Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
reguler. Kondisi ini mendukung dan relevan untuk menggali data lapangan tentang keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
dan juga upaya menerapkan model bermain peran
. Kedua,
penggunaan model bermain peran relevan dengan usia peserta didik di jenjang sekolah dasar, dimana masih
kuat nuansa aktivitas bermain sebagai media pembelajaran.
Ketiga
, penentuan anak dengan
High Functioning Autism
sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan kontekstual dan konseptual, dimana masalah utama yang
dihadapi oleh anak autis adalah masalah keterampilan sosial, dan ketika model bermain peran digunakan pada anak dengan
High Functioning Autism
akan relevan dengan kemampuan dasar anak dengan
High Functioning Autism
yang memiliki kemampuan dasar dalam mengikuti perintah verbal meskipun dengan
taraf yang terbatas.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan
Research and Development
RD dengan
exploratory mixed method research design
. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah dua jenis data, yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif, maka metode penelitian ini tidak dapat menggunakan satu metode penelitian, tetapi harus menggunakan desain yang mengkombinasikan
kedua metode tersebut. Metode penelitian yang mengkombinasikan pendekatan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif disebut dengan
mixed methods research design.
Craswell 2008: 20 menyebutkan bahwa
mixed methods research design
adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif
dalam satu kajian untuk memahami sebuah masalah penelitian. Ada dua alasan yang memperkuat penggunaan desain penelitian ini.
Pertama
, sebuah penelitian dilaksanakan menggunakan
mixed methods
apabila peneliti mempunyai data kualitatif dan data kuantitatif, dan kedua jenis data
tersebut secara bersama-sama memberikan pemahaman yang lebih baik tentang masalah penelitian itu daripada jika peneliti hanya mempunyai salah satu dari
kedua jenis data tersebut.
Kedua
, penelitian dengan
mixed methods
merupakan
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
suatu desain yang baik digunakan jika peneliti ingin memanfaatkan kelebihan dari data kualitatif maupun data kuantitatif tersebut. Data kuantitatif antara lain
skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen, menghasilkan angka-angka yang spesifik yang dapat dianalisis secara statistik, dapat memberikan
informasi yang bermanfaat jika peneliti perlu mendeskripsikan kecenderungan tentang sejumlah besar orang. Di pihak lain, data kualitatif, seperti wawancara
mendalam yang menghasilkan kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh partisipan dalam penelitian, menawarkan bermacam-macam perspektif tentang
topik penelitian dan memberikan gambaran yang kompleks tentang situasi yang diteliti. Dengan demikian, upaya untuk menggabungkan kedua metode
penelitian kuantitatif dengan metode kualitatif akan memiliki kekuatan dalam menghasilkan data secara terpadu dan komprehensif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Miles Huberman dalam Cresswell 2008: 45 yang menyatakan bahwa “apabila kita mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif, kita
mempunyai suatu kombinasi yang sangat kuat. Misalnya, dengan mengukur
outcome
suatu kajian kuantitatif maupun prosesnya kualitatif, kita dapat membangun suatu gambaran tentang suatu fenomena sosial yang kompleks
Greene Caracelli dalam Creswell, 2008: 46. Penggunaan penelitian dengan
mixed methods
apabila satu jenis penelitian kualitatif atau kuantitatif tidak cukup untuk membahas
masalah penelitian atau menjawab pertanyaan penelitian. Di dalam penelitian ini, metode kualitatif dapat menjawab pertanyaan penelitian gugus
pertama, yaitu tentang: a hambatan dan kemampuan apa saja yang dialami oleh anak dengan
High Functioning Autism
dalam mengembangkan keterampilan sosial dengan anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif? b
aspek-aspek apa saja yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif?; c bagaimana pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk
mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan
High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif?; d dukungan apa saja yang diberikan orang
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
tua siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif?; dan e seperti apakah model bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif? Pertanyaan penelitian gugus kedua, yakni: a apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
yang berperilaku agresif dan pendiam di sekolah dasar inklusif?; b apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
di kelas rendah dan kelas tinggi di sekolah dasar inklusif?; dan c apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
dari orang tua yang memberikan dukungan memadai dan kurang memadai di sekolah dasar
inklusif?. Pertanyaan penelitian ini hanya dapat dijawab dengan metode kuantitatif. Oleh karena itu, penggunaan kombinasi metode kualitatif dan
metode kuantitatif dalam penelitian ini merupakan suatu keharusan.
