tersebut tidak dapat digunakan secara luas karena dibutuhkan peralatan yang canggih dan tenaga yang ahli untuk menginterpretasi hasil tes.
2.3.3. Tes pencitraan otak
Pada beberapa dekade terakhir terjadi revolusi yang besar pada bidang neuroimaging. Modalitas seperti magnetic resonance imaging MRI dan
spektroskopi, computed x-ray tomography CT, dan positron emission tomography PET dapat menyediakan evaluasi struktural, fisiologikal, dan
biokimia otak secara non invasif. Peran pentingnya dalam diagnosis EH adalah mengeksklusi adanya penyakit otak organik yang lain. MRI otak sebenarnya dapat
menunjukkan abnormalitas yang khas untuk EH yaitu adanya hipertens yang simetris pada area globus palidus. Tetapi perubahan ini tidak berkolerasi dengan
derajat EH. Penyebab hipertens pada daerah globus palidus ini diduga akibat resonansi adanya pengendapan mangan didaerah ganglia basalis karena bersihan
oleh hati yang berkurang Ferenci et al., 2002; Fleming, 2011. Perubahan regional aliran darah otak telah diteliti pada pasien hepatitis kronik, sirosis
hepatis, dan ensefalopati hepatik minimal menggunakan single photon emission computed tomography SPECT. Pada pasien dengan EHM didapatkan penurunan
yang signifikan dari aliran darah pada thalamus kanan dibandingkan pasien tanpa ensefalopati minimal. Pada penelitian lain didapatkan aliran darah yang berkurang
adalah pada area frontotemporal bilateral dan ganglia basalis kanan Yazgan et al. , 2003.
2.3.4 Critical flicker frequency
Critical Flicker Frequency CFF dapat didefinisikan sebagai respon
tercepat dari suatu sumber cahaya yang dapat diinterpretasi oleh korteks serebri sebagai suatu kedipan. Pemakaian alat CFF pada awalnya digunakan sebagai tes
untuk pemeriksaan respon sistem saraf sentral terhadap obat-obatan yang bekerja sentral Turner, 1968. Penelitian-penelitian selanjutnya telah mempergunakan
CFF pada beberapa penyakit. Salah satu hipotesis terjadinya EH adalah terjadinya pembengkakan
astrosit akibat influks amonia, dan pembengkakan tersebut juga terjadi di retina yang dikenal sebagai retinopati hepatik Reichenbach et al., 1995; Mullen, 2006.
Berdasarkan hipotesis tersebut maka gangguan di retina dapat dijadikan suatu petanda terjadinya gangguan serebral pada EH. Hal ini mendasari Kircheis pada
tahun 2002 melakukan penelitian untuk mengetahui fungsi CFF dalam mendiagnosis EHM dan didapatkan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 50 dan
100 pada ambang nilai CFF sebesar 39 Hz Kircheis et al., 2002. CFF juga dapat mengukur derajat keparahan dari EH, dimana CFF menurun secara paralel
sejalan dengan peningkatan derajat beratnya sirosis Haussinger Schliess, 2008.
2.4. PHES