PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI

TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG

DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

I KADEK DWI ARTA SAPUTRA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI

TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG

DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

I KADEK DWI ARTA SAPUTRA

1220025096

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI

TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG

DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

I KADEK DWI ARTA SAPUTRA

NIM. 1220025096

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 27 Juni 2016

Pembimbing

Dr. dr. Partha Muliawan, M.Sc.(OM) NIP. 19510922 198003 1 002


(5)

PERYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 27 Juni 2016

Tim Penguji Skripsi

Penguji I

dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph.D NIP. 19771228 200501 1 001

Penguji II

I Made Kerta Duana, S.K.M., M.P.H. NIP. 19791117 200604 1 005


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini yang berjudul Penyakit Kulit Akibat Kerja pada Pemulung di Tempat Pembuangan Sampah Akhir Suwung Denpasar Selatan Tahun 2016 tepat waktu. Penyusunan skripsi penelitian ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. dr. Partha Muliawan, M.Sc.(OM) sebagai pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran, dan masukan selama proses penulisan hingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

2. dr.I Made Ady Wirawan, M.P.H.,Ph.D selaku ketua PS.KM FK Unud yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. I Made Kerta Duana, S.K.M., M.P.H., sebagai kepala Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Keluarga dan sahabat yang telah membantu dan memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman IKM 12 yang sudah memberikan bantuan moril selama proses penyusunan skripsi ini.

6. Semua pihak lain yang telah membantu pengambilan data dan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak dapat disampaikan satu persatu.


(7)

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar nantinya hasil yang disampaikan dalam skripsi penelitian ini berguna dan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Denpasar, Juni 2016 Penulis


(8)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juni 2016

I Kadek Dwi Arta Saputra

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN

TAHUN 2016 ABSTRAK

Penyakit kulit akibat kerja pada pemulung merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, yang ditandai dengan adanya gangguan pada kulit berupa

eritema (kemerahan), edema (bengkak) ringan dan kulit menjadi pecah-pecah. Penyakit ini timbul akibat dari beberapa faktor seperti faktor lingkungan, karakteristik paparan, karakteristik agen dan faktor-faktor individu.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejadian penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian adalah simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 500 pemulung dan berdasarkan perhitungan rumus besar sampel, sampel yang dibutuhkan sebanyak 84 responden. Untuk mengetahui kejadian penyakit kulit akibat kerja dilakukan dengan tahap anamnesis dan tahap pemeriksaan fisik yang dibantu oleh dokter.

Hasil kejadian penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung menunjukan sebanyak 28,6% pemulung mengalami penyakit kulit akibat kerja, dimana dermatitis kontak mempunyai proporsi terbanyak yaitu 33,3%. Hasil uji chi sguare menujukan kelompok umur ≥40 tahun, personal hygiene yang tidak baik, masa kerja ≥8 tahun, riwayat menderita penyakit kulit, dan penggunaan alat pelindung diri berhubungan dengan kejadian penyakit kulit akibat kerja. Sedangkan variabel lain seperti jenis kelamin, lama kontak, dan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kejadian penyakit kulit akibat kerja.

Berdasarkan temuan diatas, saran sebaiknya pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan, lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dengan selalu menggunakan alat pelindung diri, dan bagi pihak kesehatan terkait di Denpasar Selatan untuk melakukan penyuluhan mengenai hidup bersih dan sehat bagi pemulung di TPA Suwung agar terhindar dari penyakit kulit akibat kerja.


(9)

OCCUPATIONAL DERMATOSES

IN SUWUNG LANDFILLS

SCAVENGERS IN SOUNTH DENPASAR 2016

ABSTRACT

Occupational dermatoses in the scavenger is a disease based on environment, which is characterized by a disturbance in the skin erythema (redness), edema (swelling) light and skin becomes cracked. It develops as a result of several factors such as environmental factors, exposure characteristics, characteristics of agents and individual factors.

The purpose of this study to determine the incidence of occupational skin diseases on landfill scavengers in South Denpasar Suwung 2016. This research was quantitative descriptive cross-sectional approach. Sampling techniques in research was simple random sampling. The population in this study was to 500 scavengers and based on sample formula, the sample was of 84 respondents. To determine the incidence of skin diseases caused by work carried out by the stage of the history and physical examination stage attended by a doctor

The results of the incidence of occupational skin diseases on the scavengers at suwung landfill showdas as much as 28.6% scavenger experienced occupational dermatoses, contact dermatitis which have the highest proportion is 33.3%. The test results of chi sguare swowdas that ≥40 years age group, which is not good personal

hygiene, working period ≥8 years, a history of skin disease, and the use of personal protective equipment associated with the incidence of occupational skin disease. While other variables such as gender, duration of contact, and the level of education were as not associated with the incidence of occupational skin disease.

Based on the above result the advice should be scavengers at the landfill Suwung South Denpasar, more attention to aspects of occupational safety and health by always using protective equipment, and for the associated health in South Denpasar to want to educate about health and hygiene for the scavengers at the landfill Suwung to prevent from occupational skin disease.

Keywords:Occupational dermatoses, Scavengers, Suwung landfill.


(10)

DAFTAR ISI

SKRIPSI PENELITIAN ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, ISTILAH ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Pertanyaan penelitian ... 5

1.4Tujuan ... 5

1.4.1 Tujuan umum ... 5

1.4.2 Tujuan khusus ... 6

1.5Manfaat penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat praktis... 6

1.6Ruang lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penyakit kulit akibat kerja ... 7

2.1.1 Pengertian penyakit kulit akibat kerja ... 7

2.1.2 Jenis-jenis pennyakit kulit akibat kerja ... 7

2.1.3 Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja ... 11

2.1.4 Faktor risiko pennyakit kulit akibat kerja ... 14

2.1.5 Upaya pencegan penyakit kulit akibat kerja ... 17

2.1.6 Diagnosis pennyakit kulit akibat kerja ... 18

2.2Pemulung sampah ... 19

2.2.1 Pengertian pemulung sampah ... 19

2.2.2 Proses kerja pemulung sampah. ... 20


(11)

2.3.1 Pengertian sampah ... 21

2.3.2 Pengolahan sampah ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 3.1Kerangka Konsep ... 26

3.2Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 27

3.2.1 Variabel penelitian ... 27

3.2.2 DefInisi Operasional Variabel... 28

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1Desain Penelitian ... 31

4.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

4.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

4.3.1 Populasi Penelitian ... 31

4.3.2 Sampel Penelitian ... 31

4.4Instrumen Penelitian... 32

4.5Metode Pengumpulan Data ... 33

4.6Pengoalahan Data ... 33

4.7Teknik Analisis Data ... 34

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1Karakteristik responden ... 37

5.2Personal hygiene ... 39

5.3Kejadian penyakit kulit akibat kerja ... 39

BAB VI PEMBAHASAN 6.1Karakteristik responden ... 42

6.2Personal hygiene ... 43

6.3Kejadian penyakit kulit akibat kerja ... 44

6.4Keterbatasan penelitian ... 47

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1Simpulan ... 48

7.2 Saran ... 49

Daftar Pustaka ... 50


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 28

Tabel 5.1 Karakteristik Demografii ... 37

Tabel 5.2 Karakteristik Okupasi ... 37

Tabel 5.3 Personal Hygiene ... 39

Tabel 5.4 Kejadian Penyakit Kulit akibat kerja ... 39

Tabel 5.5 Kejadian Penyakit Kulit Akibat Kerja Berdasarkan Karakteristik Responden dan Personal Hygiene ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi dan Persetujuan Mengikuti penelitian ... 52

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden ... 53

Lampiran 3 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 54

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ... 55

Lampiran 5 Stata ... 58


(15)

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, ISTILAH Daftar singkatan

TPA : Tempat pembuangan akhir TPS : Tempat pembuangan sementara UV : Ultraviolet

Daftar lambang % : Persen < : Lebih kecil

≤ : Lebih kecil sama dengan ≥ : Lebih besar sama dengan n : Besar sampel

N : Ukuran/jumlah populasi Z : Tingkat kepercayaan

P : Proporsi kejadian penyakit kulit G : Galat pendugaan/presisi


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempat pembuangan akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam proses pengelolaanya sejak mulai timbul dari sumber sampah, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan. Tempat pembuangan akhir tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama berada di kota-kota besar di Indonesia yang bertujuan untuk mengatasi masalah persampahan dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh sampah (Sarudji, 2010).

Salah satunya adalah tempat pembuangan akhir Suwung yang terletak di Desa Suwung Kauh Kecamatan Denpasar Selatan Bali. Tempat pembuangan akhir Suwung merupakan tempat pembuangan akhir yang memiliki luas wilayah sekitar 40 hektar dimana dalam sehari TPA Suwung mampu menampung kurang lebih 1.500 ton sampah yang didominasi oleh sampah rumah tangga kiriman dari kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.

Di kawasan tempat pembuangan akhir Suwung Denpasar Selatan banyak dijumpai para pemulung, mereka merupakan orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual. Barang-barang bekas yang dikumpulkan para pemulung dipilah sesuai jenis masing-masing untuk dijual kembali ke penadah barang bekas.

Selain memberikan dampak dari segi ekonomi pekerjaan sebagai pemulung juga mempunyai pengaruh dan dampak yang besar bagi kesehatan pemulung dimana pengaruh tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung


(17)

disebabkan karena adanya kontak langsung antara manusia dengan kondisi lingkungan pemulung yang banyak sampah, sedangkan pengaruh tidak langsung umumnya disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit yang berkembang biak di dalam sampah dan dapat menularkannya kepada manusia (Andani, 2011).

Risiko dan dampak kesehatan yang paling umum pada pemulung sampah adalah kemungkinan terjangkitnya penyakit, dimana penyakit tersebut bisa berupa Gangguan pernafasan karena adanya pembusukan sampah di TPA oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) dan gas metan (CH4) yang bersifat racun bagi tubuh, gangguan pada pencernaan seperti diare yang disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit dan penyakit kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme patogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah (Soemirat, 2009). Penyakit kulit adalah suatu penyakit yang menyerang kulit permukaan tubuh atau peradangan epidermis dan

dermis dengan keluhan gejala berupa gatal dan kemerahan pada permukaan kulit yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab mulai dari kebersihan diri yang buruk, virus, bakteri, reaksi alergi, dan daya tahan tubuh yang rendah (Ganong, 2006).

Penyakit kulit akibat kerja pada pemulung merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari beberapa faktor seperti faktor lingkungan, karakteristik paparan, karakteristik agen dan faktor-faktor individu seperti umur, jenis kelamin serta hygiene perorangan. Hygiene perorangan yang tidak memadai dapat mengakibatkan infeksi jamur, infeksi bakteri, virus, parasit, gangguan kulit dan keluhan lainnya (Andani, 2011).


(18)

Penelitian WHO yang dilakukan pada pekerja tentang penyakit akibat kerja di 5 benua pada tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (Musculo Skeletal Disease) pada urutan pertama sebanyak 48%, gangguan jiwa sebanyak 10-30%, penyakit paru obstruksi kronis sebanyak 11%, penyakit kulit (dermatitis) sebanyak 10%, gangguan pendengaran sebanyak 9% dan keracunan pestisida sebanyak 3% (Cinta, 2008). Menurut Riskesdas (2007) prevalensi dermatitis atau gangguan kulit di Indonesia cukup tinggi yaitu (6,8%), dimana Provinsi Kalimantan Selatan yang paling tinggi (11,3%), diikuti Sulawesi Tengah (10,6%), DKI Jakarta (9,9%), Nusa Tenggara Timur (9,9%), Nanggroe Aceh Darussalam (9,8%), Sulawesi Tenggara (6,2%) dan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat (2,6%). Sedangkan berdasarkan data kejadian gangguan kulit atau dermatitis menurut Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 kejadian gangguan kulit sebesar 56.143 kasus atau 1,78%, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 52.674 kasus atau 1,89%, dimana Kota Denpasar dengan kasus kejadian gangguan kulit tertinggi di Provinsi Bali tahun 2014.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2013) tentang kejadian gangguan kulit di TPA Bantar Gebang didapatkan hasil sebanyak 60,6% pemulung mengalami gangguan kulit dimana variabel personal hygiene dan karakteristik individu berupa masa kerja memiliki hubungan dengan kejadian gangguan kulit pada pemulung. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nurtanti (2010) tentang hubungan

personal hygiene dan pemakaian APD dengan penyakit kulit akibat kerja pada pekerja didapatkan hasil 68% pekerja mengalami penyakit kulit akibat kerja. Sedangkan penelitian oleh Memi (2015) tentang penyakit kulit pada pemulung di TPA Sukawinatan di Palembang didapatkan hasil kejadian gangguan kulit sebanyak 55,7%, dimana variabel karateristik individu berupa masa kerja dan penggunaan


(19)

APD berhubungan dengan kejadian gangguan kulit. Wilayah TPA Suwung berada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas 4 Denpasar Selatan. Berdasarkan data Puskesmas 4 Denpasar Selatan menyebutkan bahwa gangguan kulit atau dermatitis merupakan 10 penyakit terbesar di wilayah kerja Puskesmas 4 Denpasar Selatan pada tahun 2014 dan 2015.

Proses kerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan meliputi proses memilah, memungut dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual. Sedangkan waktu kerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan mulai bekerja dari pukul 07.00-18.00 WITA, tetapi pada suatu saat pemulung lain bisa saja berangkat memulung pada pukul 09.00 WITA, dan pada pukul 12.00 WITA pemulung kembali ke tempat tinggalnya untuk istirahat dan makan siang, kemudian para pemulung kembali memulai pekerjaannya pada pukul 15.00 -18.00 WITA.

Hasil pengamatan sementara yang penulis lakukan mengenai kondisi kerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan umumnya pemulung ketika bekerja kurang menjaga kebersihan dirinya, antara lain tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot, sarung tangan, dan masker sedangkan mengenai kejadian gangguan kulit pada pekerja pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan didapatkan hasil 5 orang dari 7 orang pemulung yang diwawancarai mengalami gangguan kulit gatal-gatal kemerahan dan timbulnya bercak-bercak kehitaman pada tangan dan kaki pemulung. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik ingin mengetahui penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di tempat pembuangan sampah akhir Suwung Denpasar Selatan .


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Tingginya risiko pemulung untuk menderita penyakit kulit akibat kerja

membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Penyakit kulit

akibat kerja pada pemulung di tempat pembuangan sampah akhir Suwung Denpasar Selatan”

1.3 Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana kejadian penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan?

b. Bagaimana gambaran personal hygiene pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan?

c. Bagaimana gambaran pemakaian APD pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kejadian penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.

b. Untuk mengetahui personal hygiene pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.


(21)

c. Untuk mengetahui karakteristik okupasi pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.

d. Untuk mengetahui pemakain APD pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.

e. Untuk mengetahui karakteristik demografi pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis

Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai kejadian penyakit kulit pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan dan sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang berkeinginan dan berkaitan memgambil topik penelitian yang serupa.

1.5.2 Manfaat praktis

Penelitian yang dilakukan dan hasil penelitian yang didapat melalui penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana penanggulangan penyakit kulit diwilayah kerja Puskesmas 4 Denpasar Selatan serta dapat membantu menentukan program pencegahan penyakit kulit pada masyarakat oleh pemerintah setempat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam peneltian ini adalah bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya penyakit akibat kerja yaitu penyakit kulit akibat kerja pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja

2.1.1 Pengertian penyakit kulit akibat kerja

Penyakit kulit akibat kerja merupakan penyakit kulit yang didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi yang terjadi antara kulit dengan substansi yang digunakan di lingkungan kerja, dimana interaksi di tempat kerja merupakan faktor penyebab utama serta faktor kontributor. Salah satu penyebab dari penyakit kulit akibat kerja yaitu bahan kimia dan bahan biologis yang kontak langsung dengan kulit saat melakukan pekerjaan di tempat kerja.

2.1.2 Jenis-jenis penyakit kulit akibat kerja

Menurut Febria (2011) dan Buchari (2007) penyakit kulit akibat kerja dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu.

1. Dermatitis kontak iritan (DKI)

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat nonimunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontakan dari luar. Bahan kontakan ini dapat berupa bahan fisika, kimia bahkan biologis yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit pekerja.

2. Dermatitis kontak alergi (DKA)

Dermatitis kontak alergi (DKA) akibat kerja adalah hipersensitivitas tipe lambat, hasil dari kontak kulit dengan allergen yang spesifik pada orang-orang yang mempunyai sensitivitas yang spesifik terhadap allergen tersebut.


(23)

Reaksi alergi tersebut menyebabkan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi eritema, edema, dan vesikel.

3. Ekzim (ekzema)

Ekzim ditandai dengan kulit kemerah-merahan, bersisik, pecah-pecah, merasa gatal terlebih pada malam hari, timbul gelembung kecil yang diisi air atau nanah, bengkak, melepuh, berwarna merah, amat gatal dan merasa panas. Penyebabnya adalah alergi terhadap rangsangan zat kimia spesifik, atau kepekaan terhadap makanan spesifik layaknya udang, ikan laut, alkohol, vetsin. Pencegahan eksim dapat dilakukan dengan menghindari hal-hal atau bahan-bahan yang bisa manimbulkan alergi.

4. Kudis (skabies)

Kudis ditandai dengan munculnya rasa gatal hebat di malam hari, terlebih di sela-sela jari tangan, dibawah ketiak, aerole (sekeliling puting payudara), dan permukaan depan pergelangan. Kudis gampang menular ke orang lain baik dengan langsung ataupun tidak langsung (handuk dan baju). Pencegahan kudis dapat dilakukan dengan memelihara kebersihan tubuh adalah sesuatu yang harus bila ingin terhindar dari penyakit kulit berupa kudis.

5. Kurap

Penyakit kurap disebabkan oleh jamur. Dimana gejala penyakit kurap ditandai dengan kulit menjadi jadi tebal dan timbul lingkaran-lingkaran, bersisik, lembab, berair, dan merasa gatal. Setelah itu timbul bercak keputihan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan kulit terlebih di area tengkuk, leher, dan kulit kepala.


(24)

6. Bisul (furunkel)

Bisul disebabkan karena adanya infeksi bakteri stafilokokus aureus pada kulit lewat folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat menyebabkan infeksi lokal. Faktor yang menambah risiko terkena bisul diantaranya kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan diabetes, kosmetika yang menyumbat pori dan pemakaian bahan kimia.

7. Ketombe (seboroid)

Penyebab penyakit ini diduga erat kaitannya dengan kegiatan kelenjar sebasea dikulit. Seboroid yang terjadi pada kulit kepala kerap di sebut juga dengan nama ketombe. Gejala berupa merah, bersisik, berminyak dan bau.

8. Lepra

Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah

mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai

afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Gejala umumnya gejala awalnya kulit tampak mengkerut apalagi bila penyakit telah akut kumannya perlahan-lahan akan mengonsumsi kulit dan daging, bila sudah terkena penyakit kulit tipe ini segera berobat ke dokter.

9. Panu

Panu adalah salah satu penyakit kulit yang dikarenakan oleh jamur, penyakit panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada waktu berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau merah bergantung warna kulit penderita. Panu sangat banyak ditemukan pada remaja usia belasan dan panau juga dapat ditemukan pada penderita berusia


(25)

tua. Cara pencegahan penyakit kulit panu bisa dilakukan dengan melindungi kebersihan kulit, dan bisa diobati dengan obat-obatan tradisional layaknya daun sirih yang digabung dengan kapur sirih dan dioles pada kulit yang terserang panu.

10.Infeksi jamur kulit

Jamur dapat tumbuh dipermukaan kulit kita, dan mengakibatkan kerusakan tekstur kulit hingga tampak buruk. Belum lagi, rasa gatal yang kerap menyerang menyertai infeksi jamur tersebut. Bila tidak selekasnya diatasi, jamur kulit dengan cepat menyebar kejaringan kulit yang lebih luas.

Mekanisme terjadinya penyakit kulit akibat kerja berdasarkan jenisnya menurut Djuanda (2007) sebagai berikut :

1. Dermatitis kontak iritan

Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi dan fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air di kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid

membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan

merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti pada kulit. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas dan nyeri bila iritan kuat.

2. Dermatitis kontak alergi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase


(26)

elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu pada fase ini terjadi hapten yaitu zat kimia atau antigen yang belum diproses. Sedangkan pada fase elisitasi kontak dengan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak dengan bahan kimia dengan dosis sangat rendah, biasanya fase elisitasi berlangsung antara 24-48 jam hingga muncul peradangan pada kulit.

2.1.3 Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja

Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja berlangsung melalui 2 (dua) fase yaitu (Djuanda, 2007).

1. Fase akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan pada kulit. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam yang kuat. Jika iritan lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu yang singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

Sedangkan pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemerahan) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas pada kulit.


(27)

2. Fase kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Pada dermatitis kontak alergi kronik, merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal di sekitar pekerja.

Gambaran klinis penyakit kulit akibat kerja dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya, hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebab dari gangguan kulit yang muncul pada seorang pekerja (Febria, 2011).

1. Pada area tangan

Kejadian penyakit kulit akibat kerja paling sering ditemukan pada area tangan pekerja baik dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Banyaknya dermatitis kontak akibat kerja di area tangan dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering berkontak langsung dengan bahan kimia.


(28)

2. Pada area kaki

penyakit kulit akibat kerja pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah, pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci yang mengandung nikel, kaos kaki yang terbuat dari nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu pekerja.

3. Pada area wajah

Pada dermatitis kontak pada wajah disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, allergen yang ada di udara dan nikel. Bila di bibir atau sekitarnya bisa disebabkan oleh lipstick yang tercemar. Sedangkan dermatitis di kelopak mata disebabkan oleh cat kuku, cat rambut dan obat mata.

4. Pada area badan

Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen ,bahan pelembut dan pewangi yang digunakan oleh pekerja.

5. Pada area telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel merupakan penyebab penyakit kulit pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids.

6. Pada area paha dan tungkai bawah

Penyakit kulit pada paha dan tungaki bawah dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.


(29)

2.1.4 Faktor risiko gangguan kulit akibat kerja

Faktor risiko terjadinya gangguan kulit akibat kerja pada pekerja sebagai berikut.

1. Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian gangguan kulit pada pekerja dimana sesorang dengan umur yang semakin tua akan berdampak pada sistem kekebalan tubuh manusia yang berkurang dan rentan terkena penyakit. Dapat dikatakan bahwa dermatitis atau gangguan kulit akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Iwan, 2003).

2. Lama kontak

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dan iritan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2013) didapatkan hasil kejadian gangguan kulit akibat kerja pada variabel lama kontak dengan rata-rata lama kontak 9 jam sehari, sebanyak 40 dari 66 pekerja mengalami gangguan kulit.

3. Pendidikan

Pekerja dengan pindidikan yang rendah mengakibatkan rendahnya kepedulian terhadap pencegahan penyakit. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2010) angka kejadian gangguan kulit pada pemulung yang tidak bersekolah lebih bermakna bila dibandingkan dengan pemulung yang bersekolah.


(30)

4. Masa kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya pekerja terpajan dengan berbagai sumber penyakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reni (2013) didapatkan hasil gangguan kulit pada pekerja di Bulukumba sebanyak 46,2% mengalami gangguan kulit, dimana variabel masa kerja pekerja lebih dari >5 tahun mengalami gangguan kulit sebesar 44,4%.

5. Suhu dan kelembaban

Menurut Kurniawati (2006) jamur penyebab gangguan kulit pada pekerja di TPA dapat tumbuh dengan baik pada suhu kamar, dengan kelembaban rata-rata 60%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Maruff (2005) terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan penyakit kulit berupa scabies pada pekerja industri tekstil.

6. Penggunaan APD

Penggunaan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan, sepatu boot dan pakaian lengan panjang merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat mencegah terpapar bahan iritan maupun allergen yang ada di tempat kerja (Febria, 2011).

7. Personal hygiene

Personal hygiene dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan higiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan


(31)

kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2013) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan kulit dengan personal hygiene yang buruk pada pekerja, dimana pengukuran

personal hygiene dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi 9

pertanyaan mengenai kerbersihan kulit responden sebelum dan sesudah bekerja dimana 9 pertanyaan tersebut berisi poin-poin penilain personal hygiene. Penilain personal hygiene dibedakan menjadi 2 yaitu personal hygiene dinilai baik jika poin >25 poin dan personal hygiene dinilai buruk jika poin<24 poin.

8. Sinar matahari langsung

Menurut Moeljosoedarmo (2008) sinar matahari langsung di atas pukul 10.00, bisa berbahaya bagi kulit dikarenakan sinar matahari mengandung sinar ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB) dapat merusak membran sel sehingga mengakibatkan kulit merah dan terbakar, serta merusak sel-sel kulit, akibatnya mekanisme regenerasi sel-sel akan rusak. Apabila kulit terpapar sinar matahari cukup lama dan dalam intensitas yang cukup tinggi akan mempercepat proses premature skin

aging (penuaan kulit dini) yang berdampak pada munculnya gangguan

kulit.

9. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyakit kulit akibat kerja memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita, akan tetapi, gangguan kulit secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria yang disebabkan tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh


(32)

Nurtanti (2010) kejadian gannguan kulit pada pekerja perempuan lebih bermakna bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki.

10. Riwayat penyakit kulit

Penyakit kulit akibat kerja paling sering di temukan pada pekerja yang sebelumnya menderita penyakit kulit hal ini disebabkan karena kulit pekerja rentan untuk terkena penyakit kulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurtanti (2010) sebagian besar responden yang menderita penyakit kulit memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Dari data diperoleh gambaran bahwa sebanyak 18 responden (90%) yang menderita penyakit kulit akibat kerja memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.

2.1.5 Upaya pencegahan penyakit kulit akibat kerja

Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja dapat dilakukan

dengan memperhatikan aspek personal hygiene. Aspek personal hygiene yang baik

akan meminimalkan pintu masuk (port de entry) mikroorganisme yang ada

dimana-mana ke dalam tubuh dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit kulit akibat kerja. Personal hygiene merupakan perawatan diri dimana seseorang merawat fungsi-fungsi tertentu seperti mandi, toileting dan kebersihan tubuh secara umum. Kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan seseorang dimana kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri, dengan tubuh yang bersih meminimalkan risiko seseorang terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang tidak baik seperti penyakit kulit akibat kerja. Pada pekerja yang rentang terkena penyakit kulit akibat kerja wajib menggunakan alat


(33)

pelindung diri (APD) yang dapat mencegah paparan sinar matahari langsung yaitu pakaian lengan panjang (baju pelindung), sarung tangan dan sepatu boot.

2.1.6 Diagnosa klinis penyakit kulit akibat kerja

Menurut Raymond (2001) untuk menetapkan kejadian dan penyebab penyakit kulit akibat kerja diperlukan 3 tahap dan proses sebagai berikut.

1. Tahap anamnesis

Pada tahap anamnesis yang paling penting untuk ditanyakan adalah tempat kerja, jenis pekerjaan, riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontakan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri.

2. Tahap pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tahap fisik yang pertama dilakukan adalah tentukan lokasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan, muka dan anggota gerak. Pemeriksaan fisik sangat penting karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

3. Tahap pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilaksanakan dengan mengoleskan sediaan uji tempel pada kulit normal panel/subjek manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan itu dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan kulit


(34)

atau tidak. Pada tahap penunjang berupa uji tempel tidak dapat dijalankan dan dilaksanakan karena beberapa syarat-syarat yang sulit untuk dipenuhi oleh responden sebagai berikut.

 Uji tempel harus dilepaskan dan pada hari ke 2 setelah pemasangan dan waktu pembacaan selanjutnya pada hari ke 3 sampai hari ke 7 setelah aplikasi uji tempel dilepas.

 Responden disarankan tidak mandi 48 jam setelah aplikasi dipasang.

Pada bagian tubuh yang dipasang aplikasi harus kering sampai jangka waktu pembacaan terakhir setelah uji tempel dilepaskan.

Pada penelitian ini pemeriksaan kejadian gangguan kulit pada pemulung di TPA Suwung Denpasar Selatan akan dibantu oleh dokter, penulis memilih 2 (dua) tahap dari 3 (tiga) tahap diagnosis gangguan kulit. Peneliti menggunakan tahap anamnesis dan tahap pemeriksaan fisik karena waktu yang dibutuhkan tidak lama.

2.2 Pemulung Sampah

2.2.1 Pengertian pemulung sampah

Pemulung merupakan orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas (logam, plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang daur ulang. Ada dua jenis pemulung yaitu pemulung lepas yang bekerja sebagai wirausaha dan pemulung yang tergantung pada seoarang bandar yang meminjamkan uang kepada mereka dan memotong uang tersebut saat membeli barang bekas yang dijual oleh pemulung tersebut.


(35)

2.2.2 Proses kerja pemulung sampah

Menurut Ahmad (2011) kegiatan dan proses kerja pemulung sampah secara umum sebagai beikut.

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan oleh pemulung sampah adalah kegiatan menyiapkan alat perlengkapan seperti motor dan gerobak sampah yang akan dibawa ke TPA atau berkeliling kompleks perumahan warga untuk mencari sampah, menyiapkan kantong palstik atau kardus untuk memasukan sampah saat memulung dan menyiapkan APD seperti sarung tangan dan masker yang digunakan saat memulung sampah di lingkungan TPA.

2. Memilih sampah

Pemulung memilih sampah yang mempunyai nilai ekonomis dan lebih berfokus pada arah konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sampah yang

bernilai ekonomis tinggi yang menjadi perhatian utama pemulung sampah

yaitu sampah plastik, logam, besi dan gelas karena sampah tersebut bila dijual ke penadah barang bekas memiliki nilai jual yang tinggi. Pada kegiatan memilih sampah pemulung kontak langsung dengan paparan kimia, biologis dan sinar matahari di sekitar TPA.

3. Memilah sampah

Setelah sampah dipilih, selanjunya dilakukan kegiatan memilah sampah berdasarkan jenis dan ukuran sampah, sampah yang memiliki ukuran yang lebih besar biasanya memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Pada kegiatan memilah sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis dan kimia yang berasal dari sampah.


(36)

4. Mengumpulkan sampah

Setelah sampah dipilah berdasarkan jenisnya, sampah dikumpulkan di suatu tempat yaitu di rumah pemulung tersebut. Sampah yang dikumpulkan akan dijual bila sudah dirasa cukup ke penadah barang bekas. Pada kegiatan mengumpulkan sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis dan kimia yang berasal dari sampah yang pemulung kumpulkan.

5. Menjual sampah

Setelah sampah dikumpulkan dan dipilah sesuai jenis dan ukuranya, sampah tersebut kemudian dijual ke penadah barang bekas yang ada di sekitar TPA dan pemukiman sekitar TPA tersebut.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada pemulung sampah di TPA Suwung Denpasar Selatan, pemulung mulai bekerja pada pukul 07.00-18.00 WITA. Menurut Asloy (2015) dengan lama kerja yang panjang di tempat sampah, yang banyak mengandung bahan iritan, kimia dan biologis dapat mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja, karena terjadi interaksi antara tubuh pekerja dengan bahan berbahaya yang ada di tempat kerja tersebut dalam waktu yang lama.

2.3 Sampah

2.3.1 Pengertian sampah

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai dan tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Pada tahun 2015 produksi sampah di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil sampah terbesar yaitu sebesar 64 juta ton per tahun sampah. Sedangkan berdasarkan jenisnya sampah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah


(37)

anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang mudah terurai sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan baku bukan hayati dan sulit terurai secara alami.

2.3.2 Pengolahan sampah

Menurut Sulastoro (1999) pengolahan sampah harus melalui beberapa tahap dan proses pengolahan sampah sebagai berikut.

a. Tahap sumber sampah

Sumber sampah merupakan awal mula dari tahapan dan proses pengolahan sampah. Sumber sampah banyak dihasilkan dari pemukiman rumah tangga sekitar 80% dan pasar tradisional sekitar 50%. Sampah pasar pada umumnya 90% mengandung sampah organik yang terdiri dari sampah sayuran, buah, dan sejenisnya yang seragam sehingga memudahkan dalam pengelompokan. Sedangkan sampah pemukiman rumah tangga cukup beragam dimana berapa komposisi sampah yang dapat dijumpai 70% mengandung sampah organik dan 30% mengandung anorganik.

b. Tahap pengumpulan sampah

Tahap pengumpulan sampah dapat diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat atau asal sampah tersebut sampai ke tempat pembuangan sementara. Tahap pengumpulan sampah terdiri dari dua macam metode sesuai dengan pola pengumpulan yang digunakan, yaitu:

 Individual langsung merupakan penanganan sampah dengan cara

mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses pemindahan.


(38)

 Individual tidak langsung merupakan proses penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan diangkut ke TPA melalui proses pemindahan dengan menggunakan sarana pengangkut.

c. Tahap pengangkutan sampah

Tahap pengangkutan sampah adalah proses memindahkan sampah ke tempat pembuangan sementara (TPS). Menunjang kelancaran proses pengangkutan, tempat untuk proses pengangkutan harus disesuaikan dengan proses pengumpulan. Pada tahapan pengangkutan sampah perlu dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu untuk membantu menuju ke TPS, dan pada tahapan ini sangat perlu melibatkan tenaga kerja yang pada periode waktu tertentu membantu mengangkut

sampah ke TPS.

d. Tempat pembuangan sementara (TPS)

Tempat pembuangan sementara adalah tempat yang menampung sampah untuk jangka waktu tertentu yang berada di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan yang biasanya berada jauh dari pumukiman penduduk. Sampah untuk sementara ditampung sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir untuk diolah.

e. Tahap pemindahan sampah

Tahap pemindahan merupakan proses memindahkan sampah dari TPS ke TPA, sehingga TPS pada daerah pelayanan menjadi bersih dari sampah. Pada tahapan ini pemindahan sampah dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu dan melibatkan tenaga kerja yang


(39)

pada periode waktu tertentu membantu proses pemindahan sampah tersebut ke TPA.

f. Tempat pembuangan akhir (TPA)

Tempat pembuangan akhir adalah proses atau tahapan terakhir dimana semua sampah dari seluruh titik pengumpulan, dibuang dan dikumpulkan. Tujuan tempat pembuangan akhir adalah untuk memusnahkan sampah di suatu TPA dengan proses tertentu sehingga seminimal mungkin tidak menimbulkan dampak dan gangguan terhadap lingkungan sekitar baik setelah dilakukan pengolahan maupun belum dilakukan pengolahan.

Menurut Rizal (2015) ada beberapa metode sistem pengolahan sampah yang diterapkan pada tempat pembuangan akhir (TPA) sebagai berikut.

a. Pemadatan sampah

Pemadatan sampah adalah tehnik pemadatan sampah dengan menggunakan alat atau teknologi yang cukup cangih. Pemadatan sampah sebenarnya bukan merupakan sistem pengolahan langsung terhadap sampah di TPA, melainkan lebih kepada tindakan persiapan yang dilakukan terhadap sampah untuk memudahkan proses selanjutnya. Teknologi utama pemadatan sampah dengan cara ini berupa mesin yang berfungsi memadatkan dan membentuk sampah menjadi bola–bola sampah. Ada dua jenis mesin yang dapat

digunakan untuk pengolahan sampah dengan sistem ini yaitumesinmobile

baler dan mesin mobile baler tornado.

b. Open dumping

Open dumping adalah salah satu sistem penanganan sampah yang paling

sederhana yaitu sampah ditimbun di area tertentu secara terus menerus tanpa ditimbun dengan tanah penutup (penimbunan secara terbuka). Pembuangan


(40)

sistem open dumping sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan yaitu akan menimbulkan leacheate

(tercemarnya air tanah).

c. Pembakaran sampah (incinerator)

Incinerator bertujuan untuk mereduksi atau mengurangi volume sampah

buangan padat. Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah hingga 97% dan bobot hingga 70%. Panas hasil pembakaran dipakai untuk menghasilkan energi. Proses ini memerlukan biaya yang sangat besar untuk membeli dan membangun unit pembakaran sampah tersebut di TPA.

d. Pengkomposan (composting)

Pengkomposan adalah proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali dan terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos. Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea.

e. Sanitary landfill

Sanitary landfill merupakan metode pemusnahan sampah yang dilakukan

dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Metode ini paling banyak digunakan di TPA di seluruh wilayah Indonesia.


(1)

2.2.2 Proses kerja pemulung sampah

Menurut Ahmad (2011) kegiatan dan proses kerja pemulung sampah secara umum sebagai beikut.

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan oleh pemulung sampah adalah kegiatan menyiapkan alat perlengkapan seperti motor dan gerobak sampah yang akan dibawa ke TPA atau berkeliling kompleks perumahan warga untuk mencari sampah, menyiapkan kantong palstik atau kardus untuk memasukan sampah saat memulung dan menyiapkan APD seperti sarung tangan dan masker yang digunakan saat memulung sampah di lingkungan TPA.

2. Memilih sampah

Pemulung memilih sampah yang mempunyai nilai ekonomis dan lebih berfokus pada arah konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sampah yang bernilai ekonomis tinggi yang menjadi perhatian utama pemulung sampah yaitu sampah plastik, logam, besi dan gelas karena sampah tersebut bila dijual ke penadah barang bekas memiliki nilai jual yang tinggi. Pada kegiatan memilih sampah pemulung kontak langsung dengan paparan kimia, biologis dan sinar matahari di sekitar TPA.

3. Memilah sampah

Setelah sampah dipilih, selanjunya dilakukan kegiatan memilah sampah berdasarkan jenis dan ukuran sampah, sampah yang memiliki ukuran yang lebih besar biasanya memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Pada kegiatan memilah sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis dan kimia yang berasal dari sampah.


(2)

4. Mengumpulkan sampah

Setelah sampah dipilah berdasarkan jenisnya, sampah dikumpulkan di suatu tempat yaitu di rumah pemulung tersebut. Sampah yang dikumpulkan akan dijual bila sudah dirasa cukup ke penadah barang bekas. Pada kegiatan mengumpulkan sampah pemulung terpapar bahan iritan, biologis dan kimia yang berasal dari sampah yang pemulung kumpulkan.

5. Menjual sampah

Setelah sampah dikumpulkan dan dipilah sesuai jenis dan ukuranya, sampah tersebut kemudian dijual ke penadah barang bekas yang ada di sekitar TPA dan pemukiman sekitar TPA tersebut.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada pemulung sampah di TPA Suwung Denpasar Selatan, pemulung mulai bekerja pada pukul 07.00-18.00 WITA. Menurut Asloy (2015) dengan lama kerja yang panjang di tempat sampah, yang banyak mengandung bahan iritan, kimia dan biologis dapat mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja, karena terjadi interaksi antara tubuh pekerja dengan bahan berbahaya yang ada di tempat kerja tersebut dalam waktu yang lama.

2.3 Sampah

2.3.1 Pengertian sampah

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai dan tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Pada tahun 2015 produksi sampah di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil sampah terbesar yaitu sebesar 64 juta ton per tahun sampah. Sedangkan berdasarkan jenisnya sampah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah


(3)

anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang mudah terurai sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan baku bukan hayati dan sulit terurai secara alami.

2.3.2 Pengolahan sampah

Menurut Sulastoro (1999) pengolahan sampah harus melalui beberapa tahap dan proses pengolahan sampah sebagai berikut.

a. Tahap sumber sampah

Sumber sampah merupakan awal mula dari tahapan dan proses pengolahan sampah. Sumber sampah banyak dihasilkan dari pemukiman rumah tangga sekitar 80% dan pasar tradisional sekitar 50%. Sampah pasar pada umumnya 90% mengandung sampah organik yang terdiri dari sampah sayuran, buah, dan sejenisnya yang seragam sehingga memudahkan dalam pengelompokan. Sedangkan sampah pemukiman rumah tangga cukup beragam dimana berapa komposisi sampah yang dapat dijumpai 70% mengandung sampah organik dan 30% mengandung anorganik.

b. Tahap pengumpulan sampah

Tahap pengumpulan sampah dapat diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat atau asal sampah tersebut sampai ke tempat pembuangan sementara. Tahap pengumpulan sampah terdiri dari dua macam metode sesuai dengan pola pengumpulan yang digunakan, yaitu:

 Individual langsung merupakan penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses pemindahan.


(4)

 Individual tidak langsung merupakan proses penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing sumber sampah dan diangkut ke TPA melalui proses pemindahan dengan menggunakan sarana pengangkut.

c. Tahap pengangkutan sampah

Tahap pengangkutan sampah adalah proses memindahkan sampah ke tempat pembuangan sementara (TPS). Menunjang kelancaran proses pengangkutan, tempat untuk proses pengangkutan harus disesuaikan dengan proses pengumpulan. Pada tahapan pengangkutan sampah perlu dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu untuk membantu menuju ke TPS, dan pada tahapan ini sangat perlu melibatkan tenaga kerja yang pada periode waktu tertentu membantu mengangkut sampah ke TPS.

d. Tempat pembuangan sementara (TPS)

Tempat pembuangan sementara adalah tempat yang menampung sampah untuk jangka waktu tertentu yang berada di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan yang biasanya berada jauh dari pumukiman penduduk. Sampah untuk sementara ditampung sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir untuk diolah.

e. Tahap pemindahan sampah

Tahap pemindahan merupakan proses memindahkan sampah dari TPS ke TPA, sehingga TPS pada daerah pelayanan menjadi bersih dari sampah. Pada tahapan ini pemindahan sampah dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu dan melibatkan tenaga kerja yang


(5)

pada periode waktu tertentu membantu proses pemindahan sampah tersebut ke TPA.

f. Tempat pembuangan akhir (TPA)

Tempat pembuangan akhir adalah proses atau tahapan terakhir dimana semua sampah dari seluruh titik pengumpulan, dibuang dan dikumpulkan. Tujuan tempat pembuangan akhir adalah untuk memusnahkan sampah di suatu TPA dengan proses tertentu sehingga seminimal mungkin tidak menimbulkan dampak dan gangguan terhadap lingkungan sekitar baik setelah dilakukan pengolahan maupun belum dilakukan pengolahan.

Menurut Rizal (2015) ada beberapa metode sistem pengolahan sampah yang diterapkan pada tempat pembuangan akhir (TPA) sebagai berikut.

a. Pemadatan sampah

Pemadatan sampah adalah tehnik pemadatan sampah dengan menggunakan alat atau teknologi yang cukup cangih. Pemadatan sampah sebenarnya bukan merupakan sistem pengolahan langsung terhadap sampah di TPA, melainkan lebih kepada tindakan persiapan yang dilakukan terhadap sampah untuk memudahkan proses selanjutnya. Teknologi utama pemadatan sampah dengan cara ini berupa mesin yang berfungsi memadatkan dan membentuk sampah menjadi bola–bola sampah. Ada dua jenis mesin yang dapat digunakan untuk pengolahan sampah dengan sistem ini yaitumesinmobile baler dan mesin mobile baler tornado.

b. Open dumping

Open dumping adalah salah satu sistem penanganan sampah yang paling sederhana yaitu sampah ditimbun di area tertentu secara terus menerus tanpa ditimbun dengan tanah penutup (penimbunan secara terbuka). Pembuangan


(6)

sistem open dumping sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu akan menimbulkan leacheate (tercemarnya air tanah).

c. Pembakaran sampah (incinerator)

Incinerator bertujuan untuk mereduksi atau mengurangi volume sampah buangan padat. Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah hingga 97% dan bobot hingga 70%. Panas hasil pembakaran dipakai untuk menghasilkan energi. Proses ini memerlukan biaya yang sangat besar untuk membeli dan membangun unit pembakaran sampah tersebut di TPA.

d. Pengkomposan (composting)

Pengkomposan adalah proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali dan terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos. Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea.

e. Sanitary landfill

Sanitary landfill merupakan metode pemusnahan sampah yang dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Metode ini paling banyak digunakan di TPA di seluruh wilayah Indonesia.


Dokumen yang terkait

Keterpaparan Pemulung Sampah Dapat Menimbulkan Penyakit Kulit Akibat Kerja di TPA Terjun Kota Medan

8 63 92

Isolasi Bakteri Dari Tanah Tempat Pembuangan Sampah Untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair

7 86 81

Kajian Air Lindi Di Tempat Pembuangan Akhir Terjun Menggunakan Metode Thornthwaite

8 88 75

Pengaruh Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah terhadap Kualitas Air Tambak Ikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

7 90 87

Analisa Perilaku Pemulung Anak Terhadap Infestasi Cacing Dan Peran Instansi Lintas Sektoral Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2002

0 17 130

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

PROFIL PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CEMPO MOJOSONGO Profil Pemulung Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cempo Mojosongo (Studi Kasus Di Tpa Cempo Mojosongo).

0 1 16

PROFIL PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CEMPO MOJOSONGO Profil Pemulung Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cempo Mojosongo (Studi Kasus Di Tpa Cempo Mojosongo).

0 1 11

Dimensi Tubuh Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Sampah Suwung Denpasar dan Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan.

0 0 16

Karakteristik Kewirausahaan Masyarakat Pemulung Pendekatan Fenomenologi terhadap Komunitas Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi

0 0 13