Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

dimaksud pada ayat 1 ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin. Tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat 1 unsur-unsurnya sebagai berikut: Unsur-unsur objektif: 1 Perbuatan: mempekerjakan dokter atau dokter gigi 2 Objek: dokter atau dokter gigi Sebagaiman adimaksud dalam pasal 42 Unsur subjektif 3 Dengan sengaja Dengan menunjuk pasal 42, setidak-tidaknya ada dua hal yang perlu diketahui adalah: Pertama, yang dimaksud subjek hukum “setiap orang” yang dimaksud dalam pasal 42 adalah seorang pimpinan layanan kesehatan. Misalnya kepala poliklinikatau kepala rumah sakit.orang ini haruslah orang-orang yang memiliki kewenangan untuk mempekerjakan dokter atau dokter gigi. kedua, dokter yang dimaksud harus dokter yang tidak memiliki surat izin praktik. Sifat melawan hukum dalam tindak pidana ini terletak pada keadaan dokter yang tidak memenuhi SIP, bukan pada perbuatan mempekerjakan karena memoekerjakan merupakan kewenangan seorang pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

119 Tindak pidana di bidang medis didalam Undang-undang ini diatur didalam pasal Pasal 62 yang mengatur tentang Setiap orang yang dengan sengaja 119 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan Rumah Sakit yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 serta dalam pasal Pasal 63 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang dilakukan oleh korporasi. 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239MenkesSKXI2001 tentang Registrasi Dan Praktik Perawat 120 Setiap tindakan medic selalu mengandung risiko, sekecil apapun tindakan medic, dapat saja menimbulkan risiko yang besar, sehingga dapat saja pasien menderita kerugian. Dalam hal terjadi risiko baik yang dapat diprediksi maupun Tindak pidana yang diatur didalam undang-undang ini diatur pada Pasal 37 yakni perihal Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 danatau Pasal 31 ayat 1 serta Pasal 38 terhadap perawat yang dengan sengaja : a. melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuanadaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. melakukan praktik keperawatan tanpa izin c. melakukan praktik keperawatan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; danatau d. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. B. Pertanggung Jawaban Pidana Di Bidang Medis 120 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239MenkesSKXI2001 tentang Registrasi Dan Praktik Perawat Universitas Sumatera Utara tidak dapat diprediksi, maka dokter tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya. Tanggung jawab dokter dapat dimintakan apaila dokter telah berbuat kesalahankelalaian, meskipun tidak ada seorang dokter yang waras sengaja membuat kesalahan. 121 Pembuktian tentang ada atau tidaknya kesalahankelalaian yang telah dilakukan oleh dokter merupakan syarat utama untuk mempertanggung jawabkan pelayanan kesehatan yang telah dilakukannya. Doktrin Res Ipsa Loquitor the thing speaks for itself dengan mudah dapat membuktikan tentang adanya kesalahan yang dilakukan oleh dokter. Doktrin Res Ipsa Loquitor menurut Sofwan Dahlan hanya dapat diterapkan apabila fakta yang terjadi memenuhi sebagai berikut: 122 1. Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter lalai 2. Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggungjawab dokter 3. Pasien tidak ikut berperan dalam timbulnya fakta itu Doktrin Res Ipsa Loquitor hanya diterapkan jika fakta yang terjadi secara nyata berdasarkan pengetahuan umum bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi jika tidak ada kecerobohan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter, misalnya gunting, kain kasa, jarum suntik dan sebagainya yang ternyata tertinggal didalam perut pasien pasca operasi yang berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab 121121 Willa Chandrawila Supriadi, Op.Cit., hal 30 122 Y.A Triana Ohoiwutun, Op.Cit., hal 55 Universitas Sumatera Utara dokter sehingga dapat disimpulkan secara jelas tentang adanya kesalahankelalaian yang dilakukan oleh dokter. 123 Tindak pidana crime dapat diidentifikasikan dengan timbulnya kerugian harm yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggung jawaban pidana atau criminal liability. Pertanggungjawaban pidana dengan mengedepankan dan menetapkan pelaku tindak pidana sebagai subjek hukum pidana dalam ketentuan perundang-undangan agar pelaku tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan atas segala perbuatan hukum yang dilakukannya sebagai perwujudan tanggung jawab karena kesalahannya terhadap orang lain. Dapat dipertanggung jawabkannya subjek hukum pidana tersebut tentunya akan memberikan deterren effect untuk tidak melakukan tindak pidana, sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana dan secara langsung mencegah adanya korban tindak pidana dikemudian hari. 124 Dari sudut hukum pidana ada standar umum yang harus dipenuhi bagi kelakuan malpraktik medik sehingga dapat membentuk pertanggungjawaban pidana, yaitu adanya sikap bathin pembuat, aspek perlakuan medis dan aspek akibat perlakuan. Pemahaman yang tidak seragam mengenai masalah malpraktik medik dari sudut hukum bukan hanya berkaitan dengan ketiga aspek diatas tapi juga menyangkut dengan belum adanya hukum yang khusus mengenai malpraktik medik tersebut. Dalam UU No.292004 juga tidak memuat pengertian malpraktik hanya memberi dasar hukum bagi korban pasien yang dirugikan untuk 123 Ibid., hal 56 124 Sri Sumiati, Op.Cit., hal 76 Universitas Sumatera Utara melaporkan tindakan dokter dalam menjalankan praktiknya secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia pasal 66 ayat 1. 125 Perbedaan mendasar antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medis terletak pada focus tindak pidana tersebut. Focus tindak pidana bisa terletak pada akibat dari tindak pidana, sedangkan pada tindak pidana medis fokusnya pada sebabkausa dari tindak pidana. Dalam tindak pidana medis criminal malpractice pertanggungjawaban pidananya harus dapat dibuktikan tentang adanya kesalahan professional, misalnya kesalahan diagnosis atau kesalahan cara pengobatan atau perawatan. Penjatuhan sanksi dalam hukum pidana dapat dilakukan apabila memenuhi beberapa syarat. Untuk lebih jelasnya tentang syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam penjatuhan pidana akan diuraikan sebagai berikut: 126 1. Perbuatan Dilakukan Oleh Subjek Hukum Manusia atau Badan hukum Perbuatan pidana dapat dilakukan, baik oleh manusia alamiah natuurlijke person maupun badan hukum rechts person. Pelaku tindak pidana tentunya dapat dituntut untuk mempertanggung jawabkan menurut hukum pidana. Ada perbedaan bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan antara manusia alamiah dengan badan hukum. Hal ini juga berlaku dalam praktik pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan maupun fasilitas sarana pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan yang tidak berbentuk badan hukum, pertanggung jawaban pidananya dilakukan secara perseorangan, baik secara sendiri-sendiri, 125 Ida Keumala Jeumpa, Penegakan Hukum Terhadap Dugaan Tindak Pidana Malpraktik Medik,hal 7 126 Y.A Triana Ohoiwutun, Op.Cit., hal 59 Universitas Sumatera Utara maupun secara bersama dalam bentuk penyertaan, sementara itu, apabila sarana pelayanan kesehatan berbentuk badan hukum yang terbukti melakukan tindak pidana maka dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. 2. Ada Kesalahan Pompe berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang tercela yang pada hakikatnya tidak mencegah kelakukan yang bersifat melawan hukum. Menurut Jonkers didalam keterangan tentang schuldbegrip membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan yaitu: 127 a. Selain kesengajaan atau kealpaan opzet of schuld b. Meliputi sifat melawan hukum de wedwrrechtelijkheid c. Dan kemampuan bertanggung jawab de toerekenbaarheid Kesalahan dalam tindak pidana medis pada umumnya terjadi karena kelalaian yang dilakukan oleh dokter. Dalam hal ini dapat terjadi karena dokter melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Dalam hukum pidana, penentuan atas kesalahan seseorang didasarkan pada hal-hal berikut: 128 1. Keadaan batin orang yang melakukan perbuatan yang berbentukkesengajaan atau kealpaan, dalam hal ini disyaratkan bahwa disadari atau tidak perbuatan pelaku dilarang oleh undang-undang. 2. Tentang kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan 127 Bambang Poernomo, Op.Cit., hal 136 128 Ibid., hal 60 Universitas Sumatera Utara 3. Tentang tidak adanya alasan penghapus kesalahanpemaaf Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi dokter berupa kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian besar culpa lata, bukan kelalaian kecil culva levis. Penentuan tentang ada atau tidaknya kelalaian dalam pelaksanaan pelayanan medis harus dilihat dari luar yakni bagaimana seharusnya dokter melakukan tindakan medis dengan ukuran sikap dan tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam situasi dan kondisi yang sama serta dengan kemampuan medis dan kecermatan yang sama. Dengan demikian, penentuan tingkat kesalahan tentang ada atau tidaknya kelalaian dokter harus dibedakan antara lain:. 129 1. Masa kerja dokter dengan kemampuan rata-rata 2. Dokter umum dengan dokter ahli 3. Fasilitas sarana kesehatan yang tersedia pada waktu dilakukannya tindakan medis 4. Factor-faktor penunjang lain yang berpengaruh dalam tindakan medis yang telah dilakukan oleh dokter Kelalaian tidak termasuk pelanggaran hukum apabila tidak merugikan atau mencederai orang lain dan orang lain itu dapat menerimanya. Ketentuan tersebut berdasarkan kepada doktrin hukum de minimus non curat lex hukum tidak mencampuri hal-hal yang bersifat spele. Jika kelalaian mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau mengakibatkan matinya orang lain, maka perbuatan 129 Ibid., hal 61 Universitas Sumatera Utara tersebut diklasifikasikan sebagai kelalaian berat culpa lata. Tolok ukur culpa lata menurut M. Jusup Hanafizah adalah: 130 1. Bertentangan dengan hukum 2. Akibatnya dibayangkan 3. Akibatnya dapat dihindarkan 4. Perbuatannya dapat dipersalahkan Penentuan secara normative tentang ada atau tidaknya kelalaian atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter harus ditinjau secara cermat dan teliti kasus per kasus. Hakim yang memegang peranan kunci dalam menentukan secara in concreto tentang ada atau tidaknya kelalaian yang telah dilakukan oleh dokter. Seorang tenaga kesehatan yang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan standar profesi kedokteran dan tidak sesuai prosedur tindakan medic, dikatakan telah melakukan kesalahankelalaian. Kesalahan kelalaian yang dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan selain dapat dituntut secara hukum pidana, kalau memenuhi unsur-unsur hukum pidana, juga dapat digugat ganti rugi secara perdata dalam hal pasien menderita kerugian. Penuntutan dalam bidang hukum pidana, hanya dapat dituntut dalam hal pasien menderita cacat permanen atau meninggal dunia dalam arti terjadi apa yang dikenal dengan culpa lata, tetapi gugatan secara perdata, dapat saja dilakukan kalau pasien menderita kerugian meskipun terjadi kesalahan yang kecil. 131 130 Ibid 131 Willa Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung : Mandar Maju, hal 43 Universitas Sumatera Utara Kelalaian bukanlah suatu kejahatan jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang tersebut dapat menerimanya de minimus non curat lex=hukum tidak mengurusi hal-hal sepele,tapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain maka dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat culpa lata yang tolok ukurnya adalah bertentangan dengan hukum, akibatnya dapat dibayangkan, akibatnya dapat dihindarkan dan perbuatannya dapat dipersalahkan.Terhadap akibat seperti ini adalah wajar jika si pembuatnya di hukum. 132 4. Perbuatan yang Dilakukan Bersifat Melawan Hukum Melawan hukum dalam hukum pidana merupakan terjemahan dari bahasa belanda wederrechtelijke; sedangkan dalam hukum perdata merupakan terjemahan dari onrechtmatigedaad. Dalam perkembangannya, terjemahan antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dengan perbuatan melanggar hukum dalam hukum perdata tidak diperdebatkan lebih lanjut. Sifat melawan hukum dari perbuatan menurut hukum pidana tidak selalu dirumuskan dalam ketentuan undang-undang. Tanda sifat melawan hukum dapat dilihat dari kelakuan atau keadaan tetentu, atau akibat tetentu yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang. Ada dua ajaran sifat melawan hukum: 1. Sifat melawan hukum formil, artinya perbuatan yang dilakukan telah memenuhi semua unsur yang ditentukan dalam ketentuan undang-undang dan 132 Ibid Universitas Sumatera Utara diancam dengan sanksi pidana, sedangkan sifat melawan hukum tersebut dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang juga. 2. Sifat melawan hukum materiil, artinya perbuatan yang disyaratkan memenuhi rumusan undang-undang dan perbuatan dirasakan tidak patut atau tercela oleh masyarakat yang berbentuk tidak tertulis. Dalam setiap tindak pidana pasti terdapat unsur sifat melawan hukum baik yang dicantumkan dengan tegas ataupun tidak. Secara umum sifat melawan hukum malpraktik medik terletak pada dilanggarnya kepercayaan pasien dalam kontrak teurapetik tadi. Dari sudut hukum perdata, perlakuan medis oleh dokter didasari oleh suatu ikatan atau hubungan inspanings verbintenis perikatan usaha, berupa usaha untuk melakukan pengobatan sebaik-baiknya sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, kebiasaan umum yang wajar dalam dunia kedokteran tapi juga memperhatikan kesusilaan dan kepatutan. Perlakuan yang tidak benar akan menjadikan suatu pelanggaran kewajiban wanprestasi. 133 Perbuatan dalam pelayananperlakuan medis dokter yang dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat melawan hukum. Sifat melawan hukum yang timbul disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain: 134 a. Dilanggarnya standar profesi kedokteran b. Dilanggarnya standar prosedur operasional 133 Ida kusuma, Op.Cit., hal 10 134 Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing, hal.6 Universitas Sumatera Utara c. Dilanggarnya hukum, misalnya praktik tanpa Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik d. Dilanggarnya kode etik kedokteran e. Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran f. Dilanggarnya kesusilaan umum g. Praktik kedokteran tanpa Informed Consent h. Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien i. Terapi tidak sesuai dengan Informed Consent, dan lain sebagainya 5. Pembuat Pelaku Mampu Bertanggungjawab Seseorang dinyatakan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya apabila jiwanya sehat, yaitu: 135 a. Dapat menginsafi makna senyatanya dari perbuatannya b. Perbuatan yang dilakukan dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat c. Mampu untuk menentukan niatkehendaknya dalam melakukan perbuatan tersebut Arti kemapuan bertanggung jawab banyak dipergunakan kepada ilmu pengetahuan. Van hamel mengadakan tiga syarat untuk mampu bertanggung jawab yaitu: 136 a. Bahwa orang itu mapu untuk menginsyafi arti perbutanny dalam hal makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatannya sendiri 135 Ibid 136 Bambang Poernomo, Op.Cit., hal 144 Universitas Sumatera Utara b. Bahwa orang mampu untuk menginsyafi perbuatannya itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat c. Bahwa orang itu mampu menentukan kehendaknya terhdap perbuatan itu 6. Tidak Ada Alasan yang Menghapuskan Pidana Dasar penghapusan pidana yang dapat dipergunakan dalam tindak pidana medis menurut KUHP adalah sebagai berikut: 137 1. Menderita sakit jiwa Pasal 44 2. Overmacht daya paksa Pasal 48 3. Pembelaan diri karena terpaksa Pasal 49 4. Melaksanakan ketentuan undang-undang Pasal 50 5. Melaksanakan perintah jabatan Pasal 51 Dasar penghapusan pidana diluar KUHP berhubungan denga asas geen straf schuld tidak dipidana tanpa kesalahan. Beberapa perbuatan menurut KUHP yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang medis adalah sebagai berikut: 1. Menipu pasien Pasal 378 2. Tindak pidana di bidang kesusilaan Pasal 285, 286, 290, 294 3. Sengaja tidak menolong pasien Pasal 304 4. Menggugurkan kandungan tanpa indikasi medis Pasal 299, 348, 349 5. Membocorkan rahasia medis pasien Pasal 322 6. Lalai yang menyebabkan orang lain meninggal atau luka Pasal 359 s.d. 361 7. Memberikan atau menjual obat palsu Pasal 386 137 Ibid., hal 63 Universitas Sumatera Utara 8. Membuat surat keterangan palsu Pasal 263 dan 267 9. Melakukan euthanasia Pasal 344 Makna penegakan hukum dalam penanganan kasus malpraktik medik dimaksudkan sebagai upaya mendayagunakan atau memfungsikan instrumentperangkat hukum hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana terhadap kasus malpraktik guna melindungi masyarakat pasien dari tindakan kesengajaan atau kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medik. 138 Akibat malpraktik perdata termasuk perbuatan melawanhukum terdiri atas kerugian materil dan idiil, bentuk kerugian ini tidak dicantumkan secara khusus dalam UU. Berbeda dengan akibat malpraktik pidana, akibat yang dimaksud harus sesuai dengan akibat yang menjadi unsur pasal tersebut. Malpraktik kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materil yang melarang akibat yang timbul,dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana. Dalam hubungannya dengan malpraktik medik pidana, kematian,luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau yang menghambat tugas dan matapencaharian merupakan unsur tindak pidana. Ada perbedaan akibat kerugian oleh malpraktik perdata dengan malpraktik pidana. Kerugian dalam malpraktik perdata lebih luas dari akibat malpraktik pidana. 139 C. Konsep Sanksi Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Medis 138 Ibid 139 Ibid Universitas Sumatera Utara Dalam hukum pidana, hanya perbuatan yang membahayakan serta meresahkan masyarakat dibuatkan aturan berikut sanksinya yang bersifat represif. Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana paling sedikit memenuhi tiga unsur yaitu: 1. Melanggar norma hukum tertulis 2. Bertentangan dengan hukum melanggar hukum 3. Berdasarkan suatu kesalahan atau kelalaian besar culpa lata Hukum pidana termasuk kedalam hukum yang berlaku umum, artinya setiap orang wajib tunduk dan taat serta pelaksanaan sanksinya dapat dipaksakan, juga terhadap seorang dokter misalnya. Yang penting diingat bahwa hukum kedokteran harus memenuhi Azas Praduga Tak Bersalah. Maka “stempel malpraktik” tidak dapat dikenakan kepada seorang tersangkaterdakwa, sebelum terbukti dengan adanya keputusan pengadilan. 140 Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang .Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. 141 Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia. Jika kelalaian dokter tersebut terbukti 140 Chrisdiono M. Achadiat, Op.Cit.,hal 51 141 WWW.Bascom.World_MalPraktik.mht Universitas Sumatera Utara merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi Standar Operasi Praktik yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Kodeki, serta Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain diatur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi: 142 1. pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 2. pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi: “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian 142 Ibid Universitas Sumatera Utara dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. 143 Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang pasien terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian dokter untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh pasal Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 144 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain diatur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi: 2. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah. Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan 143 Ibid 144 Ibid Universitas Sumatera Utara atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian pencabutan izin praktik dapat dilakukan. Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang- Undang Hukum Pidana KUHP dan aturan kode etik profesi praktik dokter. Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang pasien terhadap dokter yang dengan sengaja dolus telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian dokter untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian culpa diatur oleh Pasal 1366. Sanksi pidana yang diatur didalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 145 a. Tindak Pidana Sengaja Melakukan Tindakan Pada Ibu Hamil Pasal 194 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. b. Tindak Pidana Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan danatau Tenaga Kesehatan yang Tidak Memberikan Pertolongan Pertama Terhadap Pasien yang Dalam Keadaan Gawat Darurat Pasal 190 1 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. 2 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 145 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan Universitas Sumatera Utara c. Tindak Pidana Transplatasi dengan Tujuan Komersial Pasal 192 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. d. Tindak Pidana Memproduksi atau Mengedarkan Sediaan Farmasi danatau Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 106 ayat 1 Pasal 197 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah e. Tindak Pidana Memproduksi danatau Mengedarkan Sediaan Farmasi Yang Tidak Memenuhi Standar danatau Persyaratan Keamanan, Khasiat atau Kemanfaatan, dan Mutu Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 Pasal 196 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Sanksi pidana didalam UU Praktik kedokteran No. 29 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: 146 a Tindak pidana praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi Pasal 75 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah. b Tindak pidana praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik Pasal 76 146 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah c Tindak pidana menggunakan identitas atau gelar dalam bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi danatau surat izin praktik dalam Pasal 77 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. d Tindak pidana Menggunakan alat, metode pelayanan kesehatan yang menimbulkan kesan dokter yang memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik Pasal 78 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. e Tindak pidana dokter praktik yang tidak memasang papan nama Tidak membuat rekam medis, dan tidak berasarkan standar profesi pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah f Tindak pidana mempekerjakan dokter tanpa SIP Pasal 80 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah Universitas Sumatera Utara BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS Mengingat kejahatan malpraktek dapat menimbulkan dampak yang cukup serius maka upaya penegakan melalui kebijakan formulasi hukum pidana terhadap tindak pidana di bidang medis. kebijakan formulasi hukum pidana mencakup masalah perumusan tindak pidana di bidang medis, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. Berikut ini akan dibicarakan kebijakan formulasi perlindungan pada tindak pidana bidang medis dalam perspektif hukum pidana di Indonesia. 147 A. Perumusan Tindak Pidana Bidang Medis Pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang tindak pidana di bidang medis pada dasarnya jumlahnya sangat terbatas dan lingkup yang diatur juga masih sangat terbatas. Pada hukum materiilnya hanya berpaku pada Undang-undang Praktek Kedokteran dan Undang-undang Tentang Kesehatan serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana sedangkan pada hukum Acaranya adalah sama dengan hukum acara pidana pada umumnya yaitu dengan mengacu pada Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang hukum Acara Pidana. Dalam undang-undang yang secara materiil bersinggungan dengan tindak pidana di bidang medis pada dasarnya hanya mengatur kepada subyek profesi dokter atau subyek orang biasa yang tidak bersinggungan dengan profesi dokter, padahal dokter dalam menjalankan profesinya berkaitan erat dengan profesi medis lainnya antara lain adalah perawat, bidan, radiolog medis, apoteker dan 147 Sri Sumiati., Op.Cit., hal.134 Universitas Sumatera Utara para medis lainnya yang kesemuanya dapat berperan dalam terjadinya tindak pidana di bidang medis. 148 Hingga saat ini telah dikriminalisasikan beberapa tindakan tenaga medis dalam undang-undang Kesehatan, sebenarnya ketentuan dalam Undang-undang kesehatan itu sendiri masih ada pembatasan-pembatasan yang menyebabkan tindakan para medis lainnya belum masuk dalam tindak pidana, untuk itu kedepan perlu dilakukan kriminalisasi terhadap tindakan para medis non dokter lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana di bidang medis. Dengan bertolak dari undang-undang praktik kedokeran maka dapat diprediksikan tindakan apa saja yang perlu dikriminalisasikan dimasa yang akan datang guna memberkan perlindungan masyarakat dibidang pelayanan tenaga medis. 149 Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian profesi diantaranya adalah sebagai berikut : 150 148 Ibid.,hal 135 149 Ibid 150 http:Blogger D.Witjaksono “Malpraktik” , diakses pada tanggal 11 November 2010 1.Meningkatkan Kemampuan Profesi Melalui pendidikan kedokteran berkelanjutan akan membantu para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga diharapkan dia tidak lagi melakukan tindakan dibawah standar. Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik kedokteran dan kemampuan melakukan konseling dengan baik. 2. Pengetatan Pengawasan Perilaku Etik Universitas Sumatera Utara Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etik setinggi-tingginya, seorang dokter akan semakin jauh dari tindakan melanggar hukum. 3. Penyusunan Proposal Pelayanan Kesehatan Proposal ini mencakup dengan pembuatan rekam medis medical record. Selama dokter bertindak sesuia dengan proposal tersebut, dia dapat terlindungi dari tuduhan malpraktek Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepatlayak unlawful atau improper, misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai, pilihan tindakan medis tersebut sudah improper. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat improper performance, yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error mistakes, slips and lapses, namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk . Kelalaian medis adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu komisi yang seharusnya tidak dilakukan atau Universitas Sumatera Utara tidak melakukan sesuatu omisi yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. 151 Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang per- orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya berdasarkan sifat profesinya bertindak hati- hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu: 152 a. Duty atau kewajiban Yakni kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu. Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokterrumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokterperawat rumah sakit itu harus sesuai dengan standar pelayanan medik agar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya. Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan: 153 1 Adanya indikasi medis 151 http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010 152 Ibid 2 Bertindak secara hati-hati dan teliti 153 http:cetrione.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 november 2010 Universitas Sumatera Utara 3 Bekerja sesuai standar profesi 4 Sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36,37 dan 38 bahwa sorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga menegaskan tentang pemberian pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. 154 Standar Profesi Kedokteran adalah batasan kemampuan knowledge, skill and professional attitude minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi yang dimaksud adalah yang tercantum dalam KODEKI Pasal 2 dimana Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi, dimana tolak ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat jenjang pelayanan kesehatan dan situasi setempat. 154 Ibid Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan Universitas Sumatera Utara dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Di mana penjelasan itu mencakup sekurang-kurangnya : 155 1. diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2. tujuan tindakan medis yang dilakukan; 3. alternatif tindakan lain dan risikonya; 4. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan 5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. b. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut Yang harus ditekankan lagi oleh seorang dokter adalah ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat rekam medis, yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal 46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. 155 Ibid Apabila sudah ada kewajiban duty, maka sang dokter atau perawat rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter tersebut dapat dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat Universitas Sumatera Utara dan bukti-bukti lainnya. Apabila kesalahan atau kelalaian itu sedemikian jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim dapat menerapkan doktrin “Res ipsa Loquitur”. Tolak ukur yang dipakai secara umum adalah sikap- tindak seorang dokter yang wajar dan setingkat didalam situasi dan keadaan yang sama. c. Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatankedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Damage yang dimaksud adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan lukacederakerugian damage, injury, harm kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah luka injury tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat mental anguish. Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain. 156 d. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata 156 Ibid Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar Universitas Sumatera Utara antara sikap-tindak tergugat dokter dengan kerugian damage yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya. Dalam Undang Undang Nomor 29 Nomor 29 Tahun 2004 tidak diatur secara tegas mengenai malpraktik medis. Memang pada UU tentang Praktik Kedokteran konsep DPR yang diusulkan, ada bab dan pasal-pasal yang mengatur pembentukan Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Medis yang meliputi penyelenggaraan Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Medis, Susunan Pengadilan, Kekuasaan Pengadilan Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Pengadilan Tinggi Disiplin Profesi Tenaga Medis, Hukum Acara, dan Pemeriksaan Peninjauan Kembali, dimana peradilan ini merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi masyarakat pencari keadilan terhadap sengketa akibat tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam praktik kedokteran. 157 Namun dalam pembahasan antara DPR dan Pemerintah pasal peradilan ini disepakati ditiadakan karena pertimbangan antara lain sumberdaya manusia yaitu dokter dan dokter gigi sebagai hakim profesi meskipun dalam UU tentang 157 http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010 Universitas Sumatera Utara Kehakiman dimungkinkan pembentukannya. Dengan demikian maka jika terjadi kelalaian yang menimbulkan luka atau mati pada pasien, maka akan tetap diadili sesuai ketentuan hukum pidana di pengadilan negeri dan gugatan sesuai dengan hukum perdata untuk tuntutan ganti rugi. Dalam UU tentang Praktik Kedokteran memang tidak dibentuk peradilan profesi, tetapi dengan UU tersebut dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia MKDKI yang merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia dalam menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Sedangkan MKDKI tidak dapat menetapkan semacam “uang tali kasih” seperti halnya Medische Tucht Raad di Belanda sehingga pasien tidak perlu menggugat secara perdata ke Pengadilan. Ini yang dinilai masyarakat sebagai kritikan bahwa UU tentang Praktik Kedokteran tidak mengatur malpraktik karena tidak ada satu katapun ada istilah malpraktik didalamnya, tetapi sebenarnya pengaturan ini ada jika dicermati dari pengertian malpraktik dan pencegahannya. 158 Pengaturan kelalaian yang menyebabkan luka atau kematian memang tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana KUHP dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata dalam hal permintaan ganti rugi, tetapi pengaturan untuk mencegah terjadinya kelalaian, penetapan kewajiban dan standar-standar telah diatur dalam UU ini sehingga diharapkan dapat terlaksana sesuai tujuannya. Pengaturan dimaksud meliputi surat tanda registrasi, surat izin praktik, pelaksanaan praktik, standar pendidikan, hak dan 158 Ibid Universitas Sumatera Utara kewajiban dokter dan dokter gigi, standar kompetensi, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi informed consent, rekam medis, rahasia kedokteran, kendali mutu dan kendali biaya. 159 Oleh karenanya, perlu adanya reformulasi ketentuan tentang sistem pertangungjawaban pidana yang seragam dan berorientasi terhadap tindak pidana di bidang medis. Reorientasi dan reformulasi ketentuan tersebut sebagai langkah awal dapat dilakukan terhadap perundang- undangan di luar KUHP yang berkaitan dengan masalah tindak pidana di bidang medis yang berlaku, sebelum dapat diberlakukannya hasil dari pembaharuan hukum pidana dalam bentuk B. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA Pada intinya melihat gambaran di atas, maka formulasi pertangungjawaban pidana pada tindak pidana malpraktek dalam perundang- undangan pidana terkait masalah medis dan kesehatan yang berlaku saat ini masih ada kelemahan, sehingga dalam praktek penegakan hukum pidana kesehatan dan medis tindak pidana di bidang medis terkesan mengalami immunity. Kendala ini juga semakin dipertegas dengan tidak berjalannya harmonisasi perundang undangan di bidang medis, kesehatan dan praktek kedokteran dengan baik, karena belum adanya pola yang seragam den konsisten dalam pengaturan pertangungjawaban pidana. 159 Ibid Universitas Sumatera Utara kodifikasi dan unifikasi hukum pidana nasional Indonesia Rancangan KUHP yang masih dalam pembentukan dan penyempurnaan. C. Konsep Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Medis Tujuan dari kebijakan menetapkan suatu sanksi pidana tidak dapat dilepaskan dari tujuan politik kriminal dalam arti keseluruhannya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.Salah satu bentuk perlindungan masyarakat tersebut adalah perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana, ataupun perlindungan hukum apabila telah menjadi korban dari suatu tindak pidana 160 160 Sudarto dalam M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana , PT. Raja Grafido Persada, Jakarta, 2007, hal. 42. Penegakan hukum yang proporsional terhadap tindakan dokter yg diduga melakukan tindakan malpraktik medik selain memberi perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai konsumen dan biasanya mempunyai kedudukan lemah, dilain pihak juga bagi dokter yang tersangkut dengan persoalan hukum jika memang telah melalui proses peradilan dan terbukti tidak melakukan perbuatan malpraktik akan dapat mengembalikan nama baiknya yang dianggap telah tercemar, karena hubungan dokter dan pasien bukanlah hubungan yang sifatnya kerja biasa atau atasan bawahan tapi sifatnya kepercayaan. Universitas Sumatera Utara Belum ada kepastian hukum mengenai Pemerataan layanan dokter, Pengertian malpraktek, kelalaian medis, kecelakaan, resiko dan kompilasi; Pembuktian malpraktek, hubungan rumah sakit dengan dokter, kaitannya dgn tanggung jawab hukum, batas maksimum tuntutan ganti rugi, no fault compesation. Yang menjadi kelemahan didalam UU Praktek Kedokteran yakni mengenai: 1.aturan disiplin kedokteran yang merupakan materi muatan HAM karena masuk pasal-pasal yg menjadi objek Komnas HAM; 2. uncertainties peradilan dokter atau dokter gigi tidak ne bis in idem pasal 66 ayat1 dan ayat 3 3. Tdk ada pasal Malpraktek , penyidik masih menggunakan pola pasal 359-360 KUHP . 4. tdk ada batasan gugatan imaterial – defensiv medicine. 5. Masih sisa kriminalisasi pelanggaran administratif tanpa papan nama- pidana denda pasal 79 . 6. rahasia kedokteran – boleh dibuka di penyidik pasal 48 ayat 2 padahal seharusnya di PN. Dalam penegakan hukum kesehatan, kesulitan yang dihadapi oleh penegak hukum, pada umumnya berada dalam tataran pemahaman, artinya kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, dalam konteks ini biasanya ditemukan persoalan antara etik dan hukum. Artinya, apakah perbuatan atau tindakan dokter yang dianggap merugikan pasien itu Universitas Sumatera Utara merupakan pelanggaran etik atau pelanggaran hukum positif yang berlaku, maka akibatnya timbul keraguan untuk menegakkan hukum tersebut. 161 Disamping itu perlu disadari bahwa aturan-aturan hukum kesehatan yang ada saat ini belum sepenuhnya dapat mengcover atau mengakomodasi persoalan- persoalan yang timbul dibidang pelayanan kesehatan. Artinya belum ada peraturan yang secara tegas merumuskan apa yang menjadi tugas dan kewenangan seorang dokter dalam melakukan perawatan, sehingga untuk melaksanakan tugas- tugasnya, dokter masih harus mempedomani kode etik kedokteran dan harus memperhatikan aturan-aturan hukum kesehatan, termasuk aturan-aturan hukum kesehatan yang berlaku diluar negri. 162 Dalam mengatasi keadaan yang demikian, penyempurnaan perangkat hukum yang sangat diperlukan karena perangkat hukum dapat menjadi alat “social control” untuk menjaga atau mempertahankan ketertiban dalam masyarakat, dan dapat menjadi alat “social engineering” sebagai sarana untuk Konsekuensi dari berbagai kelemahan dan kekurangan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan kesehatan ini akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat, terutama dapat mempersulit pekerjaan dokter yang kadang-kadang merasa kurang dilindungi oleh hukum dan selalu ragu-agu dalam melaksanakan tugasnya, karena tidak ada kepastian mengenai tindakan apa saja yang diperbolehkan bagi seorang dokter dalam melaksanakan perawatan. 161 Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hal 91 162 Ibid Universitas Sumatera Utara membawa masyarakat berkembang maju secara dinamis dibawah pengayoman hukum. Pelaksanaan aturan hukum kesehatan ditengah masyarakat memerlukan keberlakuan hukum secara yuridis, sosiologis, dan filosofis agar dalam penerapannya dapat diperoleh kepastian, keadilan dan kemanfaatannya dalam masyarakat. 163 Untuk itu berbagai produk hukum di bidang hukum kesehatan haarus diperbaharui atau disusun sesuai dengan perubahan dan kemajuan masyarakat, disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, dengan tetap memperhatikan asas legalitas, asas proporsionalitas dan asas utilitas. Hal ini disebabkan hukum dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai factor kepentingan hidup dan kehidupan masyarakat yang tumbuh semakin hari semakin kompleks. 164 Hal tersebut sesuai dengan system hukum saat ini yang cenderung bersifat terbuka, tidak lagi bersifat tertutup seperti hukum pada masa lalu. Dengan demikian hukum pada masa sekarang ini sebagian besar tidak bersifat natural melainkan lebih bersifat cultural sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. 165 Mengacu pada kenyataan betapa rumitnya penegakan hukum dalam bidang kesehatan, kiranya perlu dipahami beberapa factor penting yang penting yang perlu mendapat perhatian sehingga aparat penegak hukum dapat menegakkan aturan-aturan hukum di bidang kesehatan dan sekaligus dapat 163 Ibid 164 Ibid 165 Ibid., hal 92 Universitas Sumatera Utara melindungi pasien dan profesi kesehatan itu sendiri. Sebagaimana system penegakan hukum pada umumnya, penegakan hukum dibidang kesehatan juga memegang tiga unsur penting yaitu: pertama, aturan hukum yang mengatur mengenai profesi kesehatan; kedua, aparat penegak hukum; ketiga, institusi hukumnya. Tentang aturan hukum yang menyangkut di bidang kesehatan, dalam beberapa hal terdapat kemajuan yang mampu menjamin terlaksananya profesi kesehatan dan terlaksananya perlindungan hukum terhadap pasien dan dokter. Saat ini telah banyak aturan hukum yang dikeluarkan oleh Negara baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya di bidang hukum kesehatan yang bertujuan untuk menjamin kepentingan penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum itu sendiri. 166 Factor kedua, yang sangat mempengaruhi penegakan hukum kesehatan adalah para penegak hukum itu sendiri. Fungsi aparat penegak hukum dalam penegakan hukum kesehatan sangat penting baik dari sudut profesionalisme maupun dari sudut kepribadiannya sendiri. Dari sudut profesionalisme kemampuan memahami aturan-aturan hukum kesehatan dan keberanian menerapkannya sangat penting untuk tegaknya hukum dan peraturan perundangan. Kenyataan menunjukkan dari berbgai kasus yang terjadi di bidang kesehatan baik yang sampai kepersidangan maupun yang diselesaikan secara 166 Ibid., hal 93 Universitas Sumatera Utara kekeluargaan terdapat kekurang mengertian atau kekurang pahaman terhadap hukum kesehatan itu sendiri. 167 Factor ketiga, dalam penegakan hukum kesehatan adalah institusi. Pengertian institusi yang dimaksudkan disini bukan hanya terbatas pada lembaga- lembaga penegakan hukum yang selama ini dikenal dan eksis ditengah-tengah masyarakat, seperti kepolisian, kejaksaan, oengadilan dan lembaga-lembaga lainnya, tetapi termasuk institusi yang ada di profesi kedokteran itu sendiri seperti Majelis Kode Etik Kedokteran dan institusi lainnya, termasuk lembaga-lembaga konsumen yang bergerak di bidang kesehatan. 168 Dalam sengketa medik pihak rumah sakit atau dokter atau pasien merasa diri benar dan yang lain harus bertanggung jawab. Posisi demikian tidak menguntungkan semua pihak karena akan memancing pihak luar terlibat dalam sengketa tersebut. Maka bijaksana jika setiap sengketa diselesaikan dengan baik. Adapun alternatif penyelesaian sengketa medik di luar jalur pengadilan dapat ditempuh antara pihak pasien dengan tenaga medis sebagai berikut: 169 1. Lumping it, yaitu membiarkan sengketa tidak perlu diperpanjang. 2. Avoidance, memilih tidak berkontak lagi dengan pihak yang merugikan. 3. Coercion, salah satu pihak memaksa pihak lain melalui orang ketiga. 4. Negotiation, para pihak berunding untuk mengambil keputusan. 167 Ibid., hal 94 168 http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010 169 http: Kesimpulan.com News dugaan-malpraktek-kedokteran.html, diakses pada tanggal 11 November 2010 Universitas Sumatera Utara 5. Mediation, para pihak berunding dengan memakai jasa orang ketiga sebagai edukator, resource person, catalisator, translator. 6. Arbiration, para pihak yang bersengketa menyerahkan kepada pihak ketigaarbitrator untuk mengambil keputusan. 7. Adjudication, melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan yang memiliki wewenang memberikan vonis dan exsekusi. Penyelesaian sengketa medik lewat jalur hukum mengandaikan ada 3 logika yaitu logika pasien, logika dokter dan logika hukum. Logika hukum bisa bersikap netral atau bergeser memihak dokter atau pasien, tergantung logika mana yang paling benar. Keuntungan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum adalah obyektif, lebih pasti, menonjolkan sisi lahiriah, sangsinya dapat dipaksakan kepada pihak yang bersalah seperti kurungan atau ganti rugi. Kelemahannya yaitu penyelesaian jalur hukum sering bertentangan dengan nilai-nilai moral, membutuhkan waktu lama, melelahkan tenaga, pikiran, biaya tidak sedikit dan dapat berakhir dengan win-loss, loss-loss, bersifat kaku, tidak menyentuh nurani. 170

1. Kepastian Hukum