Pengumpulan Data Kuantitatif Strategi Pengumpulan Data

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu 2 Pengetahuan guru di sekolah dasar inklusif dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung. Adapun data yang diungkap melalui teknik skala penilaian adalah untuk memperoleh nilai kelayakan dari 2 orang pakar bimbingan dan konseling dan 1 orang pakar pendidikan luar biasa tentang model bermain peran yang dirumuskan peneliti berdasarkan analisis empirik dari data-data kualitatif yang diperoleh dan analisis konseptual tentang konseling kelompok dengan menggunakan teknik bermain peran dan konsep autisme, khususnya anak dengan High Functioning Autism. Aspek-aspek yang dinilai dalam skala penilaian untuk menilai kelayakan model bermain peran ini meliputi: a rasional; b tujuan; c asumsi model; d target intervensi; e komponen model; f langkah-langkah model; g kompetensi konselor; h struktur, isi kompetensi; i evaluasi, indikator keberhasilan; dan j pengembangan staf.

2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Untuk mengumpulkan data penelitian yang termasuk ke dalam data penelitian kualitatif, peneliti menggunakan teknik observasi. Observasi merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkap data terkait dengan perilaku anak dengan High Functioning Autism yang akan diteliti. Penggunaan teknik observasi untuk mengungkap dan memahami keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism adalah hal yang sangat tepat untuk dilakukan. Keterbatasan anak dengan High Functioning Autism untuk berkomunikasi secara verbal, akan menyulitkan apabila peneliti menggunakan teknik wawancara yang langsung digunakan dengan anak dengan High Functioning Autism . Penggunaan teknik observasi sebagai alat pengumpul utama untuk mengumpulkan dan memahami perilaku anak autis, didasarkan pada dua pertimbangan sebagai berikut: 1 anak dengan High Functioning Autism kurang bisa memahami arah pertanyaan dalam menjawab pertanyaan; 2 perilaku anak dengan High Functioning Autism dapat dipahami sebagai original behaviour sehingga data yang diungkap melalui observasipengamatan Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu lebih valid sebagai sumber data untuk menganalisis keterampilan sosial anak autis. Dalam melaksanakan observasi, peneliti menggunakan instrumen berupa inventori keterampilan sosial yang merupakan penjabaran dari aspek dan indikator dari konstruk variabel keterampilan sosial pada anak anak dengan High Functioning Autism . Pedoman inventori keterampilan sosial anak High Functioning Autism disajikan dalam lampiran 4 . Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati perilaku anak dengan High Functioning Autism dengan menggunakan inventori keterampilan sosial. Untuk mendapatkan validitas data keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism , dilakukan perekaman video perilaku anak. Melalui rekaman video tersebut, dilakukan pengamatan dengan menggunakan inventori oleh tiga orang pengamat, yaitu peneliti sendiri, 1 orang guru di SDN Puteraco, dan 1 orang widyaiswara di bidang pendidikan luar biasa, khsusunya yang memiliki kompetensi dalam bidang pendidikan anak autis. Untuk mendapatkan pengumpulan data yang ajeg, maka sebelum dilakukan proses pengamatan dilakukan dahulu Training of Trainer TOT tentang cara-cara menggunakan inventori yang digunakan dalam penelitian. Berikut disajikan prosedur pengumpulan data kuantitatif dengan desain A-B-A, sebagai berikut: a. Menentukan dan menetapkan perilaku yang mau diubah sebagai target behavior , yaitu keterampilan sosial yang terdiri dari lima indikator, meliputi: peer acceptance, perilaku interpersonal, perilaku personal, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan berkaitan dengan tugas akademik. b. Pada tahap baseline-1 A-1, menetapkan kemampuan dasar dari keterampilan sosial, melalui pengamatan dengan menggunakan inventori keterampilan sosial sebanyak empat sesi. Dalam tiap sesi dilaksanakan selama 30 menit, dalam situasi alamiah di setting kelas dan luar kelas. Adapun langkah dari pelaksanaan tahap ini, adalah dengan cara subyek Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu diamati dalam interaksi sosial dengan teman sebaya, baik dalam situasi pembelajaan maupun dalam situasi bermain di waktu istirahat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat setiap perilaku yang menunjukan indikator dari keterampilan sosial, baik dalam kategori data frekuensi, prosentasi, maupun durasi. c. Pada tahap intervensi B, dilaksanakan penerapan model bermain peran terhadap subjek penelitian sebanyak delapan sesi, tiap sesi lamanya 45 menit. Adapun langkah dari model bermain peran, sebagai berikut: 1 Pembentukan kelompok yang akan digunakan dalam pelaksanaan konseling kelompok. Subyek penelitian dikondisikan dalam kelompok campuran anak dengan High Functioning Autism dengan siswa reguler. Sesuai dengan pengelompokan anak dengan High Functioning Autism dalam penelitian ini sebanyak 4 klasifikasi, maka ada 3 kelompok yang dibentuk, dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang dengan proporsi 1 anak dengan High Functioning Autism dan 4 anak reguler. 2 Diawal pembentukan kelompok dilakukan gerakan sambil bernyanyi dengan tema judul “Halo Apa Kabar Teman”. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membangun kehangatan dalam aktivitas kelompok, sehingga diharapkan terjadinya interaksi antara anak dengan High Functioning Autism dengan anak reguler dalam setiap kelompok. 3 Orientasi dan pemeranan pada setiap anggota dalam kegiatan kelompok. Tema kegiatan kelompok yang akan dilakukan dalam konseling kelompok ini adalah “Aku Senang Sekolah di Sini”. Untuk memainkan tema kegiatan ini, peneliti didampingi guru kelas menyampaikan deskripsi dan ilustrasi dari cerita judul yang akan dimaikan. Setelah kelompok memahami ilustrasi tema dari cerita yang akan dimainkan dalam konseling kelompok, kemudian dipetakan pemeranan setiap anggota kelompok. Dalam menentukan pemeranan pada setiap anggota kelompok, peneliti dan guru kelas mempertimbangkan kemampuan awal dari anak dengan High Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Functioning Autism sebagai target dari kegiatan konseling kelompok melalui model bermain peran. 4 Melaksanakan pemeranan setiap anggota kelompok sesuai dengan tema kegiatan yang telah diilustrasikan, dan atau memberikan instruksi kepada anggota lainnya untuk menyimak pemeranan yang akan dilakukan. 5 Melakukan diskusi dan refleksi dari pemeranan yang telah dilaksanakan, dengan cara mengadakan tanya jawab, kesan dan pesan dari pemeranan yang telah dilaksanakan. 6 Peneliti dan guru kelas memberikan penguatan dan kesimpulan dari pelaksanaan model bermain peran yang telah dilaksanakan. 7 Peneliti dan guru kelas menutup sesi pelaksanaan model bermain peran. 8 Selama proses pemeranan dalam kegiatan bermain peran, dilakukan pengamatan dengan menggunakan teknik inventori yang telah dirumuskan. d. Pada tahap baseline -2 A-2, dilakukan pengukuran kembali keterampilan sosial untuk mengetahui pengembangan keterampilan sosial sesuai dengan target behavior yang telah ditentukan. Prinsip pengukuran pada tahap ini sama dengan tahap baseline -1 A-1.

E. Subyek Penelitian 1. Subyek dalam Penelitian Kualitatif