dimaksud pada ayat 1 ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat 1 unsur-unsurnya sebagai berikut:
Unsur-unsur objektif: 1
Perbuatan: mempekerjakan dokter atau dokter gigi 2
Objek: dokter atau dokter gigi Sebagaiman adimaksud dalam pasal 42
Unsur subjektif 3
Dengan sengaja Dengan menunjuk pasal 42, setidak-tidaknya ada dua hal yang perlu
diketahui adalah: Pertama, yang dimaksud subjek hukum “setiap orang” yang dimaksud dalam pasal 42 adalah seorang pimpinan layanan kesehatan. Misalnya
kepala poliklinikatau kepala rumah sakit.orang ini haruslah orang-orang yang memiliki kewenangan untuk mempekerjakan dokter atau dokter gigi. kedua,
dokter yang dimaksud harus dokter yang tidak memiliki surat izin praktik. Sifat melawan hukum dalam tindak pidana ini terletak pada keadaan dokter yang tidak
memenuhi SIP, bukan pada perbuatan mempekerjakan karena memoekerjakan merupakan kewenangan seorang pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
119
Tindak pidana di bidang medis didalam Undang-undang ini diatur didalam pasal Pasal 62 yang mengatur tentang Setiap orang yang dengan sengaja
119
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan Rumah Sakit yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 serta dalam pasal Pasal 63 Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang dilakukan oleh korporasi.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239MenkesSKXI2001 tentang Registrasi Dan Praktik Perawat
120
Setiap tindakan medic selalu mengandung risiko, sekecil apapun tindakan medic, dapat saja menimbulkan risiko yang besar, sehingga dapat saja pasien
menderita kerugian. Dalam hal terjadi risiko baik yang dapat diprediksi maupun Tindak pidana yang diatur didalam undang-undang ini diatur pada Pasal
37 yakni perihal Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 danatau Pasal 31 ayat 1 serta Pasal 38 terhadap perawat yang
dengan sengaja : a. melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuanadaptasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. melakukan praktik keperawatan tanpa izin
c. melakukan praktik keperawatan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; danatau
d. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan. B. Pertanggung Jawaban Pidana Di Bidang Medis
120
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239MenkesSKXI2001 tentang Registrasi Dan Praktik Perawat
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat diprediksi, maka dokter tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya. Tanggung jawab dokter dapat dimintakan apaila dokter telah berbuat
kesalahankelalaian, meskipun tidak ada seorang dokter yang waras sengaja membuat kesalahan.
121
Pembuktian tentang ada atau tidaknya kesalahankelalaian yang telah dilakukan oleh dokter merupakan syarat utama untuk mempertanggung jawabkan
pelayanan kesehatan yang telah dilakukannya. Doktrin Res Ipsa Loquitor the thing speaks for itself dengan mudah dapat membuktikan tentang adanya
kesalahan yang dilakukan oleh dokter. Doktrin Res Ipsa Loquitor menurut Sofwan Dahlan hanya dapat diterapkan apabila fakta yang terjadi memenuhi sebagai
berikut:
122
1. Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter lalai
2. Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggungjawab dokter
3. Pasien tidak ikut berperan dalam timbulnya fakta itu
Doktrin Res Ipsa Loquitor hanya diterapkan jika fakta yang terjadi secara nyata berdasarkan pengetahuan umum bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi jika
tidak ada kecerobohan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter, misalnya gunting, kain kasa, jarum suntik dan sebagainya yang ternyata tertinggal didalam
perut pasien pasca operasi yang berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab
121121
Willa Chandrawila Supriadi, Op.Cit., hal 30
122
Y.A Triana Ohoiwutun, Op.Cit., hal 55
Universitas Sumatera Utara
dokter sehingga dapat disimpulkan secara jelas tentang adanya kesalahankelalaian yang dilakukan oleh dokter.
123
Tindak pidana crime dapat diidentifikasikan dengan timbulnya kerugian harm yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggung jawaban pidana atau
criminal liability. Pertanggungjawaban pidana dengan mengedepankan dan menetapkan pelaku tindak pidana sebagai subjek hukum pidana dalam ketentuan
perundang-undangan agar pelaku tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan atas segala perbuatan hukum yang dilakukannya sebagai perwujudan tanggung
jawab karena kesalahannya terhadap orang lain. Dapat dipertanggung jawabkannya subjek hukum pidana tersebut tentunya akan memberikan deterren
effect untuk tidak melakukan tindak pidana, sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana dan secara langsung mencegah adanya korban tindak pidana
dikemudian hari.
124
Dari sudut hukum pidana ada standar umum yang harus dipenuhi bagi kelakuan malpraktik medik sehingga dapat membentuk pertanggungjawaban
pidana, yaitu adanya sikap bathin pembuat, aspek perlakuan medis dan aspek akibat perlakuan. Pemahaman yang tidak seragam mengenai masalah malpraktik
medik dari sudut hukum bukan hanya berkaitan dengan ketiga aspek diatas tapi juga menyangkut dengan belum adanya hukum yang khusus mengenai malpraktik
medik tersebut. Dalam UU No.292004 juga tidak memuat pengertian malpraktik hanya memberi dasar hukum bagi korban pasien yang dirugikan untuk
123
Ibid., hal 56
124
Sri Sumiati, Op.Cit., hal 76
Universitas Sumatera Utara
melaporkan tindakan dokter dalam menjalankan praktiknya secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia pasal 66 ayat 1.
125
Perbedaan mendasar antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medis terletak pada focus tindak pidana tersebut. Focus tindak pidana bisa terletak
pada akibat dari tindak pidana, sedangkan pada tindak pidana medis fokusnya pada sebabkausa dari tindak pidana. Dalam tindak pidana medis criminal
malpractice pertanggungjawaban pidananya harus dapat dibuktikan tentang adanya kesalahan professional, misalnya kesalahan diagnosis atau kesalahan cara
pengobatan atau perawatan. Penjatuhan sanksi dalam hukum pidana dapat dilakukan apabila memenuhi beberapa syarat. Untuk lebih jelasnya tentang syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam penjatuhan pidana akan diuraikan sebagai berikut:
126
1. Perbuatan Dilakukan Oleh Subjek Hukum Manusia atau Badan hukum
Perbuatan pidana dapat dilakukan, baik oleh manusia alamiah natuurlijke person maupun badan hukum rechts person. Pelaku tindak pidana tentunya
dapat dituntut untuk mempertanggung jawabkan menurut hukum pidana. Ada perbedaan bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan antara manusia alamiah
dengan badan hukum. Hal ini juga berlaku dalam praktik pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan maupun fasilitas sarana pelayanan kesehatan.
Sarana pelayanan kesehatan yang tidak berbentuk badan hukum, pertanggung jawaban pidananya dilakukan secara perseorangan, baik secara sendiri-sendiri,
125
Ida Keumala Jeumpa, Penegakan Hukum Terhadap Dugaan Tindak Pidana Malpraktik Medik,hal 7
126
Y.A Triana Ohoiwutun, Op.Cit., hal 59
Universitas Sumatera Utara
maupun secara bersama dalam bentuk penyertaan, sementara itu, apabila sarana pelayanan kesehatan berbentuk badan hukum yang terbukti melakukan tindak
pidana maka dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. 2.
Ada Kesalahan Pompe berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda
sebagai hal yang tercela yang pada hakikatnya tidak mencegah kelakukan yang bersifat melawan hukum. Menurut Jonkers didalam keterangan tentang
schuldbegrip membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan yaitu:
127
a. Selain kesengajaan atau kealpaan opzet of schuld
b. Meliputi sifat melawan hukum de wedwrrechtelijkheid
c. Dan kemampuan bertanggung jawab de toerekenbaarheid
Kesalahan dalam tindak pidana medis pada umumnya terjadi karena kelalaian yang dilakukan oleh dokter. Dalam hal ini dapat terjadi karena dokter
melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Dalam hukum pidana, penentuan atas kesalahan
seseorang didasarkan pada hal-hal berikut:
128
1. Keadaan batin orang yang melakukan perbuatan yang berbentukkesengajaan
atau kealpaan, dalam hal ini disyaratkan bahwa disadari atau tidak perbuatan pelaku dilarang oleh undang-undang.
2. Tentang kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan
127
Bambang Poernomo, Op.Cit., hal 136
128
Ibid., hal 60
Universitas Sumatera Utara
3. Tentang tidak adanya alasan penghapus kesalahanpemaaf
Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi dokter berupa kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian besar culpa lata, bukan kelalaian kecil
culva levis. Penentuan tentang ada atau tidaknya kelalaian dalam pelaksanaan pelayanan medis harus dilihat dari luar yakni bagaimana seharusnya dokter
melakukan tindakan medis dengan ukuran sikap dan tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam situasi dan kondisi yang sama serta dengan kemampuan medis dan
kecermatan yang sama. Dengan demikian, penentuan tingkat kesalahan tentang ada atau tidaknya kelalaian dokter harus dibedakan antara lain:.
129
1. Masa kerja dokter dengan kemampuan rata-rata
2. Dokter umum dengan dokter ahli
3. Fasilitas sarana kesehatan yang tersedia pada waktu dilakukannya tindakan
medis 4.
Factor-faktor penunjang lain yang berpengaruh dalam tindakan medis yang telah dilakukan oleh dokter
Kelalaian tidak termasuk pelanggaran hukum apabila tidak merugikan atau mencederai orang lain dan orang lain itu dapat menerimanya. Ketentuan tersebut
berdasarkan kepada doktrin hukum de minimus non curat lex hukum tidak mencampuri hal-hal yang bersifat spele. Jika kelalaian mengakibatkan kerugian
materi, mencelakakan atau mengakibatkan matinya orang lain, maka perbuatan
129
Ibid., hal 61
Universitas Sumatera Utara
tersebut diklasifikasikan sebagai kelalaian berat culpa lata. Tolok ukur culpa lata menurut M. Jusup Hanafizah adalah:
130
1. Bertentangan dengan hukum
2. Akibatnya dibayangkan
3. Akibatnya dapat dihindarkan
4. Perbuatannya dapat dipersalahkan
Penentuan secara normative tentang ada atau tidaknya kelalaian atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter harus ditinjau secara cermat dan teliti
kasus per kasus. Hakim yang memegang peranan kunci dalam menentukan secara in concreto tentang ada atau tidaknya kelalaian yang telah dilakukan oleh dokter.
Seorang tenaga kesehatan yang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan standar profesi kedokteran dan tidak sesuai prosedur tindakan medic, dikatakan telah
melakukan kesalahankelalaian. Kesalahan kelalaian yang dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan selain dapat dituntut secara hukum pidana, kalau memenuhi
unsur-unsur hukum pidana, juga dapat digugat ganti rugi secara perdata dalam hal
pasien menderita kerugian. Penuntutan dalam bidang hukum pidana, hanya dapat dituntut dalam hal pasien menderita cacat permanen atau meninggal dunia dalam
arti terjadi apa yang dikenal dengan culpa lata, tetapi gugatan secara perdata, dapat saja dilakukan kalau pasien menderita kerugian meskipun terjadi kesalahan
yang kecil.
131
130
Ibid
131
Willa Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung : Mandar Maju, hal 43
Universitas Sumatera Utara
Kelalaian bukanlah suatu kejahatan jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang tersebut dapat
menerimanya de minimus non curat lex=hukum tidak mengurusi hal-hal sepele,tapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan
bahkan merenggut nyawa orang lain maka dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat culpa lata yang tolok ukurnya adalah bertentangan dengan
hukum, akibatnya dapat dibayangkan, akibatnya dapat dihindarkan dan perbuatannya dapat dipersalahkan.Terhadap akibat seperti ini adalah wajar jika si
pembuatnya di hukum.
132
4. Perbuatan yang Dilakukan Bersifat Melawan Hukum
Melawan hukum dalam hukum pidana merupakan terjemahan dari bahasa belanda wederrechtelijke; sedangkan dalam hukum perdata merupakan
terjemahan dari onrechtmatigedaad. Dalam perkembangannya, terjemahan antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dengan perbuatan melanggar
hukum dalam hukum perdata tidak diperdebatkan lebih lanjut. Sifat melawan hukum dari perbuatan menurut hukum pidana tidak selalu dirumuskan dalam
ketentuan undang-undang. Tanda sifat melawan hukum dapat dilihat dari kelakuan atau keadaan tetentu, atau akibat tetentu yang dilarang atau diharuskan
oleh undang-undang. Ada dua ajaran sifat melawan hukum: 1.
Sifat melawan hukum formil, artinya perbuatan yang dilakukan telah memenuhi semua unsur yang ditentukan dalam ketentuan undang-undang dan
132
Ibid
Universitas Sumatera Utara
diancam dengan sanksi pidana, sedangkan sifat melawan hukum tersebut dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang juga.
2. Sifat melawan hukum materiil, artinya perbuatan yang disyaratkan memenuhi
rumusan undang-undang dan perbuatan dirasakan tidak patut atau tercela oleh masyarakat yang berbentuk tidak tertulis.
Dalam setiap tindak pidana pasti terdapat unsur sifat melawan hukum baik yang dicantumkan dengan tegas ataupun tidak. Secara umum sifat melawan
hukum malpraktik medik terletak pada dilanggarnya kepercayaan pasien dalam kontrak teurapetik tadi. Dari sudut hukum perdata, perlakuan medis oleh dokter
didasari oleh suatu ikatan atau hubungan inspanings verbintenis perikatan usaha, berupa usaha untuk melakukan pengobatan sebaik-baiknya sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, kebiasaan umum yang wajar dalam dunia kedokteran tapi juga memperhatikan kesusilaan dan kepatutan.
Perlakuan yang tidak benar akan menjadikan suatu pelanggaran kewajiban wanprestasi.
133
Perbuatan dalam pelayananperlakuan medis dokter yang dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat melawan hukum. Sifat
melawan hukum yang timbul disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain:
134
a. Dilanggarnya standar profesi kedokteran
b. Dilanggarnya standar prosedur operasional
133
Ida kusuma, Op.Cit., hal 10
134
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing, hal.6
Universitas Sumatera Utara
c. Dilanggarnya hukum, misalnya praktik tanpa Surat Tanda Registrasi atau
Surat Izin Praktik d.
Dilanggarnya kode etik kedokteran e.
Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran f.
Dilanggarnya kesusilaan umum g.
Praktik kedokteran tanpa Informed Consent h.
Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien i.
Terapi tidak sesuai dengan Informed Consent, dan lain sebagainya 5.
Pembuat Pelaku Mampu Bertanggungjawab Seseorang dinyatakan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya apabila
jiwanya sehat, yaitu:
135
a. Dapat menginsafi makna senyatanya dari perbuatannya
b. Perbuatan yang dilakukan dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat
c. Mampu untuk menentukan niatkehendaknya dalam melakukan perbuatan
tersebut Arti kemapuan bertanggung jawab banyak dipergunakan kepada ilmu
pengetahuan. Van hamel mengadakan tiga syarat untuk mampu bertanggung jawab yaitu:
136
a. Bahwa orang itu mapu untuk menginsyafi arti perbutanny dalam hal makna
dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatannya sendiri
135
Ibid
136
Bambang Poernomo, Op.Cit., hal 144
Universitas Sumatera Utara
b. Bahwa orang mampu untuk menginsyafi perbuatannya itu bertentangan
dengan ketertiban masyarakat c.
Bahwa orang itu mampu menentukan kehendaknya terhdap perbuatan itu 6.
Tidak Ada Alasan yang Menghapuskan Pidana Dasar penghapusan pidana yang dapat dipergunakan dalam tindak pidana
medis menurut KUHP adalah sebagai berikut:
137
1. Menderita sakit jiwa Pasal 44
2. Overmacht daya paksa Pasal 48
3. Pembelaan diri karena terpaksa Pasal 49
4. Melaksanakan ketentuan undang-undang Pasal 50
5. Melaksanakan perintah jabatan Pasal 51
Dasar penghapusan pidana diluar KUHP berhubungan denga asas geen straf schuld tidak dipidana tanpa kesalahan. Beberapa perbuatan menurut KUHP
yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang medis adalah sebagai berikut:
1. Menipu pasien Pasal 378
2. Tindak pidana di bidang kesusilaan Pasal 285, 286, 290, 294
3. Sengaja tidak menolong pasien Pasal 304
4. Menggugurkan kandungan tanpa indikasi medis Pasal 299, 348, 349
5. Membocorkan rahasia medis pasien Pasal 322
6. Lalai yang menyebabkan orang lain meninggal atau luka Pasal 359 s.d. 361
7. Memberikan atau menjual obat palsu Pasal 386
137
Ibid., hal 63
Universitas Sumatera Utara
8. Membuat surat keterangan palsu Pasal 263 dan 267
9. Melakukan euthanasia Pasal 344
Makna penegakan hukum dalam penanganan kasus malpraktik medik dimaksudkan sebagai upaya mendayagunakan atau memfungsikan
instrumentperangkat hukum hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana terhadap kasus malpraktik guna melindungi masyarakat pasien dari
tindakan kesengajaan atau kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medik.
138
Akibat malpraktik perdata termasuk perbuatan melawanhukum terdiri atas kerugian materil dan idiil, bentuk kerugian ini tidak dicantumkan secara khusus
dalam UU. Berbeda dengan akibat malpraktik pidana, akibat yang dimaksud harus sesuai dengan akibat yang menjadi unsur pasal tersebut. Malpraktik kedokteran
hanya terjadi pada tindak pidana materil yang melarang akibat yang timbul,dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana. Dalam
hubungannya dengan malpraktik medik pidana, kematian,luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau yang menghambat tugas dan
matapencaharian merupakan unsur tindak pidana. Ada perbedaan akibat kerugian oleh malpraktik perdata dengan
malpraktik pidana. Kerugian dalam malpraktik perdata lebih luas dari akibat malpraktik pidana.
139
C. Konsep Sanksi Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Medis
138
Ibid
139
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dalam hukum pidana, hanya perbuatan yang membahayakan serta meresahkan masyarakat dibuatkan aturan berikut sanksinya yang bersifat represif.
Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana paling sedikit memenuhi tiga unsur yaitu:
1. Melanggar norma hukum tertulis
2. Bertentangan dengan hukum melanggar hukum
3. Berdasarkan suatu kesalahan atau kelalaian besar culpa lata
Hukum pidana termasuk kedalam hukum yang berlaku umum, artinya setiap orang wajib tunduk dan taat serta pelaksanaan sanksinya dapat dipaksakan,
juga terhadap seorang dokter misalnya. Yang penting diingat bahwa hukum kedokteran harus memenuhi Azas Praduga Tak Bersalah. Maka “stempel
malpraktik” tidak dapat dikenakan kepada seorang tersangkaterdakwa, sebelum terbukti dengan adanya keputusan pengadilan.
140
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter sebagaimana contoh kasus yang terjadi yaitu tentang kelalaian, maka adalah hal yang sangat pantas
jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu
menghilangkan nyawa seseorang .Serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa pasien.
141
Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia. Jika kelalaian dokter tersebut terbukti
140
Chrisdiono M. Achadiat, Op.Cit.,hal 51
141
WWW.Bascom.World_MalPraktik.mht
Universitas Sumatera Utara
merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi Standar Operasi Praktik yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Kodeki, serta
Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain diatur dalam pasal
359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi:
142
1.
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2.
pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana pasal 361 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana KUHP yang berbunyi: “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
142
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
143
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang pasien terhadap dokter yang dengan sengaja telah menimbulkan
kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian dokter untuk mengganti kerugian yang dialami korban, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1365 sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur oleh pasal Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
144
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun. Dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain diatur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau kurungan paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa
seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi:
2. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan
paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah. Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang
terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti
merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan
143
Ibid
144
Ibid
Universitas Sumatera Utara
atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian pencabutan izin praktik dapat dilakukan. Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-
Undang Hukum Pidana KUHP dan aturan kode etik profesi praktik dokter. Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh
seseorang pasien terhadap dokter yang dengan sengaja dolus telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang
menimbulkan kerugian dokter untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang
Hukum Perdata KUHPerdata sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian culpa diatur oleh Pasal 1366.
Sanksi pidana yang diatur didalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
145
a. Tindak Pidana Sengaja Melakukan Tindakan Pada Ibu Hamil Pasal 194
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
b. Tindak Pidana Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan danatau Tenaga
Kesehatan yang Tidak Memberikan Pertolongan Pertama Terhadap Pasien yang Dalam Keadaan Gawat Darurat Pasal 190
1 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
145
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan
Universitas Sumatera Utara
c. Tindak Pidana Transplatasi dengan Tujuan Komersial Pasal 192
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
d. Tindak Pidana Memproduksi atau Mengedarkan Sediaan Farmasi danatau
Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 106 ayat 1 Pasal 197
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah
e. Tindak Pidana Memproduksi danatau Mengedarkan Sediaan Farmasi Yang
Tidak Memenuhi Standar danatau Persyaratan Keamanan, Khasiat atau Kemanfaatan, dan Mutu Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 98 ayat 2
dan ayat 3 Pasal 196 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Sanksi pidana didalam UU Praktik kedokteran No. 29 Tahun 2004 adalah
sebagai berikut:
146
a Tindak pidana praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi Pasal
75 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah. b
Tindak pidana praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik Pasal 76
146
Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah
c Tindak pidana menggunakan identitas atau gelar dalam bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi danatau surat izin praktik dalam Pasal 77 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. d
Tindak pidana Menggunakan alat, metode pelayanan kesehatan yang menimbulkan kesan dokter yang memiliki surat tanda registrasi dan surat izin
praktik Pasal 78 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. e
Tindak pidana dokter praktik yang tidak memasang papan nama Tidak membuat rekam medis, dan tidak berasarkan standar profesi pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah
f Tindak pidana mempekerjakan dokter tanpa SIP Pasal 80
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA DI
BIDANG MEDIS Mengingat kejahatan malpraktek dapat menimbulkan dampak yang cukup
serius maka upaya penegakan melalui kebijakan formulasi hukum pidana terhadap tindak pidana di bidang medis. kebijakan formulasi hukum pidana mencakup
masalah perumusan tindak pidana di bidang medis, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. Berikut ini akan dibicarakan kebijakan formulasi
perlindungan pada tindak pidana bidang medis dalam perspektif hukum pidana di Indonesia.
147
A. Perumusan Tindak Pidana Bidang Medis
Pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang tindak pidana di bidang medis pada dasarnya jumlahnya sangat terbatas dan lingkup
yang diatur juga masih sangat terbatas. Pada hukum materiilnya hanya berpaku pada Undang-undang Praktek Kedokteran dan Undang-undang Tentang
Kesehatan serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana sedangkan pada hukum Acaranya adalah sama dengan hukum acara pidana pada umumnya yaitu dengan
mengacu pada Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang hukum Acara Pidana. Dalam undang-undang yang secara materiil bersinggungan dengan tindak
pidana di bidang medis pada dasarnya hanya mengatur kepada subyek profesi dokter atau subyek orang biasa yang tidak bersinggungan dengan profesi dokter,
padahal dokter dalam menjalankan profesinya berkaitan erat dengan profesi medis lainnya antara lain adalah perawat, bidan, radiolog medis, apoteker dan
147
Sri Sumiati., Op.Cit., hal.134
Universitas Sumatera Utara
para medis lainnya yang kesemuanya dapat berperan dalam terjadinya tindak pidana di bidang medis.
148
Hingga saat ini telah dikriminalisasikan beberapa tindakan tenaga medis dalam undang-undang Kesehatan, sebenarnya ketentuan dalam Undang-undang
kesehatan itu sendiri masih ada pembatasan-pembatasan yang menyebabkan tindakan para medis lainnya belum masuk dalam tindak pidana, untuk itu kedepan
perlu dilakukan kriminalisasi terhadap tindakan para medis non dokter lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana di bidang medis. Dengan
bertolak dari undang-undang praktik kedokeran maka dapat diprediksikan tindakan apa saja yang perlu dikriminalisasikan dimasa yang akan datang guna
memberkan perlindungan masyarakat dibidang pelayanan tenaga medis.
149
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian profesi diantaranya adalah sebagai berikut :
150
148
Ibid.,hal 135
149
Ibid
150
http:Blogger D.Witjaksono “Malpraktik” , diakses pada tanggal 11 November 2010
1.Meningkatkan Kemampuan Profesi Melalui pendidikan kedokteran berkelanjutan akan membantu para dokter
untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga diharapkan dia tidak lagi melakukan tindakan dibawah standar. Dalam
program ini perlu diingatkan tentang kode etik kedokteran dan kemampuan melakukan konseling dengan baik.
2. Pengetatan Pengawasan Perilaku Etik
Universitas Sumatera Utara
Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etik setinggi-tingginya, seorang dokter akan
semakin jauh dari tindakan melanggar hukum. 3. Penyusunan Proposal Pelayanan Kesehatan
Proposal ini mencakup dengan pembuatan rekam medis medical record. Selama dokter bertindak sesuia dengan proposal tersebut, dia dapat terlindungi
dari tuduhan malpraktek Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan
tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepatlayak unlawful atau improper, misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai, pilihan
tindakan medis tersebut sudah improper. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat improper
performance, yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error
mistakes, slips and lapses, namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak
selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk . Kelalaian medis adalah salah satu
bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan
tidak sengaja, melakukan sesuatu komisi yang seharusnya tidak dilakukan atau
Universitas Sumatera Utara
tidak melakukan sesuatu omisi yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.
151
Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang per- orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila
dilakukan oleh orang yang seharusnya berdasarkan sifat profesinya bertindak hati- hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. Suatu
perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu:
152
a. Duty atau kewajiban
Yakni kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu
pada situasi dan kondisi yang tertentu. Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum
antara pasien dan dokterrumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokterperawat rumah sakit itu harus
sesuai dengan standar pelayanan medik agar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya. Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter
haruslah bertindak berdasarkan:
153
1 Adanya indikasi medis
151
http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010
152
Ibid
2 Bertindak secara hati-hati dan teliti
153
http:cetrione.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 november 2010
Universitas Sumatera Utara
3 Bekerja sesuai standar profesi 4 Sudah ada informed consent.
Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36,37 dan 38 bahwa sorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan bagian kedua tentang
pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga menegaskan tentang pemberian pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang
standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran.
154
Standar Profesi Kedokteran adalah batasan kemampuan knowledge, skill and professional attitude minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau
dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi yang dimaksud
adalah yang tercantum dalam KODEKI Pasal 2 dimana Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang
tertinggi, dimana tolak ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai
tingkat jenjang pelayanan kesehatan dan situasi setempat.
154
Ibid
Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan
yang lengkap akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Di mana penjelasan itu mencakup sekurang-kurangnya :
155
1. diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3. alternatif tindakan lain dan risikonya; 4. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
b. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut
Yang harus ditekankan lagi oleh seorang dokter adalah ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat rekam medis, yang sudah
diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal 46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan dan harus
dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
155
Ibid
Apabila sudah ada kewajiban duty, maka sang dokter atau perawat rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika
seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka
dokter tersebut dapat dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat
Universitas Sumatera Utara
dan bukti-bukti lainnya. Apabila kesalahan atau kelalaian itu sedemikian jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim dapat menerapkan
doktrin “Res ipsa Loquitur”. Tolak ukur yang dipakai secara umum adalah sikap- tindak seorang dokter yang wajar dan setingkat didalam situasi dan keadaan yang
sama. c.
Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat
dari layanan kesehatankedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Damage yang dimaksud adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien.
Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan lukacederakerugian damage, injury, harm kepada
pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah luka injury tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan
mental yang hebat mental anguish. Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.
156
d. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata
156
Ibid
Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang
dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya
malpraktik dalam kasus manapun. Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar
Universitas Sumatera Utara
antara sikap-tindak tergugat dokter dengan kerugian damage yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan
penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu
sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar
suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya.
Dalam Undang Undang Nomor 29 Nomor 29 Tahun 2004 tidak diatur secara tegas mengenai malpraktik medis. Memang pada UU tentang Praktik
Kedokteran konsep DPR yang diusulkan, ada bab dan pasal-pasal yang mengatur pembentukan Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Medis yang meliputi
penyelenggaraan Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Medis, Susunan Pengadilan, Kekuasaan Pengadilan Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Pengadilan Tinggi
Disiplin Profesi Tenaga Medis, Hukum Acara, dan Pemeriksaan Peninjauan Kembali, dimana peradilan ini merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan
kehakiman bagi masyarakat pencari keadilan terhadap sengketa akibat tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam praktik kedokteran.
157
Namun dalam pembahasan antara DPR dan Pemerintah pasal peradilan ini disepakati ditiadakan karena pertimbangan antara lain sumberdaya manusia yaitu
dokter dan dokter gigi sebagai hakim profesi meskipun dalam UU tentang
157
http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010
Universitas Sumatera Utara
Kehakiman dimungkinkan pembentukannya. Dengan demikian maka jika terjadi kelalaian yang menimbulkan luka atau mati pada pasien, maka akan tetap diadili
sesuai ketentuan hukum pidana di pengadilan negeri dan gugatan sesuai dengan hukum perdata untuk tuntutan ganti rugi.
Dalam UU tentang Praktik Kedokteran memang tidak dibentuk peradilan profesi, tetapi dengan UU tersebut dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia MKDKI yang merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia dalam menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran. Sedangkan MKDKI tidak dapat menetapkan semacam “uang tali kasih” seperti halnya Medische Tucht Raad di Belanda
sehingga pasien tidak perlu menggugat secara perdata ke Pengadilan. Ini yang dinilai masyarakat sebagai kritikan bahwa UU tentang Praktik Kedokteran tidak
mengatur malpraktik karena tidak ada satu katapun ada istilah malpraktik didalamnya, tetapi sebenarnya pengaturan ini ada jika dicermati dari pengertian
malpraktik dan pencegahannya.
158
Pengaturan kelalaian yang menyebabkan luka atau kematian memang tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum
Pidana KUHP dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata dalam hal permintaan ganti rugi, tetapi pengaturan untuk mencegah terjadinya kelalaian, penetapan
kewajiban dan standar-standar telah diatur dalam UU ini sehingga diharapkan dapat terlaksana sesuai tujuannya. Pengaturan dimaksud meliputi surat tanda
registrasi, surat izin praktik, pelaksanaan praktik, standar pendidikan, hak dan
158
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kewajiban dokter dan dokter gigi, standar kompetensi, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi informed consent, rekam medis, rahasia kedokteran, kendali mutu dan kendali biaya.
159
Oleh karenanya, perlu adanya reformulasi ketentuan tentang sistem pertangungjawaban pidana yang seragam dan berorientasi terhadap tindak pidana
di bidang medis. Reorientasi dan reformulasi ketentuan tersebut sebagai langkah awal dapat dilakukan terhadap perundang- undangan di luar KUHP yang
berkaitan dengan masalah tindak pidana di bidang medis yang berlaku, sebelum dapat diberlakukannya hasil dari pembaharuan hukum pidana dalam bentuk
B. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA Pada intinya melihat gambaran di atas, maka formulasi
pertangungjawaban pidana pada tindak pidana malpraktek dalam perundang- undangan pidana terkait masalah medis dan kesehatan yang berlaku saat ini masih
ada kelemahan, sehingga dalam praktek penegakan hukum pidana kesehatan dan medis tindak pidana di bidang medis terkesan mengalami immunity. Kendala ini
juga semakin dipertegas dengan tidak berjalannya harmonisasi perundang undangan di bidang medis, kesehatan dan praktek kedokteran dengan baik, karena
belum adanya pola yang seragam den konsisten dalam pengaturan pertangungjawaban pidana.
159
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kodifikasi dan unifikasi hukum pidana nasional Indonesia Rancangan KUHP yang masih dalam pembentukan dan penyempurnaan.
C. Konsep Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Medis Tujuan dari kebijakan menetapkan suatu sanksi pidana tidak dapat
dilepaskan dari tujuan politik kriminal dalam arti keseluruhannya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.Salah satu bentuk
perlindungan masyarakat tersebut adalah perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana, ataupun perlindungan hukum apabila telah menjadi
korban dari suatu tindak pidana
160
160
Sudarto dalam M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana , PT. Raja Grafido Persada, Jakarta, 2007, hal. 42.
Penegakan hukum yang proporsional terhadap tindakan dokter yg diduga melakukan tindakan malpraktik medik selain memberi perlindungan hukum bagi
masyarakat sebagai konsumen dan biasanya mempunyai kedudukan lemah, dilain pihak juga bagi dokter yang tersangkut dengan persoalan hukum jika memang
telah melalui proses peradilan dan terbukti tidak melakukan perbuatan malpraktik akan dapat mengembalikan nama baiknya yang dianggap telah tercemar, karena
hubungan dokter dan pasien bukanlah hubungan yang sifatnya kerja biasa atau atasan bawahan tapi sifatnya kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
Belum ada kepastian hukum mengenai Pemerataan layanan dokter, Pengertian malpraktek, kelalaian medis, kecelakaan, resiko dan kompilasi;
Pembuktian malpraktek, hubungan rumah sakit dengan dokter, kaitannya dgn tanggung jawab hukum, batas maksimum tuntutan ganti rugi, no fault
compesation. Yang menjadi kelemahan didalam UU Praktek Kedokteran yakni mengenai:
1.aturan disiplin kedokteran yang merupakan materi muatan HAM karena masuk pasal-pasal yg menjadi objek Komnas HAM;
2. uncertainties peradilan dokter atau dokter gigi tidak ne bis in idem pasal 66 ayat1 dan ayat 3
3. Tdk ada pasal Malpraktek , penyidik masih menggunakan pola pasal 359-360 KUHP .
4. tdk ada batasan gugatan imaterial – defensiv medicine. 5. Masih sisa kriminalisasi pelanggaran administratif tanpa papan nama- pidana
denda pasal 79 . 6. rahasia kedokteran – boleh dibuka di penyidik pasal 48 ayat 2 padahal
seharusnya di PN. Dalam penegakan hukum kesehatan, kesulitan yang dihadapi oleh penegak
hukum, pada umumnya berada dalam tataran pemahaman, artinya kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan,
dalam konteks ini biasanya ditemukan persoalan antara etik dan hukum. Artinya, apakah perbuatan atau tindakan dokter yang dianggap merugikan pasien itu
Universitas Sumatera Utara
merupakan pelanggaran etik atau pelanggaran hukum positif yang berlaku, maka akibatnya timbul keraguan untuk menegakkan hukum tersebut.
161
Disamping itu perlu disadari bahwa aturan-aturan hukum kesehatan yang ada saat ini belum sepenuhnya dapat mengcover atau mengakomodasi persoalan-
persoalan yang timbul dibidang pelayanan kesehatan. Artinya belum ada peraturan yang secara tegas merumuskan apa yang menjadi tugas dan kewenangan
seorang dokter dalam melakukan perawatan, sehingga untuk melaksanakan tugas- tugasnya, dokter masih harus mempedomani kode etik kedokteran dan harus
memperhatikan aturan-aturan hukum kesehatan, termasuk aturan-aturan hukum kesehatan yang berlaku diluar negri.
162
Dalam mengatasi keadaan yang demikian, penyempurnaan perangkat hukum yang sangat diperlukan karena perangkat hukum dapat menjadi alat
“social control” untuk menjaga atau mempertahankan ketertiban dalam masyarakat, dan dapat menjadi alat “social engineering” sebagai sarana untuk
Konsekuensi dari berbagai kelemahan dan kekurangan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan kesehatan ini akan membawa dampak
yang sangat merugikan bagi masyarakat, terutama dapat mempersulit pekerjaan dokter yang kadang-kadang merasa kurang dilindungi oleh hukum dan selalu
ragu-agu dalam melaksanakan tugasnya, karena tidak ada kepastian mengenai tindakan apa saja yang diperbolehkan bagi seorang dokter dalam melaksanakan
perawatan.
161
Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hal 91
162
Ibid
Universitas Sumatera Utara
membawa masyarakat berkembang maju secara dinamis dibawah pengayoman hukum. Pelaksanaan aturan hukum kesehatan ditengah masyarakat memerlukan
keberlakuan hukum secara yuridis, sosiologis, dan filosofis agar dalam penerapannya dapat diperoleh kepastian, keadilan dan kemanfaatannya dalam
masyarakat.
163
Untuk itu berbagai produk hukum di bidang hukum kesehatan haarus diperbaharui atau disusun sesuai dengan perubahan dan kemajuan masyarakat,
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, dengan tetap memperhatikan asas legalitas, asas
proporsionalitas dan asas utilitas. Hal ini disebabkan hukum dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai factor kepentingan hidup dan kehidupan
masyarakat yang tumbuh semakin hari semakin kompleks.
164
Hal tersebut sesuai dengan system hukum saat ini yang cenderung bersifat terbuka, tidak lagi bersifat
tertutup seperti hukum pada masa lalu. Dengan demikian hukum pada masa sekarang ini sebagian besar tidak bersifat natural melainkan lebih bersifat cultural
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
165
Mengacu pada kenyataan betapa rumitnya penegakan hukum dalam bidang kesehatan, kiranya perlu dipahami beberapa factor penting yang penting
yang perlu mendapat perhatian sehingga aparat penegak hukum dapat menegakkan aturan-aturan hukum di bidang kesehatan dan sekaligus dapat
163
Ibid
164
Ibid
165
Ibid., hal 92
Universitas Sumatera Utara
melindungi pasien dan profesi kesehatan itu sendiri. Sebagaimana system penegakan hukum pada umumnya, penegakan hukum dibidang kesehatan juga
memegang tiga unsur penting yaitu: pertama, aturan hukum yang mengatur mengenai profesi kesehatan; kedua, aparat penegak hukum; ketiga, institusi
hukumnya. Tentang aturan hukum yang menyangkut di bidang kesehatan, dalam
beberapa hal terdapat kemajuan yang mampu menjamin terlaksananya profesi kesehatan dan terlaksananya perlindungan hukum terhadap pasien dan dokter.
Saat ini telah banyak aturan hukum yang dikeluarkan oleh Negara baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya di
bidang hukum kesehatan yang bertujuan untuk menjamin kepentingan penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum itu
sendiri.
166
Factor kedua, yang sangat mempengaruhi penegakan hukum kesehatan adalah para penegak hukum itu sendiri. Fungsi aparat penegak hukum dalam
penegakan hukum kesehatan sangat penting baik dari sudut profesionalisme maupun dari sudut kepribadiannya sendiri. Dari sudut profesionalisme
kemampuan memahami aturan-aturan hukum kesehatan dan keberanian menerapkannya sangat penting untuk tegaknya hukum dan peraturan
perundangan. Kenyataan menunjukkan dari berbgai kasus yang terjadi di bidang kesehatan baik yang sampai kepersidangan maupun yang diselesaikan secara
166
Ibid., hal 93
Universitas Sumatera Utara
kekeluargaan terdapat kekurang mengertian atau kekurang pahaman terhadap hukum kesehatan itu sendiri.
167
Factor ketiga, dalam penegakan hukum kesehatan adalah institusi. Pengertian institusi yang dimaksudkan disini bukan hanya terbatas pada lembaga-
lembaga penegakan hukum yang selama ini dikenal dan eksis ditengah-tengah masyarakat, seperti kepolisian, kejaksaan, oengadilan dan lembaga-lembaga
lainnya, tetapi termasuk institusi yang ada di profesi kedokteran itu sendiri seperti Majelis Kode Etik Kedokteran dan institusi lainnya, termasuk lembaga-lembaga
konsumen yang bergerak di bidang kesehatan.
168
Dalam sengketa medik pihak rumah sakit atau dokter atau pasien merasa diri benar dan yang lain harus bertanggung jawab. Posisi demikian tidak
menguntungkan semua pihak karena akan memancing pihak luar terlibat dalam sengketa tersebut. Maka bijaksana jika setiap sengketa diselesaikan dengan baik.
Adapun alternatif penyelesaian sengketa medik di luar jalur pengadilan dapat ditempuh antara pihak pasien dengan tenaga medis sebagai berikut:
169
1. Lumping it, yaitu membiarkan sengketa tidak perlu diperpanjang.
2. Avoidance, memilih tidak berkontak lagi dengan pihak yang merugikan.
3. Coercion, salah satu pihak memaksa pihak lain melalui orang ketiga.
4. Negotiation, para pihak berunding untuk mengambil keputusan.
167
Ibid., hal 94
168
http: Blogger Riati Anggriani , Malpraktek Dokter Menurut Hukum, diakses pada tanggal 11 November 2010
169
http: Kesimpulan.com News dugaan-malpraktek-kedokteran.html, diakses pada tanggal 11 November 2010
Universitas Sumatera Utara
5. Mediation, para pihak berunding dengan memakai jasa orang ketiga sebagai
edukator, resource person, catalisator, translator. 6.
Arbiration, para pihak yang bersengketa menyerahkan kepada pihak ketigaarbitrator untuk mengambil keputusan.
7. Adjudication, melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan yang memiliki
wewenang memberikan vonis dan exsekusi. Penyelesaian sengketa medik lewat jalur hukum mengandaikan ada 3
logika yaitu logika pasien, logika dokter dan logika hukum. Logika hukum bisa bersikap netral atau bergeser memihak dokter atau pasien, tergantung logika mana
yang paling benar. Keuntungan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum adalah obyektif, lebih pasti, menonjolkan sisi lahiriah, sangsinya dapat dipaksakan
kepada pihak yang bersalah seperti kurungan atau ganti rugi. Kelemahannya yaitu penyelesaian jalur hukum sering bertentangan dengan nilai-nilai moral,
membutuhkan waktu lama, melelahkan tenaga, pikiran, biaya tidak sedikit dan dapat berakhir dengan win-loss, loss-loss, bersifat kaku, tidak menyentuh
nurani.
170
1. Kepastian Hukum