dari aspek hak dan kewajiban.Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.
E. Asas-Asas Perjanjian
Ada beberapa asas yang terjadi dalam hukum perjanjian, yaitu : a.
Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di
dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia. Asas ini terdapat dalam Pasal 1337 KUH
Perdata, yang menentukan bahwa para pihak bebas untuk menentukan apa yang disepakati tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan,
kesusilaan dan ketentuan undang-undang. Selain dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata disebutkan bahwa :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”.
Substansi dari Pasal 1338 KUH Perdata mencerminkan bahwa Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan keleluasaan kepada
para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya.Secara langsung telah tampak pengertian bahwa orang bebas untuk membuat perjanjian.Dimana
perjanjian yang telah dibuat diberlakukan sebagai undang-undang bagi para pihak. Menurut Subekti
47
47
Subekti, Aneka PerjanjianCetakan Keenam, Alumni, Bandung, 1995, hlm. 4-5.
, cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak adalah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka perkataan
“perjanjian”. Dikatakan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja
Universitas Sumatera Utara
dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Dan juga Mariam Darus berpendapat bahwa
48
b. Asas Konsesualisme
: “Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang
bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu tetap dipertahankan yaitu dengan cara
pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan
masyarakat”.
Apabila menyimak rumusan Pasal 1338 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah menurut hukum adalah mengikat
berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, karena di dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan
kepercayaan vertouwen di antara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata terkandung asas yang esensial dari hukum
perjanjian yaitu asas “konsensualisme” yang menentukan “ada” nya perjanjian
49
. Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk mengikatkan diri dan
menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.Asas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.
50
Asas ini ditemukan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak.Asas ini berkaitan dengan
kehendak para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.Asas ini berkenaan
48
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, dkk, Kompliasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 86.
49
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 82.
50
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Surabaya, 2009, hlm. 121.
Universitas Sumatera Utara
dengan adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian.Pesan yang terkandung
dalam asas ini adalah bahwa setiap orang yang sepakat berjanji tentang suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya.
Secara implisit asas ini lebih menekankan pada moral para pelaku.Pada perkembangannya asas ini dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang
hak dan kewajiban para pihak yang berjanji. Apabila salah satu pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar kalusa tersebut mengikat
dan dapat dipaksanakan berlakunya. c.
Asas Kepercayaan
51
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuh kembangkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa
satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepecayaan itu maka perjanjian tiak
mungkin akan diadakan oleh para pihak. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua
pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
d. Asas Persamaan Hak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak
51
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.
Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan.Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak
lainnya.Jika prinsip sama-sama menang win win solution tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan
di mana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.
e. Asas Kepentingan Umum
Asas ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata.Ditegaskan agar dalam menyusun dan melaksanakan suatu perjanjian
kedua belah pihak, bak kreditur maupun debitur memperhatikan kepentingan umum. Asas ini juga mencakup suatu pesan bahwa walaupun subjek hukum
diberikan kebebasan berkontrak, akan tetapi mereka harus berbuat bahwa apa yang mereka lakukan tidak mengganggu kepentingan umum.
f. Asas Perjanjian Mengikat
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1339 KUH Perdata.Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian mengandung
suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan tersebut akan mengikat para pihak. Asas ini hampir sama dengan asas kepatutan, karena memang mengaitkan hal yang patut sebagai kewajiban bagi
para pihak yang mengikat suatu perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pasca sunt servanda” janji itu mengikat. Selanjutnya ia mengatakan lagi
“promissorum implemndroum obligation”. kita harus memenuhi janji kita.
52
g. Asas Moral
53
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbukan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi
dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela moral maka yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor
yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan moral, sebagai panggilan dari hati
nuraninya.Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan
hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan moral sebagai panggilan hati nuraninya.
h. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata.Dalam hal ini, asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.Akan tetapi dalam
prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Mariam Darus berpendapat bahwa
54
52
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan penjelasannya. Alumni, Bandung, 1993, hlm. 109.
53
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeni, dkk, Op.Cit., hlm. 88-89.
54
Ibid.
:
Universitas Sumatera Utara
“Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.
i. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata Jo.1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti.
Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di
dalam perjanjian meskipun dengan tegas dinyatakan. Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam
Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya dan kebiasaan yang diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata ialah kebiasaan setempat khusus atau kebiasaan
yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu. j.
Asas Kepastian Hukum
55
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung unsur kepastian hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. k.
Asas Keseimbangan
56
Asas ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1244 KUH Perdata yang menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan
55
Ibid.
56
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian itu. Asas keseimbangan itu merupakan kelanjutan dari asas persamaan hak.Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur.Namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.Dapat
dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan
debitur seimbang. l.
Asas Sistem Terbuka Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian.Sitem perjanjian yang
bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan terhadap pihak ketiga.Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap
merugikan kepentingannya.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA