Desain Penelitian D BK 0807929 Chapter3

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu reguler. Kondisi ini mendukung dan relevan untuk menggali data lapangan tentang keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dan juga upaya menerapkan model bermain peran . Kedua, penggunaan model bermain peran relevan dengan usia peserta didik di jenjang sekolah dasar, dimana masih kuat nuansa aktivitas bermain sebagai media pembelajaran. Ketiga , penentuan anak dengan High Functioning Autism sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan kontekstual dan konseptual, dimana masalah utama yang dihadapi oleh anak autis adalah masalah keterampilan sosial, dan ketika model bermain peran digunakan pada anak dengan High Functioning Autism akan relevan dengan kemampuan dasar anak dengan High Functioning Autism yang memiliki kemampuan dasar dalam mengikuti perintah verbal meskipun dengan taraf yang terbatas.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan Research and Development RD dengan exploratory mixed method research design . Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif, maka metode penelitian ini tidak dapat menggunakan satu metode penelitian, tetapi harus menggunakan desain yang mengkombinasikan kedua metode tersebut. Metode penelitian yang mengkombinasikan pendekatan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif disebut dengan mixed methods research design. Craswell 2008: 20 menyebutkan bahwa mixed methods research design adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam satu kajian untuk memahami sebuah masalah penelitian. Ada dua alasan yang memperkuat penggunaan desain penelitian ini. Pertama , sebuah penelitian dilaksanakan menggunakan mixed methods apabila peneliti mempunyai data kualitatif dan data kuantitatif, dan kedua jenis data tersebut secara bersama-sama memberikan pemahaman yang lebih baik tentang masalah penelitian itu daripada jika peneliti hanya mempunyai salah satu dari kedua jenis data tersebut. Kedua , penelitian dengan mixed methods merupakan Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu suatu desain yang baik digunakan jika peneliti ingin memanfaatkan kelebihan dari data kualitatif maupun data kuantitatif tersebut. Data kuantitatif antara lain skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen, menghasilkan angka-angka yang spesifik yang dapat dianalisis secara statistik, dapat memberikan informasi yang bermanfaat jika peneliti perlu mendeskripsikan kecenderungan tentang sejumlah besar orang. Di pihak lain, data kualitatif, seperti wawancara mendalam yang menghasilkan kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh partisipan dalam penelitian, menawarkan bermacam-macam perspektif tentang topik penelitian dan memberikan gambaran yang kompleks tentang situasi yang diteliti. Dengan demikian, upaya untuk menggabungkan kedua metode penelitian kuantitatif dengan metode kualitatif akan memiliki kekuatan dalam menghasilkan data secara terpadu dan komprehensif. Hal ini sejalan dengan pendapat Miles Huberman dalam Cresswell 2008: 45 yang menyatakan bahwa “apabila kita mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif, kita mempunyai suatu kombinasi yang sangat kuat. Misalnya, dengan mengukur outcome suatu kajian kuantitatif maupun prosesnya kualitatif, kita dapat membangun suatu gambaran tentang suatu fenomena sosial yang kompleks Greene Caracelli dalam Creswell, 2008: 46. Penggunaan penelitian dengan mixed methods apabila satu jenis penelitian kualitatif atau kuantitatif tidak cukup untuk membahas masalah penelitian atau menjawab pertanyaan penelitian. Di dalam penelitian ini, metode kualitatif dapat menjawab pertanyaan penelitian gugus pertama, yaitu tentang: a hambatan dan kemampuan apa saja yang dialami oleh anak dengan High Functioning Autism dalam mengembangkan keterampilan sosial dengan anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif? b aspek-aspek apa saja yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; c bagaimana pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; d dukungan apa saja yang diberikan orang Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu tua siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; dan e seperti apakah model bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif? Pertanyaan penelitian gugus kedua, yakni: a apakah penerapan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism yang berperilaku agresif dan pendiam di sekolah dasar inklusif?; b apakah penerapan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di kelas rendah dan kelas tinggi di sekolah dasar inklusif?; dan c apakah penerapan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dari orang tua yang memberikan dukungan memadai dan kurang memadai di sekolah dasar inklusif?. Pertanyaan penelitian ini hanya dapat dijawab dengan metode kuantitatif. Oleh karena itu, penggunaan kombinasi metode kualitatif dan metode kuantitatif dalam penelitian ini merupakan suatu keharusan. Desain mix method dalam penelitian ini dilakukan dengan pola sebagai berikut: 1. Peneliti mengumpulkan data kualitatif terlebih dahulu, dilanjutkan mengumpulkan data kuantitatif, dan pengumpulan data dilakukan dalam dua fase yang terpisah. 2. Kegiatan pengumpulan data, peneliti lebih banyak mengumpulakn data kualitatif QUAL daripada data kuantitatif quan . Pemberian prioritas ini didasarkan pada arah pertanyaan penelitian yang lebih banyak mengungkap data-data kualitatif, dan membahas hasil data kualitatif secara lebih rinci daripada hasil data kuantitatif. 3. Peneliti membangun data kuantitatif berdasarkan data kualitatif. Data kuantitatif tentang kefektifan model bermain peran diperoleh setelah peneliti mendapatkan data kualitatif yang digunakan untuk merumuskan model tersebut. Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah exploratory mixed methods research design. Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu fenomena, mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya mengujinya. Secara visual, alur atau bagan dari desain penelitian ini dijelaskan dalam gambar berikut. QUAL Data dan Hasil Membangun quan Data dan Hasil Gambar 3.1 Exploratory Mixed Methods Research Design diadaptasikan dari Creswell, J.W. 2008 Keterangan: Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan setelah diperoleh data kualitatif. Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif quan. Dalam penelitian kuantitatif dari penelitian ini adalah metode eksperimen dengan subyek penelitian tunggal Single Subject Research . Metode ini digunakan karena ini meneliti suatu peristiwa atau perubahan yang muncul secermat mungkin, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat munculnya gejala tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan Tawney dan Gast 1984:10 bahwa “ Single Subject Resea r ch Design is a n integr a k pa r t of the beha vior a na lytic tr a dition. The ter m r efer s to a r esea r ch Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu str a tegy developed to document cha nges in the beha vior of individua l subject”. Metode eksperimen ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian tahap kedua, yaitu untuk memperoleh gambaran langsung pengaruh penerapan model bermain peran terhadap keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism di SDN Puteraco Kota Bandung. Desain penelitian menggunakan desain A-B-A. Desain A-B-A merupakan penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menganalisis terjadinya perubahan perilaku, dalam hal ini adalah keterampilan sosial sebagai akibat dari perlakuan dengan subyek penelitian tunggal Sunanto, 2005: 13. Desain A-B-A memiliki tiga tahap, yaitu: A-1 baseline -1, B intervensi, A-2 baseline -2. Berikut digambarkan desain A-B-A pada gambar 3.1. 10 20 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Gambar 3.2 Desain A-B-A Keterangan: A-1 = Baseline-1 Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian sebelum memperoleh intervensi pra-intervensi. B = Intervensi Adalah kondisi intervensi keterampilan sosial dengan model bermain peran pada subjek penelitian selama memperoleh intervensi. A-2 = Baseline-2 Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian setelah intervensi post-intervensi. A-1 B A-2 Ra t e Sesi Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Dalam penelitian subyek tunggal, perlu dirumuskan dahulu target behavior, yang merupakan tingkah laku yang diharapkan meningkat dalam suatu penelitian. Target behavior dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial yang meliputi: peer acceptance , keterampilan berkomunikasi, perilaku interpersonal, perilaku personal, perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis,. Produk akhir dari penelitian ini adalah dirumuskannya model bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung. Model konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang dihasilkan dalam penelitian ini dirancang melalui analisis konseptual, analisis empiris, yang kemudian dikembangkan menjadi model akhir bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism .

C. Pengembangan Instrumen Penelitian