3.2.5.2 Pengujian Hipotesis
Hipotesis didefinisikan sebagai dugaan atas jawaban sementara mengenai sesuatu masalah yang masih perlu diuji secara empiris, untuk mengetahui apakah
pernyataan itu dapat diterima atau tidak. Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah seberapa besar pengaruh Stress kerja X1 dan motivasi X2 terhadap
produktivitas kerja Y. Pengujian hipotesis dilakukan melalui pengujian hipotesis parsial.
1. Pengujian Secara Parsial
Melakukan uji-t, untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis parsial antara variabel bebas Kualitas Kehidupan Kerja terhadap variabel terikat Komitmen Organisasi.
H0 : β
1
= 0 : Kualitas Kehidupan Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.
Ha : β
1
0 : Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.
Hipotesis parsial antara variabel bebas Semangat Kerja terhadap variabel terikat Komitmen Organisasi.
H0 : β
2
= 0 : Semangat Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.
Ha : β
2
0 : Semangat Kerja berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.
Rumus uji t yang digunakan adalah :
........,5 1,2,3
I 1
...... 2
1 1
k
n CRii
Xk XY
R YX
P i
t
Hasilnya dibandingkan dengan tabel t untuk derajat bebas n-k-1 dengan taraf signifikansi 5.
Kriteria Pengujian H
ditolak apabila t
hitung
dari t
tabel
α = 0,05 Jika menggunakan tingkat kekeliruan α = 0,01 untuk diuji dua pihak,
maka kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis yaitu sebagai berikut:
a. Jika t
hitung
≥ t
tabel
maka H ada di daerah penolakan, berarti Ha
diterima artinya antara variabel X dan variabel Y ada hubungannya. b. Jika T
hitung
≤ t
tabel
maka H ada di daerah penerimaan, berarti Ha
ditolak artinya anatara variabel X dan Y tidak ada hubungannya.
Gambar 3.2 Uji Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Organisasi 4.1.1 Sejarah Organisasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Kota Bandung adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Awal
mula pembentukan Bappeda bermula ketika pada tahun 1972 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan penyempurnaan Badan Perancang Pembangunan Daerah
Bappemda. Provinsi Jawa Barat dengan membentuk Badan Perancang Pembangunan Kotamadya Bappemko dan Badan Perancang Pembangunan
Kabupaten Bappemka, yang merupakan badan perencanaan pertama di Indonesia yang bersifat regional dan lokal serta ditetapkan dengan SK Gubernur
Provinsi Jawa Barat No. 43 Tahun 1972. Setelah berjalan 2 tahun, kedudukan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Tingkat I dikukuhkan dan diakui dengan SK Presiden No. 15 Tahun 1974, sedangkan untuk Daerah Tingkat II masih berlaku SK Gubernur. Baru kemudian
dengan SK Presiden No. 27 Tahun 1980, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II diakui secara nasional. Dengan SK Presiden tersebut, lahirlah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I atau Bappeda Tingkat I dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II atau Bappeda Tingkat II.
Pertimbangan yang mendasari terbitnya SK Presiden No. 27 Tahun 1980, yaitu: