Teori pemberdayaan Tinjauan Pustaka

commit to user 28 dilakukan oleh beberapa pengajar diberbagai sekolah internasional seperi amerika, belanda, cina, jepang, Malaysia, dan beberapa Negara lain yang secara pendidikan lebih maju daripada Negara lain.

c. Teori

1. Teori pemberdayaan

Secara konseptual, dalam penelitian ini didasarakan atas teori pemberdayaan. Yang secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan empowerment berasal dari kata ‘power’ kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : a Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan freedom, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melaikan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; b Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan c Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan- keputusan yang mempengaruhi mereka Suharto,1997:210-224. commit to user 29 Kelompok lemah dan ketidakberdayaan. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khusunya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal misalnya persepsi mereka sendiri , maupun karena kondisi eksternal misal ditindas oleh struktur social yang tidak adil. Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan perlu diketahui konsep mengenai kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya. Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi : a Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secar kelas, gender ataupun etnis. b Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing . c Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi atau keluarga. Kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti masyarakat kelas social ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat. Adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku mereka yang berbeda dari ‘keumuman’ kerapkali dipandang sebagai deviant penyimpangan. Mereka sering kali dicap sebagai orang yang malas, lemah, yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal ketidakberdayaan mereka commit to user 30 sering akibat dari adanya kekurang adilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu. Indikator Pemberdayaan Menurut Kieffer 1981, pemberdayaan mencangkup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemapuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif 20 juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk kepada : 1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar. 2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mengendalikan diri dan orang lain. 3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari pendidikan dan politasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan yang mengubah struktur- struktur yang masih menekan. Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan social diberikan, segenap upaya dapat dikosentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran 20 Suharto,1997:215. Parson et.al.1994:106 Suharto Edi,Ph.D., 2005: Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat commit to user 31 perubahan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan Girvan, 2004: 1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian 2. Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu; kebutuhan dirinya minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, shampo. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. commit to user 32 4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suamiistri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. 5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang suami, istri, anak-anak, mertua yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. 6. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desakelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. 7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. 8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap commit to user 33 memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. Dalam hal ini pemberdayaan dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu : 1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat- sekat cultural dan struktural yang mrnghambat. 2. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka. 3. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok- kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara yang kuat dan lemah, dan mencegah ekploitas kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. 4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong commit to user 34 masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. 5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

2. Teori Tindakan sosial

Dokumen yang terkait

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

4 79 75

Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengelola Sampah Anorganik Melalui Bank Sampah(Studi Kasus : Di Bank Sampah Simpan Jadi Emas Lingkungan V Blok B Lorong II Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan)

6 151 199

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri Pedesaan terhadap Pembangunan Desa di desa Suka Damai.

12 108 132

“Keterlibatan Yayasan Dayah Bustanul Ulum Dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Alue Pineung di Langsa Timur.

0 47 97

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN LINGKUNGAN BETONISASI JALAN PADA PROGAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DI KELURAHAN BULAKAN KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOH

0 5 143

ANALISIS GENDER PADA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN ( Kajian terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender pada Fasilitator Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perkotaan Kabupaten Sukoharjo ).

0 1 10