang dikumpulkan para pemulung dipilah sesuai jenis masing-masing
untuk dijual kembali ke penadah barang bekas. Selain memberikan dampak dari segi ekonomi pekerjaan sebagai pemulung
juga mempunyai pengaruh dan dampak yang besar bagi kesehatan pemulung dimana pengaruh tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung
1
disebabkan karena adanya kontak langsung antara manusia dengan kondisi lingkungan pemulung yang banyak sampah, sedangkan pengaruh tidak langsung
umumnya disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit yang berkembang biak di dalam
sampah dan dapat menularkannya kepada manusia Andani, 2011.
Risiko dan dampak kesehatan yang paling umum pada pemulung sampah adalah kemungkinan terjangkitnya penyakit, dimana penyakit tersebut bisa berupa
Gangguan pernafasan karena adanya pembusukan sampah di TPA oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas hidrogen sulfida H2S dan gas metan
CH4 yang bersifat racun bagi tubuh, gangguan pada pencernaan seperti diare yang disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit dan penyakit
kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme patogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah Soemirat, 2009. Penyakit kulit adalah suatu
penyakit yang menyerang kulit permukaan tubuh atau peradangan epidermis dan dermis dengan keluhan gejala berupa gatal dan kemerahan pada permukaan kulit
yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab mulai dari kebersihan diri yang buruk, virus, bakteri, reaksi alergi, dan daya tahan tubuh yang rendah Ganong,
2006. Penyakit kulit akibat kerja pada pemulung merupakan salah satu penyakit
berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari beberapa faktor seperti faktor lingkungan, karakteristik paparan, karakteristik agen dan faktor-faktor individu
seperti umur, jenis kelamin serta hygiene perorangan. Hygiene perorangan yang tidak memadai dapat mengakibatkan infeksi jamur, infeksi bakteri, virus, parasit,
gangguan kulit dan keluhan lainnya Andani, 2011.
2
Penelitian WHO yang dilakukan pada pekerja tentang penyakit akibat kerja di 5 benua pada tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka
Musculo Skeletal Disease pada urutan pertama sebanyak 48, gangguan jiwa sebanyak 10-30, penyakit paru obstruksi kronis sebanyak 11, penyakit kulit
dermatitis sebanyak 10, gangguan pendengaran sebanyak 9 dan keracunan pestisida sebanyak 3 Cinta, 2008. Menurut Riskesdas 2007 prevalensi
dermatitis atau gangguan kulit di Indonesia cukup tinggi yaitu 6,8, dimana Provinsi Kalimantan Selatan yang paling tinggi 11,3, diikuti Sulawesi Tengah
10,6, DKI Jakarta 9,9, Nusa Tenggara Timur 9,9, Nanggroe Aceh Darussalam 9,8, Sulawesi Tenggara 6,2 dan prevalensi terendah terdapat di
Provinsi Sulawesi Barat 2,6. Sedangkan berdasarkan data kejadian gangguan kulit atau dermatitis menurut Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 kejadian
gangguan kulit sebesar 56.143 kasus atau 1,78, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 52.674 kasus atau 1,89, dimana Kota Denpasar dengan kasus kejadian gangguan
kulit tertinggi di Provinsi Bali tahun 2014. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeni 2013 tentang kejadian gangguan
kulit di TPA Bantar Gebang didapatkan hasil sebanyak 60,6 pemulung mengalami gangguan kulit dimana variabel personal hygiene dan karakteristik individu berupa
masa kerja memiliki hubungan dengan kejadian gangguan kulit pada pemulung. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nurtanti 2010 tentang hubungan
personal hygiene dan pemakaian APD dengan penyakit kulit akibat kerja pada pekerja didapatkan hasil 68 pekerja mengalami penyakit kulit akibat kerja.
Sedangkan penelitian oleh Memi 2015 tentang penyakit kulit pada pemulung di TPA Sukawinatan di Palembang didapatkan hasil kejadian gangguan kulit sebanyak
55,7, dimana variabel karateristik individu berupa masa kerja dan penggunaan
APD berhubungan dengan kejadian gangguan kulit. Wilayah TPA Suwung berada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas 4 Denpasar Selatan. Berdasarkan data
Puskesmas 4 Denpasar Selatan menyebutkan bahwa gangguan kulit atau dermatitis merupakan 10 penyakit terbesar di wilayah kerja Puskesmas 4 Denpasar Selatan pada
tahun 2014 dan 2015. Proses kerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan meliputi proses
memilah, memungut dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual. Sedangkan
waktu kerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan mulai bekerja dari pukul 07.00-18.00 WITA, tetapi pada suatu saat pemulung lain bisa saja berangkat
memulung pada pukul 09.00 WITA, dan pada pukul 12.00 WITA pemulung kembali ke tempat tinggalnya untuk istirahat dan makan siang, kemudian para
pemulung kembali memulai pekerjaannya pada pukul 15.00 -18.00 WITA. Hasil pengamatan sementara yang penulis lakukan mengenai kondisi kerja
pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan umumnya pemulung ketika bekerja kurang menjaga kebersihan dirinya, antara lain tidak menggunakan alat pelindung
diri seperti sepatu boot, sarung tangan, dan masker sedangkan mengenai kejadian gangguan kulit pada pekerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan didapatkan
hasil 5 orang dari 7 orang pemulung yang diwawancarai mengalami gangguan kulit gatal-gatal kemerahan dan timbulnya bercak-bercak kehitaman pada tangan dan kaki
pemulung. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik ingin mengetahui penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di tempat pembuangan sampah akhir
Suwung Denpasar Selatan .
1.2 Rumusan Masalah