Sistem Pelaksanaan Pengawasan Pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
LAPORAN TUGAS AKHIR
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
SISTEM PELAKSANAAN PENGAWASAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN BELAWAN
O L E H
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK MEILIDA NURFRI
072600099
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan kesehatan dan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Laporan ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun oleh penulis dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Laporan ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh dari KPP Pratama Medan Belawan selama penulis menjalani Proses Praktik Kerja Lapangan.
Terwujudnya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis dengan hati ikhlas menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besar nya kepada :
1. Papa tercinta, Friadi Effendi dan Mama tercinta, Nuraini Tambunan yang selalu memberikan semangat dan selalu mendukung secara materil maupun secara moril hingga selesainya penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
(3)
3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, MSi, selaku Ketua Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Harmaini Hasan, SH,MM, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, arahan dan bahan-bahan masukan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Delvi Azraaf, SE,M.P.M, selaku Kepala KPP Pratama Medan Belawan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan Mandiri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
6. Bapak Mangara Sihaloho, SH, selaku Pjs Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
7. Kepada seluruh Pegawai, Pelaksana dan Account Representative (AR) yang bekerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan yang telah membantu penulis dalam hal penyediaan data-data yang diperlukan
8. Kepada seluruh Dosen dan Pegawai Program Diploma III Adminisrasi Perpajakan FISIP USU.
9. Kepada Sahabatku Eka Wulandari dan Wanda Syahputra yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan agar cepat terselesaikannya Laporan Tugas Akhir ini.
(4)
10. Kepada seluruh teman-teman di Program Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah memberikan semangat, perhatian, doa serta kerjasamanya.
Dan akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan , mengingat terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat di harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga apa yang penulis peroleh dari semua pihak yang telah membantu dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini kiranya Allah SWT yang akan membalasnya.
Akhir kata, dengan rasa ikhlas penulis memanjatkan Doa kehadirat Allah SWT, agar kita semua dilindungi dan diberi kekuatan oleh-Nya, Amin.
Medan, Juni 2010 Penulis,
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PKLM ... 1
B. TUJUAN DAN MANFAAT PKLM... 6
1. TUJUAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) ... 6
2. MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) ... 6
C. RUANG LINGKUP PKLM ... 8
D. METODE PKLM ... 9
1. TAHAP PERSIAPAN ... 9
2. STUDI LITERATUR ... 9
3. OBSERVASI LAPANGAN ... 9
4. PENGUMPULAN DATA ... 10
5. ANALISIS DATA DAN EVALUASI ... 10
E. METODE PENGUMPULAN DATA ... 11
1. DAFTAR PERTANYAAN ... 11
2. DAFTAR OBSERVASI ... 11
3. DAFTAR DOKUMENTASI ... 11
F. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PKLM ... 12
BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA A. SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN ... 14
B. STRUKTUR ORGANISASI ... 18
C. DESKRIPSI DAN AKTIFITAS KERJA KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN ... 22
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN A. DASAR-DASAR PERPAJAKAN... 32
(6)
1. PENGERTIAN PAJAK ... 32
2. FUNGSI PAJAK ... 35
3. PEMBAGIAN PAJAK MENURUT GOLONGAN, SIFAT, DAN PEMUNGUTANNYA ... 36
4. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK ... 38
B. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN... 39
1. SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI ... 39
2. SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI ... 40
C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN ... 41
D. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 44
1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 44
2. DASAR HUKUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 . 45 3. PENERIMA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 46
4. PENGHASILAN YANG DI POTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 49
5. PENGHASILAN YANG TIDAK DI POTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 51
6. PENGHASILAN YANG DI POTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 FINAL ... 52
7. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 53
8. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK PPh PASAL 21 ... 55
9. PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 61
10. TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 63
11. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 63
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA A. ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 73
1. ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PEMOTONG PAJAK PPh PASAL 21 DALAM KAITANNYA DENGAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ... 73
2. ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN PEMOTONG PAJAK PPh PASAL 21 DALAM KAITANNYA DENGAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN ORANG PRIBADI ... 78
(7)
B. HAMBATAN-HAMBATAN YANG DI HADAPI OLEH KANTOR LAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN TERHADAP PELUNASAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 ... 81 BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 88 B. SARAN ... 91 DAFTAR PUSTAKA
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar disamping minyak dan gas bumi dan peranan pajak adalah sangat besar dalam mendukung penerimaan negara yang dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun. Namun, apabila mendengar kata “Pajak” seringkali masyarakat merasa resah dan masih banyak juga masyarakat yang tidak mengikuti Peraturan Perpajakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, bahkan adapula yang merasakan bahwa pajak itu adalah sebagai beban hidup sehingga banyak masyarakat yang ingin menghindarinya. Padahal membayar pajak sesungguhnya adalah sebagai suatu bentuk ucapan rasa terima kasih masyarakat kepada pemerintah yang telah menghidupi, menyediakan, menumbuhkembangkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sistem pemungutan pajak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Mengumpulkan dana pembangunan melalui pajak sebagai penerimaan dalam negeri akan mencerminkan kemandirian negara Indonesia untuk melaksanakan
(9)
pembangunan yang lebih terjamin. Usaha untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja keras, kesadaran akan hak dan kewajiban, serta kedisiplinan dari seluruh aparatur perpajakan dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak. Namun untuk tercapainya target tersebut juga tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan wajib pajak. Untuk itu perlu diusahakan peningkatan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Masyarakat harus menyadari bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban negara yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Adapun cara-cara yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan sektor pajak antara lain dengan menyempurnakan sistem perpajakan, mengintensifkan penerimaan pemungutan pajak dan menciptakan aparatur perpajakan yang bersih dan berwibawa. Penyempurnaan sistem perpajakan telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu dengan mengadakan pembaharuan dibidang perpajakan. Pembaharuan dibidang perpajakan tersebut dikenal dengan sebutan Tax Reform (Reformasi Perpajakan). Pembaharuan tersebut dimulai pada tahun 1983 yang ditempuh dengan mengeluarkan Undang-Undang Perpajakan baru yang diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut telah beberapa kali diubah yaitu :
(10)
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Suatu perubahan mendasar yang terjadi akibat dari Tax Reform 1983 tersebut adalah munculnya sistem self assessment dalam sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia. Self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan). Sistem self assessment menggantikan sistem official assessment yang sebelumnya berlaku di Indonesia yaitu sistem pemungutan pajak yang dipungut oleh fiskus (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan). Dalam sistem self assessment aparatur perpajakan (fiskus) diharuskan juga berperan aktif untuk melakukan pengendalian administrasi perpajakan. Peran aktif fiskus tersebut antara lain meliputi tugas untuk membina, meneliti, mengawasi dan menerapkan sanksi administrasi perpajakan.
(11)
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dikenal beberapa jenis pelunasan perpajakan melalui pihak ketiga. Jenis-jenis pelunasan pajak melalui pihak ketiga tersebut antara lain diatur dalam pasal 21,pasal 22, pasal 23 dan pasal 26 dari undang-undang tersebut.
Sebagaimana diketahui Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan jenis pelunasan pajak melalui pihak ketiga. Yang dimaksud dengan pihak ketiga disini adalah pemotong pajak sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Sebagai pemotong pajak maka pihak ketiga tersebut dalam tahun berjalan mempunyai kewajiban untuk memotong, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang setiap bulan/masa pajak serta menghitung kembali jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dalam waktu 3 bulan setelah tahun takwim berakhir dan melaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut seringkali tidak dilaksanakan sebagaimana dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Jadi, ada kemungkinan wajib pajak yang merupakan pihak ketiga tidak melaporkan pemotongan pajak tersebut dengan jujur dan benar dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya pengawasan terhadap pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pelaporan Surat
(12)
Pemberitahuan (SPT) baik Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pasal 21 maupun Surat Pemberitahuan (SPT) masa.
Pengawasan tersebut perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan efektifitas pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21. Mengingat besarnya peranan dari Pajak Penghasilan Pasal 21 maka pelaksanaan pelunasannya harus diefektifkan dan pengawasan perlu ditingkatkan.
Maka dari itu, dengan diadakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), penulis ingin mengetahui sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan pajak penghasilan pasal 21 yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan sehingga dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penulis ingin mengetahui dan menyampaikan serta melaporkan situasi yang ada pada instansi pemerintah yang bersangkutan dengan judul
sebagai berikut “SISTEM PELAKSANAAN PENGAWASAN
PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN”
(13)
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa/mahasiswi untuk menyelesaikan studi di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah : a. Untuk mengetahui sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan yang
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 21.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terhadap pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) a. Bagi Mahasiswa
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sistem pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terhadap pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21.
(14)
3. Agar dapat menerapkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan.
4. Memperkenalkan mahasiswa pada dunia kerja sehingga mahasiswa akan cepat beradaptasi dengan dunia kerja.
5. Mempelajari keahlian-keahlian baru di dalam dunia kerja. 6. Mengetahui perkembangan dunia perpajakan.
7. Meningkatkan kemampuan berhubungan satu dengan yang lainnya. 8. Mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki
kemampuan dibidang perpajakan.
b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
1. Memperoleh masukan dan saran dalam hal pelaksanaan Administrasi Perpajakan.
2. Memperoleh ide-ide baru tentang pelaksanaan Administrasi Perpajakan. 3. Mempromosikan image (pandangan) tentang Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera Utara I khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan kepada masyarakat.
4. Menjalin hubungan baik dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
(15)
c. Bagi Universitas Sumatera Utara
1. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dan instansi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
2. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
3. Mempromosikan sumber daya manusia Universitas Sumatera Utara khsususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Meningkatkan hubungan kerjasama Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi ruang lingkup paling mendasar dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data yang diperlukan dalam sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21.
(16)
2. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terhadap pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21.
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun langkah-langkah ataupun metode yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah :
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, mulai dari pengajuan judul, penentuan judul, tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mencari bahan untuk membuat proposal, konsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti buku-buku perpajakan, undang-undang perpajakan, majalah, artikel ilmiah maupun literatur yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja lapangan Mandiri (PKLM).
(17)
3. Observasi Lapangan
Didalam tahap ini penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung kepada objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan meninjau secara langsung kondisi serta keadaan objek tempat pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku serta mencari bahan yang diperlukan berkaitan dengan sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21.
4. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21 melalui :
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari pihak-pihak yang memahami dan menguasai objek kajian dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari referensi-referensi ilmiah yang mendukung laporan penyajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data yang meliputi penggunaan teknik-teknik
(18)
analisis yang sesuai dengan bentuk dan macam data yang diperoleh sesuai dengan tuntunan permasalahan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
E. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Daftar Pertanyaan
Dalam metode ini penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan para pegawai pada instansi yang bersangkutan dengan masalah yang dibahas.
2. Daftar Observasi
Dalam metode ini penulis langsung turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan cara mengamati, mendengar serta mencatat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). 3. Daftar Dokumentasi
Dalam metode ini penulis mengumpulkan data dengan meminta dokumen atau data- data pendukung yang berhubungan dengan data objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
(19)
F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Dalam pembahasan penulisan laporan ini penulis menyajikan pembahasan kedalam 5 bab. Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode pengumpulan data Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK
KERJA LAPANGAN MANDIRI
Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi serta gambaran
(20)
mengenai pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
BAB III GAMBARAN DATA PELUNASAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
Dalam bab ini penulis memaparkan data yang berkaitan dengan sistem pelaksanaan pengawasan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang data-data yang sudah dikumpulkan selama Praktik Kerja Lapangan Mandiri untuk kemudian dianalisis dan dievaluasi untuk menjawab perumusan masalah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian yang ada dan memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan dalam mengatasi masalah yang ada.
(21)
BAB II
GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA
II.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Belawan
Sebagai gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian di ubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 dan dengan adanya Modernisasi di Lingkungan DJP, maka sejak tanggal 27 Mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan yang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, yang akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB, serta melakukan Pemeriksaan tetapi bukan sebagai Lembaga yang memutuskan keberatan.
KPP Pratama adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
(22)
KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Adapun jumlah wajib pajak terdaftar per 30 Mei 2010 berjumlah 140.006 wajib pajak (termasuk WP PBB), yang terdiri dari :
NO Jenis Wajib Pajak Jumlah
1 Orang Pribadi 47.010
2 Badan / PPH 21 2.463
3 Bendaharawan 136
4 PBB 90.397
Adapun jenis pajak dan rencana penerimaan pajak KPP Pratama Medan Belawan yang tercapai sampai Mei 2010 adalah :
NO Jenis Pajak Jumlah
Tercapai(%)
(23)
2 PPN dan PPN BM 36,09
3 PBB 2,78
4 BPHTB 6,62
Sedangkan Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Medan Belawan 2. Kecamatan Medan Labuhan 3. Kecamatan Medan Marelan 4. Kecamatan Medan Deli
II.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Medan Belawan
Keberhasilan Program Modernisasi di lingkungan DJP , tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP, tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktek-praktek good governance pada institusi pemerintah secara keseluruhan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendrral Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
(24)
Adapun Visi dan Misi tersebut adalah sebagai berikut VISI
Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan system administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.
Dalam rangka merealisasikan sasaran pencapaian penerimaan pajak dalam tahun 2010, diperlukan sarana pendukung yang harus dipersiapkan kantor pelayanan pajak pratama medan belawan secara lebih handal. Beberapa sarana pendukung tersebut antara lain adalah peningkatan etika dan moral aparat, penyempurnaan bank data, penyusunan strategi yang tepat, peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga terkait dan perbaikan system teknologi informasi yang akurat.
MISI
FISKAL
Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sector pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efesiensi yang tinggi.
(25)
EKONOMI
Mendukung kebijaksanan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan distorsi.
POLITIK
Mendukung proses demokratisasi bangsa KELEMBAGAAN
Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.
II.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan
Di setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan secara jelas unsur-unsur yang membantu pimpinan dalam menjalankan perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas, dan wewenang setiap anggota. Tujuan adanya struktur organisasi adalah untuk pencapaian kerja dalam organisasi yang berdasarkan pada pola hubungan kerja serta lalu lintas wewenang dan tanggung jawab.
Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh KPP Pratama Medan Belawan adalah menggunakn jenis struktur line and staff organization atau gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan organisasi fungsional.
(26)
Struktur organisasi KPP Pratama Medan Belawan berdasarkan fungsi pajak bukan jenis pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan membawahi 10 (sepuluh) Seksi / Sub Bagian Umum dan Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai PBB yang mana setiap Seksi Waskon terdiri dari beberapa orang Account Representative (AR) dibantu pelaksana. KPP Pratama dipimpin oleh Seorang Kepala Kantor sedangkan setiap seksi dipimpin oleh Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian Umum dan dibantu oleh Account Representative (AR) dan Pelaksana. Adapun seksi / sub bagian umum dan kelompok fungsional tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan 3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Pemeriksaan 5. Seksi Penagihan 6. Seksi Ekstensifikasi
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 3 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4
(27)
11. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai PBB
Jumlah sumber daya manusia di lingkungan KPP Pratama Medan Belawan berjumlah 88 orang yang terdiri dari pegawai sebanyak 77 orang dan pegawai honorer (petugas security yang dibiayai dari dana DIPA) sebanyak 8 orang.
Adapun Perincian Jumlah Pegawai adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan Pegawai per seksi/bagian/ kelompok
NO Seksi / Bagian Jumlah Pegawai
1 Sub Bagian Umum 6
2 Pengolahan data dan informasi 7
3 Pelayanan 11
4 Penagihan 5
5 Pemeriksaan 2
6 Ekstensifikasi 4
7 Pengawasan dan konsultasi 1 8 8 Pengawasan dan konsultasi 2 7 9 Pengawasan dan konsultasi 3 7 10 Pengawasan dan konsultasi 4 7 11 Fungsional pemeriksa/ penilai 15
(28)
2. Berdasarkan Jabatan
NO Jabatan Jumlah Pegawai
1 Eselon III 1
2 Eselon IV 8
3 Account Representative 20 4 Fungsional Pemeriksa Pajak 15
5 Pelaksana 36
Jumlah 80
3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai
1 Strata 2 (S2) 4
2 Strata 1 (S1) 26
3 Diploma III/Sederajat (D3) 15 4 Diploma I / Sederajat (D1) 20 5 Sekolah Menengah Atas (SMA) 13 6 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2
7 Sekolah Dasar (SD) 0
(29)
4. Berdasarkan Agama
NO Agama Jumlah Pegawai
1 Islam 49
2 Kristen Protestan 29
3 Kristen Katolik 2
Jumlah 80
5. Berdasarkan Jenis Kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah Pegawai
1 Laki – Laki 60
2 Perempuan 20
Jumlah 80
2.3 Deskripsi dan Aktifitas Kerja KPP Pratama Medan Belawan I. Kepala KPP (Kepala Kantor )
Tugas Kepala KPP :
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja kantor pelayanan pajak sebagai bahan penyusunan rencana strategi kantor wilayah.
(30)
b. Mengkoordinasikan penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak, perkembangan kegiatan ekonomi keuangan dan realisasi penerimaan tahun lalu. c. Mengkooordinasikan pelaksanaan tindak lanjut nota
kesepahaman (MOU) sesuai arahan kepala kantor wilayah.
d. Mengkoordinasikan rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan. e. Mengkoordinasikan pelaksanaan pencarian data yang strategis
dan potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
f. Mengkoordinasikan pengolahan data yang sumber datanya strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi / ekstensifikasi perpajakan
g. Mengkoordinasikan pembuatan risalah perincian dasar pengenaan pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak berdasarkan hasil penghitungan ketetapan pajak.
h. Mengkooordinasikan pengolahan data guna menyajikan informasi perpajakan
(31)
j. Mengkoordinasikan pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan tahunan PPh dan pembayaran masa PPN/PPn BM serta pembyaran BPHTB dan PBB untuk megetahui tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan/ pelaksanaan pemeriksaan pajak.
II. Sub Bagian Umum
Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga.
II.1 Tugas Kepala Sub bagian umum :
a. Pelaksanaan tugas di bidang administrasi penerimaan dan pengiriman surat-surat serta pelaksanaan tugas bendaharawan. b. Mendistribusikan surat-surat masuk kepada seksi yang
bersangkutan dan pengiriman surat-surat keluar kepada instansi terkait.
c. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas bendaharawan rutin.
d. Memberi nasehat dan menegakkan disiplin pegawai bawahan e. Memberi penilaian atas pelaksanaan pekerjaan pegawai bawahan
(32)
III. Seksi – Seksi
III. 1 Seksi pengolahan data dan informasi perpajakan (PDI) Tugas Seksi PDI :
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data perpajakan
b. Penyajian informasi perpajakan c. Perekaman dokumen perpajakan
d. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan.
e. Pengalokasian pajak bumi dan bangunan (PBB) dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
f. Pelayanan dukungan teknis komputer g. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling
h. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG serta penyiapan laporan kinerja III.2 Seksi Pelayanan
Tugas Seksi Pelayanan :
a. Menetapkan penerbitan produk hukum perpajakan b. Mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan
c. Menerima dan mengolah surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya
(33)
e. Melaksanakan registrasi wajib pajak f. Melakukan kerja sama perpajakan III.3 Seksi Penagihan
Tugas seksi penagihan :
a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak & memproses permohonan pengangsuran pajak
b. Pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak c. Penagihan aktif
d. Mengusulkan penghapusan piutang pajak e. Penyimpanan dokumen - dokumen penagihan
• Jurusita Pajak
Jurusita pajak adalah pelaksana pada KPP yang telah mendapat pendidikan khusus berkaitan dengan penagihan dan penyitaan pajak.
Tugas Jurusita Pajak :
a. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus (SPPSS) b. Memberitahukan surat paksa (SP)
c. Melaksanakan penyitaan barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP)
(34)
Jurusita pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan memperlihatkan kepada penanggung pajak.
III.4 Seksi Pemeriksaan Tugas Seksi pemeriksaan :
a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan
c. Penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi perpajakan lainnya.
III.5 Seksi Ekstensifikasi Tugas Seksi Ekstensifikasi :
a. Melakukan pengamatan dan penggalian potensi perpajakan b. Pendataan objek dan subjek pajak
c. Penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi. III.6 Seksi pengawasan dan Konsultasi ( Waskon )
Seksi Waskon di KPP Pratama Medan Belawan, yaitu Waskon 1, Waskon 2, Waskon 3,dan Waskon 4 yang berada dalam satu naungan tugas yang sama.
Tugas Seksi Waskon :
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak terdaftar
(35)
b. Memberikan bimbingan / himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi tekhnis perpajakan
c. Penyusunan profil wajib pajak d. Menganalisis kinerja wajib pajak
e. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil keputusan banding.
Pada pelaksanaannya, wilayah kerja keempat seksi pengawasan dan konsultasi dibagi berdasarkan domisili/tempat tinggal/wilayah tempat wajib pajak terdaftar.
1. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1 (Waskon 1) mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah kelurahan Kampung Besar, Kelurahan Martubung, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Pekan Labuhan, Kelurahan Tangkahan, dan Kelurahan Nelayan Indah.
2. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 (Waskon 2) mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kelurahan Labuhan Deli, Kelurahan Rengas Pulau, Kelurahan Terjun, Kelurahan Tanah 600, Kelurahan Paya Pasir dan Kelurahan Mabar.
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 3 (Waskon 3) mengawasii seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kelurahan Tanjung Mulia,
(36)
Kelurahan Tanjung Mulia Hilir, Kelurahan Kota Bangun, Kelurahan Titi Papan dan Kelurahan Mabar Hilir.
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4 ( Waskon 4) mengawasi seluruh wajib pajak yang terdaftar dan berada di wilayah Kelurahan Belawan Bahagia, Kelurahan Belawan Bahari, Kelurahan Belawan 1, Kelurahan Belawan 2, Kelurahan Sicanang, dan Kelurahan Bagan Deli.
IV. Account Representative (AR)
Account Representative (AR) merupakan Petugas di Kantor Pajak, yang memantau keadaan wajib pajak sebagai penghubung dan tempat konsultasi antara Wajib Pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak.
Keberadaan Account representative (AR) merupakan bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Wajib pajak akan dilayani oleh Account Representative (AR) yang telah ditunjuk sehingga akan terjalin keterbukaan. Pada KPP Pratama Medan Belawan, jumlah Account Representative (AR) sebanyak 16 orang dan setiap 1 (satu) orang Account Representative (AR) mengawasi sebanyak 7.204 wajib pajak.
Tugas Account Representative (AR) :
a. Melayani penyelesaian permohonan restitusi PPN
b. Melayani penerbitan suat perintah membayar kelbihan pajak (SPMKP)
(37)
c. Melayani penyelesaian permohonan legalisasi ijin prinsip pembebasan PPh pasal 22 impor
d. Melayani penyelesaian surat keterangan bebas (SKB) pemungutan PPh pasal 22 impor
Jangka waktu penyelesaian :
a. - 2 bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap - 4 bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap - 12 bulan sejak saat permohonan diterima secara lengkap
b. 3 minggu sejak SKPLB diterbitkan atau 3 minggu sejak permohonan diterima secara lengkap
c. 3 minggu sejak surat permohonan diterima secara lengkap d. 5 hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap V. Fungsional Pemeriksa dan Penilai
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Pejabat fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan seksi
(38)
pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.
Setiap kelompok tersebut di koordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala kantor wilayah sebagai supervisor , atau kepala KPP yang bersangkutan.
Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(39)
BAB III
GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
A.DASAR-DASAR PERPAJAKAN
1.PENGERTIAN PAJAK
Ditinjau dari sejarahnya masalah pajak ini sudah ada sejak dulu kala walaupun pada saat ini belum dinamakan pajak namun masih merupakan pemberian yang masih bersifat sukarela dari rakyat kepada pemerintah. Perkembangan selanjutnya pemberian itu berupa menjadi upeti yang pemberiannya bersifat dipaksa dalam arti bahwa pemberian itu bersifat wajib dan ditetapkan secara sepihak oleh negara. Dengan kata lain pajak yang semula berupa pemberian berubah menjadi pungutan. Hal ini wajar karena negara membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan dana pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
(40)
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ( Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ).
2. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro,SH
Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, 1990:5)
3. Menurut S.I Djajadiningrat
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan kepada kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan , tetapi tidak
(41)
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
4. Menurut Prof.Dr.P.J.A.Andriani
Pajak adalah iuran kepada kas negara (yang dapat dilaksanakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan tidak mendapatkan kontraprestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
5. Menurut Dr. N.J Feldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. (dalam buku tejemahan De over heidsmiddelen Van Indonesia)
(42)
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta peraturan pelaksanannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerinah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.
2. FUNGSI PAJAK
Dalam kedudukannya pajak memiliki dua fungsi ,yaitu sebagai berikut : a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
(43)
negara. Contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak mempunyai fungsi regular, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi , serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras sehingga konumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
3.PEMBAGIAN PAJAK MENURUT GOLONGAN, SIFAT, DAN
PEMUNGUTANNYA
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok : 3.1 Menurut Golongan
a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan.
(44)
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
3.2 Menurut Sifat
Pembagian pajak menurut sifat, maksudnya pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :
a. Pajak subjektif adalah pajak berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3.3 Menurut Pemungutannya
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh :
• Pajak Penghasilan (PPh)
• Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
(45)
• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) • Bea Materai
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh :
• Pajak Reklame • Pajak Hotel • Pajak Restoran
• Pajak Kendaraan Bermotor, dan lain-lain.
4.SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi : a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Pemerintah (fiscus) yang menentukan besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiscus.
(46)
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus.
b. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
.
B. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Subjek Pajak terdiri dari : 1. Subjek Pajak Dalam Negeri :
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
(47)
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri :
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
(48)
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Penghasilan meliputi : 1. Orang Pribadi.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.
3. Badan .
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
(49)
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. laba usaha.
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
(50)
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak pihak yang bersangkutan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. premi asuransi.
(51)
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.
D. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
(52)
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
2. DASAR HUKUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tanggal 23 September 2008 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Serta peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi.
(53)
3. PENERIMA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : 1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang memerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan antara lain meliputi : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
(54)
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
j. Petugas penjaja barang dagangan. k. Petugas dinas luar asuransi.
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
(55)
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. Peserta kegiatan lainnya.
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang PPh adalah : 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
• Bukan Warga Negara Indonesia.
• Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
• Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan Organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat :
(56)
• Bukan Warga Negara Indonesia.
• Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis lainnya dengan nama dan dalam
(57)
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
(58)
5. PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Yang tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
(59)
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
6. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 FINAL
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final adalah :
1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara Jamsostek.
2. Uang pesangon.
3. Hadiah dan penghargaan perlombaan.
4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
5. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri
(60)
yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah. Kecuali yang dibayarkan kepada PNS golongan II d ke bawah dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.
7. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia diluar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
(61)
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
• honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas persekutuannya. • Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
• Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
5. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
(62)
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah :
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK PPh PASAL 21
a. Kewajiban pemotong pajak
1. Kewajiban mendaftarkan diri
• Setiap pemotong pajak, termasuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak wajib mendaftarkan
(63)
diri ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat, untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
• Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
• Wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi subjek pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP, dan wajib menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
2. Kewajiban Menghitung, Memotong, dan Melaporkan
• Pemotong pajak wajib menghitung, memotong dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
• Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 wajib menyetorkan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang dipotong untuk setiap bulan kalender paling lama 10 (sepuluh) hari setelah masa pajak berakhir ke kas negara yaitu melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos. Apabila tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan dipungut ke kas negara, maka hal tersebut
(64)
merupakan pelanggaran dibidang perpajakan dan dapat dikenakan sanksi perpajakan.
• Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim.
• Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang bulan berikutnya.
• Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun kalender berakhir. Namun, apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun sebelum bulan Desember, bukti potong tersebut diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
• Dalam hal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 yang bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
(65)
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
• Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotong untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. • Jumlah pemotong PPh Pasal 21 atas selisih penerapan tariff
sebesar 20 (dua puluh) % lebih tinggi bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebelum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan selanjutnya pada tahun kalender berikutnya, tidak termasuk kredit pajak.
3. Kewajiban Mengisi, Menandatangani dan Menyampaikan SPT
• Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat.
• Bila pemotong pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
• Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang lain selain Pemotong Pajak, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.
(66)
• Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. • Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus dilampiri
dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk pajak yang bersangkutan.
• Apabila terdapat pegawai berkebangsaan asing, SPT Tahunan Pasal 21 yang bersangkutan harus dilampiri fotocopysurat izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau instansi yang berwenang.
• Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjanng jangka waktu penyampaian SPT. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis selambat-lambatnya 31 Maret tahun takwim berkutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak disertai dengan surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang. • Apabila jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang
(67)
PPh Pasal 26 yang telah disetor, maka kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. • Apabila jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang
dalam suatu tahun takwim lebih kecil daripada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah disetor, maka kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, maka sisa tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
b. Kewajiban Penerima Penghasilan
1. Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri.
2. Kewajiban tersebut harus dilakukan pula dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim.
(68)
3. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak pada penerima penghasilan yang padanya dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali PPh Pasal 21 yang dikenakan final.
4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan atau perwakilan dari negara asing dan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai pemotong pajak PPh Pasal 21, diwajibkan untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan dan atas penghasilan tersebut dilaporkan dalam SPT.
9. PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
a. Pemotong pajak wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 saat pembayaran atau saat terutang (dibebankan sebagai biaya).
b. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara dan Bank Badan Usaha Milik Daerah atau bank-bank lain yang ditunjuk
(69)
oleh Direktur Jenderal Anggaran (Bank Persepsi) selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
c. Pemotong Pajak wajib melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 meskipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan berikutnya. d. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh
Pasal 21 atau PPh Pasal 26, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun yang bersangkutan.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam waktu 2(dua) bulan setelah tahun takwim berakhir (formulir 1721-A1).
(70)
10. `TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1 (a) adalah :
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000 5 % Di atas Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 15 % Di atas Rp.250.000.000 – Rp. 500.000.000 25 %
Di atas Rp. 500.000.000 30 %
Dalam penerapan tarif lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
11. `PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pgawai serta distributor multi level marketing/direct selling dan kegiatan sejenisnya, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak dihitung sebagai berikut :
a. Pegawai tetap : penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp.6.000.000 setahun atau
(71)
Rp.500.000 sebulan), dikurangi iuran pensiun, iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Penerima pensiun bulanan : penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp.2.400.000 setahun atau Rp.200.000 sebulan), dikurangi PTKP.
c. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : penghasilan bruto dikurangi PTKP.
d. Distributor multi level marketing/direct selling dan kegiatan sejenis :penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan. 2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi,
beasiswa dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan, mantan pegawai menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun, dikenakan tarif PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.
3. Penerima upah harian, upah satuan, upah mingguan, upah borongan dan uang saku harian yang :
(72)
• Jumlahnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi tidak melebihi Rp.1.320.000 sebulan, PPh Pasal 21 terutang sebesar 5% dikalikan selisih upah perhari dikurangi Rp.150.000.
• Jumlahnya tidak melebihi Rp.150.000 sehari dan Rp.1.320.000 sebulan, tidak dipotong PPh Pasal 21.
• Apabila jumlah upah tersebut melebihi Rp.1.320.000 sebulan dan dibayar harian, maka PPh Pasal 21 terutang sebesar 5% x (upah sehari – PTKP setahun dibagi 360).
• Apabila jumlah upah tersebut melebihi Rp.1.320.000 sebulan dan dibayar bulanan, maka PPh Pasal 21 terutang sebesar 5% x (upah sebulan – PTKP sebulan).
4. Penerima pesangon, tebusan pensiun, tunjangan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh Final sebagai berikut :
• Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000 dikecualikan dari pemotongan pajak.
• Penghasilan bruto diatas Rp. 25.000.000 sampai dengan Rp. 50.000.000 dikenakan tarif 5%.
• Penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp.100.000.000 dikenakan tarif 10%.
(73)
• Penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 sampai dengan Rp.200.000.000 dikenakan tarif 15%.
• Penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000 dikenakan tarif 25%.
5. Pejabat negara, PNS, TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15 % dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol.II/d kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah, Ajun Inspektur/Tingkat I kebawah.
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :
Setahun Sebulan
Untuk diri pegawai Rp.15.840.000 Rp.1.320.000 Tambahan untuk
pegawai yang kawin
Rp.1.320.000 Rp.110.000
Tambahan untuk setiap anggota keluarga paling banyak 3 (tiga) org
(74)
7. Contoh penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan terhadap Penghasilan
Pegawai Tetap
a.1 Dengan Gaji Bulanan
Ahmad Surya pegawai pada perusahaan PT.Aman Sejahtera , menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp.2.000.000, PT.Aman Sejahtera mengikuti Program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT.Aman Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji sedangkan Ahmad Surya membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji tiap bulan. Disamping itu PT. Aman Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Aman Sejahtera membayar iuran pensiun untuk Ahmad Surya ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp.100.000, sedangkan Ahmad Surya membayar iuran pensiun sebesar Rp.50.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Gaji sebulan Rp.2.000.000
Premi Jaminan kecelakaan Kerja Rp 10.000 Premi Jaminan Kematian Rp. 6.000
Penghasilan Bruto Rp.2.016.000
(75)
Pengurangan : 1. Biaya jabatan
5% x Rp.2.016.000 Rp.108.000 2. Iuran pensiun Rp. 50.000 3. Iuran Jaminan hari tua Rp. 40.000
Rp. 190.800
Penghasilan neto sebulan Rp.1.825.000 Penghasilan neto setahun
12 x Rp.1.825.000 Rp.21.902.000
PTKP
- Untuk WP sendiri Rp.15.840.000 - Tambahan WP kawin Rp. 1.320.000
Rp.17.160.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 4.742.400
Pembulatan Rp. 4.742.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp.4.742.000 Rp. 237.100
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp.237.100 : 12 Rp. 19.758
a.2 Dengan Gaji Mingguan
Hendra Wijaya pegawai pada perusahaan PT. Asia Makmur dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp.500.000. Hendra kawin dan
+
-
+
(76)
mempunyai seorang anak. PT. Asia Makmur masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0,3% sari gaji. PT. Asia Makmur membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji dan Hendra membayar iuran pensiun Rp.10.000 dan jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Penghasilan sebulan (4 x Rp.500.000) Rp.2.000.000 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp. 20.000 Premi Jaminan Kematian Rp. 6.000
Penghasilan Bruto Rp.2.026.000
Pengurangan : 1. Biaya jabatan
5% x Rp.2.026.000 Rp.101.300 2. Iuran pensiun Rp.100.000 3. Iuran Jaminan hari Tua Rp. 40.000
Rp. 151.300
Penghasilan Neto sebulan Rp.1.874.700
Penghasilan Neto setahun
12 x Rp.1.874.700 Rp.22.496.400
+
+
(77)
PTKP :
- Untuk wajib pajak Rp.15.840.000 - Tambahan menikah Rp. 1.320.000 - Tambahan 1 anak Rp. 1.320.000
Rp.18.480.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 4.016.400
Pembulatan Rp. 4.016.000
PPh Pasal 21 Setahun :
5% x Rp.4.016.000 Rp. 200.800
PPh Pasal 21 Sebulan :
Rp.200.800 : 12 Rp. 16.733
PPh Pasal 21 Mingguan :
Rp.16.733 : 4 Rp. 4.183
a.3 Dengan Gaji Harian
Imam Syahputra pegawai tetap pada perusahaan PT. Maju dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp.80.000. Imam kawin dan mempunyai seorang anak. PT. Maju masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0,3% dari gaji. PT. Maju
+
(78)
membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji dan Imam membayar iuran pensiun Rp.15.000 dan Jaminan Hari Tua 2% dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 :
Penghasilan sebulan (26 x Rp.80.000) Rp.2.080.000 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp. 20.800 Premi Jaminan Kematian Rp. 6.240 Penghasilan bruto Rp.2.107.000 Pengurangan :
1. Biaya jabatan
5% x Rp.2.107.000 Rp.105.352 1. Iuran pensiun Rp. 15.000 2. Iuran Jaminan Hari Tua Rp. 41.600
Rp. 161.952
Penghasilan neto sebulan Rp.1.945.088 Penghasilan neto setahun
12 x Rp.1.945.088 Rp.23.341.056 PTKP :
1. Untuk WP Rp.15.840.000 2. Tambahan menikah Rp. 1.320.000 3. Tambahan 1 anak Rp. 1.320.000
Rp.18.480.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 4.861.056
Pembulatan Rp. 4.861.000
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp.4.861.000 Rp. 243.050 PPh Pasal 21 sebulan :
Rp.243.050 : 12 Rp. 20.254 +
+
-
+
(79)
PPh Pasal 21 sehari :
Rp.20.254 :26 Rp. 779
b. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penerima Pensiun
Raden Suryaman berstatus kawin dengan 2 orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap PT. Indo Rejo Abadi dengan gaji sebulan sebesar Rp. 5.000.000. Raden Suryaman setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 250.000 ke Dana Pensiun Swadhana Utama yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT. Indo Rejo Abadi terhitung mulai tanggal 1 Juli 2009, Raden Suryaman akan memasuki masa pensiun.
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Gaji sebulan Rp. 5.000.000
Pengurangan : 1. Biaya jabatan :
5% x Rp. 5.000.000 Rp. 250.000 2. Iuran pensiun Rp. 250.000
Rp. 500.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp. 4.500.000
Penghasilan neto 6 bulan (masa kerja Jan s/d Juni 2009)
(80)
PTKP :
- Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000 - Tambahan menikah Rp. 1.320.000 - Tambahan 2 anak Rp. 2.640.000 +
Rp. 19.840.000–
Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.200.000
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp. 7.200.000 Rp. 360.000 PPh Pasal 21 terutang sebulan :
Rp. 360.000 : 12 Rp. 60.000
Penghitungan PPh Pasal 21 pada saat Raden Suryaman berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun pada periode Juli s/d Desember 2009.
Pensiun sebulan Rp. 3.000.000
Pengurangan : 1. Biaya pensiun :
5% x Rp. 3.000.000 Rp. 150.000 -
Penghasilan neto 1 bulan Rp. 2.850.000
Penghasilan neto Juli s/d Desember 2009
6 x Rp. 2.850.000 Rp.17.100.000
(81)
(Januari s/d Juni 2009) Rp.27.000.000 + Jumlah penghasilan neto tahun 2009 Rp.44.100.000 PTKP :
- untuk WP Rp.15.840.000
- Tambahan menikah Rp. 1.320.000 - Tambahan 2 anak Rp. 2.640.000
Rp.19.800.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp.24.300.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp.24.300.000 Rp. 1.215.000
PPh Pasal 21 yang terutang di PT.Indo Rejo Abadi Rp. 360.000 - PPh Pasal 21 yang terutang di Dana Pensiun
Swadhana Utama selama 6 bulan adalah Rp. 855.000 PPh Pasal 21 yang dipotong tiap bulan adalah
Rp. 855.000 : 6 Rp. 142.500
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Januari 2010 (tahun kedua yang bersangkutan pensiun) adalah sebagai berikut.
(82)
Pengurangan :
Biaya pensiun : 5% x Rp. 3.000.000 Rp. 150.000 -
Penghasilan neto 1 bulan Rp. 2.850.000
Penghasilan neto disetahunkan 12 x Rp. 2.850.000 Rp.34.200.000 PTKP :
- Untuk WP Rp. 15.840.000
- Tambahan menikah Rp. 1.320.000 - Tambahan 2 anak Rp. 2.640.000
Rp.19.800.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp.14.400.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp. 14.400.000 Rp. 720.000 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 720.000 : 12 Rp. 60.000
c. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap
Wahyuni seorang perempuan dengan status K/2 bekerja dengan dasar upah harian sebesar Rp. 50.000 di perusahaan PT. ABC. Pada bulan Juli 2009 jumlah Wahyuni bekerja selama 30 hari dan pembayaran gaji secara bulanan. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2009 :
Gaji sebulan 30 x Rp. 50.000 Rp. 1.500.000
(83)
PTKP :
- Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000 - Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 2.160.000 PPh terutang setahun : 5% x Rp. 2.160.000 Rp. 108.000 PPh terutang bulan Juli 2009 : Rp. 108.000 : 12 Rp. 9.000
d. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas distributor multi level
marketing atau kegiatan sejenis
Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing Rich Fast. Pada bulan April 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp 40.000.000. Suami Sari bekerja pada PT. Makmur Selalu.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan April 2009 adalah :
Penghasilan bruto April 2009 Rp. 40.000.000 PTKP :
- Untuk WP sendiri (bulan April 2009)
Rp. 15.840.000 : 12 Rp. 1.320.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp. 38.680.000
(1)
dapat berjalan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku saat ini. Pengawasan tersebut sangat diperlukan dalam rangka pengenaan pajak sesuai dengan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 dan dilaporkan tepat pada waktunya sehingga dapat diperoleh penerimaan pajak yang optimal. Pengawasan yang dilakukan dikarenakan untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran perpajakan seperti ketidakjujuran dan ketidakbenaran pengisian jumlah pajak yang terutang didalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21.
3. Penerapan sanksi terhadap Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh Pasal
21 yang tidak melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kepatuhan Pemotong Pajak PPh Pasal 21 di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sanksi administrasi yang diberikan dapat berupa :
•Denda
Apabila terlambat menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.100.000 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan sanksi administrasi berupa
(2)
denda sebesar Rp.100.000 untuk SPT Tahunan Orang Pribadi dan Rp.1.000.000 untuk SPT Tahunan Badan.
(Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
• Bunga
Dalam hal wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak semakin besar, kepada wajib pajak tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bahagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.
(Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
• Kenaikan
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar, lengkap dan jelas sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada pendapatan Negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib
(3)
pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang diterbitkan melalui surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).
(Pasal 13 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
B. SARAN
Setelah penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk lebih mengefektifkan pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21
diperlukan pengawasan yang ketat, dengan demikian kegiatan pelunasan yang dilakukan dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat dipantau dan diawasi dengan baik oleh aparatur perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
2. Perlunya peningkatan upaya kerja sama antara Kantor Pelayanan
(4)
misalnya Pemerintah Daerah sebagai usaha untuk menjaring objek dan subjek Pajak Penghasilan Pasal 21.
3. Kegiatan sosialisasi pengisian SPT Tahunan perlu diadakan kepada
Wajib Pajak agar Wajib Pajak menjadi lebih mengerti dan memahami bagaimana pengisian SPT yang benar sehingga Wajib Pajak menjadi lebih antusias dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
4. Kegiatan penyuluhan terhadap Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh
Pasal 21 mengenai teknis pemotongan dan hal-hal lain mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 perlu terus ditingkatkan. Sehingga dengan adanya kegiatan penyuluhan tersebut diharapkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh pasal 21 meningkat. Dengan demikian Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajibannya berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dengan baik.
5. Perlunya membuat Surat Teguran kepada Wajib Pajak yang tidak
patuh dalam hal memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) baik SPT Masa maupun SPT Tahunan.
(5)
6. Perlunya diberikan pengenaan sanksi administrasi baik sanksi berupa denda, bunga, maupun kenaikan kepada Wajib Pajak yang tidak patuh dalam hal penyampaian SPT baik SPT Masa maupun SPT Tahunan sehingga apabila diterapkan pengenaan sanksi administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak patuh, maka Wajib Pajak tersebut akan merasa jera dan mulai patuh terhadap kewajiban perpajakannya.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Wirawan B, 2007, Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta
Sihaloho Cyrus, 2003. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.
Soemitro, Rahmat, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Erasko, Bandung
Suandy, Erly, 2002, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta Waluyo, 2006, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang -Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi