juga akan diikuti juga dengan adanya perilaku konformitas kelompok, dimana remaja akan berusaha untuk dapat menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar
mereka dapat diterima oleh kelompoknya Soetjiningsih, 2009. Mengatakan bahwa konformitas merupakan merupakan produk interaksi
antara faktor-faktor situasional dan faktor-faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah kejelasan situasi, konteks situasi, cara
menyampaian penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok dan tingkat kesepakatan kelompok. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh norma
kelompok pada konformitas anggota-anggotanya bergantung pada ukuran mayoritas anggota kelompok yang menyatakan penilaian. Sampai tingkat tertentu makin besar
ukurannya, makin tinggi tingkat konformitasnya.
2.3.5 Kepemimpinan Kelompok
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif memengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Seorang pemimpin ditunjuk atau
muncul setelah proses komunikasi kelompok. Apapun yang terjadi, kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit 1960 yaitu gaya kepemimpinan otoriter, demokratis dan laisez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai
dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu
anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan.
Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
Dari tiga kepemimpinan tersebut, kepemimpinan otoriter menimbulkan permusuhan, agresi dan sekaligus perilaku egosentris. Di sini, tampak lebih banyak
ketergantungan dan kurang kemandirian anggota kelompok, di samping adanya kekecewaan yang tersembunyi. Kepemimpinan demokratis terbukti paling efisien,
dan menghasilkan kuantitas kerja yang lebih tinggi daripada kepemimpinan otoriter. Di dalamnya terdapat lebih banyak kemandirian dan persahabatan. Pemimpin laissez
faire hanya memiliki kelebihan dalam menyampaikan informasi saja.
2.3.6 Adaptasi
Peer group dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja. Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula
Santrock, 2003. Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan. Sebaliknya secara positif,
menurut Vembriarto dalam Bantarti 2000 kelompok peer group adalah tempat trejadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu
mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat dan mengembangkannya
menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-peer
group sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-peer group pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang
poppuler, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan
terlarang, merokok, seks bebas maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikannya perasaan mereka sendiri Hurlock, 2003.
2.3.7 Penerimaan dan Penolakan Peer group