Desain
mix method
dalam penelitian ini dilakukan dengan pola sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan data kualitatif terlebih dahulu, dilanjutkan
mengumpulkan data kuantitatif, dan pengumpulan data dilakukan dalam dua fase yang terpisah.
2. Kegiatan pengumpulan data, peneliti lebih banyak mengumpulakn data
kualitatif QUAL daripada data kuantitatif
quan
. Pemberian prioritas ini didasarkan pada arah pertanyaan penelitian yang lebih banyak mengungkap
data-data kualitatif, dan membahas hasil data kualitatif secara lebih rinci daripada hasil data kuantitatif.
3. Peneliti membangun data kuantitatif berdasarkan data kualitatif. Data
kuantitatif tentang kefektifan model bermain peran diperoleh setelah peneliti mendapatkan data kualitatif yang digunakan untuk merumuskan
model tersebut.
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
exploratory mixed methods research design.
Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu fenomena, mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya
mengujinya. Secara visual, alur atau bagan dari desain penelitian ini dijelaskan dalam
gambar berikut.
QUAL Data dan
Hasil Membangun
quan Data dan
Hasil
Gambar 3.1
Exploratory Mixed Methods Research Design
diadaptasikan dari Creswell, J.W. 2008
Keterangan:
Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan setelah diperoleh data kualitatif.
Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif quan.
Dalam penelitian kuantitatif dari penelitian ini adalah metode eksperimen dengan subyek penelitian tunggal
Single Subject Research
. Metode ini digunakan karena ini meneliti suatu peristiwa atau perubahan yang muncul
secermat mungkin, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat munculnya gejala tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan Tawney dan
Gast 1984:10 bahwa “
Single Subject Resea r ch Design is a n integr a k pa r t of the beha vior a na lytic tr a dition. The ter m r efer s to a r esea r ch
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
str a tegy developed to document cha nges in the beha vior of individua l
subject”. Metode eksperimen ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian
tahap kedua, yaitu untuk memperoleh gambaran langsung pengaruh penerapan model bermain peran
terhadap keterampilan sosial pada anak dengan
High Functioning Autism
di SDN Puteraco Kota Bandung. Desain penelitian menggunakan desain A-B-A. Desain A-B-A merupakan
penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menganalisis terjadinya perubahan perilaku, dalam hal ini adalah keterampilan sosial sebagai
akibat dari perlakuan dengan subyek penelitian tunggal Sunanto, 2005: 13. Desain A-B-A memiliki tiga tahap, yaitu: A-1
baseline
-1, B intervensi, A-2
baseline
-2. Berikut digambarkan desain A-B-A pada gambar 3.1.
10 20
30
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
Gambar 3.2 Desain A-B-A
Keterangan:
A-1 =
Baseline-1
Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian sebelum memperoleh intervensi pra-intervensi.
B = Intervensi Adalah kondisi intervensi keterampilan sosial dengan model bermain peran
pada subjek penelitian selama memperoleh intervensi. A-2 =
Baseline-2
Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian setelah intervensi post-intervensi.
A-1 B
A-2
Ra t
e
Sesi
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Dalam penelitian subyek tunggal, perlu dirumuskan dahulu
target behavior,
yang merupakan tingkah laku yang diharapkan meningkat dalam suatu penelitian. Target
behavior
dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial yang meliputi:
peer acceptance
, keterampilan berkomunikasi, perilaku interpersonal, perilaku personal, perilaku yang berhubungan dengan
kesuksesan akademis,. Produk akhir dari penelitian ini adalah dirumuskannya model bermain
peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif Kota Bandung. Model konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang dihasilkan dalam penelitian ini
dirancang melalui analisis konseptual, analisis empiris, yang kemudian dikembangkan menjadi model akhir bermain peran untuk mengembangkan
keterampilan sosial pada anak dengan
High Functioning Autism
.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian