Tugas dan Fungsi Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Bandar

Tabel 5. Kualitas Anggota Komisi C DPRD Kota Bandar Lampung No. Nama Usia tahun Pendidikan Jenis Kelamin Latar Pekerjaan Parpol Suku KinerjaKedisiplinan 1 H. BARLIAN MANSYUR. Amd 50 D3 Pria Politisi Golkar Lampung 85 2 Ir. RM. AYUB SULAIMAN, SE. MM 52 S2 Pria Pengusaha Demokrat Jawa 75 3 WIDARTO, SE 45 S1 Pria Politisi PKS Jawa 80 4 BENSON WERTHA. SH 41 S1 Pria Politisi Golkar Bugis 85 5 NUR SYAMSI, ST 36 S1 Pria Wiraswasta PPP Lampung 80 6 EFFENDI TASLIM, SE. MM 48 S2 Pria Akademisi NKR Lampung 75 7 HANAFI PULUNG 42 SMA Pria Wiraswasta PDIP Jawa 80 8 HANDRIE KURNIAWAN. SE 41 S1 Pria Politisi PKS Jawa 80 9 Hi. AGUSMAN ARIEF. SE. MM 48 S2 Pria Pengusaha Demokrat Lampung 85 10 WAHYU LESMONO. SE 37 S1 Pria Politisi PAN Jawa 80 11 Moh. BASIRI AFFANDI. SE 46 S1 Pria Politisi Gerindra Lampung 80 Tabel 6. Kualitas Anggota Komisi D DPRD Kota Bandar Lampung No. Nama Usia tahun Pendidikan Jenis Kelamin Latar Pekerjaan Parpol Suku KinerjaKedisiplinan 1 NANDANG HENDRAWAN. SE 43 S1 Pria Politisi PKS Jawa 85 2 M. JIMMY KHOEMEINI. SH 45 S1 Pria Politisi Gerindra Lampung 80 3 MW. HERU SAMBODO, ST 37 S1 Pria Pengusaha Golkar Lampung 80 4 Drs. SUWONDO 47 S1 Pria Pengusaha Golkar Jawa 80 5 Dra. Hj. SYARIFAH 48 S1 Wanita Pengusaha Demokrat Lampung 80 6 KOSTIANA, SE 40 S1 Wanita Politisi PDIP Sunda 80 7 YASSER AHMAD. S.Sos 37 S1 Pria Politisi NKR Minangkabau 80 8 MUSWIR. Amd 41 D3 Pria Politisi PAN Lampung 75 9 ZULKISMIR, SE 42 S1 Pria Pengusaha Demokrat Minangkabau 80 10 ALBERT ALAM. S.Pd 47 S1 Pria Politisi PPP Lampung 80 Tabel 7. Kualitas Pegawai Bidang Fisik dan Prasarana Wilayah Bappeda Kota Bandar Lampung No. Nama Usia tahun Pendidikan Jenis Kelamin Jabatan Suku KinerjaKedisiplinan 1 DESTI MEGA PUTRI, SP. MT 45 S2 Wanita KEPALA BIDANG Lampung 85 2 FITRIYANTI, ST 30 S1 Wanita KASUBBID SARANA DAN PRASARANA Sunda 80 3 CHEPI HENDRI SAPUTRA, ST. MT. MPP 34 S2 Pria KASUBBID TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP Lampung 85 4 ERY ADITYAWAN, ST 31 S1 Pria STAF Lampung 75 5 ANTON KURNIAWAN, ST 32 S1 Pria STAF Lampung 80 6 HAIRINI, SP 28 S1 Wanita STAF Jawa 80 7 FITRIA, ST 31 S1 Wanita STAF Palembang 80 8 RATU KEMALASARI, S.Sos 47 S1 Wanita STAF Lampung 75 9 RIDWAN 48 SMA Pria STAF Jawa 80 10 SYAFRIN, ST 37 S1 Pria STAF Jawa 80 11 DIONA MARTINALOVA, SIP 27 S1 Wanita STAF Lampung 75

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu : 1. Relasi yang terjadi antara DPRD dan pemerintah daerah pada perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung adalah tepat sesuai dengan relasi antar institusi dalam perspektif model Levine dan White melalui interaksi dalam kerangka proses asosiatif yaitu meliputi decisi, antisipasi, nondecisi, dan systemic dalam proses mengidentifikasi isu kebijakan, merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi, dan menetapkan keputusan. 2. Decisi, antisipasi, nondecisi, dan systemic yang ditemukan berlakuterlaksana dalam proses mengidentifikasi isu kebijakan, merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi, dan menetapkan keputusan, menunjukkan bahwa relasi yang terjadi antara DPRD dan pemerintah daerah pada perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung adalah termasuk dalam kategori penilaian baik. 3. Dalam rangka menguji penelitian sebelumnya oleh Fitri Juliana Sanjaya pada tahun 2010 mengenai hubungan eksekutif dengan legislatif pada penyusunan APBD tahun 2010 Kabupaten Lampung Timur dalam perspektif agency theory, maka peneliti akan menjawab hasil penelitian sebelumnya tersebut berdasarkan pemaparan peneliti mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian ini, yaitu relasi DPRD dan pemerintah daerah pada perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung dalam perspektif model Levine dan White, bahwa:  Penggunaan kekuasaan dan sumber daya yang dimiliki oleh DPRD dan pemerintah daerah secara bersama pada perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung yang termasuk dalam kategori pendekatan organizational exchange memungkinkan kedua institusi tersebut memperoleh informasi yang sama, karena interaksi yang terjadi didasari oleh tujuan bersama.  Pada proses perumusan kebijakan tidak ditemukan adanya indikasi bargaining dalam menetapkan keputusan. Dengan demikian, political corruption Korupsi Politik tidak terjadi dalam penetapan keputusan kebijakan Peraturan Daerah Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung.  Konsultasi yang dilakukan baik oleh Bappeda Kota Bandar Lampung maupun DPRD Kota Bandar Lampung pada proses perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung melibatkan partisipasi masyarakat dari berbagai pihak, antara lain akademisi, ahli tata ruang, tokoh masyarakat, LSM, dan NGO, serta partisipasi dari unsur sektor swasta antara lain, pengusaha konstruksi, pengusaha perumahan dan real estate, PHRI, dan YLKI dalam rangka dengar pendapat hearing. Hal ini menunjukkan keterbukaan transparansi yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif dalam melakukan proses perumusan kebijakan. Dengan demikian, hasil penelitian mengenai relasi DPRD dan pemerintah daerah pada perumusan kebijakan tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung dalam perspektif model Levine dan White yang telah dilakukan oleh peneliti telah membantah hasil penelitian sebelumnya oleh Fitri Juliana Sanjaya mengenai hubungan eksekutif dengan legislatif pada penyusunan APBD tahun 2010 Kabupaten Lampung Timur dalam perspektif agency theory.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, ada beberapa saran dari peneliti, yaitu: 1. Pemerintah Kota Bandar Lampung dan DPRD Kota Bandar Lampung dalam menentukan pilihan atau prioritas kebijakan tidak terlepas dari kepentingan dan tuntutan berbagai kelompok kepentingan, kiranya agar dapat lebih memperhatikan subtansi dan konteks yang melingkupi prioritas kebijakan yang akan diambil, tidak hanya memperhatikan sumber daya yang lebih besar yang dimiliki oleh kelompok kepentingan saja, namun akan lebih bijak jika prioritas kebijakan yang diambil adalah berdasar pada konteks sistem yang melingkupi baik sistem politik, sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Sehingga prioritas kebijakan tersebut dapat sesuai, bermanfaat, dan berpengaruh positif terhadap sistem yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung. 2. Relasi antar institusi DPRD dan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan daerah tidak terlepas dari peran pihak ketiga dan masyarakat, kiranya dapat ditingkatkan agar tetap terjalin hubungan sinergis antara pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat melalui interaksi decisi, antisipasi, nondecisi, dan systemic baik pada relasi dalam kerangka proses asosiatif maupun disosiatif. 3. Berdasarkan simpulan peneliti dalam rangka menguji penelitian sebelumnya oleh Fitri Juliana Sanjaya pada tahun 2010 mengenai hubungan eksekutif dengan legislatif pada penyusunan APBD tahun 2010 Kabupaten Lampung Timur dalam perspektif agency theory, peneliti menyarankan beberapa hal, antara lain:  Penggunaan kekuasaan dan sumber daya secara bersama oleh DPRD dan pemerintah daerah yang didasari oleh tujuan bersama melalui pendekatan organizational exchange, diharapkan agar tetap pada upaya dan langkah positif kedua institusi dalam mencapai tujuan bersama, sehingga dapat meningkatkan hubungan kemitraan kedua institusi dalam melakukan perumusan kebijakan.  Partisipasi lembaga non pemerintah NGO atau LSM diharapkan dapat mengawasi prilaku aktor eksekutif dan legislatif dalam melakukan perumusan kebijakan dalam rangka mengantisipasi adanya praktek bargaining dalam menetapkan keputusan serta dalam upaya pemberantasan political corruption Korupsi Politik oleh eksekutif dan legislatif.  Konsultasi yang telah dilakukan dengan berbagai pihak kiranya dapat dipublikasikan kepada masyarakat luas public untuk menumbuhkan rasa memiliki sense of belonging dan rasa bertanggung jawab sense of responsbility kepada masyarakat atas kebijakan yang akan dikeluarkan.