2.3.4 Critical flicker frequency
Critical Flicker Frequency CFF dapat didefinisikan sebagai respon
tercepat dari suatu sumber cahaya yang dapat diinterpretasi oleh korteks serebri sebagai suatu kedipan. Pemakaian alat CFF pada awalnya digunakan sebagai tes
untuk pemeriksaan respon sistem saraf sentral terhadap obat-obatan yang bekerja sentral Turner, 1968. Penelitian-penelitian selanjutnya telah mempergunakan
CFF pada beberapa penyakit. Salah satu hipotesis terjadinya EH adalah terjadinya pembengkakan
astrosit akibat influks amonia, dan pembengkakan tersebut juga terjadi di retina yang dikenal sebagai retinopati hepatik Reichenbach et al., 1995; Mullen, 2006.
Berdasarkan hipotesis tersebut maka gangguan di retina dapat dijadikan suatu petanda terjadinya gangguan serebral pada EH. Hal ini mendasari Kircheis pada
tahun 2002 melakukan penelitian untuk mengetahui fungsi CFF dalam mendiagnosis EHM dan didapatkan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 50 dan
100 pada ambang nilai CFF sebesar 39 Hz Kircheis et al., 2002. CFF juga dapat mengukur derajat keparahan dari EH, dimana CFF menurun secara paralel
sejalan dengan peningkatan derajat beratnya sirosis Haussinger Schliess, 2008.
2.4. PHES
Istilah PHES pertama kali diciptakan oleh Dr Andres Blei pada tahun 2001 Weissenborn, 2008. Tes ini khusus dibuat untuk mendiagnosis adanya EH dan
telah terbukti sensitif untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif pada pasien
sirosis. Tes PHES terdiri dari 5 tes psikometrik yaitu Digit Symbol TestDST tes symbol digit, Number connection test A and BNCT A and B tes koneksi angka
A dan B, Serial Dotting TestSDT tes menggambar titik serial, Line Tracing TestLTT tes menggambar garis. Pada tes simbol digit, terdapat kotak yang terisi
angka 1-9 dan simbol-simbol yang mewakili masing-masing angka tersebut. Subjek diminta untuk membuat simbol yang sesuai dengan angka pada bagian
kotak yang kosong. Tes ini adalah untuk menilai fungsi kecepatan graphomotormenulis, kecepatan prosesi kognitif, persepsi visual, dan working
memory. Pada tes menggambar titik serial, subjek diminta untuk menggambar titik pada lingkaran yang telah disediakan dan subjek diharapkan menyelesaikannya
dalam waktu secepat mungkin. Tes ini adalah untuk menilai kecepatan motorik. Pada tes menggambar garis, subjek diminta untuk menggambar garis kontinyu
diantara 2 garis paralel yang sudah ada. Tes ini adalah untuk menilai akurasi dan kecepatan motorik. Pada tes koneksi angka A, subjek diminta untuk mengambar
garis yang menghubungkan tiap angka secara berurutan secepat mungkin. Tes ini adalah untuk menilai kecepatan psikomotor, efisiensi dari visual scanning,
pemusatan perhatian, merangkai, dan konsentrasi. Pada tes koneksi angka B, subjek diminta untuk menggambar garis yang menghubungkan antara angka dan
huruf secara berurutan sesuai dengan urutan sewaktu menghitung dan urutan alfabet. Tes ini adalah untuk menilai attention set shifting ability, kecepatan
psikomotor, efisiensi viual scanning, pemusatan perhatian, merangkai, dan konsentrasi. Adapun kelebihan dari tes PHES ini dalah memiliki sensitivitas,
spesifisitas dan reliabilitas yang tinggi, mudah dikerjakan, bedside test, dan
murah. Sedangkan kekurangan dari tes ini adalah memerlukan data normatif yang representatif, dipengaruhi oleh umur, pendidikan, latar belakang sosial budaya.
Selain itu tes koneksi angka B tidak dapat dikerjakan pada pasien yang buta huruf Weissenborn, 2008.
Tes PHES harus distandarisasi dan divalidasi pada populasi dimana tes tersebut akan diterapkan karena adanya perbedaan budaya, kebiasaan, dan bahasa.
Hasil International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen Metabolism ISHEN merekomendasikan bahwa tes neuropsikologis yang akan digunakan
dalam mendiagnosis EHM harus distandarisasi pada populasi lokal karena untuk mendiagnosis EHM adalah berdasarkan pada penyimpangan atau deviasi dari nilai
normal tersebut. Tes PHES sudah divalidasi di Jerman, Spanyol, Italia, Meksiko dan Inggris. Pada studi yang dilakukan di Meksiko umur dan pendidikan
berpengaruh terhadap hasil tes, usia yang lebih muda dengan pendidikan yang lebih tinggi mempunyai nilai yang lebih tinggi. Pasien yang ditemukan dengan
EHM adalah kebanyakan berusia tua, berpendidikan rendah dan seringkali tidak bekerja. Pada studi ini juga didapatkan bahwa derajat sirosis berdasarkan
kerusakan fungsi hati berdasarkan kriteria Child Turcotte PughCTP tidak ditemukan berpengaruh pada PHES walaupun terdapat peningkatan prevalensi
seiring dengan meningkatnya derajat CTP, sedangkan pada studi yang dilakukan di Italia didapatkan bahwa fungsi hati ada hubungannya dengan PHES. Pada studi
ini EHM didiagnosis bila total skor PHES adalah kurang dari -4 standar deviasi dari standar nilai populasi normal, sama dengan penelitian di German dan
Spanyol, sedangkan di Italia nilai cut off yang digunakan adalah ≤ -4 standar
deviasi. Pengulangan tes untuk menilai reabilitas juga dilakukan pada studi di Meksiko dan menunjukkan adanya peningkatan nilai dibandingkan dengan nilai
pada tes pertama. Hal ini diperkirakan karena adanya efek pembelajaran karena pengulangan. Hal serupa juga ditemukan pada studi di Italia. Namun pada studi
yang dilakukan oleh Bajaj et al. tidak menunjukkan adanya peningkatan nilai setelah dilakukan pengulangan tes pada pasien EHM Rojo et al., 2011.
2.5. Validitas dan Reliabilitas